Anda di halaman 1dari 42

LAPORAN KASUS

KATARAK

Pembimbing :
dr. Boyke Sisprihattono.Sp. M

Disusun Oleh :
Rio Yusfi Adi Prabowo
114170059

Program Pendidikan Profesi Dokter Departement Ilmu Penyakit Mata

Rumah Sakit Umum Daerah Waled

Universitas Swadaya Gunungjati

Cirebon

2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan karunia-
Nya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul “Katarak”. Laporan
kasus ini ditulis untuk menambahkan pengetahuan dan wawasan mengenai Katarak
dan merupakan salah satu syarat dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik di Bagian
Ilmu Kesehatan mata Fakultas Kedokteran Unswagati Cirebon.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada dokter
pembimbing, dr. Boyke Sisprihattono.Sp. M yang telah meluangkan waktu untuk
membimbing dan memberikan pengarahan dalam penyusunan referat ini dari awal
hingga selesai.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa Laporan Kasus ini masih jauh
dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis sangant mengharapkan krititan yang
membangun dan saran demi perbaikan dimasa yang akan datang. Semoga Laporan
kasus ini dapat berguna bagi kita semua.

Cirebon, Agustus 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

halaman
HALAMAN JUDUL................................................................................................ i

KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii

DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii

DAFTAR GAMBAR………………………………………………………………iv
BAB I IDENTITAS PASIEN………………………………………………………5

BAB II ANALISA KASUS………..………………………………………………10


BAB III TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 14

2.1. Anatami dan Fisilogi Lensa .................................................................... 14

2.2. Definisi ................................................................................................... 17

2.3. Epidemiologi .......................................................................................... 18

2.4. Etiologi dan Faktor Resiko ..................................................................... 19

2.5. Klasifikasi ............................................................................................... 19

2.6. Katarak Senilis ...................................................................................... 21

2.6.1 Definisi…………………………………………………………….21
2.6.2 Patofisiologi……………………………………………………….21
2.6.3 Manifestasi Klinis………………………………………………….29
2.6.4 Diagnosis ………………………………………………………….30
2.6.5 Penatalaksanaan …………………………………………………..31
2.6.6 Komplikasi ………………………………………………………..35
2.6.7 Prognosis ………………………………………………………….39
BAB IV KESIMPULAN…………………………………………………………40
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... ....41

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Anatomi Mata ............................................................................ …14


Gambar 2 Struktur Lensa ............................................................................... 15
Gambar 3 Gambaran perbandingan mata normal dengan Katarak ................ 18
Gambar 5 klafikasi katarak berdasarkan kerusakannya ................................. 21
Gambar 6 Perbadaan Stadium Katarak Senil ................................................. 24
Gambar 7 Macam - Macam Gambaran Katarak ............................................ 26
Gambar 8 (a) katarak brunesens (b) katarak nigra (c) katarak rubra ............. 32
Gambar 9 Tehnik Pembedahan Intra Capsular Cataract Extraction (ICCE).. 32
Gambar 10 Tehnik Pembedahan Extra Capsular Cataract Extractio ( ECCE )33
Gambar 11 ECCE dengan pemasangan IOL ...Error! Bookmark not defined.

iv
5

BAB I

Identitas Pasien

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. C
Umur : 59 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Tegalreja Banjarharjo brebes jawa tengah
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Tanggal pemeriksaan : 9 Agustus 2019
II. ANAMNESIS
a. Keluhan utama:
Penglihatan buram pada mata kiri
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien periksa ke poli klinik penyakit mata RSUD WALED dengan keluhan
penglihatan buram pada mata kiri, penglihatan buram dirasakan kurang lebih
sejak 4 bulan yang lalu dan semakin memberat sejak 2 bulan terakhir,awalnya
penglihatan buram secara perlahan lahan dan semakin lama semakin
berat,lama kelamaan pasien merasa melihat seperti kabut asap yang
menghalangi pandangannya,dan terkadangsaat melihat cahaya silau sehingga
membuat aktivitas pasien terganggu,keluhan mata merah (-), air mata berlebih
(-), kotoran mata berlebih (-), sakit kepala (-) kadang-kadang,mual/muntah (-),
riwayat trauma (-).riwayat konsumsi obat-obatan tertentu dalam jangka waktu
lama disangkal.
6

c. Riwayat penyakit dahulu


Riwayat Penyakit HT,DM,Kolesterol disangkal oleh pasien,Pasien sudah
pernah mengobati matanya dengan tetes mata yang dibelinya diapotek,teteapi
tidak ada perubahan yang dirasakan. Pasien post operasi katarak pada mata
kanan tanggal 18-07-2019 di RSUD Waled
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat Penyakit HT,DM,Kolesterol disangkal
riwayat keluarga dengan penyakit yang sama (-).
e. Riwayat Pribadi dan Sosial
Pasien merupakan ibu rumah tangga.
7

III. PEMERIKSAAN FISIK


A. Status Generalis
Keadaan Umum : Baik
Kesadaa : Composmentis
Tanda – Tanda Vital
Tekanan Darah : 130/90mmhg
Frekuensi Nadi : 84 x/menit
Frekuensi Nafas : 22 x/menit
Suhu : 36,7 º C
B. Status Oftalmologi

Pemeriksaan OD OS
Lensa

Jernih ,pantulan cahaya Keruh, Shadow test (+)


(+), shadow test (-)
Visus 20/80 20/60
Pinhole (+) 0,4 -
Posisi Bola Mata Nistagmus(-), Nistagmus (-), Strabismus
Strabismus(-) (-)
Gerak Bola mata

Silia Trichiasis (-), Trichiasis (-), Distichiasis


Distichiasis (-), (-), Madarosis (-)
Madarosis (-)
Palpebra Edema (-),Hiperemis(-), Edema (-), Hiperemis (-),
Enteropion(- Enteropion (-),Ekstropion
),Ekstropion (-) Ptosis
8

(-) (-) Ptosis (-)


Bulbus Oculi Endoftalmus (-), Endoftalmus(-),
Eksoftalmus (-) Eksoftalmus (-)
Strabismus (-) Strabismus (-)
Conjungtiva Injeksi conjungtiva (-), Injeksi conjungtiva (-),
Injeksi Siliar (-), Injeksi Injeksi Siliar (-), Injeksi
Episklera (-), skret (- Episklera (-), skret (-
),Edema (-) Corpus ),Edema (-)Corpus
Alineum (-) Alineum (-)
Sklera Ikterik (-), injeksi Ikterik (-), injeksi sclera (-)
Sklera (-)
Kornea Keruh (-), Sikatrik (-), Keruh (-), Sikatrik (-),
Ulkus (-), Edema (-), Ulkus (-), Edema (-),
Infiltrat (-) Infiltrat (-)
Camera Oculi Anterior Kedalaman Cukup Kedalaman Cukup
Iris Reguler, Tidak ada Reguler, Tidak ada tanda
tanda inflamasi (-) inflamasi (-)
Pupil Bulat,Reflek cahaya (+) Bulat,Reflek cahaya (+)
Funduskopi Tidak dilakukan Tidak dilakukan (-)
Palpasi TIO Normal , nyeri tekan (-) Normal , nyeri tekan (-)

