Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Anemia adalah kondisi terjadinya penurunan jumlah dan ukuran sel darah merah

atau konsentrasi hemoglobin dibawah nilai normal, dan akibat yang ditimbulkan

adalah terjadinya gangguan kapasitas darah dalam mengangkut oksigen keseluruh

tubuh. Anemia yang terjadi pada ibu yang sedang hamil sangat terkait dengan

mortalitas dan morbiditas ibu dan bayi, termasuk resiko keguguran, kematian saat

lahir, dan berat bayi lahir rendah (BBLR) (WHO, 2014).

Kejadian anemia terjadi diseluruh dunia, terutama di Negara berkembang dan

pada kelompok sosial ekonomi rendah. Pada kelompok dewasa, anemia terjadi pada

usia reproduksi, terutama wanita hamil dan wanita menyusui, karena banyak

mengalami defisiensi zat besi (Fe). Di Negara berkembang kejadian anemia pada

wanita sebesar 45 %, di Negara maju sebesar 13 %. Di Amerika angka kejadian

anemia pada wanita usia subur (15-49 tahun) sebesar 12 %, dan wanita hamil yang

mengalami anemia sebesar 11 %. Prosentase wanita hamil dari keluarga miskin terus

meningkat seiring bertambahnya usia kehamilan, kejadian anemia di trimester I 8 %,

trimester II 12 %, dan trimester III 29 %. (Fatmah dalam Departemen Gizi dan

Kesmas, 2012)

Data dari WHO menunjukkan, pada tahun 2013 sekitar 800 perempuan di dunia

meninggal diakibatkan karena adanya komplikasi dalam kehamilan dan kelahiran

anak, terjadinya perdarahan pada saat proses kelahiran dan akhirnya menyebabkan

1
anemia. Hampir semua kematian terjadi karena rendahnya pengaturan sumber daya,

dan seharusnya dapat dicegah. Beberapa penyebab utama kematian ibu hamil adalah

perdarahan, hipertensi, infeksi, dan penyebab tidak langsung. Di Negara berkembang

resiko seorang wanita meninggal akibat penyakit tersebut 23 kali lebih tinggi

dibandingkan dengan wanita di Negara maju (WHO, 2104).

Kejadian kematian wanita karena komplikasi selama kehamilan mengalami

penurunan sekitar 45 %, perkiraan pada tahun 1990 sebesar 523.000 dan pada tahun

2013 turun menjadi 289.000. Setiap tahun tingkat penurunan nya masih kurang dari

target yang diinginkan untuk mencapai tujuan pembangunan Millenium Development

Goal’s (MDG’s). Target penurunan angka kematian ibu antara tahun 1990-2015

adalah sebesar 75 % (WHO, 2014).

Prevalensi anemia secara global mengalami penurunan sebesar 12 %, pada tahun

1991 sebesar 33 % dan pada tahun 2011 menjadi 29 % pada wanita yang tidak hamil,

dan pada wanita hamil 43 % menjadi 38 %. Meskipun ada kemajuan yang cukup

besar, namun belum sesuai dengan tujuan yang diharapkan. WHO telah menerbitkan

pedoman kebijakan yang telah direvisi untuk memberikan dukungan untuk

pencegahan dan pengendalian anemia (WHO, 2012).

Strategi yang dilakukan dalam upaya menekan angka kematian ibu (AKI) sejak

tahun 1990 adalah dengan pendekatan safe motherhood, yaitu dengan menganggap

bahwa setiap kehamilan mengandung resiko, meskipun kondisi kesehatan ibu

sebelum dan selama kehamilan dalam keadaan baik. Pada tahun 2012 kementerian

kesehatan meluncurkan program Expanding Maternal and Neonatal Survival

(EMAS) dalam rangka menurunkan angka kematian ibu dan neonatal sebesar 25 %.

2
Program tersebut dilaksanakan di Provinsi dan Kabupaten dengan jumlah kematian

ibu dan neonatal yang besar diantaranya di daerah Sumatra Utara, Banten, Jawa

Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan. Dasar pemilihan provinsi-

provinsi tersebut adalah karena 52,6 % jumlah total kematian ibu di Indonesia

berasal dari enam provinsi tersebut. Sehingga dengan menurunnya angka kematian

ibu di enam provinsi tersebut, pemerintah berharap akan terjadi penurunan angka

kematian ibu di Indonesia secara signifikan (Kemenkes RI, 2014).

Di Asia Tenggara, dikarenakan tingginya kejadian α dan β Talasemia atau

hemoglobinopati E, rujukan yang menggunakan morfologi (mikrositik) dan MCV

(Mean Corpuscular Volume) tidak dapat digunakan. Data nasional anemia defisiensi

besi di Indonesia berkisar antara 25 - 30 % populasi (± 50 – 70 juta jiwa), dimana

berdasarkan data 1995 diketahui berturut-turut prevalensi pada perempuan hamil,

BALITA, dan pekerja perempuan adalah: 50,9 %, 40,5 %, dan 30 %.

Dampak anemia pada ibu hamil dan hasil akhir kehamilannya pada dasarnya

dapat diakibatkan secara langsung karena rendahnya Hb dan secara tidak langsung

akibat kekurangan Trace Element yang saling mempengaruhi misalnya, aktifitas

enzimatik yang terkait, sintesis DNA, organogenesis dan kerusakan saraf. Anemia

Defisiensi Besi memberikan dampak besar pada produktifitas, kinerja kejiwaan,

rendahnya Hb neonates pasca partus, pertumbuhan anak, imunitas dan berat badan

bayi lahir. Kajian yang melibatkan 19.925 perempuan dengan antenatal care selama

tahun 1994-2000 di Toulouse Perancis, memperlihatkan anemia pada ibu hamil

merupakan factor resiko bebas terjadinya kelahiran premature, kelahiran dengan

3
section secaria, perdarahan dan kejadian infeksi pada bayi di seminggu pertama

kehidupan.

