OBAT ASMA
OLEH
COVER
Daftar isi ………………………………………………………………………………………… i
BAB I ............................................................................................................................................ 1
PENDAHULUAN......................................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................................... 1
1.3 Tujuan Penulisan ................................................................................................................. 2
BAB II ........................................................................................................................................... 3
TINJAUAN PUSTAKA................................................................................................................ 3
2.1 DEFINISI ASMA................................................................................................................ 3
2.2 ETIOLOGI ASMA.............................................................................................................. 3
2.3 KLASIFIKASI ASMA ........................................................................................................ 4
2.4 PATOFISIOLOGI ............................................................................................................... 5
2.5 TATALAKSANA TERAPI ................................................................................................ 5
2.5.1 Pengobatan Non Farmakologik: ................................................................................... 5
2.5.2.Pengobatan Farmakologik : .......................................................................................... 5
BAB III.......................................................................................................................................... 8
3.1 Kasus .................................................................................................................................. 8
3.2 Pembahasan Kasus ............................................................................................................. 8
3.3 EVIDENCE BASED ......................................................................................................... 11
3.3.1 EVIDENCE BASED 1 ................................................................................................... 11
3.3.2 EVIDENCE BASED 2 ................................................................................................... 12
BAB IV ....................................................................................................................................... 13
4.1 Kesimpulan ....................................................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 14
LAMPIRAN ............................................................................................................................ 15
i
BAB I
PENDAHULUAN
1
3. Bagaimanakah Perhitungan Adverse Drug Rection (ADR) Obat Asma
menggunakan Naranjo Scale?
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
a. Pajanan lingkungan hanya meningkatkan risiko asma pada individu
dengan genetik asma.
b. Baik lingkungan maupun genetik masing-masing meningkatkan risiko
penyakit asma.
Klasifikasi asma dapat dilakukan berdasarkan tiga hal, yaitu etiologi, derajat
penyakit dan pola keterbatasan aliran udara. Klasifikasi asma berdasarkan derajat
penyakit penting untuk pengobatan dan perencanaan penatalaksanaan jangka panjang,
semakin berat asma semakin tinggi tingkat pengobatan(Masbimoro.2019). Secara
klinis berdasarkan derajat penyakit dibagi menjadi 4 yaitu (Depkes RI.2013):
4
2.4 PATOFISIOLOGI
Patofisiologi pengalihan aliran udara yang menggerakkan kronik ini bervariasi
sesuai dengan rangsangan. Alergen akan dikeluarkan karena bronkokonstriksi akibat
pelepasan Ig-E tergantung dari sel mast saluran pernapasan dari mediator, termasuk
juga histamin, prostaglandin, leukotrien sehingga akan dapat terjadi kontraksi otot
polos. Keterbatasan aliran udara yang bereaksi akut ini disebabkan oleh saluran
pernapasan pada pasien asma sangat hiper responsif terhadap beragam jenis
rangsangan. Pada kasus asma akut, yang menyebabkan bronkokonstriksi terdiri dari
kombinasi antara pelepasan saya diator sel inflamasi dan rangsangan yang dapat
mengubah lokal atau refleks saraf pusat. pembengkakan dinding saluran dengan atau
tanpa kontraksi otot polos
a. Memberikan penyuluhan
b. Menghindari faktor pencetus
c. Pemberian cairan
d. Fisiotherapy
e. Beri O2 bila perlu.
2.5.2.Pengobatan Farmakologik :
1. Bronkodilator : obat yang melebarkan saluran nafas. Terbagi dalam 2 golongan:
a) Simptomatik/ andrenergik (Adrenalin dan efedrin)
Nama obat :
(1) Orsiprenalin (Alupent)
(2) Fenoterol (berotec)
(3 )Terbutalin (bricasma)
Obat-obat golongan simpatomatik tersedia dalam bentuk tablet, sirup,
suntikan dan semprotan. Yang berupa semprotan: MDI (Metered dose inhaler).
