Anda di halaman 1dari 22

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat serta karunia-Nya, sehingga saya berhasil menyelesaikan Makalah
Toksikologi yang berjudul “ TOKSITAS PEMANIS BUATAN ASPARTAM
PADA MAKANAN DAN MINUMAN ” ini tepat pada waktunya.
Makalah ini berisikan tentang informasi mengenai pengertian, jenis-jenis,
serta dampak/akibat dari pemanis buatan khususnya Aspartam. Diharapkan
Makalah ini dapat memberikan informasi kepada kita semua tentang
dampak/akibat dari pemanis buatan, sehingga kita semua dapat lebih waspada
dalam memilih makanan/minuman yang akan dikonsumsi.
Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena
itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu saya
harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, saya sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga
Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.

Makassar , April 2015


Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................i
DAFTAR ISI...................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
a. Latar Belakang...........................................................................................1
b. Rumusan Masalah......................................................................................3
c. Tujuan........................................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN
a. Pengertian dan karakteristik Toksik.................................................
b. Bahan Tambahan Makanan (BTM)........................................4
c. Pengertian Pemanis Sintetis....................................................................
d. Jenis-Jenis Pemanis Sintetis...................................................................
e. Pengertian Aspartam......................................................................4
f. Cara penggunaan Aspartam..................................................................
g. Fungsi aspartam..........................................................................................5
h. Keamanan Aspartam Aspartam......................................................
i. Resiko kesehatan dari penggunaan Aspartam.................
j. Regulasi Aspartam.................................................................................
BAB III PENUTUP
a. Kesimpulan..................................................................................................15
b. Saran............................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................17
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Jalan masuk ke dalam tubuh suatu bahan polutan yang toksik,
umumnya melalui saluran penceraan makanan, saluran pernapasan, kulit
dan jalur lain. Jalur lain tersebut diantaranya adalah intra muskuler, intra
dermal, dan sub kutan. Jalan masuk yang berbeda ini akan mempengaruhi
toksisitas bahan polutan. Bahan paparan yang berasal dari industri
biasanya masuk ke dalam tubuh melalui kulit dan terhirup, sedangkan
kejadian keracunan biasanya melalui proses tertelan.
Dengan berkembangnya tehnologi sekarang yang semakin canggih,
maka semakin banyak pula bahan makanan yang diganti dengan yang
lebih baik atau dengan penggunaan sedikit bahan tersebut sudah dapat
menyamai dengan rasa dari apabila menggunakan bahan makanan yang
asli.
Zat additive adalah suatu bahan kimia yang ditambahkan kedalam
bahan makanan dengan maksud dan tujuan tertentu. Biasanya zat additive
ditambahkan pada makanan pada saat pengolahan bahan makanan
tersebut. Jenis zat aditif dapat dibagi menjadi 2 yaitu berdasarkan sumber
dan fungsinya.
Di kehidupan sehari-hari kita biasanya menggunakan gula sebagai
bahan pemanis dalam makanan ataupun minuman. Kebanyakan orang baik
anak-anak, remaja maupun orang dewasa lebih menyukai makanan atau
minuman yang manis-manis daripada yang tidak ada rasanya (tawar). Tapi
kini seiring berkembangnya industri makanan dan minuman, dan semakin
banyaknya kebutuhan akan bahan pemanis, maka muncul lah banyak
inovasi-inovasi baru tentang bahan pemanis buatan. Diciptakannya bahan
pemanis buatan sangat membantu dalam industri makanan dan minuman
untuk memenuhi kebutuhannya akan bahan pemanis. Selain kadar
manisnya lebih tinggi dari gula, pemanis buatan juga dapat bertahan lebih
lama.
Banyak pabrik makanan atau minuman yang lebih memilih
menggunakan bahan pemanis buatan daripada pemanis alami (gula). Dan
tak sedikit oknum-oknum yang memanfaatkan adanya bahan pemanis
buatan ini, mereka berbuat curang hanya untuk mendapatkan keuntungan
yang besar. Mereka menggunakan bahan pemanis buatan secara
berlebihan, diatas batas rata-rata yang diperbolehkan oleh pemerintah.
Mereka beralasan lebih hemat menggunakan pemanis buatan daripada
gula, karena harga gula lebih mahal jika dibandingkan dengan harga bahan
pemanis buatan. Penggunaan bahan pemanis buatan secara berlebihan
dapat menimbulkan banyak kerugian pada orang yang mengkonsumsinya,
namun para oknum tersebut tak peduli dengan akibat yang akan
ditimbulkan.
Aspartam merupakan zat aditif yang dari sumbernya berasal dari
buatan. Zat aditif buatan adalah senyawa hasil sintetis laboratorium yang
merupakan bahan tambahan makanan yang dapat menyebabkan rasa manis
pada makanan. Pemanis buatan hampir atau sama sekali tidak mempunyai
kandungan nilai gizi didalamnya.sebagaimana pemanis alami, pemanis
buatan juga dapat larut didalam air.
B. Rumusan Masalah
1 Apa yang dimaksud dengan Bahan Tambahan Makanan (BTM)?
2 Apa yang dimaksud dengan Aspartam?
3 Bagaimana penggunaan Aspartam?
4 Apa saja resiko kesehatan dari penggunaan Aspartam?
5 Berapa regulasi Aspartam?
C. Tujuan
1. Mengetahui yang dimaksud dengan Bahan Tambahan Makanan(BTM)
2. Mengetahui apa yang dimaksud dengan Aspartam
3. Mengetahui cara pennggunaan Aspartam
4. Mengetahui resiko kesehatan dari penggunaan Aspartam
5. Mengetahui batasan penggunaan Aspartam
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN DAN KARAKTERISTIK TOKSIK