Lapang Pandang tidak Dilakukan tidak Dilakukan

IV. RESUME
Pasien periksa ke poli klinik penyakit mata RSUD WALED dengan
keluhan penglihatan buram pada mata kiri, penglihatan buram dirasakan
kurang lebih sejak 4 bulan yang lalu dan semakin memberat sejak 2 bulan
terakhir,awalnya penglihatan buram secara perlahan lahan dan semakin lama
semakin berat,lama kelamaan pasien merasa melihat seperti kabut asap yang
9

menghalangi pandangannya,dan terkadangsaat melihat cahaya silau sehingga


membuat aktivitas pasien terganggu,keluhan mata merah (-),air mata berlebih
(-), kotoran mata berlebih (-), sakit kepala (-) kadang-kadang,mual/muntah (-),
riwayat trauma (-). Riwayat konsumsi obat-obatan tertentu dalam jangka
waktu lama disangkal,Riwayat Penyakit HT,DM,Kolesterol disangkal oleh
pasien, pasien post operasi katarak mata kanan pada tanggal 18-7-2019 di
RSUD Waled, Tanda – tanda vital , TD : 130/80 mmhg, Nadi 84 x/menit,
Pernafasan 22 x/menit, Suhu 36,7 º C, Status Interna dalam keadaan Normal,
Status Oftalmologi : Visus OD 20/80 pin hole (+) 0,4 ,OS 20/60 pin hole (-) ,
Lensa Keruh OS, Shadaw test (+)
V. Diagnosis Banding
- Pseudopakia okuli dextra dan Katarak Senilis Imatur Okuli Sinistra
- Pseudopakia okuli dextra dan Katarak Senilis Matur Okuli Sinistra
VI. Diagnosis Kerja

Pseudopakia okuli dexra dan Katarak senilis imatur Okuli Sinistra


VII. Saran tatalaksana
- Tindakan Operasi : SICS dan penanaman IOL
- Edukasi : Mengurani iritasi dan paparan terhadap sinar Ultraviolet

VIII. Prognosis
Quo ad Vitam : ad Bonam
Quo ad Functionam : Dubia ad Bonam
Quo ad Sanasionam : Dubia ad Bonam
10

BAB II

ANALISIS KASUS

I. Identitas Pasien
Nama NY C, umur 59 tahun, jenis kelamin perempuan, alamat Tegalreja
Banjarharjo brebes jawa tengah. Pekerjaan sebagai Ibu Rumah Tangga.
Bertambahnya usia terjadi perubahan kimia dalam protein lensa yang
menyebabkan koagulasi protein sehingga mengakibatkan pengaburan penglihatan,
hal ini terjadi karena terhambat jalannya cahaya ke retina. Selain perubahan kimia
juga terdapat perubahan pada pertambahannya usia terjadi pemadatan serabut
kolagen yang mengakibatkan sklerosis nucleus yang menyebabkan lensa tebal,
padat dan kurang elastis sehingga disertai penurunan daya akomodasi.
II. Anamnesis
Pasien periksa ke poli klinik penyakit mata RSUD WALED dengan keluhan
penglihatan buram pada mata kiri, penglihatan buram dirasakan kurang lebih sejak
4 bulan yang lalu dan semakin memberat sejak 2 bulan terakhir,awalnya
penglihatan buram secara perlahan lahan dan semakin lama semakin berat,lama
kelamaan pasien merasa melihat seperti kabut asap yang menghalangi
pandangannya,dan terkadang saat melihat cahaya silau sehingga membuat
aktivitas pasien terganggu, Pasien post operasi katarak pada mata kanan tanggal
18-07-2019 di RSUD Waled.
Pasien di diagnose pseudofakia okuli dextra berdasarkan anamesa dimana
pasien telah menjalani operasi katarak pada mata kanannya. Dari pemeriksaan
fisik didapatkan lensa mata kanan terdapat pantulan sinar pada saat terkena cahaya
(mengkilat ) yang menandakan telah terpasang lensa IOL.
Beberapa faktor diantaranya yang mempengaruhi mata buram yaitu karena
pengaruh kekeruhan pada lensa pasien karena lensa merupakan media refraksi
yang memiliki daya bias kira-kira +20D. gangguan dapat berupa katarak. Faktor
yang lainnya faktor usia pasien yang mengalami pertambahan ketebalan dan
11

penurunan elastis lensa sehingga terjadi kemampuan penurunan akomodasi.


Katarak adalah suatu keaadaan patologik pada lensa mata dimana lensa menjadi
keruh akibat hidrasi cairan lensa,atau kekeruhan Lensa. (Ilyas, 2010)

III. Pemeriksaan Fisik

a. Visus

Pemeriksaan tajam penglihatan pada pasien didapatan hasil VOD 20/80


yang berarti Pasien baru dapat melihat pada jarak 20 menter sedangkan Orang
normal dapat melihat dalam jarak 80 meter, VOS 20/60,yang berarti Pasien
baru dapat melihat pada jarak 20 menter sedangkan Orang normal dapat melihat
dalam jarak 60 meter.
Pin hole mata kiri didapatkan hasil negatif. Bila tajam penglihatan
bertambah berarti pada pasien tersebut terdapat kelainan refraksi yang belum
dikoreksi baik, bila tajam penglihatan berkurang atau tetap pada mata pasien,
baik itu terdapat kelainan media refraksi dimana terjadi kekeruhan dilensa atau
retina yang mengganggu penglihatan. Dengan uji pin hole negatif pada mata
kanan dan kiri ini menandakan terdapatnya kelainan media refraksi yaitu lensa
keruh. (Ilyas, 2010)
b. Lensa Keruh
Pada manusia, lensa mata bikonveks, tidak mengandung pembuluh darah
(avaskular), tembus pandang, dengan diameter 9 mm dan tebal 5 mm. Ke
depan berhubungan dengan cairan bilik mata,ke belakang berhubungan
dengan badan kaca. Digantung oleh Zunula zinii (Ligamentum suspensorium
lentis), yang menghubungkannya dengan korpus siliaris. Permukaan posterior
lebihcembung daripada permukaan anterior. Lensa diliputi oleh kapsula lentis,
yang bekerja sebagai membran yang sempermiabel, yang akan memperoleh
air dan elktrolit untuk masuk.(Voughan, 2017)
Pada hasil pemeriksaan diidapatkan kekeruhan lensa pada mata sebelah
kiri. Penilaian kekeruhan yang terjadi pada lensa dapat dilakukan dengan
12

shadow test yaitu dengan cara mengarahkan lampu senter kearah pupil dengan
sudut 45o dan dilihat banyangan iris pada lensa yang keruh. Bayangan Iris
pada lensa kecil,terletak dengan pupil menandakan shadow test (+) yang
berarti katarak imatur (Voughan, 2017)
IV. Diagnosis Banding

Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik dari pasien didapatkan


diagnosis banding :
pseudofakia okuli dextra dan katarak senilis imatur okuli sinistra
pseudofakia okuli dextra dan katarak senilis matur okuli sinistra
karena mengingat faktor usia sebagai faktor predisposisi penyakit pasien.
V. Diagnosis Kerja
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan diagnosis kerja
: Pseudofakia okuli dextra dan Katarak sinilis imatur okuli Sinistra
VI. Tata laksana
Untuk penangan katarak pembedahan menggunakan tehnik
Phakoemulsifikasi (phaco) adalah teknik untuk membongkar dan memindahkan
kristal lensa. Pada teknik ini diperlukan irisan yang sangat kecil (sekitar 2-3mm)
di kornea. Getaran ultrasonic akan digunakan untuk menghancurkan katarak,
selanjutnya mesin PHACO akan menyedot massa katarak yang telah hancur
sampai bersih. Sebuah lensa Intra Okular yang dapat dilipat dimasukkan melalui
irisan tersebut. Karena incisi yang kecil maka tidak diperlukan jahitan, akan pulih
dengan sendirinya, yang memungkinkan pasien dapat dengan cepat kembali
melakukan aktivitas sehari-hari.Tehnik ini bermanfaat pada katarak kongenital,
traumatik, dan kebanyakan katarak senilis.
Penanganan yang diberikan pada penderita ini meliputi penatalaksaan
bersifat non bedah yaitu diberikan penyuluhan untuk mengurangi iritasi atau
paparan terhadap sinar ultraviolet.
VII. Prognosis
Prognosis pasien ini baik, dimana ad vitam secara keseluruhan pasien
adalah bonam, karena gangguan yang dialami pasien tidak mengancam jiwa.
13

Prognosis ad functionam pada kedua mata adalah dubia ad bonam karena melihat
adanya kemungkinan komplikasi saat pembedahan dilakukan. Prognosis
sanationam pada kedua mata adalah ad dubia ad bonam karena usia pasien yang
sudah lanjut.
14

BAB III
PEMBAHASAN

2.1 ANATOMI DAN FISIOLOGI MATA

Anatomi dan fisiologi mata sangat rumit dan mengaggumkan. Secara konstan
mata menyesuaikan jumlah cahaya yang masuk, memusatkan perhatian pada
objek yang dekat dan jauh serta menghasilkan gambaran yang kontinu yang
dengan segera dihantarkan ke otak.(1)

Gambar 1 Anatomi Mata

a. ANATOMI LENSA

Pada manusia, lensa mata adalah struktur bikonveks, tidak mengandung


pembuluh darah (avaskular), tembus pandang (tranfaran sempurna), dengan
diameter 9 mm dan tebal 4 mm yang memiliki fungsi untuk mempertahankan
kejernihan, refraksi cahaya, dan memberikan akomodasi.. Ke depan
berhubungan dengan cairan bilik mata, ke belakang berhubungan dengan
badan kaca. Digantung oleh Zunula zinii (Ligamentum suspensorium lentis),
yang menghubungkannya dengan korpus siliaris. Permukaan posterior lebih
cembung daripada permukaan anterior. Lensa diliputi oleh kapsula lentis,
15

yang bekerja sebagai membran yang sempermiabel, yang akan memperoleh


air dan elektrolit untuk masuk. (1,2)
Disebelah depan terdapat selapis epitel subkapsular. Nukleus lensa lebih
keras dari pada korteksnya. Sesuai dengan bertambahnya usia, serat-serat
lamelar subepitel terus diproduksi, sehingga lensa lama-kelamaan menjadi
lebih besar dan kurang elastik. Nukleus dan korteks terbentuk dengan
persambungan lamellae ini ujung ke ujung berbentuk ( Y ) bila dilihat dengan
slitlamp. Bentuk ( Y ) ini tegak di anterior dan terbalik di posterior. Lensa
ditahan ditempatnya oleh ligamen yang dikenal zonula zinii, yang tersusun
dari banyak fibril dari permukaan korpus siliaris dan menyisip ke dalam
ekuator lensa. (1,2)
Lensa terdiri atas 65% air dan 35% protein (kandungan tertinggi diantara
jaringan-jaringan tubuh), dan sedikit sekali mineral yang biasa berada di
dalam jaringan tubuh lainnya. Kandungan kalium lebih tinggi di lensa
daripada dikebanyakan jaringan lain. Asam askorbat dan glutation terdapat
dalam bentuk teroksidasi maupun tereduksi. Tidak ada serat nyeri, pembuluh
darah atau saraf di lensa. (1,2)

Gambar 2 Struktur Lensa


16

b. FISIOLOGI LENSA

Fungsi utama lensa adalah memfokuskan berkas cahaya ke retina. Untuk


memfokuskan cahaya datang dari jauh, otot-otot siliaris relaksasi,
menegangkan serat zonula zinii dan memperkecil diameter anteroposterior
lensa sampai ukurannya yang terkecil, dalam posisi ini daya refraksi lensa
diperkecil sehingga berkas cahaya paralel akan terfokus ke retina. Untuk
memfokuskan cahaya dari benda dekat, otot siliaris berkontraksi sehingga
tegangan zonula berkurang. Kapsul lensa yang elastik kemudian
mempengaruhi lensa menjadi lebih sferis diiringi oleh peningkatan daya
biasnya. Kerjasama fisiologis antar zonula, korpus siliaris, dan lensa untuk
memfokuskan benda dekat ke retina dikenal sebagai akomodasi. (2,3)
Pada orang dewasa lensanya lebih padat dan bagaian posterior lebih
konveks. Proses sklerosis bagian sentral lensa, dimulai pada masa kanak-
kanak dan terus berlangsung perlahan-perlahan sampai dewasa dan setelah ini
proses bertambah cepat, dimana nukleus menjadi besar dan korteks bertambah
tipis. Pada orang tua lensa lebih besar, lebih gepeng, warnanya kekuningan,
kurang jernih dan tampak seperti “ gray reflek “ atau “senil reflek”, yang
sering disangka katarak. Karna proses sklerosis ini lensa menjadi kurang
elastis dan daya akomodasinya berkurang. Keadaan ini disebut presbiopia,
dimana pada orang Indonesia dimulai pada usia 40 tahun. (2,3)

c. METABOLISME LENSA NORMAL


Transparansi lensa dipertahankan oleh keseimbangan air dan kation
(sodium dan kalium). Kedua kation berasal dari humor aqueus dan vitreus.
Kadar kalium dibagian anterior lensa lebih tinggi dibandingkan posterior,
sedangkan kadar Natrium lebih tinggi dibagian posterior lensa. Ion kalium
bergerak ke bagian posterior dan keluar ke humor aqueus, dari luar ion
natrium masuk secara difusi bergerak ke bagian anterior untuk menggantikan
17

ion kalium dan keluar melalui pompa aktif Na-K ATPase, sedangkan kadar
kalsium tetap dipertahankan didalam oleh Ca-ATPase. (2,3)
Metabolisme lensa melalui glikolisis anaerob (95%) dan HMP-shunt
(5%). Jalur HMP-shunt menghasilkan NADPH untuk biosintesis asam lemak
dan ribose, juga untuk aktivitas glutation reduktase dan aldose reduktase.
Aldose reduktase adalah enzim yang merubah glukosa menjadi sorbitol, dan
sorbitol dirubah menjadi fruktosa oleh enzim sorbitol dehidrogenase. (2,3)

