Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

DERMATITIS

A. DEFINISI
Eksim atau kerap kali dijuluki eksema, atau dermatitis ialah peradangan hebat yg
menyebabkan pembentukan lepuh atau gelembung kecil (vesikel) pada kulit hingga
akhirnya pecah dan membuat keluar cairan. Istilah eksim jg diberdayakan buat
sekelompok keadann yg menyebabkan perubahan pola pada kulit dan memunculkan
perubahan spesifik di bagian permukaan. Istilah ini diambil dari Bahasa Yunani yg
berarti ‘mendidih atau mengalir keluar (Mitchell dan Hepplewhite, 2005)
Dermatitis ialah peradangan kulit epidermis dan dermis sebagai respon terhadap
pengaruh faktor eksogen taufaktor endogen, memunculkan kelainan klinis berubah eflo-
resensi polimorfik (eritema, edema,papul, vesikel, skuama, dan keluhan gatal) (Adhi
Juanda,2005).
Dermatitis atau lebih dikenal sebagai eksim mewujudkanatauadalah penyakit kulit
yg mengalami peradangan kerena bermacam sebab dan muncul dlm aneka jenis, terutama
kulit yg kering, umumnya berupa pembengkakan, memerah, dan gatal pada kulit
(Widhya, 2011).
B. ETIOLOGI
Penyebab dermatitis bisa berasal dari luar(eksogen), misalnya bahan kimia
(misalnya : detergen,asam, basa, oli, semen), fisik (sinar dan suhu), mikroorganisme
(contohnya : bakteri, jamur) bisa pula dari dlm(endogen), misalnya dermatitis
atopik.(Adhi Djuanda,2005)
Sejumlah keadann kesehatan, alergi, faktor genetik, fisik, stres, dan iritasi bisa
menjadi penyebab eksim. Masing-masing jenis eksim, biasanya memiliki penyebab
berbeda pula. Seringkali, kulit yg pecah-pecah dan meradang yg dikarenakan eksim
menjadi infeksi. Jika kulit tangan ada strip merah seperti goresan, kita mungkin
mengalami selulit infeksi bakteri yg terjadi di bawah jaringan kulit. Selulit muncul karena
peradangan pada kulit yg terlihat bentol-bentol, memerah, berisi cairan dan terasa panas
saat disentuh dan .Selulit muncul pada seseorang yg sistem kekebalan tubuhnya tak
bagus. Segera periksa ke dokter jika kita mengalami selulit dan eksim.

C. KLASIFIKASI
Dermatitis muncul dlm beberapa jenis, yg masing-masing memiliki indikasi dan gejala-
gejala berbeda:
1. Contact Dermatitis
Dermatitis kontak ialah dermatitis yg dikarenakan karena bahanatausubstansi yg
menempel pada kulit. (Adhi Djuanda,2005)
Dermatitis yg muncul dipicu alergen (penyebab alergi) tertentu seperti racun yg
terdapat pada tanaman merambat atau detergen. Indikasi dan gejala-gejala antara
kulit memerah dan gatal. Jika memburuk, penderita mau mengalami bentol-bentol yg
meradang. Dikarenakan kontak langsung dgn salah satu penyebab iritasi pada kulit
atau alergi. Contohnya sabun cuciataudetergen, sabun mandi atau pembersih lantai.
Alergennya bisa berupa karet, logam, perhiasan, parfum, kosmetik atau rumput.
2. Neurodermatitis
Peradangan kulit kronis, gatal, sirkumstrip, ditandai dgn kulit tebal dan garis kulit
tampak lebih menonjol(likenifikasi) menyerupai kulit batang kayu, dampak garukan
atau gosokan yg berulang-ulang karena aneka ransangan pruritogenik. (Adhi
Djuanda,2005)
Muncul karena goresan pada kulit secara berulang, bisa berwujud kecil, datar dan
bisa berdiameter sekitar 2,5 hingga 25 cm. Penyakit ini muncul saat sejumlah
pakaian ketat yg kita kenakan menggores kulit sehingga iritasi. Iritasi ini memicu
kita buat menggaruk bagian yg terasa gatal. Biasanya muncul pada pergelangan kaki,
pergelangan tangan, lengan dan bagian belakang dari leher.
3. Seborrheich Dermatitis
Kulit terasa berminyak dan licin; melepuhnya sisi-sisi dari hidung, antara kedua alis,
belakang telinga serta dada bagian atas. Dermatitis ini seringkali dikarenakan faktor
keturunan, muncul saat keadann mental dlm keadann stres atau manusia yg
menderita penyakit saraf seperti Parkinson.