Pengertian Toksik
Toksikologi bahan pangan merupakan ilmu yang mempelajari pengaruh
buruk makanan bagi manusia. Makanan dapat dipandang sebagai campuran
berbagai senyawa kimia. Campuran tersebut dapat dikelompokkan menjadi
empat macam yaitu, nutrisi, toksin alami, kontaminan dan bahan aditif.
Kandungan nutrisi pada makanan mencapai 99.9 % terdiri atas karbohidrat,
protein, lemak, vitamin dan mineral, kesemua bahan kimia dalam makanan
dapat berpotensi meracuni tubuh. Melalui proses pencarian yang lambat dan
cara trial and error manusia berusaha untuk menghilangkan efek negatif dari
makanan.
Efek toksik atau efek yang tidak diinginkan dalam sistem biologis tidak
akan dihasilkan oleh bahan kimia kecuali bahan kimia tersebut atau produk
biotransformasinya mencapai tempat yang sesuai di dalam tubuh pada
konsentrasi dan lama waktu yang cukup untuk menghasilkan manifestasi
toksik. Faktor utama yang mempengaruhi toksisitas yang berhubungan dengan
situasi pemaparan (pemajanan) terhadap bahan kimia tertentu adalah jalur
masuk ke dalam tubuh, jangka waktu dan frekuensi pemaparan.
Pemaparan bahan-bahan kimia terhadap binatang percobaan biasanya
dibagi dalam empat kategori: akut, subakut, subkronik, dan kronik. Untuk
manusia pemaparan akut biasanya terjadi karena suatu kecelakaan atau
disengaja, dan pemaparan kronik dialami oleh para pekerja terutama di
lingkungan industri-industri kimia.
Interaksi bahan kimia dapat terjadi melalui sejumlah mekanisme dan
efek dari dua atau lebih bahan kimia yang diberikan secara bersamaan akan
menghasilkan suatu respons yang mungkin bersifat aditif, sinergis, potensiasi,
dan antagonistik. Karakteristik pemaparan membentuk spektrum efek secara
bersamaan membentuk hubungan korelasi yang dikenal dengan hubungan
dosis-respons.
Karakteristik Toksik
Efek merugikan/toksik pada sistem biologis dapat disebabkan oleh
bahan kimia yang mengalami biotransformasi dan dosis serta suasananya
cocok untuk menimbulkan keadaan toksik. Respon terhadap bahan toksik
tersebut antara lain tergantung kepada sifat fisik dan kimia, situasi paparan,
kerentanan sistem biologis, sehingga bila ingin mengklasifikasi toksisitas suatu
bahan harus mengetahui macam efek yang timbul dan dosis yang dibutuhkan
serta keterangan mengenai paparan dan sasarannya. Faktor utama yang
berkaitan dengan toksisitas dan situasi paparan adalah cara atau jalan
masuknya serta durasi dan frekuensi paparan.
Jalan masuk ke dalam tubuh suatu bahan polutan yang toksik,
umumnya melalui saluran penceraan makanan, saluran pernapasan, kulit dan
jalur lain. Jalur lain tersebut diantaranya adalah intra muskuler, intra dermal,
dan sub kutan. Jalan masuk yang berbeda ini akan mempengaruhi toksisitas
bahan polutan. Bahan paparan yang berasal dari industri biasanya masuk ke
dalam tubuh melalui kulit dan terhirup, sedangkan kejadian keracunan biasanya
melalui proses tertelan.
Jalur utama bahan toksik untuk dapat masuk ke dalam tubuh manusia
adalah melalui saluran pencernaan atau gastro intestinal (menelan/ingesti, paru-
paru (inhalasi), kulit (topikal), dan jalur perenteral lainnya (selain saluran
usus/intestinal). Bahan toksik umumnya menyebabkan respon yang paling
cepat bila diberikan melalui jalur intravena.
B. BAHAN TAMBAHAN MAKANAN (BTM)
Bahan Tambahan Makanan (BTM) atau food additives adalah
senyawa (atau campuran berbagai senyawa) yang sengaja ditambahkan ke
dalam makanan dan terlibat dalam proses pengolahan, pengemasan dan/atau
penyimpanan, dan bukan merupakan bahan (ingredient) utama.
Penggunaan bahan aditif makanan dimaksudkan untuk pengawet,
membentuk tekstur dan citarasa, penambah nilai gizi, pewarna, dan lain
sebagainya. Banyaknya variasi produk semakin meningkatkan penggunaan zat
aditif. Sayangnya penggunaan bahan aditif pada makanan belum tentu aman.
Bahan aditif terkadang belum cukup informasi toksikologisnya sehingga efek
penggunaan jangka panjang terhadap kesehatan belum diketahui. Perhatian
terutama dari penggunaan bahan aditif adalah pada perannya sebagai pemicu
kanker dan gangguan neurologis yang terjadi (Klaasen, 2008).
Makanan merupakan kebutuhan pokok yang harus dipenuhi oleh setiap
