Anda di halaman 1dari 11

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pola hidup sufi dimaksudkan sebagai agar seorang tidak terpengaruh


atau tidak tergantung hatinya kepada berbagai hal yang berkaitan dengan
kenikmatan dan atribut dunia, sehingga betapapun banyaknya harta yang
kita miliki, tidak menyebabkan ia gandrung dan tenggelam dalam
gemerlapnya sehingga ia melalaikan dirinya dalam mengabdi kepada
Tuhan-Nya. Pola hidup ini memotivasi lahirnya hidup zuhud, motivasi
lahirnya pola hidup zuhud ini adalah rasa takut, yaitu rasa takut yang
muncul dari landasan amal keagamaan secara sungguh-sungguh.
Banyak qaul atau pendapat yang membicarakan dan membahas
mengenai istilah sufi, apa pengertiannya dan bagaimana konsep
keluruhannya secara harfiah maupun secara ma’nawi. Sebagaimana yang
telah diajarkan dalam ilmu tasawuf, tertuang beberapa cara untuk memenuhi
kebutuhan spiritual dan dalam dalam hal ini orang yang menjalankan ajaran-
ajaran atau cara-cara dalam tasawuf maka mereka itulah yag disebut sufi.
Sebagian berpendapat seorang sufi adalah mereka yang selalu berpakaian
putih dan aktif atau rajin serta mengutamakan kegiatan beribadah kepada
Allah SWT dibandingakan kegiatan-kegiatan lainnya khususnya kegiatan
yang masih berhubungan dengan hal-hal yang berbau duniawi.
Secara lugas sufi adalah seseorang yang mendalami tentang ajaran
tasawuf, yang penekanannya adalah “bagaimana mensucikan hati”. Untuk
ke arah itu maka seseorang yang mempelajari tasawuf (sufi) berpendapat
bahwa dirinya haruslah dilatih, guna memperoleh tanjakan-tanjakan batin
menuju ke arah maqam tawakal (penyerahan diri secara total kepada Allah).
Dengan demikian, menurut beberapa ulama tasawuf seorang sufi bisa
2

dikatakan sufi jika bisa melewati beberapa tahapan tertentu dalam beribadah
kepada Allah SWT seperti: mahabbah, makrifat dan seterusnya

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan masalah sebagai
berikut:
1. Apa pengertian sufi?
2. Bagaimana cara kaum sufi mendekatkan diri pada Allah SWT?

C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk:
1. Mengetahui pengertian sufi.
2. Mengetahui cara kaum sufi mendekatkan diri pada Allah SWT.
3

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Sufi

Secara harfiah terdapat beberapa penafsiran tentang arti istilah sufi. Di


antara penafsiran itu antara lain menyebutkan bahwa kata sufi bermula dari
kata safa (suci hati dan perbuatan), saff (barisan terdepan di hadapan
Tuhan), suffah (menyamai sifat para sahabat yang menghuni serambi masjid
Nabawi di masa kenabian), saufanah (sejenis buah yang tumbuh di padang
pasir), safwah (yang terpilih atau terbaik), dan bani sufah (kabilah Badui
yang tinggal dekat ka’bah di masa jahiliyah).

Tidak mengherankan kalau kata sufi dan tasawuf dikaitkan dengan


kata-kata Arab yang mengandung arti suci. Penulis-penulis banyak
mengaitkannya dengan kata :

a) Safa dalam arti suci dan sufi adalah orang yang disucikan.
Dan memang, kaum sufi banyak berusaha menyucikan diri mereka
melalui banyak melaksanakan ibadah, terutama salat dan puasa.
b) Saf (baris). Yang dimaksud saf di sini ialah baris pertama dalam salat
di mesjid.
Saf pertama ditempati oleh orang-orang yang cepat datang ke mesjid
dan banyak membaca ayat-ayat al-Qur’an dan berdzikir sebelum
waktu salat datang. Orang-orang seperti ini adalah yang berusaha
membersihkan diri dan dekat dengan Tuhan.
c) Ahlu as-Suffah, yaitu para sahabat yang hijrah bersama Nabi ke
Madinah.
Di Madinah mereka hidup sebagai orang miskin, tinggal di Mesjid
Nabi dan tidur di atas bangku batu dengan memakai suffah (pelana)
sebagai bantal. Ahlu as-Suffah, sungguhpun tak mempunyai apa-apa,
berhati baik serta mulia dan tidak mementingkan dunia.
4

d) Sophos (bahasa Yunani yang masuk kedalam filsafat Islam) yang


berarti hikmat.
Dan kaum sufi pula yang tahu hikmat. Pendapat ini memang banyak
yang menolak, karena kata sophos telah masuk ke dalam kata filsafat
dalam bahasa Arab, dan ditulis dengan sin dan bukan dengan shad
seperti yang terdapat dalam kata tasawuf.
e) Suf (kain wol).
Dalam sejarah tasawuf, kalau seseorang ingin memasuki jalan
tasawuf, ia meninggalkan pakaian mewah yang biasa dipakainya dan
diganti dengan kain wol kasar yang ditenun secara sederhana dari bulu
domba. Pakaian ini melambangkan kesederhanaan.