4. Statis Dermatitis
Mewujudkanatauadalah dermatitis sekunder dampak insufisiensi kronik vena(atau
tekanan darah cukup tinggi vena) tungkai bawah. (Adhi Djuanda,2005)
Yg muncul dgn adanya varises, menyebabkan pergelangan kaki dan tulang kering
berubah warna menjadi memerah atau coklat, menebal dan gatal. Dermatitis muncul
ketika adanya akumulasi cairan di bawah jaringan kulit. Varises dan keadann kronis
lain pada kaki jg menjadi penyebab.
5. Atopic Dermatitis
Mewujudkan atau adalah keadann peradangan kulit kronis dan resitif, diikuti gatal yg
umumnya kerap kali terjadi selama masa bayi dan anak-anaka, kerap kali
berhubungan dgn peningkatan kadar IgE dlm serum dan riwayat atopi pada keluarga
atau penderita(D.A, rinitis alergik, atau asma bronkial).kelainan kulit berupa papul
gatal yg lalu mengalami ekskoriasi dan likenifikasi, distribusinya
dilipatan(fleksural). (Adhi Djuanda,2005)
Dengan indikasi dan gejala-gejala diantaranya gatal-gatal, kulit menebal, dan pecah-
pecah. Seringkali muncul di lipatan siku atau belakang lutut. Dermatitis biasanya
muncul saat alergi dan seringkali muncul pada keluarga, yg salah satu anggota
keluarga memiliki asma. Biasanya dimulai sejak bayi dan mungkin bisa bertambah
atau berkurang tataran keparahannya selama masa kecil dan dewasa.
D. PATOFISIOLOGI
Pada dermatitis kontak iritan kelainan kulit muncul dampak kerusakan sel yg
dikarenakan karena bahan iritan lewat kerja kimiawi maupun fisik. Bahan iritan merusak
lapisan tanduk, dlm beberapa menit atau beberapa jam bahan-bahan iritan tersebut mau
berdifusi lewat membran buat merusak lisosom, mitokondria dan komponen-komponen
inti sel. Dgn rusaknya membran lipid keratinosit kian fosfolipase mau diaktifkan dan
membebaskan asam arakidonik mau membebaskan prostaglandin dan leukotrin yg mau
menyebabkan dilatasi pembuluh darah dan transudasi dari faktor sirkulasi dari
komplemen dan system kinin. Jg mau menarik neutrofil dan limfosit serta mengaktifkan
sel mast yg mau membebaskan histamin, prostaglandin dan leukotrin. PAF mau
mengaktivasi platelets yg mau menyebabkan perubahan vaskuler. Diacil gliserida mau
merangsang ekspresi gen dan sintesis protein. Pada dermatitis kontak iritan terjadi
kerusakan keratisonit dan keluarnya mediator- mediator. Sehingga perbedaan
mekanismenya dgn dermatis kontak alergik sangat tipis yaitu dermatitis kontak iritan tak
lewat fase sensitisasi.Ada dua jenis bahan iritan yaitu : iritan kuat dan iritan lemah. Iritan
kuat mau memunculkan kelainan kulit pada pajanan pertama pada hampir semua
manusia, sedang iritan lemah hanya pada mereka yg amat rawan atau mengalami kontak
berulang-ulang. Faktor kontribusi, misalnya kelembaban udara, tekanan, gesekan dan
oklusi, memiliki andil pada terjadinya kerusakan tersebut.
Pada dermatitis kontak alergi, ada dua fase terjadinya respon imun tipe IV yg
menyebabkan munculnya lesi dermatitis ini yaitu :
1. Fase Sensitisasi
Fase sensitisasi dijuluki jg fase induksi atau fase aferen. Pada fase ini terjadi
sensitisasi terhadap individu yg semula belum peka, karena bahan kontaktan yg
dijuluki alergen kontak atau pemeka. Terjadi kalauataujika hapten menempel pada
kulit selama 18-24 jam lalu hapten diproses dgn jalan pinositosis atau endositosis
karena sel LE (Langerhans Epidermal), buat mengadakan ikatan kovalen dgn protein
karier yg berada di epidermis, menjadi komplek hapten protein. Protein ini terletak
pada membran sel Langerhans dan berhubungan dgn produk gen HLA-DR (Human
Leukocyte Antigen-DR). Pada sel penyaji antigen (antigen presenting cell). Lalu sel
LE menuju duktus Limfatikus dan ke parakorteks Limfonodus regional dan terjadilah
proses penyajian antigen kepada molekul CD4+ (Cluster of Diferantiation 4+) dan
molekul CD3. CD4+berfungsi sebagai pengenal komplek HLADR dari sel
Langerhans, sedangkan molekul CD3 yg berkaitan dgn protein heterodimerik Ti
(CD3-Ti), mewujudkanatauadalah pengenal antigen yg lebih spesifik, misalnya buat
ion nikel saja atau ion kromium saja. Kedua reseptor antigen tersebut terdapat pada
permukaan sel T. Pada saat ini sudah terjadi pengenalan antigen (antigen
recognition). Selanjutnya sel Langerhans dirangsang buat membuat keluar IL-1
(interleukin-1) yg mau merangsang sel T buat membuat keluar IL-2. Lalu IL-2 mau
membuat dampak proliferasi sel T sehingga terbentuk primed me mory T cells, yg
mau bersirkulasi ke seluruh tubuh meninggalkan limfonodi dan mau memasuki fase
elisitasi kalauataujika kontak berikut dgn alergen yg sama. Proses ini pada manusia
berlangsung selama 14-21 hari, dan belum terdapat ruam pada kulit. Pada saat ini
individu tersebut sudah tersensitisasi yg berarti memiliki resiko buat mengalami
dermatitis kontak alergik.