manusia namun karena semakin mahalnya kebutuhan pokok menyebabkan
orang-orang seringkali memanfaatkan zat-zat aditif untuk membuat makanan
lebih menarik, awet dan lebih lezat. Zat aditif adalah zat-zat yang ditambahkan
pada makanan selama proses produksi, pengemasan atau penyimpanan untuk
maksud tertentu. Penambahan zat aditif dalam makanan berdasarkan
pertimbangan agar mutu dan kestabilan makanan tetap terjaga dan untuk
mempertahankan nilai gizi yang mungkin rusak atau hilang selama proses
pengolahan (Klaasen, 2008).
Pada awalnya zat-zat aditif tersebut berasal dari bahan tumbuh-
tumbuhan yang selanjutnya disebut zat aditif alami. Umumnya zat aditif alami
tidak menimbulkan efek samping yang membahayakan kesehatan manusia.
Akan tetapi, jumlah penduduk bumi yang makin bertambah menuntut jumlah
makanan yang lebih besar sehingga zat aditif alami tidak mencukupi lagi. Oleh
karena itu, industri makanan memproduksi makanan yang memakai zat
aditif buatan (sintesis). Bahan baku pembuatannya adalah dari zat-zat kimia
yang kemudian direaksikan yang dapat menebabkan beberapa efek yang
berbahaya bagi kesehatan.
Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 235/MENKES/PER/VI/1979
tanggal 19 Juni 1979 mengelompokkan BTM berdasarkan fungsinya, yaitu:
1. Antioksidan dan antioksidan sinergis
2. Anti kempal
3. Pengasaman, penetral, dan pendapar
4. Enzim
5. Pemanis buatan
6. Pemutih dan pematang
7. Penambah gizi
8. Pengawet
9. Pengemulsi, pemantap, dan pengental
10. Pengeras
11. Pewarna alami dan sintetik
12. Penyedap rasa dan aroma
13. Sekuestran
14. Bahan tambahan lain2
Penambahan bahan Tambahan Makanan (BTM) secara umum bertujuan untuk:
1. Meningkatkan nilai gizi makanan
Penambahan vitamin, mineral kedalam makanan dikarenakan
makanan kehilangan nilai gizi saat dimasak.
2. Memperbaiki nilai sensori makanan
Pada proses pengolahan makanan maka nilai sensori dari bahan
makanan akan berkurang. Oleh karena itu diberi Bahan Tambahan
Makanan agar nilai sensori makanan menjadi lebih baik dan menyerupai
dengan rasa bahan makanan.
3. Memperbaiki umur simpan (self life) makanan tersebut
Pengolahan pangan belakangan ini mempunyai kecenderungan
untuk memproduksi makanan yang panjang umur simpannya (awet) dan
mudah disajikan (convenient). Hal tersebut didorong oleh faktor-faktor
seperti sifat bahan pangan segar yang umumnya mudah rusak (perishable)
dan musiman, serta gaya hidup yang menginginkan segala sesuatunya
serba mudah dan cepat. Untuk mendapatkan makanan yang demikian,
salah satu usaha yang digunakan adalah dengan menambahkan bahan
pengawet, baik untuk mencegah tumbuhnya mikroba maupun untuk
mencegah terjadinya reaksi-reaksi kimia yang tidak dikehendaki selama
pengolahan dan penyimpanan.2
4. Memperbaiki tekstur makanan
Makanan apabila dimasak akan dapat merusak tekstur dari
makanan tersebut. Bahan makanan akan dapat menjadi lembek saat
dimasak sehingga mengurangi keindahan dan rasa dari makanan tersebut.
Tekstur makanan dapat diperbaiki dengan penambahan mineral,
pengemulsi, pengental dan/atau penstabil seperti monogliserida,
hidrokoloid, dan lain-lain.
5. Memperbaiki warna bahan makanan
Bahan makanan yang diolah akan menyebabkan bahan makanan
tersebut berubah warna. Sering kali perubahan warna manjadi warna yang
tidak menarik sehingga mengurangi nilai sensori makanan. Untuk itu
diberi Bahan Tambahan Makanan agar warna makanan menjadi menarik
sehingga akan menarik selera makan konsumen.
6. Memperbaiki bau makanan
Pembentukan bau yang menyimpang (off flavor) pada produk-
produk berlemak dapat dicegah dengan penambahan antioksidan.
Pemakaian Bahan Tambahan Makanan umumnya diatur oleh
lembaga-lembaga seperti Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan
(Ditjen POM) di Indonesia dan Food and Drug Administration (FDA) di USA.
Dalam peraturan tersebut dinyatakan bahwa penggunaan BTM dibenarkan
apabila :
1. Dimaksudkan untuk mencapai masing-masing tujuan penggunaannya
dalam pengolahan
2. Tidak digunakan untuk menyembunyikan penggunaan bahan yang salah
atau tidak memenuhi persyaratan
3. Tidak untuk menyembunyikan cara kerja yang bertentangan dengan cara