2.2 DEFINISI

Katarak merupakan abnormalitas pada lensa mata berupa kekeruhan lensa


yang menyebabkan tajam penglihatan penderita berkurang. Katarak lebih sering
dijumpai pada orang tua, dan merupakan penyebab kebutaan nomor 1 di seluruh
dunia. Penuaan merupakan penyebab katarak yang terbanyak, tetapi banyak juga
factor lain yang mungkin terlibat, antara lain : trauma, toksin, penyakit sistemik
(mis; diabetes), merokok, dan herediter. Kata katarak berasal dari Yunani
“katarraktes” yang berarti air terjun. Dalam bahasa Indonesia disebut bular
dimana seperti tertutup air terjun akibat lensa yang keruh. Katarak sendiri
sebenarnya merupakan kekeruhan pada lensa akibat hidrasi, denaturasi protein,
dan proses penuaan.sehingga memberikan gambaran area berawan atau putih.(2)

Kekeuruhan ini menyebabkan sulitnya cahaya untuk mencapai retina,


sehingga penderita katarak mengalami gangguan penglihatan dimana objek
terlihat kabur. Mereka mengidap kelainan ini mungkin tidak menyadari telah
mengalami gangguan katarak apabila kekeruhan tidak terletak dibagian tengah
lensanya. (2)
18

Gambar 3 Gambaran perbandingan mata normal dengan Katarak

Gangguan penglihatan yang dirasakan oleh penderita katarak tidak


terjadi secara instan, melainkan terjadi berangsur-angsur, sehingga
penglihatan penderita terganggu secara tetap atau penderita mengalami
kebutaan. Katarak tidak menular dari satu mata ke mata yang lain, namun
dapat terjadi pada kedua mata secara bersamaan. (2,4)
Katarak biasanya berkembang lambat selama beberapa tahun dan
pasen mungkin meninggal sebelum diperlukan pembedahan. Apabila
diperlukan pembedahan maka pengangkatan lensa akan memperbaii
ketajaman penglihtan pada > 90% kasus.sisanya mungkin mengalami
kerusakan retina atau mengalami penyulit pasca bedah serius misalnya
glaukoma, ablasio retina, atau infesi yang menghambat pemulihan daya
pandang. (2,4)

2.3 EPIDEMIOLOGI

Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (RISKESDA) Indonesia tahun 2007


dan 2013,pervlensi penduduk yang menderita katarak termasuk katarak senilis
di Indonesia sebesar 1,8 %(Kemenkes RI,2007), Pada tahun 2013,prevalensi
katarak semua umur sebesar 1,8 % atau sekitar 18.499.734 orang.sedngkan
19

insiden katarak seesar 0,1 % pertahun. Selain itu, penduduk Indonesia juga
memiliki kecenderungan menderita katarak 15 tahun lebih cepat
diabandingkan penduduk di daerah Subtropis. (4,5)
2.4 ETIOLOGI DAN FAKTOR RISIKO

Penyebab tersering dari katarak adalah proses degenerasi, yang


menyebabkan lensa mata menjadi keras dan keruh. Pengeruhan lensa dapat
dipercepat oleh faktor risiko seperti merokok, paparan sinar UV yang tinggi,
alkohol, defisiensi vit E, radang menahun dalam bola mata, dan polusi asap
motor/pabrik yang mengandung timbal. (4,5)
Cedera pada mata seperti pukulan keras, tusukan benda, panas yang tinggi,
dan trauma kimia dapat merusak lensa sehingga menimbulkan gejala seperti
katarak. (4,5)
Katarak juga dapat terjadi pada bayi dan anak-anak, disebut sebagai
katarak kongenital. Katarak kongenital terjadi akibat adanya
peradangan/infeksi ketika hamil, atau penyebab lainnya. Katarak juga dapat
terjadi sebagai komplikasi penyakit infeksi dan metabolik lainnya seperti
diabetes mellitus. (4,5)

2.5 Klasifikasi Katarak

Menurut Klasifikasinya Katarak dibagi menjadi : (6)


a) Katarak Kongenital : Katarak yang terjadi segera setelah lahir dan berusia
dibawah 1 tahun.
b) Katarak Juvenil : Katarak yang terjadi sesudah usia 1 tahun.
c) Katarak Senil : Katarak yang terjadi pada usia diatas 50 tahun
d) Katarak Komplikata : Radang, dan proses degenerasi seperti ablasi retina,
retinitis pigmentosa, glaukoma, tumor intra okular, iskemia okular,
nekrosis anterior segmen, buftalmos, akibat suatu trauma dan pasca bedah
mata
20

e) Katarak penyakit Sistemik : Katarak diabetik merupakan katarak yang


terjadi akibat adanya penyakit diabetes mellitus, Pada mata terlihat
meningkatkan insidens maturasi katarak yang lebih pada pasien diabetes.
Pada lensa akan terlihat kekeruhan tebaran salju subkapsular yang sebagian
jernih
f) Katarak Traumatik: trauma benda asing pada lensa atau trauma tumpul
pada bola mata. Peluru senapan angin dan petasan merupakan penyebab
yang sering, Lensa menjadi putih segera setelah masuknya benda asing
karena lubang pada kapsul lensa menyebabkan humor aqueous dan kadang-
kadang vitreus masuk kedalam struktur lensa.

KLASIFIKASI

Morfologi Maturitas Onset


Kapsular Insipien Kongenital
Subkapsular Intumesen Infantile
Kortikal Immatur Juvenile
Supranuklear Matur Presenile
Nuklear Hipermatur Senile
Polar Morgagni
21

Gambar 4 klafikasi katarak berdasarkan kerusakannya

2.6 KATARAK SENILIS


2.6.1 Definisi dan Epidimiologi
Katarak senilis merupakan tipe katarak didapat yang timbul karena
proses degeneratif dan umum terjadi pada pasien di atas 50 tahun. Pada
usia 70 tahun, lebih dair 90% individu mengalami katarak senilis.
Umumnya mengenai kedua mata dengan salah satu mata terkena lebih
dulu. (2,6,7)
22

Faktor-faktor yang mempengaruhi onset, tipe, dan maturasi katarak senilis


antara lain: (2,6,7)
i. Herediter
ii. Radiasi sinar UV
iii. Faktor makanan
iv. Merokok
2.6.2 Patofisiologi

Katarak senilis adalah penyebab utama gangguan penglihatan pada orang


tua. Patogenesis katarak senilis bersifat multifaktorial dan belum sepenuhnya
dimengerti. Walaupun sel lensa terus bertumbuh sepanjang hidup, tidak ada
sel- sel yang dibuang. Seiring dengan bertambahnya usia, lensa bertambah
berat dan tebal sehingga kemampuan akomodasinya menurun. Saat lapisan
baru dari serabut korteks terbentuk secara konsentris, sel-sel tua menumpuk
ke ararh tengah sehingga nukleus lensa mengalami penekanan dan pengerasan
(sklerosis nuklear).