2. Fase elisitasi
Fase elisitasi atau fase eferen terjadi apabila muncul pajanan kedua dari antigen yg
sama dan sel yg sudah tersensitisasi sudah tersedia di dlm kompartemen dermis. Sel
Langerhans mau mensekresi IL-1 yg mau merangsang sel T buat mensekresi Il-2.
Selanjutnya IL-2 mau merangsang INF (interferon) gamma. IL-1 dan INF gamma
mau merangsang keratinosit memproduksi ICAM-1 (intercellular adhesion molecule-
1) yg langsung beraksi dgn limfosit T dan lekosit, serta sekresi eikosanoid.
Eikosanoid mau mengaktifkan sel mast dan makrofag buat melepaskan histamin
sehingga terjadi vasodilatasi dan permeabilitas yg berkembangatauberubah naik.
Hasilnya muncul aneka macam kelainan kulit seperti eritema, edema dan vesikula yg
mau tampak sebagai dermatitis.
Proses peredaan atau penyusutan peradangan terjadi lewat beberapa mekanisme yaitu
proses skuamasi, degradasi antigen karena enzim dan sel, kerusakan sel Langerhans
dan sel keratinosit serta pelepasan Prostaglandin E-1dan 2 (PGE-1,2) karena sel
makrofag dampak stimulasi INF gamma. PGE-1,2 berfungsi menekan produksi IL-
2R sel T serta mencegah kontak sel T dgn keratisonit. Selain 1tu sel mast dan basofil
jg ikut berperan dgn memperlambat puncak degranulasi sesudah 48 jam paparan
antigen, diduga histamin berefek merangsang molekul CD8 (+) yg memiliki sifat
sitotoksik. Dgn beberapa mekanisme lain, seperti sel B dan sel T terhadap antigen
spesifik, dan akhirnya menekan atau meredakan peradangan.

E. PATHWAY

F. MANIFESTASI KLINIK
Subyektif ada gejala–gejala pembengkakanatauradang akut terutama priritus (
sebagai pengganti dolor). Selain 1tu terdapat pula kenaikan suhu (kalor), kemerahan
(rubor), edema atau pembengkakan dan gangguan fungsi kulit (function laisa).Obyektif,
biasanya batas kelainan tak tgas an terdapt lesi polimorfi yg bisa muncul scara serentak
atau beturut-turut. Pada permulaan eritema dan edema.Edema sangat jelas pada klit yg
longgar misalya muka (terutama palpebra dan bibir) dan genetelia eksterna .Infiltrasi
biasanya tersusun atas papul.
Dermatitis madidans (basah) bearti terdapat eksudasi.Disana-sini terdapat sumber
dermatitis, yaitu terdapat Vesikel-veikel fungtiformis yg berkelompok yg lalu membesar.
Kelainan tersebut bisa diikuti bula atau pustule, jika diikuti infeksi.Dermatitis sika
(kering) berarti tiak madidans kalauataujika gelembung-gelumbung mongering kian mau
terlihat erosi atau ekskoriasi dgn krusta. Hal ini berarti dermatitis menjadi kering dijuluki
ematiti sika.Pada stadium tersebut terjadi deskuamasi, yaitu muncul sisik. Kalauataujika
proses menjadi kronis tapak likenifikasi dan sebagai sekuele telihat hiperpigmentai tau
hipopigmentasi.

