Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kekerasan Terhadap Perempuan (KTP) merupakan

fenomena umum yang terjadi di seluruh dunia (World Health

Organization, 2005), demikian pula di Indonesia. Komisi

Nasional Perempuan Indonesia melaporkan bahwa kasus KTP

cenderung mengalami peningkatan. Pada tahun 2007, angka

KTP di Indonesia berjumlah 25.522 kasus dan meningkat

menjadi 199.107 kasus pada tahun 2011.

Pada tahun 2011, Komisi Nasional Perempuan

mencatat bahwa dari 119.107 kasus, sejumlah 113.878 kasus

(95,61%) adalah kekerasan yang terjadi di ranah domestik.

Sementara 5.187 kasus (4,35%) terjadi di ranah publik dan

sisanya 42 kasus (0,03%) terjadi di ranah negara. Berdasarkan

data yang dihimpun, perempuan yang menjadi korban

kekerasan berada direntang usia 13-40 tahun. Namun,

kelompok usia yang paling rentan adalah usia 25-40 tahun.

Sebanyak 87 kasus dialami oleh perempuan dengan orientasi

seksual sejenis dan transgender. Hampir 3,6% (4.335 kasus)

dari seluruh kasus di tahun 2011 adalah kasus kekerasan

seksual. Sebagian besar kasus kekerasan seksual atau

1
sebanyak 2.937 kasus terjadi di ruang publik, antara lain

pencabulan, perkosaan, percobaan perkosaan, pelecehan

seksual, pemaksaan aborsi, eksploitasi seksual, prostitusi dan

pornografi.

Kekerasan terhadap perempuan dipengaruhi oleh

budaya patriarki, yakni budaya yang menempatkan dominansi

pria terhadap wanita dalam hal kehidupan material,

pengendalian sosial, dan ideologi (Giddens, 2006). Budaya

patriarki yang kuat mengakibatkan masyarakat cenderung tidak

menanggapi atau berempati terhadap tindak kekerasan yang

menimpa perempuan. Di Timor Leste, teman, pengacara, atau

dokter pria tidak memberikan bantuan kepada perempuan

korban kekerasan dalam rumah tangga. Pada survei yang

dilakukan oleh JSMP (Judical System Monitoring Programme)

tahun 2010 di Timor Leste, korban kekerasan yang ditanya

akan berhenti menjawab apabila mereka merasa malu, takut

diadili, takut kehilangan anak atau rumahnya, tidak percaya

dan keinginan untuk melindungi teman atau keluarga. Seorang

bidan yang disurvei oleh JSMP mengatakan bahwa kadang-

kadang korban datang ke bidan tetapi mereka tidak

memberitahukan perilaku suami karena mereka takut suami

(Belton, 2011).

2
Berbicara tentang budaya-budaya yang ada di Propinsi

Nusa Tenggara Timur maka salah satu warisan budaya yang

berhubungan dengan tatanan sosial dan sistem

kemasyarakatan yaitu budaya patriarki yang sangat kental.

Hampir seluruh wilayah di NTT menganut budaya patriarki.

Budaya patriarki di NTT merupakan suatu sistem budaya yang

didominasi oleh laki-laki sehingga dengan sangat jelas

perempuan selalu mendapat tempat di bawah laki-laki

(Nayoan, 2012).

Di NTT Perempuan yang berperan sebagai kepala

keluarga hidup di bawah garis kemiskinan. Mereka mengalami

kesulitan dalam mengakses Bantuan Langsung Tunai (BLT),

tidak dapat mengakses program Jaminan Kesehatan

Masyarakat (Jamkesmas), mengalami hambatan dalam

mengajukan perkara hukum ke pengadilan untuk perceraian

karena biaya perkara dan transportasi ke pengadilan yang

tinggi. Selain itu rendahnya tingkat pendidikan seperti buta

huruf juga memengaruhi akses mereka untuk mendapatkan

keadilan. Perceraian yang terjadi pada perempuan yang

berperan sebagai kepala keluarga disebabkan oleh kekerasan

dalam rumah tangga sebagai salah satu faktor penyebab

(Pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga dan Australian

Agency of International Development, 2010).