produksi yang baikuntuk makanan
4. Tidak digunakan untuk menyembunnyikan kerusakan pangan.
C. PENGERTIAN PEMANIS SINTETIS
Pemanis sintetis adalah zat tambahan dalam makanan yang dapat
menimbulkan rasa manis atau dapat membantu mempertajam penerimaan rasa
manis yang tidak atau hampir tidak mempunyai nilai gizi, sedangkan kalori
yang dihasilkan jauh lebih rendah dari gula.
Pemanis sintetis tidak dapat dicerna oleh tubuh manusia sehingga tidak
berfungsi sebagai sumber energi. Pemanis buatan memiliki tingkat kemanisan
yang lebih tinggi dibandingkan pemanis alami.
Suatu senyawa untuk dapat digunakan sebagai pemanis harus berasa
manis dan memenuhi beberapa kriteria tertentu, antara lain :
- Secara fisik (bentuk), pemanis sintetik tidak berwarna, tidak berbau,
dan memiliki rasa manis yang sama dengan gula, namun rasa manisnya tidak
tahan lama.
- Secara kimia, pemanis sintetik harus dapat larut dalam air dan mudah
dipadukan dengan berbagai senyawa kimia. Jika diolah dalam teknologi tinggi,
pemanis sintetik/buatan akan tahan dengan suhu tinggi (pemanasan,
penggorengan, perebusan, pemanggangan), dan suhu rendah (pendinginan,
pembekuan). Selain itu, juga tahan terhadap asam dan cahaya.
- Pemanis sintetik harus tidak beracun, dapat dicerna dengan baik oleh
tubuh dan dapat dikeluarkan dengan baik oleh tubuh secara utuh sehingga tidak
menimbulkan efek samping serta tidak berpengaruh terhadap metabolisme,
gula darah, dan organ tubuh manusia.
- Larut dan stabil dalam kisaran pH yang luas.
- Stabil pada kisaran suhu yang luas.
- Tidak mempunyai side atau after-taste.
- Murah, setidak-tidaknya tidak melebihi harga gula (Widodo, 2008).
D. JENIS-JENIS PEMANIS SINTETIK
Penetapan jenis pemanis yang diijinkan dan batas ADI di Indonesia
lebih mengacu peraturan yang dikeluarkan oleh US Food and Drug
Administration (FDA) atau Codex Alimentarius Commission (CAC).
Pertimbangannya adalah bahwa kategori pangan sistem CAC telah dikenal dan
digunakan sebagai acuan oleh banyak negara dalam komunikasi
perdagangannya. Banyak aspek yang dijadikan pertimbangan dalam
menentukan jenis pemanis buatan yang diijinkan untuk digunakan dalam
produk makanan, antara lain nilai kalori, tingkat kemanisan, sifat toksik,
pengaruhnya terhadap metabolisme, gula darah, dan organ tubuh manusia.
Beberapa contoh pemanis sintetis:
1. Sakarin.
Sakarin sebagai pemanis buatan biasanya dalam bentuk garam
berupa kalsium, kalium, dan natrium sakarin dengan rumus kimia
C14H8CaN2O6S2.3H2O, C7H4KNO3S.2H2O dan C7H4NaNO3S.2H2O.
Sakarin, yang merupakan pemanis tertua, termasuk pemanis yang sangat
penting perannya dan biasanya dijual dalam bentuk garam Na atau Ca.
2. Siklamat
Siklamat atau cyclohexylsulfamic acid(C6H13NO3S) merupakan
pemanis non-nutritif lainnya yang tidak kalah populer. Tingkat kemanisan
siklamat adalah 30 kali lebih manis daripada gula dan siklamat tidak
memberikan after-taste seperti halnya sakarin. Meskipun demikian, rasa
manis yang dihasilkan oleh siklamat tidak terlalu baik (smooth) jika
dibandingkan dengan sakarin. Siklamat diperjual belikan dalam bentuk
garam Na atau Ca-nya.
3. Aspartam.
Aspartam atau Aspartil fenilalanin metil ester (APM) dengan rumus
kimia C14H18N2O5 atau 3-amino-N (α-carbomethoxy-phenethyl)
succinamic acid, N-L-α-aspartyl-Lphenylalanine-1-methyl ester
merupakan senyawa yang tidak berbau, berbentuk tepung kristal berwarna
putih, sedikit larut dalam air, dan berasa manis, pemanis baru yang
penggunaannya diijinkan pad tahun 1980-an untuk produk-produk
minuman ringan dan campuran kering (dry mixtures).
4. Acesulfame-K.
Acesulfame-K dengan rumus kimia (C4H4KNO4S) atau garam
kalium dari 6-methyl-1,2,3-oxathiazin-4(3H)-one-2,2dioxide atau garam
Kalium dari 3,4-dihydro-6-methyl-1,2,3-oxathiazin-4-one-2,2 di-
oxidemerupakan senyawa yang tidak berbau, berbentuk tepung kristal
berwarna putih, mudah larut dalam air dan berasa manis dengan tingkat
kemanisan relatif sebesar 200 kali tingkat kemanisan sukrosa tetapi tidak
berkalori
5. Alitam.
Alitam dengan rumus kimia C14H25N3O4S2,5H2O atau L-α-
Aspartil-N-[2,2,4,4-tetrametil-3-trietanil]-D-alanin amida, hidrat,