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium
a. Darah : Hb, leukosit, hitung jenis, trombosit, elektrolit, protein total, albumin,
globulin
b. Urin : pemerikasaan histopatologi
2. Penunjang (pemeriksaan Histopatologi)
Pemeriksaan ini tak memberi gambaran khas buat diagnostik karena gambaran
histopatologiknya bisa jg terlihat pada dermatitis karena sebab lain. Pada dermatitis
akut perubahan pada dermatitis berupa edema interseluler (spongiosis), terbentuknya
vesikel atau bula, dan pada dermis terdapat dilatasi vaskuler diikuti edema dan
infiltrasi perivaskuler sel-sel mononuclear. Dermatitis sub akut menyerupai wujud
akut dgn terdapatnya akantosis dan kadangkadang parakeratosis. Pada dermatitis
kronik mau terlihat akantosis, hiperkeratosis, parakeratosis, spongiosis ringan, tak
tampak adanya vesikel dan pada dermis diketemukan infiltrasi perivaskuler,
pertambahan kapiler dan fibrosis. Gambaran tersebut mewujudkanatauadalah
dermatitis secara umum dan sangat sukar buat membedakan gambaran histopatologik
antara dermatitis kontak alergik dan dermatitis kontak iritan.
Pemeriksaan ultrastruktur menunjukkan 2-3 jam sesudah paparan antigen, seperti
dinitroklorbenzen (DNCB) topikal dan injeksi ferritin intrakutan, tampak sejumlah
besar sel langerhans di epidermis. Saat 1tu antigen terlihat di membran sel dan di
organella sel Langerhans. Limfosit mendekatinya dan sel Langerhans menunjukkan
aktivitas metabolik. Berikutnya sel langerhans yg membawa antigen mau tampak
didermis dan sesudah 4-6 jam tampak rusak dan jumlahnya di epidermis berkurang.
Pada saat yg sama migrasinya ke kelenjar getah bening setempat
berkembangatauberubah naik. Tapi demikian penelitian terakhir mengenai gambaran
histologi, imunositokimia dan mikroskop elektron dari tahap seluler awal pada pasien
yg diinduksi alergen dan bahan iritan belum berhasil menunjukkan perbedaan dlm
pola peradangannya.

H. KOMPLIKASI
1. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
2. Infeksi sekunder khususnya karena Stafilokokus aureus
3. hiperpigmentasi atau hipopigmentasi post inflamasi
4. Jaringan parut muncul pada paparan bahan korosif atau ekskoriasi

I. PENATALAKSANAAN
Pada prinsipnya penatalaksanaan yg baik ialah mengidentifikasi penyebab dan
menyarankan pasien buat menghindarinya, terapi individual yg sesuai dgn tahap
penyakitnya dan perlindungan pada kulit.
1. Pencegahan
Mewujudkanatauadalah hal yg sangat penting pada penatalaksanaan dermatitis
kontak iritan dan kontak alergik. Di lingkungan rumah, beberapa hal bisa dikerjakan
misalnya penggunaan sarung tangan karet di ganti dgn sarung tangan plastik,
memanfaatkan mesin cuci, sikat bergagang panjang, penggunaan deterjen.
2. Pengobatan
a. Pengobatan topical
Obat-obat topikal yg diberikan sesuai dgn prinsip-prinsip umum pengobatan
dermatitis yaitu kalauataujika basah diberi terapi basah (kompres terbuka),
kalauataujika kering berikan terapi kering. Makin akut penyakit, makin rendah
prosentase bahan aktif. Kalauataujika akut berikan kompres, kalauataujika
subakut diberi losio, pasta, krim atau linimentum (pasta pendingin ),
kalauataujika kronik berikan salep. Kalauataujika basah berikan kompres,
kalauataujika kering superfisial diberi bedak, bedak kocok, krim atau pasta,
kalauataujika kering di dlm, diberi salep. Medikamentosa topikal saja bisa
diberikan pada kasus-kasus ringan. Jenis-jenisnya ialah :
1) Kortikosteroid
Kortikosteroid memiliki peranan penting dlm sistem imun. Pemberian
topikal mau menghambat reaksi aferen dan eferen dari dermatitis kontak
alergik. Steroid menghambat aktivasi dan proliferasi spesifik antigen. Ini
mungkin dikarenakan karena efek langsung pada sel penyaji antigen dan sel
T. Pemberian steroid topikal pada kulit menyebabkan hilangnya molekul
CD1 dan HLA-DR sel Langerhans, sehingga sel Langerhans kehilangan
fungsi penyaji antigennya. Jg menghalangi pelepasan IL-2 karena sel T, dgn
demikian profilerasi sel T dihambat. Efek imunomodulator ini meniadakan
respon imun yg terjadi dlm proses dermatitis kontak dgn demikian efek
terapetik. Jenis yg bisa diberikan ialah hidrokortison 2,5 %, halcinonid dan
triamsinolon asetonid. Cara penggunaan topikal dgn menggosok secara
lembut. Buat meningkatan penetrasi obat dan mempercepat penyembuhan,
bisa dikerjakan secara tertutup dgn film plastik selama 6-10 jam setiap hari.
