KATARAK
Pembimbing :
dr. Boyke Sisprihattono.Sp. M
Disusun Oleh :
Rio Yusfi Adi Prabowo
114170059
Cirebon
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan karunia-
Nya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul “Katarak”. Laporan
kasus ini ditulis untuk menambahkan pengetahuan dan wawasan mengenai Katarak
dan merupakan salah satu syarat dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik di Bagian
Ilmu Kesehatan mata Fakultas Kedokteran Unswagati Cirebon.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada dokter
pembimbing, dr. Boyke Sisprihattono.Sp. M yang telah meluangkan waktu untuk
membimbing dan memberikan pengarahan dalam penyusunan referat ini dari awal
hingga selesai.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa Laporan Kasus ini masih jauh
dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis sangant mengharapkan krititan yang
membangun dan saran demi perbaikan dimasa yang akan datang. Semoga Laporan
kasus ini dapat berguna bagi kita semua.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
halaman
HALAMAN JUDUL................................................................................................ i
DAFTAR GAMBAR………………………………………………………………iv
BAB I IDENTITAS PASIEN………………………………………………………5
2.6.1 Definisi…………………………………………………………….21
2.6.2 Patofisiologi……………………………………………………….21
2.6.3 Manifestasi Klinis………………………………………………….29
2.6.4 Diagnosis ………………………………………………………….30
2.6.5 Penatalaksanaan …………………………………………………..31
2.6.6 Komplikasi ………………………………………………………..35
2.6.7 Prognosis ………………………………………………………….39
BAB IV KESIMPULAN…………………………………………………………40
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... ....41
iii
DAFTAR GAMBAR
iv
5
BAB I
Identitas Pasien
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. C
Umur : 59 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Tegalreja Banjarharjo brebes jawa tengah
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Tanggal pemeriksaan : 9 Agustus 2019
II. ANAMNESIS
a. Keluhan utama:
Penglihatan buram pada mata kiri
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien periksa ke poli klinik penyakit mata RSUD WALED dengan keluhan
penglihatan buram pada mata kiri, penglihatan buram dirasakan kurang lebih
sejak 4 bulan yang lalu dan semakin memberat sejak 2 bulan terakhir,awalnya
penglihatan buram secara perlahan lahan dan semakin lama semakin
berat,lama kelamaan pasien merasa melihat seperti kabut asap yang
menghalangi pandangannya,dan terkadangsaat melihat cahaya silau sehingga
membuat aktivitas pasien terganggu,keluhan mata merah (-), air mata berlebih
(-), kotoran mata berlebih (-), sakit kepala (-) kadang-kadang,mual/muntah (-),
riwayat trauma (-).riwayat konsumsi obat-obatan tertentu dalam jangka waktu
lama disangkal.
6
Pemeriksaan OD OS
Lensa
IV. RESUME
Pasien periksa ke poli klinik penyakit mata RSUD WALED dengan
keluhan penglihatan buram pada mata kiri, penglihatan buram dirasakan
kurang lebih sejak 4 bulan yang lalu dan semakin memberat sejak 2 bulan
terakhir,awalnya penglihatan buram secara perlahan lahan dan semakin lama
semakin berat,lama kelamaan pasien merasa melihat seperti kabut asap yang
9
VIII. Prognosis
Quo ad Vitam : ad Bonam
Quo ad Functionam : Dubia ad Bonam
Quo ad Sanasionam : Dubia ad Bonam
10
BAB II
ANALISIS KASUS
I. Identitas Pasien
Nama NY C, umur 59 tahun, jenis kelamin perempuan, alamat Tegalreja
Banjarharjo brebes jawa tengah. Pekerjaan sebagai Ibu Rumah Tangga.
Bertambahnya usia terjadi perubahan kimia dalam protein lensa yang
menyebabkan koagulasi protein sehingga mengakibatkan pengaburan penglihatan,
hal ini terjadi karena terhambat jalannya cahaya ke retina. Selain perubahan kimia
juga terdapat perubahan pada pertambahannya usia terjadi pemadatan serabut
kolagen yang mengakibatkan sklerosis nucleus yang menyebabkan lensa tebal,
padat dan kurang elastis sehingga disertai penurunan daya akomodasi.