merupakansenyawa yang disintesis dari asam amino L asamaspartat, D-
alanin, dan senyawaamida yang disintesis dari 2,2,4,4-
tetrametiltienanilamin.
E. PENGERTIAN ASPARTAM
Aspartam ditemukan pada 1965 oleh seorang ahli kimia dan disetujui
oleh Food and Drug Administration (FDA) pada tahun 1974. Akan tetapi, izin
pemasaran aspartam dicabut beberapa bulan kemudian karena adanya sebuah
pengaduan bahwa bahan ini berbahaya dan merupakan bahan karsinogenik
penyebab kanker sehingga perlu dievaluasi lebih lanjut. Oleh karena itu,
dilakukanlah penelitian lebih lanjut mengenai aspartam sehingga tercapailah
sebuah hasil yang memuaskan pihak FDA.
Pada tahun 1981, FDA menyatakan aspartam tidak berbahaya apabila
dikonsumsi secukupnya serta diberikan dengan batas pengonsumsian sehari-
hari untuk penggunaan pada bahan makanan padat. Lalu, perizinan penggunaan
aspartam sebagai tambahan dalam minuman soft drink menyusul pada 1983
dan akhirnya pada 1996 dinyatakan sebagai bahan pengganti pemanis buatan
yang dapat digunakan secara umum.3
Aspartam merupakan zat aditif yang dari sumbernya berasal dari
buatan. Zat aditif buatan adalah senyawa hasil sintetis laboratorium yang
merupakan bahan tambahan makanan yang dapat menyebabkan rasa manis
pada makanan. Pemanis buatan hampir atau sama sekali tidak mempunyai
kandungan nilai gizi didalamnya.sebagaimana pemanis alami, pemanis buatan
juga dapat larut didalam air.
Berdasarkan penelitian, Aspartam sebenarnya mengandung dua
komponen natural yang sering terdapat di makanan pada umumnya, yaitu asam
aspartik dan fenilalanin. Dua komponen ini sering terdapat pada produk alami
yang beredar di masyarakat. Dalam makanan yang mengandung protein,
contohnya daging, gandum, dan produk yang berasal dari susu. Selain itu,
komponen ini juga sering terdapat pada beberapa jenis buah dan sayuran.
Aspartam memiliki nama lain yaitu Aspartil fenilalanin metil ester
(APM) dengan rumus kimia C14H18N2O5 atau 3-amino-N(α-carbomethoxy-
phenethyl), succinamic acid, N-L-α-aspartyl-Lphenylalanine-1-methyl ester
merupakan senyawa yang tidak berbau, berbentuk tepung kristal berwarna
putih, sedikit larut dalam air, dan berasa manis.
Aspartame memiliki massa molekul 294,301 g/mol denngan titik lebur
246-2470 celcius. Aspartame memiliki CAS number 22839-47-0. Aspartame
memiliki E number E951.
Aspartame memiliki nama dagang yaitu Equal, Nutrasweet, dan
Canderel. Aspartame sudah digunakan pada 6000 lebih produk makanan dan
minuman diseluruh dunia. Terutama digunakan pada minuman bersoda dan
permen.
Aspartame sudah digunakan secara meluas pada produk-produk
makanan. Aspartame memiliki tingkat kemanisan 60 sampai dengan 220 kali
lebih manis bila dibandingkan dengan gula alami dengan nilai kalori sebesar
0,4 kkal/g.4 Aspartame sangat stabil apabila dalam keadaan kering, tetapi pada
temperature 30-800 Celcius (dipanaskan, disterilisasi, dan lain-lain) maka
aspartame akan kehilangan rasa manisnya.
Aspartame merupakan bahan tambahan makanan pemanis buatan yang
aman berdasarkan Keputusan Codex stan 192-1995 rev. 10 Tahun 2009. Codex
Alimentarius Commission (CAC) adalah Lembaga Internasional yang
ditetapkan FAO/WHO untuk melindungi kesehatan konsumen dan menjamin
terjadinya perdagangan yang jujur. Dalam pengaturan Codex disebutkan bahwa
aspartame dapat digunakan untuk berbagai jenis makanan dan minuman antara
lai minuman berbasis susu, permen ,makanan dan minuman ringan.
F. CARA PENGGUNAAN ASPARTAM
Metabolisme Aspartam
Kajian digestive dari Monsanto memperlihatkan bahwa Aspartam
dimetabolisme dan terurai secara cepat menjadi asam amino, asam aspartat,
fenilalanin, dan metanol, sehingga dapat meningkatkan kadar fenilalanin dalam
darah. Oleh karena itu pada label, perlu dicantumkan peringatan khusus bagi
penderita fenilketonuria. Penggunaan aspartam sesuai dengan petunjuk FDA
dinilai aman bagi wanita hamil. JECFA mengijinkan aspartam sebagai pemanis
buatan dengan ADI sebanyak 50 mg/kg berat badan.
G. FUNGSI ASPARTAM
Aspartame merupakan pemanis buatan yang rendah kalori. Aspartame
memiliki cita rasa yang manis mirip gula, tanpa ada rasa pahit, pengganti gula