Butuh diperhatikan munculnya efek samping berupa potensiasi, atrofi kulit
dan erupsi akneiformis.
2) Radiasi ultraviolet
Sinar ultraviolet jg memiliki efek terapetik dlm dermatitis kontak lewat
sistem imun. Paparan ultraviolet di kulit membuat dampak hilangnya fungsi
sel Langerhans dan menginduksi munculnya sel panyaji antigen yg berasal
dari sumsum tulang yg bisa mengaktivasi sel T supresor. Paparan ultraviolet
di kulit membuat dampak hilangnya molekul permukaan sel langehans (CDI
dan HLA-DR), sehingga menghilangkan fungsi penyaji antigennya.
Kombinasi 8-methoxy-psoralen dan UVA (PUVA) bisa menekan reaksi
peradangan dan imunitis. Secara imunologis dan histologis PUVA mau
mengurangi ketebalan epidermis, menurunkan jumlah sel Langerhans di
epidermis, sel mast di dermis dan infiltrasi mononuklear. Fase induksi dan
elisitasi bisa diblok karena UVB. Lewat mekanisme yg diperantarai TNF
kian jumlah HLA- DR + dari sel Langerhans mau sangat berkurang
jumlahnya dan sel Langerhans menjadi tolerogenik. UVB jg merangsang
ekspresi ICAM-1 pada keratinosit dan sel Langerhans.
3) Siklosporin A
Pemberian siklosporin A topikal menghambat elisitasi dari hipersensitivitas
kontak pada marmut percobaan, tapi pada manusia hanya memberikan efek
minimal, mungkin dikarenakan karena kurangnya absorbsi atau inaktivasi
dari obat di epidermis atau dermis.
4) Antibiotika dan antimikotika
Superinfeksi bisa ditimbulkan karena S. aureus, S. beta dan alfa hemolitikus,
E. koli, Proteus dan Kandida spp. Pada keadann superinfeksi tersebut bisa
diberikan antibiotika (misalnya gentamisin) dan antimikotika (misalnya
clotrimazole) dlm wujud topikal.
5) Imunosupresif
Obat-obatan baru yg memiliki sifat imunosupresif ialah FK 506
(Tacrolimus) dan SDZ ASM 981. Tacrolimus bekerja dgn menghambat
proliferasi sel T lewat menurunnya sekresi sitokin seperti IL-2 dan IL-4
tiada merubah responnya terhadap sitokin eksogen lain. Hal ini mau
mengurangi peradangan kulit dgn tak memunculkan atrofi kulit dan efek
samping sistemik. SDZ ASM 981 mewujudkanatauadalah derivat askomisin
makrolatum yg berefek anti inflamasi yg cukup tinggi. Pada konsentrasi
0,1% potensinya sebanding dgn kortikosteroid klobetasol-17-propionat
0,05% dan pada konsentrasi 1% sebanding dgn betametason 17-valerat
0,1%, tapi tak memunculkan atrofi kulit. Konsentrasi yg diajurkan ialah 1%.
Efek anti peradangan tak mengganggu respon imun sistemik dan
penggunaan secara topikal sama efektifnya dgn penggunaan secara oral.
b. Pengobatan sistemik
Pengobatan sistemik ditujukan buat mengontrol rasa gatal dan atau edema, jg
pada kasus-kasus sedang dan berat pada keadann akut atau kronik. Jenis-
jenisnya ialah :
1) Antihistamin
Maksud pemberian antihistamin ialah buat memperoleh efek sedatifnya.
Ada yg berpendapat pada stadium permulaan tak terdapat pelepasan
histamin. Tapi ada jg yg berpendapat dgn adanya reaksi antigen-antobodi
terdapat pembebasan histamin, serotonin, SRS-A, bradikinin dan asetilkolin.
2) Kortikosteroid
Diberikan pada kasus yg sedang atau berat, secara peroral, intramuskular
atau intravena. Pilihan terbaik ialah prednison dan prednisolon. Steroid lain
lebih mahal dan memiliki kekurangan karena berdaya kerja lama.