Crystallin (protein lensa) mengalami modifikasi dan agregasi kimia


menjadi high-molecular-weight-protein. Agregasi protein ini menyebabkan
fluktuasi mendadak pada index refraksi lensa, penyebaran sinar cahaya, dan
penurunan transparansi. Perubahan kimia protein lensa nuklear ini juga
menghasilkan pigmentasi yang progresif sehingga seiring berjalannya usia
lensa menjadi bercorak kuning kecoklatan sehingga lensa yang seharusnya
jernih tidak bisa menghantarkan dan memfokuskan cahaya ke retina. Selain
itu, terjadi penurunan konsentrasi Glutathione dan Kalium diikuti
meningkatnya konsentrasi Natrium dan Kalsium.8
Macam – macam kelainan Katarak Senilis.
a. Katarak senilis kortikal

Katarak kortikal adalah kekeruhan pada korteks lensa. Ini


adalah jenis katarak yang paling sering terjadi. Lapisan korteks
lensa tidak sepadat pada bagian nukleus sehingga lebih mudah
23

terjadi overhidrasi akibat ketidakseimbangan elektrolit yang


mengganggu serabut korteks lensa sehinggaterbentuk osifikasi
kortikal, yang ditunjukkan pada diabetes dan galaktosemia (Fong,
2008). Perubahan hidrasi serat lensa menyebabkan terbentuknya
celah- celah dalam pola radial disekeliling daerah ekuator. Katarak
ini cenderung bilateral, tetapi sering asimetrik. Derajat gangguan
fungsi penglihatan bervariasi, tergantung seberapa dekat kekeruhan
lensa dengan sumbu penglihatan (Harper et al,2010). Gejala yang
sering ditemukan adalah penderita merasa silau pada saat mencoba
memfokuskan pandangan pada suatu sumber cahaya di malam hari
(Rosenfeld et al, 2007).

Pemeriksaan menggunakan biomikroskop slitlamp akan


mendapatkan gambaran vakuola, degenerasi hiropik serabut lensa,
serta pemisahan lamella kortek anterior atau posterior oleh air.
Kekeruhan putih seperti baji terlihat di perifer lensa dengan
ujungnya mengarah ke sentral, kekeruhan ini tampak gelap apabila
dilihat menggunakan retroiluminasi. Secara histopatologi,
karakteristik dari katarak kortikal adalah adanya pembengkakan
hidrofik serabut lensa. Globula Morgagni (globules-globulus
material eosinofilik) dapat diamati di dalam celah antara serabut
lensa (Rosenfeld et al, 2007).

Terjadi proses dimana jumlah protein total berkurang, diikuti


dengan penurunan asam amino dan kalium, yang mengakibatkan
kadar natrium meningkat. Hal ini menyebabkan lensa memasuki
keadaan hidrasi yang diikuti oleh koagulasi protein. (2,6,7)
24

Insipien Imatur Matur Hipermatur


Kekeruhan Ringan Sebagian Komplit Masif
lensa
Cairan Lensa Normal Bertambah Normal Berkurang
(air masuk) (air+masa
lensa keluar)
Iris Normal Terdorong Normal Tremulans
Bilik Mata Normal Dangkal Normal Dalam
Depan
Sudut Bilik Normal Sempit Normal Terbuka
Mata
Shadow Test Negatif Positif Negatif Pseudopos
Visus (+) < << <<<
Penyulit - Glaukoma - Uveitis dan
glaucoma

Gambar 5 Perbadaan Stadium Katarak Senil

Pada katarak senilis kortikal terjadi derajat maturasi sebagai berikut: (2,6,8)
a) Katarak insipien

Merupakan tahap dimana kekeruhan lensa dapat terdeteksi


dengan adanya area yang jernih diantaranya. Kekeruhan dapat dimulai
dari ekuator ke arah sentral (kuneiform) atau anterior dan dapat
dimulai dari sentral (kupuliform).
b) Katarak imatur

Kekeruhan pada katarak imatur belum mengenai seluruh


bagian lensa. Volume lensa dapat bertambah akibat meningkatnya
tekanan osmotik, bahan lensa yang degeneratif, Pada keadaan lensa
25

mencembung akan dapat menimbulkan hambatan pupil,sehingga dapat


terjadi glaukoma sekunder.
c) Katarak matur

Kekeruhan pada katarak matur sudah mengenai seluruh bagian


lensa. Deposisi ion Ca dapat menyebabkan kekeruhan menyeluruh
pada derajat maturasi ini. Bila terus berlanjut, dapat menyebabkan
kalsifikasi lensa.
d) Katarak hipermatur

Katarak yang mengalami proses degenerasi lanjut,dapat menjdi


keras atau lembek dan mencair. Pada stadium ini protein-protein di
bagian korteks lensa sudah mencair. Cairan keluar dari kapsul dan
menyebabkan lensa menjadi mengerut.

e) Katarak Morgagni

Merupakan kelanjutan dari katarak hipermatur, di mana


nukleus lensa menggenang bebas di dalam kantung kapsul.
Pengeretuan dapat berjalan terus dan menyebabkan hubungan dengan
zonula Zinii menjadi longgar.3,5
26

Gambar 6 Macam - Macam Gambaran Katarak

b. Katarak senilis nuklear

Dalam tingkatan tertentu sklerosis dan penguningan nuklear dianggap


normal setelah usia pertengahan. Pada umumnya, kondisi ini hanya sedikit
mengganggu fungsi penglihatan. Jumlah sklerosis dan penguningan yang
berlebihan disebut katarak nuklear, yang menyebabkan opasitas sentral.
Tingkat sklerosis, penguningan dan opasifikasi dinilai dengan menggunakan
biomikroskop slit-lamp dan pemeriksaan reflex merah dengan pupil dilatasi.

Katarak nuklear cenderung berkembang dengan lambat. Sebagian


besar katarak nuklear adalah bilateral, tetapi bisa asimetrik. Cirri khas dari
katarak nuklear adalah membaiknya penglihatan dekat tanpa kacamata,
keadaan inilah yang disebut sebagai “penglihatan kedua”. Ini merupakan
akibat meningkatnya kekuatan focus lensa bagian sentral, menyebabkan
refraksi bergeser ke myopia (penglihatan dekat). Kadang-kadang, perubahan
mendadak indeks refraksi antara nukleus sklerotik dan korteks lensa dapat
27

menyebabkan monocular diplopia . Penguningan lensa yang progresif


menyebabkan diskriminasi warna yang buruk. Pada kasus yang sudah lanjut,
nukleusnlensa menjadi opak dan coklat dan disebut katarak nuklear
brunescent. Secara histopatologi, karakteristik katarak nuklearis adalah
homogenitas nukleus lensa dengan hilangnya lapisan tipis seluler.