yang tidak merusak gigi, digunakan untuk menguatkan cita rasa buah-buahan
pada makanan dan minuman, dan juga dapat digunakan sebagai pemanis pada
makanan dan minuman pada penderita penyakit diabetes.
H. KEAMANAN ASPARTAM
Aspartam tidak baik untuk penderita fenilketonuria. Fenilketonuria
adalah penyakit di mana penderita tidak dapat memetabolisme fenilalanina
secara baik karena tubuh tidak mempunyai enzim yang mengoksida
fenilalanina menjadi tirosina dan bisa terjadi kerusakan pada otak anak. Dan
karena itu perlu untuk mengontrol asupan fenilalanina yang didapatnya.
Penyakit ini tidak pernah ditemukan di Indonesia, tetapi ditemukan pada orang
kulit putih, itupun kejadiannya hanya satu per 15.000 orang. Bukan hanya
aspartam, tetapi juga segala macam makanan yang mengandung fenilalanina
termasuk nasi, daging dan produk susu. Karena itu, pada setiap produk yang
mengandung Aspartam ada tanda peringatan untuk penderita fenilketonuria
bahwa produk yang dikonsumsi tersebut mengandung fenilalanina.5
I. RESIKO KESEHATAN ASPARTAM
Semua produk buatan manusia berbahan kimia seperti pemanis,
pewarna, pengawet, ataupun penyedap buatan memiliki dampak yang
merugikan bagi kesehatan. Sebab, bahan-bahan sintetis tersebut dibuat dari
bahan yang tidak alami, sehingga dianggap sebagai bahan asing bagi tubuh
kita. Aspartam juga berbahaya jika dikonsumsi secara berlebihan. Dalam
proses pencernaan, tubuh tidak bisa menyerapnya. Bahan tersebut akan
tersimpan dan menumpuk dalam tubuh. Inilah yang kemudian mengakibatkan
gangguan kesehatan seperti kerusakan organ tubuh atau kanker. Apabila
kandungan fenilalanina yang tersisa dari proses pencernaan protein menumpuk
dan tertimbun dalam darah maka akan terjadi gangguan yang disebut
fenilalanemia atau fenilkonuria. Hal ini berbahaya karena dapat meracuni otak
serta menyebabkan keterbelakangan mental. Gangguan tersebut diwariskan
secara genetic karena tubuh tidak mampu menghasilkan enzim pengolah asam
amino fenilalanina.
Konsumsi aspartam yang melebihi takaran normal dapat merusak tubuh
secara perlahan dan tak terasa. Bahkan efek samping yang ditimbulkan tak
kalah berbahaya dari formalin. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Ralph
Walton MD, aspartame mempunyai efek yang mendalam pada mood
seseorang, kecemasan, pusing, kepanikan, mual, iritabilitas, gangguan ingatan,
dan konsentrasi. Efek samping penggunaan aspartam lainnya juga
dikemukakan ahli kesehatan H.J. Roberts, MD. Efek tersebut antara lain sakit
kepala/migraine, sakit persendian, depresi, insomnia, jantung berdebar, sesak
nafas, kehilangan indera pengecap, telinga berdengung, serta vertigo.
J. REGULASI ASPARTAM
Dalam penggunaan Aspartam terdapat batasan-batasan penggunaannya
pada produk makanan. Dalam table ini diperlihatkan jumlah kandungan
Aspartam dalam setiap produk makanan yang menggunakan Bahan Tambahan
Makanan aspartame pada produknya.
Table 1. GSFA ketentuan Aspartam9
Nomor Kategori Makanan Kandungan max
14.2.7 Minuman beralkohol (misal bir, anggur, 600 mg/kg
minuman dingin beralkohol, minuman
penyegar beralkohol rendah)
01.3.2 Minuman Whiteners 6.000 mg/kg
07.1 Roti dan barang took roti biasa 4.000 mg/kg
06.3 Makanan sarapan Sereal, termasuk 1.000 mg/kg
gandum gulung
04.1.2.7 Manisan 2.000 mg/kg
04.1.2.4 Buah kaleng atau botol (Pasteurisasi) 1.000 mg/kg
04.2.2.4 Sayuran kaleng atau kantong kemasan 1.000 mg/kg
(pasteurisasi) atau retort (termasuk
jamur,umi-umbian, kacang, dan lidah
buaya), dan rumput laut
06.6 Sereal dan makanan penutup yang 1.000 mg/kg
berbasis pati (misal pudding beras dan
pudding tapioca)
01.6.5 Keju 1.000 mg/kg
05.3 Permen karet 10.000 mg/kg
05.1.4 Coklat dan produk coklat 3.000 mg/kg
05.1.1 Coklat campuran (bubuk) dan cocoa 3.000 mg/kg
mass/ kue
05.1.2 Coklat campuran (sirup) 1.000 mg/kg
05.1.3 Coklat yang tersebar 3.000 mg/kg
14.1.5 Kopi, penggati kopi, the, infuse herbal, 600 mg/kg
dan sereal panas lainnya dan minuman
serbuk, kecuali coklat
14.1.1.3 Konsentrat untuk nectar buah 600 mg/kg
14.1.3.4 Konsentrat untuk nectar sayur 600 mg/kg
04.1.2.12 Buah dimasak 1000 mg/kg
04.2.2.8 Sayuran dimasak atau digoreng 1.000 mg/kg
