Undang Undang Kesehatan Anggota Kelompok Dua IGN B Darma Suwitra (161200048) I GST Ayu Arya Puspaningsih (161200049) I Kadek Adijayana Putra (161200050) I Kadek Angga Mardana (161200051) I Kadek Ryan Farmawangsa C (161200052) I Kadek Udayana Dwi Permana (161200053) BAGIAN III Pasal 36 ayat (1) dan ayat (2) Undang-undang Republik Indonesia No 36 Thn 2009 Tentang Kesehatan menyatakan bahwa “Pemerintah menjamin ketersediaan, pemerataan, dan keterjangkauan perbekalan kesehatan, terutama obat esensial dengan cara pengadaan dan pemanfaatan obat dan bahan obat yang berkhasiat obat sehingga menjamin tersedianya obat pada saat keadaan darurat.”
Menurut PP no 51 Tentang Pekerjaan Kefarmasian pasal 6 terkait dengan
Pasal 36 ayat (1) dan ayat (2) Undang-undang Republik Indonesia No 36 Thn 2009 Tentang Kesehatan, “maka farmasis harus melakukan pengadaan obat yang dilakukan pada fasilitas produksi, fasilitas distribusi atau penyaluran dan fasilitas pelayanan sediaan farmasi. Sehingga menjamin keamanan, mutu, manfaat dan khasiat Sediaan Farmasi.” Pasal 37 ayat (1) dan ayat (2) Undang-undang Republik Indonesia No 36 Thn 2009 Tentang Kesehatan menyatakan bahwa “Pengelolaan perbekalan kesehatan dilakukan agar kebutuhan dasar masyarakat akan perbekalan kesehatan terpenuhi dengan memperhatikan kemanfaatan, harga, dan faktor yang berkaitan dengan pemerataan.”
Menurut PP no 51 Tentang Pekerjaan Kefarmasian pasal 31 terkait dengan
Pasal 37 ayat (1) dan ayat (2) Undang-undang Republik Indonesia No 36 Thn 2009 Tentang Kesehatan, “Setiap Tenaga Kefarmasian dalam melaksanakan Pekerjaan Kefarmasian wajib menyelenggarakan program kendali mutu dan kendali biaya yang dilakukan melalui audit kefarmasian.” Pasal 38 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) Undang-undang Republik Indonesia No 36 Thn 2009 Tentang Kesehatan menyatakan bahwa “Pemerintah mendorong dan mengarahkan pengembangan perbekalan kesehatan dengan memanfaatkan potensi nasional yang tersedia terutama untuk obat dan vaksin baru serta bahan alam yang berkhasiat obat dengan memperhatikan kelestarian lingkungan hidup, termasuk sumber daya alam dan sosial budaya.”
Menurut PerMenKes RI no 1799/MENKES/PER/XII/2010 tentang Industri
Farmasi pasal 3 terkait dengan Pasal 38 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) Undang-undang Republik Indonesia No 36 Thn 2009 Tentang Kesehatan, “industri farmasi yang melakukan kegiatan proses pembuatan obat dan/atau bahan obat harus berdasarkan penelitian dan pengembangan yang menyakut produk hasil kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi” Pasal 39 Undang-undang Republik Indonesia No 36 Thn 2009 Tentang Kesehatan menyatakan bahwa “Ketentuan mengenai perbekalan kesehatan ditetapkan dengan Peraturan Menteri.”
Diatur dalam PerMenKes RI no 1191/MENKES/PER/VIII/2010 Tentang
Penyaluran Alat Kesehatan Pasal 40 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) Undang-undang Republik Indonesia No 36 Thn 2009 Tentang Kesehatan menyatakan bahwa “Pemerintah menyusun daftar dan jenis obat yang secara esensial harus tersedia bagi kepentingan masyarakat. ditinjau dan disempurnakan paling lama setiap 2 (dua) tahun sesuai dengan perkembangan kebutuhan dan teknologi sehingga tersedia secara merata dan terjangkau oleh masyarakat.”