II. Anamnesis
Pasien periksa ke poli klinik penyakit mata RSUD WALED dengan keluhan
penglihatan buram pada mata kiri, penglihatan buram dirasakan kurang lebih sejak
4 bulan yang lalu dan semakin memberat sejak 2 bulan terakhir,awalnya
penglihatan buram secara perlahan lahan dan semakin lama semakin berat,lama
kelamaan pasien merasa melihat seperti kabut asap yang menghalangi
pandangannya,dan terkadang saat melihat cahaya silau sehingga membuat
aktivitas pasien terganggu, Pasien post operasi katarak pada mata kanan tanggal
18-07-2019 di RSUD Waled.
Pasien di diagnose pseudofakia okuli dextra berdasarkan anamesa dimana
pasien telah menjalani operasi katarak pada mata kanannya. Dari pemeriksaan
fisik didapatkan lensa mata kanan terdapat pantulan sinar pada saat terkena cahaya
(mengkilat ) yang menandakan telah terpasang lensa IOL.
Beberapa faktor diantaranya yang mempengaruhi mata buram yaitu karena
pengaruh kekeruhan pada lensa pasien karena lensa merupakan media refraksi
yang memiliki daya bias kira-kira +20D. gangguan dapat berupa katarak. Faktor
yang lainnya faktor usia pasien yang mengalami pertambahan ketebalan dan
11
a. Visus
shadow test yaitu dengan cara mengarahkan lampu senter kearah pupil dengan
sudut 45o dan dilihat banyangan iris pada lensa yang keruh. Bayangan Iris
pada lensa kecil,terletak dengan pupil menandakan shadow test (+) yang
berarti katarak imatur (Voughan, 2017)
IV. Diagnosis Banding
Prognosis ad functionam pada kedua mata adalah dubia ad bonam karena melihat
adanya kemungkinan komplikasi saat pembedahan dilakukan. Prognosis
sanationam pada kedua mata adalah ad dubia ad bonam karena usia pasien yang
sudah lanjut.
14
BAB III
PEMBAHASAN
Anatomi dan fisiologi mata sangat rumit dan mengaggumkan. Secara konstan
mata menyesuaikan jumlah cahaya yang masuk, memusatkan perhatian pada
objek yang dekat dan jauh serta menghasilkan gambaran yang kontinu yang
dengan segera dihantarkan ke otak.(1)
a. ANATOMI LENSA
b. FISIOLOGI LENSA
ion kalium dan keluar melalui pompa aktif Na-K ATPase, sedangkan kadar
kalsium tetap dipertahankan didalam oleh Ca-ATPase. (2,3)
Metabolisme lensa melalui glikolisis anaerob (95%) dan HMP-shunt
(5%). Jalur HMP-shunt menghasilkan NADPH untuk biosintesis asam lemak
dan ribose, juga untuk aktivitas glutation reduktase dan aldose reduktase.
Aldose reduktase adalah enzim yang merubah glukosa menjadi sorbitol, dan
sorbitol dirubah menjadi fruktosa oleh enzim sorbitol dehidrogenase. (2,3)
2.2 DEFINISI
2.3 EPIDEMIOLOGI
insiden katarak seesar 0,1 % pertahun. Selain itu, penduduk Indonesia juga
memiliki kecenderungan menderita katarak 15 tahun lebih cepat
diabandingkan penduduk di daerah Subtropis. (4,5)
2.4 ETIOLOGI DAN FAKTOR RISIKO
KLASIFIKASI
Pada katarak senilis kortikal terjadi derajat maturasi sebagai berikut: (2,6,8)
a) Katarak insipien
e) Katarak Morgagni
Gambar 7 (a) katarak brunesens (b) katarak nigra (c) katarak rubra
yang lain. Gejalanya antara lain adalah fotofobia dan penglihatan yang buruk
saat mata berakomodasi atau diberikan miotikum. Ini dikarenakan ketika pupil
konstriksi saat berakomodasi, cahaya yang masuk ke mata menjadi terfokus ke
sentral, dimana terdapat katarak subkapsularis posterior, menyebabkan cahay
menyebar dan mengganggu kemampuan mata untuk memfokuskan pada
makula (Rosenfeld et al, 2010).