Di antara semua pendapat itu, pendapat terakhir inilah yang banyak


diterima sebagai asal kata sufi. Jadi, sufi adalah orang yang memakai wol
kasar untuk menjauhkan diri dari dunia materi dan memusatkan perhatian
pada alam rohani. Orang yang pertama memakai kata sufi kelihatannya Abu
Hasyim al-Kufi di Irak (w.150 H).

B. Cara Kaum Sufi Mendekatkan Diri Pada Allah SWT


Makna dekat dengan Allah diartikan oleh kaum sufi, setidaknya ada
tiga konsepsi, yakni: (1) “melihat” dan merasakan kehadiran Allah melaui
mata hati atau anwar al-bashirah yang menghasilkan ma’rifat al-Haqq; (2)
perjumpaan langsung yang disebut anwar al-munawajah (kehadiran lahiriah
Tuhan atau wahdat asy-syuhud); (3) ittihad atau penyatuan manusia dengan
dengan Tuhan melalui fana’.1
Untuk upaya aktualisasi isyarat-isyarat Al-Qur’an tentang kedekatan
manusia dengan Allah, ada beberapa ajaran dasar sufisme, yang terpenting:
1. Al-Hubb Al-Ilahi

1
Rivay Siregar, Tasawuf dari Sufisme Klasik ke Neo-Sufisme, Ed. 2, (Cet. 2; Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada, 2002), h. 63.
5

Kecintaan dan kerinduan kepada Allah adalah salah satu simbol yang
disukai sufi untuk menyatakan rasa kedekatannya dengan Allah, yang
pertama kali diperkenalkan oleh Rabiah al-Adawiyah (w. 185 H).
2. Al-Wahdat Asy-Syuhud
Ibn al-Faridl mengatakan bahwa yang dimaksud dengan bersatu atau
manunggal adalah hilangnya segala kemampuan ekspresinya untuk
merasakan dan menyadari dirinya yang ia sadari dan ia lihat hanya
Allah.
3. Al-Mukasyafah
Jalur ini merupakan penangkapan langsung terhadap objek (Tuhan)
karena telah tersingkapnya segala penghalang antara manusia dengan
Tuhan.2

Walaupun jalan menuju Allah SWT beraneka ragam, tak ada


hingganya, namun seperti yang telah diringkaskan oleh Al-Ghazali, ada tiga
langkah yang dapat digunakan, yaitu:

1) Penyucian hati
Tathhiru al galbi atau penyucian hati sebagai langkah pertama tarekat,
terdiri atas dua bagian. Yaitu mawas diri dan penguasaan serta
pengendalian nafsu-nafsu. Menurut Ma’ruf Karkhi tasawuf adalah:

“Tasawuf itu memilih Tuhan dan berputus asa terhadap apa saja
yang ada di tangan para makhluk.”
Setiap orang sufi terhadap dunia diam saja (tak ingin) bila tidak punya
apa-apa, dan bila punya apa-apa tidak memperdulikannya.
Penyucian hati terhadap setiap ikatan keduniawian berarti pembinaan
budi luhur, karena memperebutkan keduniaan adalah sumber
kericuhan dan kejahatan dan pangkal penghambaan nafsu-nafsu yang
tercela.

2
Ibid., h. 64-66.
6

Mawas diri di dalam tasawuf adalah mawas diri yang ditujukan bagi
kepentingan olah batin. Mawas diri bagi kepentingan sufisme
ditujukan untuk pengenalan dan penguasaan kemampuan batin. Oleh
karena itu, hati bagi para sufi lebih penting daripada akal. Bahkan hati
bagi mereka adalah segalanya.
Kaum sufi mengendalikan nafsu syahwat (lauwamah) dan nafsu
amarah (ghodhob) agar bisa hidup sebagai hamba Allah. Yakni
berusaha memfanakan (melenyapkan) sifat-sifat tercela dan menghias
diri dengan sifat-sifat terpuji, atau berusaha masuk pada budi perangai
yang sesuai dengan Sunnah dan keluar dari budi perangai yang
rendah. 3
2) Konsentrasi dalam zikir
Awal daripada zikir adalah lenyapnya kesadaran akan dirinya, dan
akhirnya fana’nya orang yang zikir pada zikirnya, yakni tidak sadar
lagi akan zikirnya lantaran tenggelam jiwanya dalam mengingat Allah
SWT.4
Zikir adalah jalan atau tangga utama untuk mengantar ke penghayatan
fana’ dan ma’rifatullah.
3) Fana’
Fana’ adalah proses beralihnya kesadaran dari alam indrawi ke alam
kejiwaan atau alam batin. Oleh karena itu, fana’ adalah hal yang amat
didambakan dalam tasawuf.5