Terjadi proses sklerotik dari nukleus lensa. hal ini menyebabkan


lensa menjadi keras dan kehilangan daya akomodasi. Maturasi pada katarak
senilis nuklear terjadi melalui proses sklerotik, dimana lensa kehilangan daya
elastisitas dan keras, yang mengakibatkan menurunnya kemampuan
akomodasi lensa, dan terjadi obtruksi sinar cahaya yang melewati lensa
mata. Maturasi dimulai dari sentral menuju perifer. Perubahan warna terjadi
akibat adanya deposit pigmen. Sering terlihat gambaran nukleus berwarna
coklat (katarak brunesens) atau hitam (katarak nigra) akibat deposit pigmen
dan jarang berwarna merah (katarak rubra). (2,6,8)

Gambar 7 (a) katarak brunesens (b) katarak nigra (c) katarak rubra

c. Katarak Subkapsularis Posterior


Katarak subkapsularis posterior terdapat pada korteks di dekat kapsul
posterior bagian sentral (Harper et al,2010). Katarak ini biasanya didapatkan
pada penderita dengan usia yang lebih muda dibanding kedua jenis katarak
28

yang lain. Gejalanya antara lain adalah fotofobia dan penglihatan yang buruk
saat mata berakomodasi atau diberikan miotikum. Ini dikarenakan ketika pupil
konstriksi saat berakomodasi, cahaya yang masuk ke mata menjadi terfokus ke
sentral, dimana terdapat katarak subkapsularis posterior, menyebabkan cahay
menyebar dan mengganggu kemampuan mata untuk memfokuskan pada
makula (Rosenfeld et al, 2010).

Deteksi katarak subkapsularis posterior paling baik menggunakan


biomikroskop slitlamp pada mata yang telah ditetesi midriatikum. Pasda awal
pembentukan katarakakan ditemukan gambaran kecerahan mengkilap seperti
pelangi yang halus pada lapisan korteks posterior. Sedangkan pada tahap akhir
terbentuk kekeruhan granular dan kekeruhan seperti plak di kortek
subkapsular posterior (Rosenfeld et al, 2007). Kekeruhan lensa di sini dapat
timbul akibat trauma, penggunaan kortikosteroid (topical atau sistemik),
peradangan atau pajanan radiasi pengion (Harper et al, 2010).

Gambar 8. Tipe Katarak Senilis. A(katarak nuklear), B(katarak


kortikal), C(katarak subkapsularis posterior)
29

2.6.3 Manifestasi Klinis

Manifestasi dari gejala yang dirasakan oleh pasien penderita katarak terjadi
secara progresif dan merupakan proses yang kronis. Gangguan penglihatan
bervariasi, tergantung pada jenis dari katarak yang diderita pasien. (2,6,8)
Gejala pada penderita katarak adalah sebagai berikut:
a) Penurunan visus
b) Silau
c) Perubahan miopik
d) Diplopia monocular
e) Halo bewarna
f) Bintik hitam di depan mata

Tanda pada penderita katarak adalah sebagai berikut: (2,6,7)


a) Pemeriksaan visus berkisar antara 6/9 sampai hanya persepsi cahaya
b) Pemeriksaan iluminasi oblik
c) Shadow test
d) Oftalmoskopi direk
e) Pemeriksaan sit lamp

Derajat kekerasan nukleus dapat dilihat pada slit lamp sebagai berikut.
30

2.6.4 Diagnosa

Diagnosa katarak senilis dapat dibuat dari hasil anamnesis dan pemeriksaan
fisik. Pemeriksaan laboratorium preoperasi dilakukan untuk mendeteksi adanya
penyakit-penyakit yang menyertai, seperti DM, hipertensi, dan kelainan
jantung.6,8

Pada pasien katarak sebaiknya dilakukan pemeriksaan visus untuk


mengetahui kemampuan melihat pasien. Visus pasien dengan katarak
subcapsuler posterior dapat membaik dengan dilatasi pupil. Pemeriksaan adneksa
okuler dan struktur intraokuler dapat memberikan petunjuk terhadap penyakit
pasien dan prognosis penglihatannya.6

Pemeriksaan slit lamp tidak hanya difokuskan untuk evaluasi opasitas lensa
tetapi dapat juga struktur okuler lain, misalnya konjungtiva, kornea, iris, bilik
mata depan. Ketebalan kornea harus diperiksa dengan hati-hati, gambaran lensa
harus dicatat dengan teliti sebelum dan sesudah pemberian dilator pupil, posisi
lensa dan intergritas dari serat zonular juga dapat diperiksa sebab subluksasi
lensa dapat mengidentifikasi adanya trauma mata sebelumnya, kelainan
metabolik, atau katarak hipermatur. Pemeriksaan shadow test dilakukan untuk
menentukan stadium pada katarak senilis. Selain itu, pemeriksaan ofthalmoskopi
direk dan indirek dalam evaluasi dari intergritas bagian belakang harus dinilai.8

Diagnosis katarak senilis imatur dapat diperoleh dari gejala-gejala klinis yang
dialami serta pemeriksaan oftalmologi. Pasien pada katarak senilis imatur
biasanya datang dengan keluhan mata kabur serta silau. Sementara pemeriksaan
oftalmologi dapat dilakukan dengan menggunakan senter, slit lamp dan
funduskopi. Berikut merupakan hasil temuan pemeriksaan oftalmologi pada
katarak senilis dan katarak stadium lainnya. (2,6,8)
Pada Pemeriksaan Fisik katarak senilis imatur, terdapat kekeruhan pada
sebagaian lensa yang dapat menimbulkan gangguan visus. Dengan koreksi, visus
31

masih dapat mencapai 1/60-6/6. Pada stadium ini, kekeruhan belum mengenai
seluruh lapisan lensa. Pada lensa normal yang tidak terdapat kekeruhan, sinar
dapat masuk kedalam mata tanpa ada yang dipantulkan. Oleh karena kekeruhan
dibagian posterior lensa, maka sinar obliq yang mengenai bagian yang keruh ini,
akan dipantulkan lagi, sehingga pada pemeriksaan, terlihat dipupil, ada daerah
yang terang sebagai reflek pemantulan cahaya pada daerah lensa yang keruh dan
daerah yang gelap, akibat bayangan iris pada bagian lensa yang keruh. Keadaan
ini disebut shadow test (+).
2.6.5 Penatalaksanaan Pembedahan Katarak
Indikasi
Indikasi penatalaksanaan bedah pada kasus katarak mencakup
indikasi visus,medis, dan kosmetik.8
1. Indikasi visus; merupakan indikasi paling sering. Indikasi ini berbeda
pada tiap individu, tergantung dari gangguan yang ditimbulkan oleh
katarak terhadap aktivitas sehari-harinya.
2. Indikasi medis; pasien bisa saja merasa tidak terganggu dengan
kekeruhan pada lensa matanya, namun beberapa indikasi medis
dilakukan operasi katarak seperti glaukoma imbas lensa (lens-induced
glaucoma), endoftalmitis fakoanafilaktik, dan kelainan pada retina
misalnya retiopati diabetik atau ablasio retina.
3. Indikasi kosmetik; kadang-kadang pasien dengan katarak matur
meminta ekstraksi katarak (meskipun kecil harapan untuk
mengembalikan visus) untuk memperoleh pupil yang hitam.