Kalauataujika diberikan dlm waktu singkat kian efek sampingnya mau
minimal. Butuh perhatian khusus pada penderita ulkus peptikum, diabetes
dan tekanan darah cukup tinggi. Efek sampingnya terutama pertambahan
berat badan, gangguan gastrointestinal dan perubahan dari insomnia hingga
depresi. Kortikosteroid bekerja dgn menghambat proliferasi limfosit,
mengurangi molekul CD1 dan HLA- DR pada sel Langerhans, menghambat
pelepasan IL-2 dari limfosit T dan menghambat sekresi IL-1, TNF-a dan
MCAF.
3) Siklosporin
Mekanisme kerja siklosporin ialah menghambat fungsi sel T penolong dan
menghambat produksi sitokin terutama IL-2, INF-r, IL-1 dan IL-8.
Mengurangi aktivitas sel T, monosit, makrofag dan keratinosit serta
menghambat ekspresi ICAM-1.
4) Pentoksifilin
Bekerja dgn menghambat pembentukan TNF-a, IL-2R dan ekspresi ICAM-1
pada keratinosit dan sel Langerhans. Mewujudkanatauadalah derivat
teobromin yg memiliki efek menghambat peradangan.
5) FK 506 (Trakolimus)
Bekerja dgn menghambat respon imunitas humoral dan selular.
Menghambat sekresi IL-2R, INF-r, TNF-a, GM-CSF . Mengurangi sintesis
leukotrin pada sel mast serta pelepasan histamin dan serotonin. Bisa jg
diberikan secara topikal.
6) Ca++ antagonis
Menghambat fungsi sel penyaji dari sel Langerhans. Jenisnya seperti
nifedipin dan amilorid.
7) Derivat vitamin D3
Menghambat proliferasi sel T dan produksi sitokin IL-1, IL-2, IL-6 dan
INF-r yg mewujudkanatauadalah mediator-mediator poten dari peradangan.
Contohnya ialah kalsitriol.
8) SDZ ASM 981
Mewujudkanatauadalah derivay askomisin dgn aktifitas anti inflamasi yg
cukup tinggi. Bisa jg diberikan secara topical, pemberian secara oral lebih
baik daripada siklosporin
ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Identitas Pasien
2. Keluhan Utama.
Biasanya pasien mengeluh gatal, rambut rontok.
3. Riwayat Kesehatan.
a. Riwayat penyakit sekarang
Tanyakan sejak kapan pasien merasakan keluhan seperti yg ada pada keluhan
utama dan tindakan apa saja yg dikerjakan pasien buat menanggulanginya.
b. Riwayat penyakit dahulu
Apakah pasien dulu pernah menderita penyakit seperti ini atau penyakit kulit
lainnya.
c. Riwayat penyakit keluarga
Apakah ada keluarga yg pernah menderita penyakit seperti ini atau penyakit
kulit lainnya.
d. Riwayat psikososial
Apakah pasien merasakan kecemasan yg berlebihan. Apakah sedang mengalami
stress yg berkepanjangan.
e. Riwayat penggunaan obat
Apakah pasien pernah memanfaatkan obat-obatan yg dipakai pada kulit, atau
pernahkah pasien tak tahan (alergi) terhadap sesuatu obat
4. POLA FUNGSIONAL GORDON
a. Pola persepsi dan penanganan kesehatan
Tanyakan kepada klien pendapatnya mengenai kesehatan dan penyakit. Apakah
pasien langsung mencari pengobatan atau menunggu hingga penyakit tersebut
mengganggu aktivitas pasien.
b. Pola nutrisi dan metabolism
1) Tanyakan bagaimana pola dan porsi makan sehari-hari klien ( pagi, siang
dan malam )
2) Tanyakan bagaimana nafsu makan klien, Apakah ada mual muntah,
pantangan atau alergi
3) Tanyakan Apakah klien mengalami gangguan dlm menelan
4) Tanyakan Apakah klien kerap kali mengkonsumsi buah-buahan dan sayur-
sayuran yg mengandung vitamin antioksidant
c. Pola eliminasi
1) Tanyakan bagaimana pola BAK dan BAB, warna dan karakteristiknya
2) Berapa kali miksi dlm sehari, karakteristik urin dan defekasi
3) Adakah kasus dlm proses miksi dan defekasi, adakah penggunaan alat bantu
buat miksi dan defekasi.
d. Pola aktivitas atau olahraga
1) Perubahan aktivitas biasanyaatauhobi sehubungan dgn gangguan pada kulit.