Ada juga yang berbentuk bubuk halus yang dihirup (Ventolin Diskhaler dan
Bricasma Turbuhaler) atau cairan broncodilator (Alupent, Berotec, brivasma
5
serts Ventolin) yang oleh alat khusus diubah menjadi aerosol (partikel-partikel
yang sangat halus) untuk selanjutnya dihirup.
b) Santin (teofilin)
Nama obat :
(1) Aminofilin (Amicam supp)
(2) Aminofilin (Euphilin Retard)
(3) Teofilin (Amilex)
Efek dari teofilin sama dengan obat golongan simpatomimetik, tetapi cara
kerjanya berbeda. Sehingga bila kedua obat ini dikombinasikan efeknya saling
memperkuat. Cara pemakaian : Bentuk suntikan teofillin / aminofilin dipakai
pada serangan asma akut, dan disuntikan perlahan-lahan langsung ke pembuluh
darah. Karena sering merangsang lambung bentuk tablet atau sirupnya
sebaiknya diminum sesudah makan. Itulah sebabnya penderita yang
mempunyai sakit lambung sebaiknya berhati-hati bila minum obat ini. Teofilin
ada juga dalam bentuk supositoria yang cara pemakaiannya dimasukkan ke
dalam anus. Supositoria ini digunakan jika penderitakarena sesuatu hal tidak
dapat minum teofilin (misalnya muntah ataulambungnya kering).
c. Kromalin
d. Ketolifen
e. Montelukast
Menurut Eleanor dan David Price tahun 2007, Montelukast adalah Obat yang
menjaga agar peradangan saluran napas tetap terkontol dan mencegah agar
6
saluran napas tidak terus menyempit hingga tahap yang dapat menimbulkan
serangan asma. Obat ini dapat digunakan sebagai obat pengontrol sehingga
penggunaanya dalam jangka waktu yang panjang. Diindikasikan untuk asma dan
rinitis Untuk orang dewasa dan anak-anak> 6 bulan diatur pemakaian sekali
sehari, Efek buruk tidak diamati, Tidak terpengaruh oleh makanan (dengan atau
tanpa makanan), Satu-satunya LTRA yang disetujui FDA di Amerika serikat.
(Seidman et al.2015)
7
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Kasus
Seorang anak laki-laki berusia 11 tahun sedang menderita asma. Selanjutnya terapi diberikan
dengan Tablet kunyah Montelukast dimulai dari empat bulan lalu. Pada saat disekolah, anak laki-
laki tersebut mengalami penurunan kinerja dengan perhatian yang berkurang dan kondisi pasien
yang makin memburuk seperti cemas, gelisah, dan lekas marah. Kemudian ibu pasien melaporkan
ke dokter anak dan penggunaan terapi dengan Montelukast distop sehingga terjadi perbaikan
gejala. Kemudian kejadian (adverse drug reactions) ADR dilaporkan ke Pusat Farmakovigilans
Regional (RPVC) Bern. Setelah Di RPVC, kasus ini dilaporkan secara anonim Pusat
Farmakovigilans Nasional Badan Swiss untuk Produk Terapi Swissmedic (Scholz, 2019).
Yes No N/A
8
6. Apakah ADRs tersebut muncul saat -1 1 0 0
diberikan placebo ?
TOTAL SCORE 3
Keterangan : >9: defnite ADRs; 5-8: probable; 1-4: possible ADRs; 0: doubtfull ADRs
Kejadian ADR terjadi pada seorang anak anak penderita asma yang mendapat
terapi montelukast sejak empat bulan yang lalu. Kejadian ADR ditandai dengan gejala
rasa gugup akut, kegelisahan, dan lekas marah. Dugaan kejadian ADRS tersebut
diprediksi aktualitasnya dengan menggunakan Naranjo scale. Hasil dari perhitungan
Naranjo scale menunjukkan semua ADR yang terjadi memiliki nilai 3 termasuk
dalam kategori possible ADR dengan total nilai dari Naranjo scale point ke 1 dan 2
adalah yes, sedangkan point lainnya tidak dihitung karena data pendukung tidak
memadai.