a. Intra Capsular Cataract Extraction (ICCE)


Tindakan pembedahan dengan mengeluarkan seluruh lensa bersama
kapsul. Seluruh lensa dibekukan di dalam kapsulnya dengan cryophake dan
depindahkan dari mata melalui incisi korneal superior yang lebar. Sekarang
metode ini hanya dilakukan hanya pada keadaan lensa subluksatio dan
dislokasi. Pada ICCE tidak akan terjadi katarak sekunder dan merupakan
32

tindakan pembedahan yang sangat lama populer.ICCE tidak boleh dilakukan


atau kontraindikasi pada pasien berusia kurang dari 40 tahun yang masih
mempunyai ligamen hialoidea kapsular. Penyulit yang dapat terjadi pada
pembedahan ini astigmatisme, glukoma, uveitis, endoftalmitis, dan
perdarahan. (8,9)

Gambar 8 Tehnik Pembedahan Intra Capsular Cataract Extraction (ICCE)


33

b. Extra Capsular Cataract Extraction ( ECCE )


Tindakan pembedahan pada lensa katarak dimana dilakukan
pengeluaran isi lensa dengan memecah atau merobek kapsul lensa anterior
sehingga massa lensa dan kortek lensa dapat keluar melalui robekan.
Pembedahan ini dilakukan pada pasien katarak muda, pasien dengan
kelainan endotel, implantasi lensa intra ocular posterior, perencanaan
implantasi sekunder lensa intra ocular, kemungkinan akan dilakukan bedah
glukoma, mata dengan prediposisi untuk terjadinya prolaps badan kaca, mata
sebelahnya telah mengalami prolap badan kaca, ada riwayat mengalami
ablasi retina, mata dengan sitoid macular edema, pasca bedah ablasi, untuk
mencegah penyulit pada saat melakukan pembedahan katarak seperti prolaps
badan kaca. Penyulit yang dapat timbul pada pembedahan ini yaitu dapat
terjadinya katarak sekunder. (8,9,10)

Gambar 9 Tehnik Pembedahan Extra Capsular Cataract Extraction ( ECCE )


34

c. Phacoemulsification
Phakoemulsifikasi (phaco) adalah teknik untuk membongkar dan
memindahkan kristal lensa. Pada teknik ini diperlukan irisan yang sangat
kecil (sekitar 2-3mm) di kornea. Getaran ultrasonic akan digunakan untuk
menghancurkan katarak, selanjutnya mesin PHACO akan menyedot massa
katarak yang telah hancur sampai bersih. Sebuah lensa Intra Okular yang
dapat dilipat dimasukkan melalui irisan tersebut. Karena incisi yang kecil
maka tidak diperlukan jahitan, akan pulih dengan sendirinya, yang
memungkinkan pasien dapat dengan cepat kembali melakukan aktivitas
sehari-hari.Tehnik ini bermanfaat pada katarak kongenital, traumatik, dan
kebanyakan katarak senilis. (2,8)

Gambar 10 Phacoemulsification

d. Small Incision Cataract Surgery (SICS)

Insisi dilakukan pada sklera dengan ukuran insisi bervariasi dari 5-8 mm.
Namun tetap dikatakan SICS sejak design arsiteknya tanpa jahitan,
Penutupan luka insisi terjadi dengan sendirinya (self-sealing). Teknik operasi
ini dapat dilakukan pada stadium katarak immature, mature, dan
hypermature. Teknik ini juga telah dilakukan pada kasus glaukoma fakolitik
dan dapat dikombinasikan dengan operasi trabekulektomi.(2,8)
35

Gambar 11 Small Incision Catarac surgery


36

Jenis tehnik Keuntungan Kerugian


bedah katarak
Extra capsular  Incisi kecil  Kekeruhan pada kapsul
cataract  Tidak ada komplikasi vitreus posterior
 Kejadian endophtalmodonesis  Dapat terjadi
extraction lebih sedikit perlengketan iris dengan
(ECCE)  Edema sistoid makula lebih kapsul
jarang
 Trauma terhadap endotelium
kornea lebih sedikit
 Retinal detachment lebih
sedikit
 Lebih mudah dilakukan

Intra capsular  Semua komponen lensa  Incisi lebih besar


cataract
diangkat  Edema cistoid pada
makula
extraction  Komplikasi pada vitreus
(ICCE)  Sulit pada usia < 40 tahun
 Endopthalmitis
Fakoemulsifikasi  Incisi paling kecil  Memerlukan dilatasi
 Astigmatisma jarang pupil yang baik
terjadi  Pelebaran luka jika ada
 Pendarahan lebih sedikit IOL
 Teknik paling cepat

2.6.6 KOMPLIKASI

Komplikasi operasi dapat berupa komplikasi preoperatif, intraoperatif,


postoperatif awal, postoperatif lanjut, dan komplikasi yang berkaitan dengan
lensa intra okular (intra ocular lens, IOL).
a. Komplikasi preoperatif

a) Ansietas; beberapa pasien dapat mengalami kecemasan (ansietas)


akibat ketakutan akan operasi. Agen anxiolytic seperti diazepam 2-5
mg dapat memperbaiki keadaan.
37

b) Nausea dan gastritis; akibat efek obat preoperasi seperti asetazolamid


dan/atau gliserol. Kasus ini dapat ditangani dengan pemberian
antasida oral untuk mengurangi gejala.
c) Konjungtivitis iritatif atau alergi; disebabkan oleh tetes antibiotik
topical preoperatif, ditangani dengan penundaan operasi selama 2
hari.
d) Abrasi kornea; akibat cedera saat pemeriksaan tekanan bola mata
dengan menggunakan tonometer Schiotz. Penanganannya berupa
pemberian salep antibiotik selama satu hari dan diperlukan
penundaan operasi selama 2 hari.
b. Komplikasi intraoperatif

a) Laserasi m. rectus superior; dapat terjadi selama proses penjahitan.


b) Perdarahan hebat; dapat terjadi selama persiapan conjunctival flap
atau selama insisi ke bilik mata depan.
c) Cedera pada kornea (robekan membrane Descemet), iris, dan lensa;
dapat terjadi akibat instrumen operasi yang tajam seperti keratom.
d) Cedera iris dan iridodialisis (terlepasnya iris dari akarnya)
e) Lepas/ hilangnya vitreous; merupakan komplikasi serius yang dapat
terjadi akibat ruptur kapsul posterior (accidental rupture) selama
teknik ECCE.
c. Komplikasi postoperatif awal