Tujuan utama yang menjadi inti tasawuf adalah mencapai


penghayatan makrifat atau jalan menuju Zat Allah.

Makrifat berarti pengetahuan, maksudnya pengetahuan tentang Tuhan


dari dekat, sehingga hati sanubari dapat melihat Tuhan.

3
Simuh, Tasawuf dan Perkembangannya dalam Islam, Ed.1, (Cet. 2; Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada, 1997), h. 41-48.
4
Ibid., h. 110.
5
Ibid., h. 105.
7

Menurut Harun Nasution, makrifat dapat dilihat pada kata-kata sufi:

a. Kalau mata yang terdapat dalam hati manusia terbuka, maka


kepalanya tertutup, saat itu yang dilihat hanya Allah SWT.
b. Makrifat itu cermin, kalau seorang arif melihat ke cermin itu, maka
yang dilihat hanya Allah.
c. Yang dilihat orang arif, baik waktu tidur maupun sewaktu bangun
hanya Allah.
d. Sekiranya makrifat mengambil bentuk materi semua orang yang
melihat kepada-Nya akan mati karena tidak tahan melihat kecantikan
serta keindahan-Nya, dan semua cahaya akan menjadi gelap di
samping cahaya keindahan yang gilang gemilang.6

Makrifat hanya terdapat pada kaum sufi, yang sanggup melihat Tuhan
dengan hati sanubari mereka. Makrifat dimasukkan Tuhan ke dalam hati
seorang sufi, sehingga hatinya penuh dengan cahaya. Makrifat tidak
diperoleh begitu saja, tetapi merupakan pemberian dari Tuhan. Makrifat
bukanlah hasil pemikiran manusia, tetapi tergantung kepada kehendak dan
rahmat Tuhan.

Bagi sufi, makrifat tidak berdiri sendiri. Abu Bakar al-Kalabadzi,


berpendapat bahwa makrifat selalu bersama dengan mahabbah. Mahabbah
menggambarkan hubungan rapat dalam bentuk cinta, sedang makrifat
menggambarkan hubungan dekat dalam bentuk pengetahuan dengan hati
sanubari.

Al-Ghazali juga kadang-kadang menyebut makrifat berbarengan


dengan ilmu, karena ilmu merupakan jalan menuju makrifat.

Untuk sampai ke tingkat makrifat, sufi harus memiliki komponen


dalam hatinya yang mampu mencapai hal itu. Menurut Al-Qusyairi, ada tiga
komponen dalam tubuh manusia yang digunakan oleh sufi dalam

6
Sudirman Tebba, Kecerdasan Sufistik: Jembatan menuju Makrifat, (Cet. 1; Jakarta:
Kencana, 2004), h. 84.
8

hubungannya dengan Tuhan, yaitu qalb, roh, dan sirr. Qalb untuk
mengetahui sifat-sifat Tuhan, roh untuk mencintai Tuhan dan sirr untuk
melihat Tuhan.7

Untuk mencapai kualitas tertinggi itu, seorang sufi harus melakukan


serial latihan keras dan sungguh-sungguh. Dan serial amalan ini disebut al-
maqomat atau jenjang menuju hadirat Tuhan.

Di kalangan sufi, orang pertama yang membahas masalah al-maqomat


adalah Haris ibn Asad al-Muhasibi (w. 243 H). Mengenai jumlah dan
formasi al-muqomat terdapat perbedaan pendapat di kalangan sufi.

Menurut Abu Bakar Muhammad Al-Kalabadi, maqamatnya adalah


taubat, zuhud, sabar, kefakiran, kerendahan hati, tawakkal, kerelaan, cinta,
dan ma’rifat.

Menurut Abu Nasr Al-Sarraj At-Thusi, formasi al-muqomat adalah


taubat, zuhud, kefakiran, sabar, tawakkal, dan kerendahan hati.