(termasuk jamur, umbi-umbian, kacang,
dan lidah buaya), dan rumput laut
01.4.4 Krim 1.000 mg/kg
01.7 Susu berbasis makanan penutup 1.000 mg/kg
(pudding, atau yogurt beraroma buah)
01.1.2 Susu berbasis minuman rasa dan / atau 600 mg/kg
fermentasi (misalnya susu coklat, coklat,
eggnog, yogurt, whey)
05.4 Dekorasi (misalnya untuk barang-barang 1.000 mg/kg
roti halus), topping (non buah) dan saus
manis
13.5 Makanan dietetic (misalnya tambahan 1.000 mg/kg
makanan yang digunakan untuk diet)
tidak termasuk kategori makanan 13,1-
13,4 dan 13,6
13.3 Makanan dietetic dimaksudkan untuk 1.000 mg/kg
tujuan khusus (tidak termasuk produk
dari kategori makanan 13.1)
13.4 Dietetic formula untuk tujuan 800 mg/kg
pelangsingan dan pengurangan berat
badan
04.1.2.2 Buah kering 2.000 mg/kg
04.2.2.2 Sayuran kering (termasuk jamur, umbi- 1.000 mg/kg
umbian, kacang, dan lidah buaya) rumput
laut, kacang-kacangan dan biji-bijian
03.0 Edible ices termasuk serbat dan sorbet 1.000 mg/kg
10.4 Telur berbasis makanan penutup 1.000 mg/kg
(misalnya custard)
02.3 Emulsi lemak terutama jenis minyak 1.000 mg/kg
dalam air, termasuk campuran dan /atau
produk beraroma berdasarkan emulsi
lemak
02.4 Lemak berbasis makanan penutup tidak 1.000 mg/kg
termasuk makanan penutup berbasis susu
dari kategori makanan 01.7
04.1.2.10 Produk buah fermentasi 1.000 mg/kg
04.2.2.7 Fermentasi (termasuk jamur, umbi- 2.500 mg/kg
umbian, kacang-kacangan dan polong-
polongan dan lidah buaya) dan produ
rumput laut tidak termasuk produk
makanan kedelai fermetasi kategori
06.8.6, 06.8.7, 12.9.1, 12.9.2.1 dan
12.9.2.3
07.2 Barang-barang took roti murni (manis, 1.700 mg/kg
asin, gurih) dan campuran
13.6 Suplemen makanan 5.500 mg/kg
04.1.2.1 Buah beku 2.000 mg/kg
04.2.2.1 Sayuran beku (termasuk jamur, umbi- 1.000 mg/kg
umbian, kacang, dan lidah buaya) rumput
laut, kacang-kacangan, dan biji-bijian
04.1.2.11 Buah tambahan untuk kue kering 1.000 mg/kg
04.1.2.3 Buah dalam cuka, minyak, atau air garam 300 mg/kg
14.1.3.1 Nectar buah 600 mg/kg
04.1.2.8 Buah untuk persiapan termasuk pulp, 1.000 mg/kg
purees, topping buah dan santan
04.1.2.9 Buah berbasis makanan penutup, 1.000 mg/kg
termasuk makanan penutup rasa buah
04.1.2.6 Buah berbasis menyebar (misalnya 1.000 mg/kg
chutney) tidak termasuk kategori
makanan dari 04.1.2.5
09.4 Makanan sepenuhnya diawetkan terasuk 300 mg/kg
ikan dan produk ikan kalengan atau
fermentasi, termasuk moluska,
crustaceans, dan echinodermata
05.2.1 Permen keras 3.000 mg/kg
05.1.5 Coklat imitasi, produk pengganti coklat 3.000 mg/kg
04.1.2.5 Selai, jellli, marmelaid 1.000 mg/kg
1.5.2 Susu bubuk skim 2.000 mg/kg
12.4 Mustard 350 mg/kg
05.2.3 Nougats dan marzipans 3.000 mg/kg
11.4 Gula dan sirup (misalnya xilosa, maple 3.000 mg/kg
syrup, topping gula)
09.2 Ikan olahan dan produk ikan termasuk 300 mg/kg
molusca, crutacea, dan echinodermata
15.0 Makanan siap saji 500 mg/kg
12.7 Selada (misalnya macaroni salad, salad 350 mg/kg
kentang) dan taburan roti tidak termasuk
taburan coklat dan kacang-kacangan
berbasis dari kategori makanan 05.1.3
04.2.2.5
12.6 Saus dan produ sepertinya 350 mg/kg
12.2.2 Bumbu 2.000 mg/kg
09.3 Ikan semi diawetkan dan produk ikan 300 mg/kg
termasuk molusca, crutacea dan
echinodrmata
05.2.2 Permen lunak 3.000 mg/kg
12.5 Sop dan kaldu 1.200 mg/kg
11.6 Table top pemanis termasuk yang GMP
mengandung intensitas tinggi pemanis
01.6.1 Keju dimasak 1.000 mg/kg
04.2.2.6 Nabati, (termasuk jamur, akar dam umbi- 1.000 mg/kg
umbian, kacang-kacangan dan polng-
polongan, dan lidah buaya), rumput laut,
kacang dan biji pulp dan persiapan
(misalnya makanan penutup sayuran dan
saus, manisan sayuran) selain dari
kateguri makanan 04.2.2.5
04.2.2.5 Nabati (termasuk jamur, akar dan umbi- 1.000 mg/kg
umbian, kacang-kacangan dan polong-
polongan, dan lidah buaya), rumput laut,
dan kacang dan biji purees dan taburan
(misalnya selai kacang)
14.1.3.2 Nectar sayuran 600 mg/kg
04.2.2.3 Sayuran (termasuk jamur, akar dan umbi- 300 mg/kg
umbian, kacang, dan lidah buaya),
rumput laut dalam cuka, minyak, air
garam atau saus kedelai
12.3 Cuka 3.000 mg/kg
14.1.4 Minuman beraroma 3.000 mg/kg