9
secara tidak proporsional (60%). Pada laporan ADR terkait montelukast, anak-anak
lebih tinggi mengalami neuropsikatrik dibandingkan dengan orang dewasa, dengan
gejala depresi dan psikotik, gangguan tidur, dan bunuh diri menunjukkan peningkatan
kerentanan dibandingkan dengan orang dewasa. Dalam penelitian menyebutkan
bahwa 75% dari anak-anak berusia lebih dari 8 tahun, ADR yang paling sering adalah
lekas marah, agresivitas, dan gangguan tidur. Sedangkan pada balita adalah gangguan
tidur. Sedangkan pada anak-anak yang berusia 2-11 tahun gejala utamanya adalah
kecemasan dan depresi, dan pada remaja gejala utama adalah perilaku bunuh diri,
depresi dan kecemasan. Waktu timbulnya ADR bergantung pada efek neuropsikiatri
spesifik, dengan gangguan tidur, agitasi, gugup, dan psikotik gangguan berkembang
dalam beberapa jam hingga beberapa hari, sedangkan depresi dan perilaku bunuh diri
terjadi dalam beberapa bulan atau tahun perawatan. Namun tidak adanya pengamatan
langsung efek samping oleh seorang profesional kesehatan, untuk membuktikan
toksisitas dan dosis tetap mencegah penilaian variasi potensial dalam keparahan efek
samping dengan perubahan dosis, mengakibatkan hilangnya otomatis tiga dari 12 poin
pada skala Naranjo, membuatnya sulit untuk menyimpulkan "pasti". Komite ajudikasi
menilai sebagian besar ADR sebagai ringan atau sangat ringan; tidak diperlukan
intervensi atau perawatan di rumah sakit. ADR neuropsikiatrik pulih dengan cepat
biasanya dalam 3 hari penghentian (Bernard et al., 2017).
Gambar 3.2
Karakteristik
reaksi obat yang
merugikan dengan montelukast sebagaimana dipastikan oleh komite ajudikasi
(Bernard et al., 2017).
10
Montelukast dapat menyebabkan gejala neuropsikiatri pada anak-anak
dikarenakan montelukast dapat menghambat produksi neurotransmiter seperti
serotonin dan noradrenalin. Montelukast bahkan dapat menyebabkan penghambatan
permeabilitas sawar darah diotak. Pada anak –anak sering mengalami kejadian agitasi
yang lebih tinggi karena anak-anak memiliki lebih banyak energi karena gejala asma
yang ditimbulkan oleh montelukast dan orang tua dapat menafsirkan ini sebagai
perilaku abnormal atau agresi (de Vries dan van Hunsel 2016). Mekanisme efek
samping montelukast terjadi karena efeknya pada jenis cysteinyl leukotriene 1
(CysLT1) reseptor di sistem saraf pusat dengan menjadi sebuah antagonis reseptor
CysLT1. Peran reseptor CysLT1 di sistem saraf pusat terkait dengan perilaku dan efek
montelukast sebagai antagonis reseptor CysLT1 dan efek potensial dari montelukast
mungkin terjadi sebagai akibat dari kegiatan di luar target obat (Harmaan et al., 2017).
Population : 106 partisipan (anak-anak berusia 1-17 tahun yang yang didiagnosis
asma)
11
tinggi dari penghentian obat yang terkait dengan ADR yang dilaporkan orang tua
ketika membandingkan anak-anak di beri perlakuan dengan montelukast sebagai
monoterapi (RR 5.9, 95 CI 1.5–22.5) atau dengan montelukast sebagai monoterapi
atau terapi tambahan untuk ICS atau ICS / LABA (RR 7.1, 95% CI 2.1–23.4)
dibandingkan dengan ICS monoterapi. Pada anak-anak di mana ADR neuropsikiatrik
dipastikan mungkin berhubungan dengan montelukast.
Population : Anak-anak dari umur 5-18 tahun dengan diagnosa asma sejak tahun
2004-2015 di China, Ontario, Canada yang di resepkan terapi rutin asma.