2) Kekuatan Otot :Biasanya klien tak ada kasus dgn kekuatan ototnya karena yg
terganggu ialah kulitnya
3) Keluhan Beraktivitas : kaji keluhan klien saat beraktivitas.
e. Pola istirahat atau tidur
1) Kebiasaan : tanyakan lama, kebiasaan dan kualitas tidur pasien
2) Kasus Pola Tidur : Tanyakan Apakah terjadi kasus istirahatatautidur yg
berhubungan dgn gangguan pada kulit
3) Bagaimana perasaan klien sesudah bangun tidur? Apakah merasa segar atau
tak?
f. Pola kognitif atau persepsi
1) Kaji status mental klien
2) Kaji kemampuan berkomunikasi dan kemampuan klien dlm memahami
sesuatu
3) Kaji tataran anxietas klien berlandaskan ekspresi wajah, nada bicara klien.
Identifikasi penyebab kecemasan klien
4) Kaji penglihatan dan pendengaran klien.
5) Kaji Apakah klien mengalami vertigo
6) Kaji nyeri : Gejalanya yaitu muncul gatal-gatal atau bercak merah pada
kulit.
g. Pola persepsi dan konsep diri
1) Tanyakan pada klien bagaimana klien menggambarkan dirinya sendiri,
Apakah kejadian yg menimpa klien mengubah gambaran dirinya
2) Tanyakan apa yg menjadi pikiran bagi klien, Apakah merasa cemas,
depresi atau takut
3) Apakah ada hal yg menjadi pikirannya
h. Pola peran hubungan
1) Tanyakan apa pekerjaan pasien
2) Tanyakan tentang system pendukung dlm kehidupan klien seperti:
pasangan, teman, dll.
3) Tanyakan Apakah ada kasus keluarga berkenaan dgn perawatan penyakit
klien
i. Pola seksualitasataureproduksi
1) Tanyakan kasus seksual klien yg berhubungan dgn penyakitnya
2) Tanyakan kapan klien semenjak menopause dan kasus kesehatan terkait
dgn menopause
3) Tanyakan Apakah klien mengalami kesulitanatauperubahan dlm
pemenuhan kebutuhan seks
j. Pola koping-toleransi stress
1) Tanyakan dan kaji perhatian utama selama dirawat di RS ( financial atau
perawatan diri )
2) Kaji keadan emosi klien sehari-hari dan bagaimana klien menangani
kecemasannya (mekanisme koping klien ). Apakah ada penggunaan obat
buat penghilang stress atau klien kerap kali berbagi masalahnya dgn
manusia-manusia terdekat.
k. Pola keyakinan nilai
Tanyakan agama klien dan Apakah ada pantangan-pantangan dlm beragama
serta seberapa taat klien menjalankan ajaran agamanya. Manusia yg dekat
kepada Tuhannya lebih berfikiran positif.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Kerusakan integritas kulit berhubungan dgn kekeringan pada kulit
2. Resiko infeksi berhubungan dgn menurunnya imunitas
3. Gangguan pola tidur berhubungan dgn pruritus
4. Gangguan citra tubuh berhubungan dgn penampakan kulit yg tak bagus.
5. Minus pengetahuan tentang program terapi berhubungan dgn kurangnya informasi

C. RENCANA KEPERAWATAN
DIAGNOSA
No NOC NIC
KEPERAWATAN
1. Kerusakan integritas kulit Sesudah dikerjakan askep, kulit
1. Lakukan inspeksi lesi setiap
berhubungan dgn kekeringan klien bisa kembali normal dgn hari
pada kulit kriteria hasil: 2. Pantau adanya gejala-gejala
Kenyamanan pada kulit infeksi
berkembangatauberubah naik 3. Ubah posisi pasien tiap 2-4
Tataran pengelupasan kulit jam
berkurang 4. Bantu mobilitas pasien
Kemerahan berkurang sesuai kebutuhan
Lecet karena garukan
5. Pergunakan sarung tangan
berkurang jika merawat lesi
Penyembuhan area kulit yg
6. Jaga agar alat tenun selau
sudah rusak dlm keadann bersih dan
kering
7. Libatkan keluarga dlm
memberikan bantuan pada
pasien
8. Gunakan sabun yg
mengandung pelembab atau
sabun buat kulit sensitive
9. Oleskanatauberikan salep
atau krim yg sudah diresepkan
2 atau tiga kali per hari.