Menurut PerMenKes RI no 72 tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian Di Rumah Sakit BAB III terkait dengan Pasal 40 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) Undang-undang Republik Indonesia No 36 Thn 2009 Tentang Kesehatan, “rumah sakit akan menyusun formularium rumah sakit yang akan digunakan sebagai pedoman untuk penulisan resep, pemberian obat, dan penyedia obat. Serta dilakukan evaluasi dan revisi secara rutin sesuai kebijakan dan kebutuhabn rumah sakit”
Menurut KepMenKes no 347/MENKES/SK/VII/1990 Tentang Obat Wajib
Apotek “untuk menjamin pemerataan ketersediaan obat dan alat kesehatan apotek wajib memiliki daftar obat wajib apotek” Pasal 40 ayat (4), ayat (5),ayat (6), dan ayat (7) Undang-undang Republik O Indonesia B J E K T I F No 36 Thn 2009 Tentang Kesehatan menyatakan bahwa “Dalam keadaan darurat, Pemerintah dapat melakukan kebijakan khusus untuk pengadaan dan pemanfaatan perbekalan kesehatan kecualian untuk obat paten. Perbekalan kesehatan berupa obat generik yang termasuk dalam daftar obat esensial nasional harus dijamin ketersediaan dan keterjangkauannya, sehingga penetapan harganya dikendalikan oleh Pemerintah.”
Menurut KepMenKes RI No 312/MENKES/SK/IX/2013 Tentang Daftar
Obat Esensial Nasional 2013 terkait Pasal 40 ayat (4), ayat (5),ayat (6), dan ayat (7) Undang-undang Republik Indonesia No 36 Thn 2009 Tentang Kesehatan, “DOEN diupayakan tersedia diunit pelayanan kesehatan sesuai dengan fungsi dan tingkatnya. Penerapan doen dimaksudkan untuk meningkatkan ketepatan,keamanan,kerasionalan penggunaan, dan pengelolaan obat yang sekaligus meningkatkan daya guna dan hasil guna biaya yang tersedia untuk pemerataan pelayanan kesehatan” Pasal 41 ayat (1) dan ayat (2) Undang-undang Republik Indonesia No 36 Thn 2009 Tentang Kesehatan menyatakan bahwa “Pemerintah daerah berwenang merencanakan kebutuhan perbekalan kesehatan sesuai dengan kebutuhan daerahnya, namun tetap memperhatikan pengaturan dan pembinaan standar pelayanan yang berlaku secara nasional.”
Menurut PerMenKes RI No 72 tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian Di Rumah Sakit pada BAB II terkait Pasal 41 ayat (1) dan ayat (2) Undang-undang Republik Indonesia No 36 Thn 2009 Tentang Kesehatan “perencanaan dilakukan untuk menghindari kekosongan obat dengan menggunakan metode yang dapat dipertanggungjawabkan dan dasar- dasar perencanaan yang telah ditentukan antara lain konsumsi, epidemiologi, kombinasi. Metode konsumsi dan epidemiologi diadakan sesuai dengan anggaran yang tersedia” BAGIAN IV Pasal 42 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) Undang-undang Republik Indonesia No 36 Thn 2009 Tentang Kesehatan menyatakan bahwa “Teknologi dan produk teknologi kesehatan diadakan, diteliti, diedarkan, dikembangkan, dan dimanfaatkan bagi kesehatan masyarakat mencakup segala metode dan alat yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit, mendeteksi adanya penyakit, meringankan penderitaan akibat penyakit, menyembuhkan, memperkecil komplikasi, dan memulihkan kesehatan setelah sakit harus memenuhi standar yang ditetapkan dalam peraturan perundang- undangan.” Menurut PP No 51 Tentang Pekerjaan Kefarmasian pasal 59 terkait Pasal 42 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) Undang-undang Republik Indonesia No 36 Thn 2009 Tentang Kesehatan, “melindungi pasien dan masyarakat dalam hal pelaksaan pekerjaan kefarmasian serta mempertahankan dan meningkatkan mutu sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi” • Pasal 43 ayat (1) dan ayat (2) Undang-undang Republik Indonesia No 36 Thn 2009 Tentang Kesehatan menyatakan bahwa “Pemerintah membentuk lembaga yang bertugas dan berwenang melakukan penapisan, pengaturan, pemanfaatan, serta pengawasan terhadap penggunaan teknologi dan produk teknologi.”