Nilai ambang batas/acceptable daily intake (ADI) yang telah disetujui


oleh JEFCA adalah 50 mg/kgBB/hari yang apabila dikonversikan sebanyak 18-19
kaleng diet cola pada individu yang mempunyai berat badan 68 kg karena produk
diet cola mengandung aspartam yang sangat sedikit.
Penggunaan aspartam sesuai dengan petunjuk FDA dinilai aman bagi
wanita hamil. CAC mengatur maksimum penggunaan aspartam pada berbagai
produk pangan berkisar antara 500 sampai dengan 5500 mg/kg produk. Sementara
CFR mengatur penggunaan aspartam tidak lebih dari 0,5% dari berat bahan siap
dipanggang atau dari formulasi akhir khususnya untuk produk pangan yang
dipanggang.
DAFTAR PUSTAKA

Shibamoto, Takayuki dan Bjoldanes, Leonard, 2009. Introduction To Food


Toxicology. Elsevier Inc

Audi, J., Belson, M., Patel, M., Schier, J., Osterloh, J. (2005). Ricin poisoning: A
comprehensive review. JAMA 294:2342-2351

Hwang, D.F., Noguchi, T. (2007). Tetrodotoxin poisoning. Adv. Food Nutr. Res.
52:141-236.

Isbister, G.K., Kiernan, M.C. (2005). Neurotoxic marine poisoning. Lancet


Neurol. 4:219-228.

Winarno, F. G. 1997. Keamanan Pangan. Naskah Akademis. Institut Pertanian


Bogor.

Muchtadi, Deddy, Ir.Dr. 2009. Bahan Tambahan Kimiawi dalam Makanan. [serial
online] http://web.ipb.ac.id/~tpg/de/pubde_fdsf.php diakses: 23 Februari
2013

Klaasen, C.D. (2008). Casarett and Doull’s Toxicology; The Basic Science of
Poisons, 7th ed. McGraw-Hill, New York.

Boobis, A.R., Ossendorp, B.C., Banasiak, U., Hamey, P.Y., Sebestyen, I.,
Moretto, A. (2008). Cumulative risk assessment of pesticide residues in
food. Toxicol Lett. 180:137-150.

Agnesa, Adnan. 2011. Pengantar Penyehatan Makanan dan Minuman. [Serial


online] http://www.kesmas-unsoed.info/search/label/Info Kesehatan
diakses: 24 Februari 2013

Philippe, G., Angenot, L., Tits, M., Frederich, M. (2004). About the toxicity of
some Strychnos species and their alkaloids. Toxicon. 44:405-416

Berger, K.J., Guss, D.A. (2005). Mycotoxins revisited: Part II. J. Emergency Med.
28:175-183..

Anda mungkin juga menyukai