2. Resiko infeksi berhubungan Sesudah dikerjakan askep
1. Lakukan tekni aseptic dan
dgn menurunnya imunitas diharapkan tak terjadi infeksi dgn antiseptic dlm melakukan
kriteria hasil: tindakan pada pasien
Hasil pengukuran gejala vital 2. Ukur gejala vital tiap 4-6
dlm batas normal. jam
– RR :16-20 xataumenit 3. Observasi adanya gejala-
– N : 70-82 xataumenit gejala infeksi
– T : 37,5 C 4. Batasi jumlah pengunjung
– TD : 120atau85 mmHg 5. Kolaborasi dgn ahli gizi
Tak diketemukan gejala-gejala buat pemberian diet TKTP
infeksi (kalor,dolor, rubor, tumor,6. Libatkan peran serta
infusiolesa) keluarga dlm memberikan
Hasil pemeriksaan laborat dlm bantuan pada klien
batas normal Leuksosit darah : 7. Kolaborasi dgn dokter dlm
5000-10.000ataumm3 terapi obat
3. Gangguan pola tidur Sesudah dikerjakan askep
1. Menjaga kulit agar kerap
berhungan dgn pruritus diharapkan klien bisa istirahat kali lembab
tiada danya pruritus dgn kriteria
2. Determinasi efek-efek
hasil: medikasi terhadap pola tidur
Mencapai tidur yg nyenyak 3. Jelaskan pentingnya tidur
Melaporkan gatal mereda yg adekuat
Mengenali ttindakan buat
4. Fasilitasi buat
menaikkan tidur mempertahankan aktifitas
Mempertahankan keadann sebelum tidur
lingkungan yg tepat 5. Ciptakan lingkungan yg
nyaman
6. Kolaborasi dgn dokter dlm
pemberian obat tidur.
4. Gangguan citra tubuh Sesudah dikerjakan askep
1. Kaji adanya gangguan citra
berhubungan dgn diharapkan Pengembangan diri (menghindari kontak
penampakan kulit yg tak peningkatan penerimaan diri pada mata,ucapan merendahkan
bagus. klien tercapai dgn kriteria hasil: diri sendiri).
Mengembangkan peningkatan
2. Identifikasi stadium
kemauan buat menerima keadann psikososial terhadap
diri. pertumbuhan.
Mengikuti dan turut
3. Berikan kesempatan
berpartisipasi dlm tindakan pengungkapan perasaan.
perawatan diri. 4. Nilai rasa keprihatinan dan
Melaporkan perasaan dlm ketakutan klien, bantu klien
pengendalian situasi. yg cemas mengembangkan
Menguatkan kembali dukungan kemampuan buat menilai diri
positif dari diri sendiri. dan mengenali masalahnya.
5. Dukung upaya klien buat
memperbaiki citra diri , spt
merias, merapikan.
6. Mendorong sosialisasi dgn
manusia lain.
5. Minus pengetahuan tentang Sesudah dikerjakan askep
1. Kaji Apakah klien
program terapi berhubungan diharapkan terapi bisa dipahami memahami dan mengerti
dgn kurangnya informasi dan dijalankan dgn kriteria hasil: tentang penyakitnya.
Memiliki pemahaman terhadap
2. Jaga agar klien
perawatan kulit. mendapatkan informasi yg
Mengikuti terapi dan bisa benar, memperbaiki kesalahan
menjelaskan alasan terapi. konsepsiatauinformasi.
Melaksanakan mandi,
3. Peragakan penerapan terapi
pembersihan dan balutan basah seperti, mandi dan
sesuai program penggunaan obat-obatan
.Memanfaatkan obat topikal lainnya.
dgn tepat. 4. Nasihati klien agar kerap
Memahami pentingnya nutrisi kali menjaga hygiene pribadi
buat kesehatan kulit. jg lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA

Djuanda S, Sularsito. (2005). SA. Dermatitis In: Djuanda A, ed Ilmu penyakit kulit dan kelamin.
Edisi III. Jakarta: FK UI: 126-31.
Johnson, M., et all. 2002. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New
Jersey: Upper Saddle River
Mc Closkey, C.J., et all. 2002. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition. New
Jersey: Upper Saddle River
NANDA, 2012, Diagnosis Keperawatan NANDA : Pengertian dan Klasifikasi.
Price, A. Sylvia.2006 Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit edisi 4. Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Smeltzer, Suzanne C. (2002). Buku ajar medikal bedah Brunner SuddarthatauBrunner Suddarth’s
Texbook of Medical-surgical. Alih Bahasa:Agung Waluyo…..(et.al.). ed 8 Vol 3 Jakarta:
EGC.
Widhya. (2011). Askep Dermatitis. Diaskes pada tanggal 28 April 2012
pada http:atauatauatauD:atauLAPORAN%20POROFESI%20NERS%202012atauMEDIC
AL%20BEDAHatauSUMBER%20DERMATITISatauaskep-dermatitis.html

Anda mungkin juga menyukai