Menurut Abu Hamid Al-Gazaliy, maqamatnya adalah taubat, sabar,


kefakiran, zuhud, tawakkal, cinta, ma’rifat, dan kerelaan.8

Taubat, bagi kaum sufi bukan hanya menghapus dosa, tetapi juga
sebagai syarat mutlak agar dapat dekat dengan Allah. Oleh karena itu,
mereka menetapkan istigfar sebagai salah satu amalan yang harus dilakukan
beratus-ratus kali dalam sehari agar ia bersih dari dosa.

Zuhud, yaitu mengurangi dan kalau mungkin mengabaikan kehidupan


duniawi dengan segala kenikmatannya. Sebab, kenikmatan hidup di dunia
ini bersifat sementara dan merupakan penghambat untuk selalu ingat kepada
Allah.

7
Ibid., h. 86-87.
8
Arfah Shiddiq dan Nurul Fuadi, Akhlak dan Tasawuf, (Ujung Pandang: Lembaga Dakwah
dan Studi Islam Yayasan Badan Wakaf UMI, 1996), h. 86.
9

Wara’, adalah meninggalkan segala sesuatu yang tidak jelas


hukumnya, baik yang menyangkut makanan, pakaian, maupun persoalan.

Shabr, artinya konsekuen dan konsisten dalam melaksanakan semua


perintah Allah. Berani menghadapi kesulitan, tabah menghadapi cobaan-
cobaan selama perjuangan demi tercapainya tujuan.

Tawakkal, bagi kaum sufi memiliki citra tersendiri. Ini berarti bahwa
dalam segala hal baik sikap maupun perbuatan harus diterima dengan tulus.
Jangan meminta, jangan menolak, dan jangan menduga-duga.9

Kefakiran, artinya tidak meminta lebih dari apa yang telah ada pada
dirinya. Tidak meminta rezeki kecuali untuk dapat menjalankan kewajiban-
kewajiban.

Kerelaan, yaitu menerima qada’ dan qadar Tuhan dengan menghayati


sepenuh hati atas ketentuan Allah SWT. Mengeluarkan perasaan benci dari
hati sehingga yang ada hanya perasaan senang dan gembira.

Cinta, memiliki pengertian, menerima keputusan Allah dan membenci


sikap melawan kepada-Nya; menyerahkan seluruh apa yang dikasihi;
mengosongkan hati dari segala-galanya kecuali dari diri yang dikasihi
(Allah SWT).

Ma’rifat, yaitu mengetahui Allah dari dekat, sehingga hati sanubari


dapat melihat Allah.10

9
Rifay Siregar, op.cit., h. 114-122.
10
Arfah Shiddiq dan Nurul Fuadi, op.cit., h. 87-88.
10

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan dari pembahasan di atas, dapat disimpulkan beberapa hal


berikut:

1. Sufisme merupakan istilah tasawuf dari tipe mistisisme. Kata sufi atau
tasawuf mulai diperkenalkan pada akhir abad kedua hijriah. Sufi
adalah gelaran atau panggilan kehormatan yang semisal dengan
sahabat.
2. Tasawuf merupakan salah satu bidang studi Islam yang memusatkan
perhatian pada pembersihan aspek rohani manusia yang selanjutnya
dapat menimbulkan akhlak yang mulia.
3. Inti ajaran tasawuf adalah makrifat atau jalan menuju Zat Allah.
4. Ada beberapa cara yang dilakukan kaum sufi untuk mendekatkan diri
pada Allah, seperti taubat, wara’, kefakiran, sabar, zuhud, tawakkal,
kerelaan, cinta, dan ma’rifat.

B. Saran

Adapun saran yang dapat diberikan adalah:

1. Dengan mempelajari kehidupan sufi di atas seharusnya kita dapat


mengambil banyak hikmahnya. Paling tidak kita bisa meminimalisir
kehidupan yang serba matrealistik.
2. Seharusnya kita dapat mengkaji lebih dalam tentang kehidupan para
sufi sehingga dalam bertindak kita tidak menghalalkan segala cara.
11

DAFTAR PUSTAKA

Shiddiq, Arfah, dan Nurul Fuadi. 1996. Akhlak dan Tasawuf. Ujung Pandang:
Lembaga Dakwah dan Studi Islam Yayasan Badan Wakaf UMI.

Simuh. 1997. Tasawuf dan Perkembangannya dalam Islam. Jakarta: PT


RajaGrafindo Persada.

Siregar, Rivay. 2002. Tasawuf Dari Sufisme Klasik Ke Neo-Sufisme. Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada.

Tebba, Sudirman. 2004. Kecerdasan Sufistik: Jembatan menuju Makrifat. Jakarta:


Kencana.

Anda mungkin juga menyukai