• Menurut PP no 51 Tentang Pekerjaan Kefarmasian pasal 34 terkait Pasal 43
ayat (1) dan ayat (2) Undang-undang Republik Indonesia No 36 Thn 2009 Tentang Kesehatan, “fasilitas produksi sediaan farmasi berupa industri farmasi obat, industri bahan baku obat, industry obat tradisional, pabrik kosmetik dan pabrik lain yang memerlukan tenaga kefarmasian untuk menjalankan tugas dan fungsi produksi dan pengawasan mutu.” Pasal 44 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4) dan ayat (5) menyatakan bahwa “Dalam mengembangkan teknologi dapat dilakukan uji coba teknologi atau produk teknologi terhadap manusia atau hewan, dilakukan dengan jaminan tidak merugikan manusia yang dijadikan uji coba. dilakukan oleh orang yang berwenang dan dengan persetujuan orang yang dijadikan uji coba. Penelitian terhadap hewan harus dijamin untuk melindungi kelestarian hewan tersebut serta mencegah dampak buruk yang tidak langsung bagi kesehatan manusia.”
Menurut Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik
Indonesia No HK.00.05.41.1384 Tentang Kriteria Dan Tatalaksana Pendaftaran Obat Tradisional, Obat Herbal, Terstandar Dan Fitofarmaka terkait Pasal 44 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4) dan ayat (5) Undang- undang Republik Indonesia No 36 Thn 2009 Tentang Kesehatan, “obat bahan alam harus dilakukan uji preklinik dan uji klinik untuk menjamin keamanan dan mutunya.” Pasal 45 ayat (1) dan ayat (2) Undang-undang Republik Indonesia No 36 Thn 2009 Tentang Kesehatan menyatakan bahwa “Setiap orang dilarang mengembangkan teknologi dan/atau produk teknologi yang dapat berpengaruh dan membawa risiko buruk terhadap kesehatan masyarakat.”
Menurut PerMenKes RI no 1799/MENKES/PER/XII/2010 Tentang Industri
Farmasi pasal 8 terkait Pasal 45 ayat (1) dan ayat (2) Undang-undang Republik Indonesia No 36 Thn 2009 Tentang Kesehatan “setiap industry farmasi harus memiliki sertifikat CPOB untuk memproduksi obat.” SUMBER Anonim.1990.Keputusan Menteri Kesehatan No 347/MENKES/SK/VII/1990 Tentang Obat Wajib Apotek. Jakarta:Departemen Kesehatan Republik Indonesia Anonim.2005.Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia No HK.00.05.41.1384 Tentang Kriteria Dan Tatalaksana Pendaftaran Obat Tradisional, Obat Herbal, Terstandar Dan Fitofarmaka. Jakarta:Departemen Kesehatan Republik Indonesia Anonim.2009. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian. Jakarta:Departemen Kesehatan Republik Indonesia Anonim.2009. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.Jakarta:Departemen Kesehatan Republik Indonesia Anonim.2010.Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 1191/MENKES/PER/VIII/2010 Tentang Penyaluran Alat Kesehatan. Jakarta:Departemen Kesehatan Republik Indonesia Anonim.2010.Peraturan Menteri Kesesehatan Republik Indonesia No 1799/MENKES/PER/XII/2010 tentang Industri Farmasi. Jakarta:Departemen Kesehatan Republik Indonesia Anonim.2013.Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 312/MENKES/SK/IX/2013 Tentang Daftar Obat Esensial Nasional 2013. Jakarta:Departemen Kesehatan Republik Indonesia Anonim.2016.Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 72 tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian Di Rumah Sakit. Jakarta:Departemen Kesehatan Republik Indonesia Thank You