Manifestasi dari gejala yang dirasakan oleh pasien penderita katarak terjadi
secara progresif dan merupakan proses yang kronis. Gangguan penglihatan
bervariasi, tergantung pada jenis dari katarak yang diderita pasien. (2,6,8)
Gejala pada penderita katarak adalah sebagai berikut:
a) Penurunan visus
b) Silau
c) Perubahan miopik
d) Diplopia monocular
e) Halo bewarna
f) Bintik hitam di depan mata
Derajat kekerasan nukleus dapat dilihat pada slit lamp sebagai berikut.
30
2.6.4 Diagnosa
Diagnosa katarak senilis dapat dibuat dari hasil anamnesis dan pemeriksaan
fisik. Pemeriksaan laboratorium preoperasi dilakukan untuk mendeteksi adanya
penyakit-penyakit yang menyertai, seperti DM, hipertensi, dan kelainan
jantung.6,8
Pemeriksaan slit lamp tidak hanya difokuskan untuk evaluasi opasitas lensa
tetapi dapat juga struktur okuler lain, misalnya konjungtiva, kornea, iris, bilik
mata depan. Ketebalan kornea harus diperiksa dengan hati-hati, gambaran lensa
harus dicatat dengan teliti sebelum dan sesudah pemberian dilator pupil, posisi
lensa dan intergritas dari serat zonular juga dapat diperiksa sebab subluksasi
lensa dapat mengidentifikasi adanya trauma mata sebelumnya, kelainan
metabolik, atau katarak hipermatur. Pemeriksaan shadow test dilakukan untuk
menentukan stadium pada katarak senilis. Selain itu, pemeriksaan ofthalmoskopi
direk dan indirek dalam evaluasi dari intergritas bagian belakang harus dinilai.8
Diagnosis katarak senilis imatur dapat diperoleh dari gejala-gejala klinis yang
dialami serta pemeriksaan oftalmologi. Pasien pada katarak senilis imatur
biasanya datang dengan keluhan mata kabur serta silau. Sementara pemeriksaan
oftalmologi dapat dilakukan dengan menggunakan senter, slit lamp dan
funduskopi. Berikut merupakan hasil temuan pemeriksaan oftalmologi pada
katarak senilis dan katarak stadium lainnya. (2,6,8)
Pada Pemeriksaan Fisik katarak senilis imatur, terdapat kekeruhan pada
sebagaian lensa yang dapat menimbulkan gangguan visus. Dengan koreksi, visus
31
masih dapat mencapai 1/60-6/6. Pada stadium ini, kekeruhan belum mengenai
seluruh lapisan lensa. Pada lensa normal yang tidak terdapat kekeruhan, sinar
dapat masuk kedalam mata tanpa ada yang dipantulkan. Oleh karena kekeruhan
dibagian posterior lensa, maka sinar obliq yang mengenai bagian yang keruh ini,
akan dipantulkan lagi, sehingga pada pemeriksaan, terlihat dipupil, ada daerah
yang terang sebagai reflek pemantulan cahaya pada daerah lensa yang keruh dan
daerah yang gelap, akibat bayangan iris pada bagian lensa yang keruh. Keadaan
ini disebut shadow test (+).
2.6.5 Penatalaksanaan Pembedahan Katarak
Indikasi
Indikasi penatalaksanaan bedah pada kasus katarak mencakup
indikasi visus,medis, dan kosmetik.8
1. Indikasi visus; merupakan indikasi paling sering. Indikasi ini berbeda
pada tiap individu, tergantung dari gangguan yang ditimbulkan oleh
katarak terhadap aktivitas sehari-harinya.
2. Indikasi medis; pasien bisa saja merasa tidak terganggu dengan
kekeruhan pada lensa matanya, namun beberapa indikasi medis
dilakukan operasi katarak seperti glaukoma imbas lensa (lens-induced
glaucoma), endoftalmitis fakoanafilaktik, dan kelainan pada retina
misalnya retiopati diabetik atau ablasio retina.