3
Di Kabupaten Timor Tengah Selatan, berbicara tentang

perempuan dalam konteks budaya Timor, tidak dapat dipungkiri

bahwa perempuan dibatasi ruang geraknya. Perempuan

dipandang sebagai masyarakat kelas dua dan posisinya jauh

berada jauh di bawah laki-laki. Dalam budaya Timor,

perempuan tidak memiliki hak suara dalam proses penentuan

pernikahan anak dan tidak dapat mengambil bagian dalam

memimpin ritual-ritual budaya Timor. Perempuan seringkali

tidak memiliki hak yang sama dengan laki-laki baik didalam

keluarga maupun masyarakat (Nayoan, 2012).

Pernyataan ini menunjukkan bahwa dalam budaya

Timor, laki-laki mempunyai posisi diatas perempuan, memiliki

kekuasaan sebagai pemimpin dan memiliki hak yang lebih

tinggi didalam keluarga termasuk hak terhadap perempuan itu

sendiri. Hal ini menjadikan laki-laki dapat melakukan apa saja

terhadap perempuan seperti memerintah untuk dilayani bahkan

melakukan tindak kekerasan terhadap perempuan.

Laporan dari Biro Pemberdayaan Perempuan

Sekretariat Daerah Nusa Tenggara Timur menyebutkan bahwa,

pada tahun 2008-2011 terjadi peningkatan jumlah kasus

kekerasan terhadap perempuan yakni dari 474 kasus (2008)

menjadi 1.292 kasus (2011). Dalam hal yang sama, data dari

Bagian Pemberdayaan Perempuan Sekretariat Daerah

4
Kabupaten Timor Tengah Selatan (Kab. TTS) menyebutkan

bahwa angka kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kab.

TTS juga mengalami peningkatan. Dari 104 kasus pada tahun

2009, angka kekerasan terhadap perempuan dan anak

meningkat menjadi 115 kasus pada tahun 2011. Berdasarkan

data tahun 2009, daerah rawan kekerasan terhadap

perempuan dan anak di Kabupaten Timor Tengah Selatan

adalah Kecamatan Kota SoE dengan jumlah kasus 34,

sedangkan tahun 2011 daerah rawan kekerasan masih berada

di Kecamatan Kota SoE.

Data dari Departemen Kesehatan Republik Indonesia

(2005) menunjukkan bahwa prevalensi wanita yang

mendapatkan kekerasan berkisar antara 4%-12%. Lebih dari

90% wanita mendapatkan kekerasan dari pasangannya.

Hasil survei yang dilakukan oleh pusat pengendalian

penyakit di Amerika menyebutkan bahwa sekitar 60,6% wanita

hamil berisiko mengalami kekerasan fisik dibandingkan dengan

wanita yang tidak hamil. Selain kekerasan fisik, wanita hamil

juga mengalami kekerasan psikologis, kekerasan seksual atau

ancaman (Anonim, 1998).

Dampak dari kekerasan dalam rumah tangga pada

wanita hamil merupakan masalah kesehatan masyarakat yang

penting dan memiliki konsekuensi serius bagi kesehatan fisik

5
dan mental. Kekerasan dalam rumah tangga berhubungan

dengan penyakit kejiwaan seperti depresi, gangguan

kecemasan, stres pasca trauma dan bunuh diri (Bacchus, dkk

2001)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa stres yang dialami

oleh ibu hamil mengakibatkan peningkatan hormon kortisol

yang diproduksi oleh HPA (Hipotalamus-hipofisis Adrenal).

Hormon kortisol ini akan masuk ke rahim ibu dan menuju ke

janin. Kondisi ini terjadi karena enzim (11BHSD2) yang

dihasilkan oleh membran plasenta tidak bekerja dengan

sempurna untuk mencegah masuknya hormon kortisol ke janin.

Apabila HPA janin terpapar oleh kortisol lebih awal, maka akan

berdampak besar pada perkembangan selanjutnya. Hal ini

karena HPA berperan dalam berbagai fungsi fisiologis

termasuk stres, kognisi dan memori, imunologi dan kesehatan

jantung (Kapoor & Matthews, 2008).

Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa jika

seorang ibu mengalami stres, cemas atau depresi saat hamil,

anaknya berisiko tinggi untuk mengalami berbagai masalah,

seperti gangguan emosional, ADHD (Atenttion Deficite

Hyperactive Disorder), gangguan perilaku dan gangguan

perkembangan kognitif. Selain gangguan perkembangan,

beberapa penelitian menemukan pola sidik jari anak yang

6
berubah. Pola sidik jari yang berubah dapat dihubungkan

dengan perubahan dalam perkembangan otak seperti

perubahan struktur dan fungsi otak terbukti berhubungan

dengan stres selama kehamilan (Glover, 2011).

Dari hasil penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa

salah satu faktor yang memengaruhi perkembangan anak

adalah stres yang dialami oleh ibu selama kehamilan.

Berdasarkan sensus demografi kesehatan Indonesia

(SDKI) tahun 2010 jumlah anak usia dini (0-6 tahun) sebanyak

26,1 juta. Dari jumlah tersebut, 13,5 juta di antaranya berusia

antara 0-3 tahun dan 12,6 juta anak berusia usia 4-5 tahun.

Dari total jumlah anak usia dini tersebut sekitar 14,08% atau

3,67 juta anak mengalami keterlambatan perkembangan.

Gangguan perkembangan juga dialami oleh 29 anak

usia 0-6 tahun di Rumah Sakit Umum Daerah Kota SoE pada

tahun 2009-2011. Gangguan perkembangan yang dialami

yakni gangguan berbahasa sebanyak 12 kasus, gangguan

perkembangan motorik kasar dan halus didapati 9 kasus,

Sindrom Down 3 kasus, dan 5 kasus retardasi ringan (Bagian

Layanan Konseling RSUD Kota SoE, 2012).

Berdasarkan latar belakang di atas maka peneliti

tertarik untuk melakukan penelitian mengenai kekerasan dalam

7
rumah tangga pada ibu hamil dan dampaknya pada ibu dan

perkembangan anak di Kabupaten Timor Tengah Selatan.

1.2 Fokus Penelitian

Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas,

maka fokus penelitian ini adalah KDRT pada ibu hamil, dampak

KDRT pada ibu dan perkembangan anak. Pertanyaan

penelitian yang akan di dalami yaitu: bagaimana gambaran

KDRT pada ibu hamil dan dampaknya pada ibu dan

perkembangan anak di Kab. TTS?.

1.3 Signifikasi dan Keunikan Penelitian

Dari beberapa hasil penelitian yang dilakukan di luar

negeri menjelaskan bahwa stres yang dihadapi oleh ibu hamil

dapat memengaruhi perkembangan anak, maka peneliti

mencoba untuk melakukan suatu penelitian yang lebih berfokus

pada kekerasan dalam rumah tangga pada ibu hamil dan

dampaknya pada ibu dan perkembangan anak di Indonesia

khususnya di Kab. TTS.

8
1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan

KDRT pada ibu hamil dan dampaknya pada ibu dan

perkembangan anak di Kab. TTS.

1.5 Manfaat Penelitian

a. Institusi pendidikan

Bagi institusi pendidikan, hasil penelitian ini diharapkan

dapat menjadi referensi dalam pengembangan konsep dan

teori di bidang ilmu keperawatan khususnya keperawatan

anak dan keperawatan maternitas.

b. Institusi Kesehatan

Bagi lembaga kesehatan, hasil penelitian ini diharapkan

dapat menjadi pengetahuan tentang pentingnya melakukan

perawatan kehamilan pada ibu hamil untuk mengetahui

kondisi kesehatan fisik dan psikologis ibu hamil serta

perkembangan janin.

c. Partisipan

Bagi riset partisipan, hasil penelitian ini diharapkan menjadi

sumber pengetahuan baru tentang pentingnya menjaga

kesehatan fisik maupun psikologis ibu selama masa

kehamilan.

9
d. Peneliti

Bagi peneliti, hasil penelitian ini diharapkan dapat

menambah ilmu pengetahuan baru yang dapat diaplikasikan

ke dunia kerja maupun kehidupan sehari-hari.

10

Anda mungkin juga menyukai