Komplikasi yang dapat terjadi segera setelah operasi yaitu :


a) Endoftalmitis
Endoftalmitis termasuk komplikasi pasca operasi katarak yang
jarang, namun sangat berat. Gejala endoftalmitis terdiri atas nyeri
ringan hingga berat, hilangnya penglihatan, floaters, fotofobia,
inflamasi vitreus, edem palpebra atau periorbita, injeksi siliar,
kemosis, reaksi bilik mata depan, hipopion, penurunan tajam
38

penglihatan, edema kornea, serta perdarahan retina. Gejala muncul


setelah 3 sampai 10 hari operasi katarak. (2,8)
Penyebab terbanyak adalah Staphylococcus epidermidis,
Staphylococcus aureus, dan Streptococcus.1 Penanganan endoftalmitis
yang cepat dan tepat mampu mencegah infeksi yang lebih berat.
Tatalaksana pengobatan meliputi kultur bakteri, antibiotik intravitreal
spektrum luas, topikal sikloplegik, dan topikal steroid. (2,8)
b) Edema kornea
Edema stromal atau epitelial dapat terjadi segera setelah
operasi katarak. Kombinasi dari trauma mekanik, waktu operasi yang
lama, trauma kimia, radang, atau peningkatantekanan intraokular
(TIO), dapat menyebabkan edema kornea. Pada umumnya, edema
akan hilang dalam 4 sampai 6 minggu.Jika kornea tepi masih jernih,
maka edema kornea akan menghilang. Edema kornea yang menetap
sampai lebih dari 3 bulan biasanya membutuhkan keratoplasti tembus.
(2,8)

c) Perdarahan
Komplikasi perdarahan pasca operasi katarak antara lain
perdarahan retrobulbar, perdarahan atau efusi suprakoroid, dan
hifema.Pada pasien-pasien dengan terapi antikoagulan atau
antiplatelet, risiko perdarahan suprakoroid dan efusi suprakoroid tidak
meningkat.Sebagai tambahan, penelitian lain membuktikan bahwa
tidak terdapat perbedaan risiko perdarahan antara kelompok yang
menghentikan dan yang melanjutkan terapi antikoagulan sebelum
operasi katarak. (2,8)
d) Glaukoma sekunder

Bahan viskoelastik hialuronat yang tertinggal di dalam KOA


pasca operasi katarak dapat meningkatkan tekanan intraokular (TIO),
peningkatan TIO ringan bisa terjadi 4 sampai 6 jam setelah operasi,
39

umumnya dapat hilang sendiri dan tidak memerlukan terapi anti


glaukoma, sebaliknya jika peningkatan TIO menetap, diperlukan
terapi anti-glaukoma. Glaukoma sekunder dapat berupa glaukoma
sudut terbuka dan tertutup. Beberapa penyebab glaukoma sekunder
sudut terbuka adalah hifema, TASS, endoftalmitis, serta sisa masa
lensa. Penyebab glaukoma sekunder sudut tertutup adalah blok pupil,
blok siliar, glaukoma neovaskuler, dan sinekia anterior perifer. (2,8)
e) Uveitis kronik

Inflamasi normal akan menghilang setelah 3 sampai 4 minggu


operasi katarak dengan pemakaian steroid topikal.1 Inflamasi yang
menetap lebih dari 4 minggu, didukung dengan penemuan keratik
presipitat granulomatosa yang terkadang disertai hipopion, dinamai
uveitis kronik. Kondisi seperti malposisi LIO, vitreus inkarserata, dan
fragmen lensa yang tertinggal, menjadi penyebab uveitis kronik.1
Tatalaksana meliputi injeksi antibiotik intravitreal dan operasi
perbaikan posisi LIO, vitreus inkarserata, serta pengambilan fragmen
lensa yang tertinggal dan LIO. (2,8)
40

2.6.7 PROGNOSIS

Tindakan pembedahan secara defenitif pada katarak senilis dapat


memperbaiki ketajaman penglihatan pada lebih dari 90% kasus. Sedangkan
prognosis penglihatan untuk pasien anak-anak yang memerlukan pembedahan
tidak sebaik prognosis untuk pasien katarak senilis. Adanya ambliopia dan
kadang-kadang anomali saraf optikus atau retina membatasi tingkat
pencapaian pengelihatan pada kelompok pasien ini. Prognosis untuk
perbaikan ketajaman pengelihatan setelah operasi paling buruk pada katarak
kongenital unilateral dan paling baik pada katarak kongenital bilateral
inkomplit yang proresif lambat.
41

BAB IV
KESIMPULAN

Katarak adalah abnormalitas pada lensa mata berupa kekeruhan lensa yang
menyebabkan tajam penglihatan penderita berkurang. Katarak merupakan penyebab
kebutaan nomor 1 di seluruh dunia. Hal ini didukung oleh faktor usia, radiasi dari
sinar ultraviolet, kurangnya gizi dan vitamin serta faktor tingkat kesehatan dan
penyakit yang diderita.

Penderita katarak akan mengalami gejala-gejala umum seperti penglihatan


mulai kabur, kurang peka dalam menangkap cahaya (fotofobia) sehingga cahaya yang
dilihat hanya berbentuk lingkaran semu, lambut laun akan terlihat seperti asap
berwarna putih di bagian tengah lensa kemudian penderita katarak akan sulit
menerima cahaya untuk mencapai retina dan akan menghasilkan bayangan yang
kabur pada retina. Karena kekeruhan (opasitas) sering terjadi akibat bertambahnya
usia sehingga tidak diketahui pencegahan yang efektif untuk katarak yang paling
sering terjadi.

Katarak senilis tidak dapat dicegah karena penyebab terjadinya katarak senilis
adalah oleh karena faktor usia, namun dapat dilakukan pencegahan terhadap hal-hal
yang memperberat seperti mengontrol penyakit metabolik, mencegah paparan
langsung terhatap sinar ultraviolet.
42

Daftar Pustaka
1. Agur, Anne dan Keith L.M. 2002. Anatomi Klinis Dasar. Jakarta: Hipokrates
2. Vaughan DG, Asbury T, Riordan Eva P. 2017. Oftalmologi Umum. Edisi 17.
Jakarta: EGC
3. Guyton AC, Hall EH. Textbook of Medical Physiology. 2014 . 11th ed. Philadelphia : W.B.
Saunders Company
4. Nur Anni Aini, Yunita Dyah Puspita Santik. 2018. Higeia Journal Of Public
Health Research and Development Kejadian Katarak enilis Di RSUD Tugurejo.
Universitas Negeri Semarang. ISSN 1475-362846.
http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/higeia.
5. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013. Jakarta: Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, 2013.
6. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ke-3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2010.
7. Ocampo VVD. Cataract, Senile : Differential Diagnosis and Workup. 2014.
Diakses dari http://emedicine.medscape.com/article/1210914-overview.
8. Prilly Astari. 2018. Klasifikasi, Tatalaksana, dan Komplikasi Operasi Katarak.
Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Indonesia. Vol.45
no 10 th.2018
9. Optometric Clinikal Practice Guideline Cataracts.2010.American Optometric
Association. htps://nei.nih.gov/eyedata/cataract
10. Boyd K. Parts of the Eye. 2016 American Academy of Ophthalmology
https://www.aao.org/eye-health/anatomy/parts-of-eye
11. Scanlon VC, Sanders T. Indra. In. : Komalasari R, Subekti NB, Hani A, editors. Buku Ajar
Anatomi dan Fisiologi. 3rd ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2007.
12. Pascolini D, Mariotti SP. Global estimates of visual impairment:2010. BR J Ophthalmol. 2011

Anda mungkin juga menyukai