3. Indikasi kosmetik; kadang-kadang pasien dengan katarak matur
meminta ekstraksi katarak (meskipun kecil harapan untuk
mengembalikan visus) untuk memperoleh pupil yang hitam.
c. Phacoemulsification
Phakoemulsifikasi (phaco) adalah teknik untuk membongkar dan
memindahkan kristal lensa. Pada teknik ini diperlukan irisan yang sangat
kecil (sekitar 2-3mm) di kornea. Getaran ultrasonic akan digunakan untuk
menghancurkan katarak, selanjutnya mesin PHACO akan menyedot massa
katarak yang telah hancur sampai bersih. Sebuah lensa Intra Okular yang
dapat dilipat dimasukkan melalui irisan tersebut. Karena incisi yang kecil
maka tidak diperlukan jahitan, akan pulih dengan sendirinya, yang
memungkinkan pasien dapat dengan cepat kembali melakukan aktivitas
sehari-hari.Tehnik ini bermanfaat pada katarak kongenital, traumatik, dan
kebanyakan katarak senilis. (2,8)
Gambar 10 Phacoemulsification
Insisi dilakukan pada sklera dengan ukuran insisi bervariasi dari 5-8 mm.
Namun tetap dikatakan SICS sejak design arsiteknya tanpa jahitan,
Penutupan luka insisi terjadi dengan sendirinya (self-sealing). Teknik operasi
ini dapat dilakukan pada stadium katarak immature, mature, dan
hypermature. Teknik ini juga telah dilakukan pada kasus glaukoma fakolitik
dan dapat dikombinasikan dengan operasi trabekulektomi.(2,8)
35
2.6.6 KOMPLIKASI
c) Perdarahan
Komplikasi perdarahan pasca operasi katarak antara lain
perdarahan retrobulbar, perdarahan atau efusi suprakoroid, dan
hifema.Pada pasien-pasien dengan terapi antikoagulan atau
antiplatelet, risiko perdarahan suprakoroid dan efusi suprakoroid tidak
meningkat.Sebagai tambahan, penelitian lain membuktikan bahwa
tidak terdapat perbedaan risiko perdarahan antara kelompok yang
menghentikan dan yang melanjutkan terapi antikoagulan sebelum
operasi katarak. (2,8)
d) Glaukoma sekunder
2.6.7 PROGNOSIS
BAB IV
KESIMPULAN
Katarak adalah abnormalitas pada lensa mata berupa kekeruhan lensa yang
menyebabkan tajam penglihatan penderita berkurang. Katarak merupakan penyebab
kebutaan nomor 1 di seluruh dunia. Hal ini didukung oleh faktor usia, radiasi dari
sinar ultraviolet, kurangnya gizi dan vitamin serta faktor tingkat kesehatan dan
penyakit yang diderita.
Katarak senilis tidak dapat dicegah karena penyebab terjadinya katarak senilis
adalah oleh karena faktor usia, namun dapat dilakukan pencegahan terhadap hal-hal
yang memperberat seperti mengontrol penyakit metabolik, mencegah paparan
langsung terhatap sinar ultraviolet.
42
Daftar Pustaka
1. Agur, Anne dan Keith L.M. 2002. Anatomi Klinis Dasar. Jakarta: Hipokrates
2. Vaughan DG, Asbury T, Riordan Eva P. 2017. Oftalmologi Umum. Edisi 17.
Jakarta: EGC
3. Guyton AC, Hall EH. Textbook of Medical Physiology. 2014 . 11th ed. Philadelphia : W.B.
Saunders Company
4. Nur Anni Aini, Yunita Dyah Puspita Santik. 2018. Higeia Journal Of Public
Health Research and Development Kejadian Katarak enilis Di RSUD Tugurejo.
Universitas Negeri Semarang. ISSN 1475-362846.
http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/higeia.
5. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013. Jakarta: Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, 2013.
6. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ke-3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2010.
7. Ocampo VVD. Cataract, Senile : Differential Diagnosis and Workup. 2014.
Diakses dari http://emedicine.medscape.com/article/1210914-overview.
8. Prilly Astari. 2018. Klasifikasi, Tatalaksana, dan Komplikasi Operasi Katarak.
Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Indonesia. Vol.45
no 10 th.2018
9. Optometric Clinikal Practice Guideline Cataracts.2010.American Optometric
Association. htps://nei.nih.gov/eyedata/cataract
10. Boyd K. Parts of the Eye. 2016 American Academy of Ophthalmology
https://www.aao.org/eye-health/anatomy/parts-of-eye
11. Scanlon VC, Sanders T. Indra. In. : Komalasari R, Subekti NB, Hani A, editors. Buku Ajar
Anatomi dan Fisiologi. 3rd ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2007.
12. Pascolini D, Mariotti SP. Global estimates of visual impairment:2010. BR J Ophthalmol. 2011