Intervension :
Kasusnya adalah anak-anak dengan kunjungan rawat inap atau gawat darurat dengan
kejadian neuropsikiatri. Kasus dicocokkan dengan 4 kontrol berdasarkan pada tahun
kelahiran, tahun diagnosis asma, dan jenis kelamin. Pasien yang diberikan resep untuk
montelukast (ya / tidak) dan jumlah resep montelukast yang dibagikan sebelum
tanggal indeks. Regresi logistik kondisional digunakan untuk mengukur unadjusted
OR dan AOR dan 95% CI untuk resep montelukast dengan kejadian neuropsikiatri.
Comparison : -
Outcomes :
Secara total, 898 kasus dengan peristiwa neuropsikiatrik dan 3497 kontrol yang
sesuai. Anak-anak yang pernah mengalami onset baru kejadian neuropsikiatrik
memiliki hampir 2 kali kemungkinan di resepkan terapi montelukast, dibandingkan
dengan kontrol (OR 1,91, 95% CI 1,15-3,18; P = 0,01). Sebagian besar kasus
mengalami kecemasan (48,6%) dan / atau gangguan tidur (26,1%). Kesimpulan Anak-
anak dengan asma yang mengalami peristiwa neuropsikiatrik dengan onset baru
hampir dua kali lipat memiliki kemungkinan telah diresepkan montelukast di tahun
sebelum kejadian terjadi. Dokter harus menyadari hubunga antara montelukast dan
kejadian neuropsikiatri pada anak dengan asma, untuk menginformasikan peresepan
dan tindak lanjut secara klinis.
12
BAB IV
PENUTUP
13
4.1 Kesimpulan
Asma adalah penyakit kronis variabel dari sistem pernapasan yang ditandai
oleh penyempitan saluran pernapasan kecil dan bronkiolus, ssma ditandai dengan
serangan sesak dada, batuk dan mengi akibat obstruksi jalan napas. Pada Kasus
Seorang anak laki-laki berusia 11 tahun sedang menderita asma. Kemudian berobat ke dokter
anak dengan kondisi rasa gugup akut, kegelisahan, dan lekas marah Pasien telah diberikan
dengan Tablet kunyah Montelukast dimulai dari empat bulan lalu. Kemudian kejadian
(Adverse Drug Reactions) Penggunaan terapi dengan Montelukast distop sehingga terjadi
perbaikan gejala. Berdasarkan hasil perhitungan menggunakan Naranjo Scale termasuk dalam
kategori possible ADR dengan total nilai dari Naranjo scale point ke 1 dan 2 adalah yes,
sedangkan point lainnya tidak dihitung karena data pendukung tidak memadai.
DAFTAR PUSTAKA
Astuti P. 2014. Prevalensi dan Gejala Klinis Obstruktive Sleep Apnea (OSA) pada Pasien
Asma. J Indon Med. 61(7).
14
Benard, Bastien, Benjamin et al. 2017. Neuropsychiatric Adverse Drug Reactions in
Children Initiated on Montelukast in Real-life Practice. Canada: Universitas
Montreal.
De Vries TW and van Hunsel F. 2016. Adverse drug reactions of systemic antihistamines
in children in the Netherlands. Arch Dis Child 101: 968–970.
Masbimoro Waliyy E., 2019. Hubungan antara Tingkat Pengetahuan Umum Asma
dengan Tingkat Kontrol Asma di Poliklinik Asma Rumah Sakit Persahabatan
Jakarta. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Fitriani F., Yunus F., Rasmin M., 2015. Prevalence of Asthma In a Group of 13-14 Years
Old Students Using The ISAAC Written Questionnaire and Bronchial Provocation
Test in South Jakarta. Jurnal Respirologi Indonesia. 31:2.
Gibson, John. 2014. Fisiologi & Anatomi Modern untuk Perawat. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Glocker-Lauf et al.,2019. Montelukast and Neuropsychiatric Events in Children with
Asthma : A Nested Case-Control Study. The Journal of Pediatrics
Haarman, Hunsel, danVries. 2017. Adverse Drug Reactions Of Montelukast In Children And
Adults. Journal Pharmacol Res Perspect. Vol. 5.
LAMPIRAN
15
16
17