Penyebab anemia pada ibu hamil dapat bersifat multifactorial, dari yang murni

defisiensi besi, folat dan B12, sampai karena malaria / hemolitik atau penyakit sickle

cell. Derajat kematian maternal rata-rata karena anemia (oleh berbagai penyebab) di

Afrika, Asia dan Amerika Latin berturut-turut adalah 6,37 %, 7,26 % dan 3,0 %,

sedangkan WHO melaporkan di dunia pada tahun 1995 anemia menyumbang 20 %

dari 515.000 kematian maternal diseluruh dunia.

Anemia pada kehamilan sangat erat kaitannya dengan mortalitas dan morbiditas

pada ibu dan bayi,termasuk risiko keguguran, terjadinya kematian saat lahir,kelahiran

premature dan berat bayi lahir rendah (WHO, 2014).

Masa kehamilan merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan janin menuju

masa kelahiran, sehingga gangguan gizi yang terjadi pada masa kehamilan akan

berdampak besar bagi kesehatan ibu maupun janin. Salah satu masalaha gizi yang

banyak terjadi pada ibu hamil adalah anemia, yang merupakan maslaah gizi mikro

terbesar dan tersulit diatasi diseluruh dunia (Lynch, 2011).

Anemia dalam kehamilan yang paling sering dijumpai adalah anemia karena

kekurangan zat besi, hal ini disebabkan kurangnya asupan zat besi dalam makanan

yang disebabkan karena adanya gangguan absorbsi, gangguan pencernaan atau

perdarahan. Frekwensi anemia dalam kehamilan di dunia cukup tinggi yaitu berkisar

antara 10 % sampai 20 % (Prawirohardjo, 2009).

4
Risiko kematian ibu karena anemia yang disebabkan perdarahan masih cukup

tinggi,diperkirakan pada tahun 2003 – 2010 mencapai angka 40 %. Anemia dalam

kehamilan patut diwaspadai,karena manjadi penyebab terjadinya morbiditas dan

mortalitas ibu dan anak (Pandi, 2004).

Kondisi janin dalam kandungan sangat dipengaruhi keadaan gizi ibu sebelum dan

selama mengandung. Wanita hamil berisiko mengalami kekurangan energi kronik

yang berisiko melahirkan bayi berat lahir rendah (BBLR). BBLR akan membawa

risiko kematian, gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak. KEK juga bisa

menjadi penyebab tidak langsung kematian ibu, karena KEK pada wanita hamil bisa

menjadi salah satu penyebab terjadinya anemia dalam kehamilan. Anemia dalam

kehamilan bisa menyebabkan perdarahan yang nantinya bisa mengakibatkan

kematian baik pada ibu maupun pada janin / bayi yang dilahirkan (Kemenkes RI,

2015).

Pengaruh suplemen besi pada ibu hamil tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan

ibu, tetapi juga dapat membantu memaksimalkan pertumbuhan otak dan berat badan

bayi. Pertambahan berat badan janin menunjukkan hasil yang lebih rendah pada

kelompok ibu hamil. Suplemen zat besi pada ibu hamil dapat menurunkan sebesar

73% insiden anemia pada kehamilan aterm dan 67% insiden anemia defisiensi pada

kehamilan aterm. Hal ini bisa dijelaskan bahwa dengan suplemen zat besi dapat

meningkatkan antara lain retikulosit, seldarah merah, dan hemoglobin (Farid

husin.,2014).

Menurut WHO (2008), secara global prevalensi anemia pada ibu hamil diseluruh

dunia adalah sebesar 41,8 %. Prevalensi anemia pada ibu hamil di Asia diperkirakan

5
sebesar 48,2 %, Afrika 57,1 %, Amerika 24,1 %, dan Eropa 25,1 %. (Salmariantity,

2012)

Berdasarkan data Riskesdas 2018 yang dirilis di Jakarta, Jumat (2/11/2018),

persentase ibu hamil yang mengalami anemia tersebut meningkat dibandingkan hasil

Riskesdas tahun 2013 yaitu sebesar 37,1 persen. Dari data tahun 2018, jumlah ibu

hamil yang mengalami anemia paling banyak pada usia 15-24 tahun sebesar 84,6

persen, usia 25-34 tahun sebesar 33,7 persen, usia 35-44 tahun sebesar 33,6 persen,

dan usia 45-54 tahun sebesar 24 persen.

Sementara data perempuan usia subur yang mengalami kekurangan energi kronis

justru menunjukkan tren positif dibanding tahun-tahun sebelumnya. Proporsi risiko

kurang energi kronis pada perempuan usia subur menurun dibanding tahun 2013.

Yaitu dari 24,2 persen pada perempuan usia subur yang hamil di 2013 menjadi 17,3

persen di 2018. Selain itu untuk perempuan usia subur tidak hamil 20,8 persen di

2013 menurun jadi 14,5 persen pada 2018. Prevalensi anemia dan resiko kurang

energy kronik pada perempuan usia subur tersebut sangat mempengaruhi kondisi

kesehatan anak pada saat dilahirkan. Kedua hal tersebut termasuk beberapa hal yang

berpotensi membuat terjadinya kekerdilan pada anak dilihat dari berat dan tinggi

badan saat lahir (Riskesdas, 2018).

Cakupan pemberian TTD pada ibu hamil di Indonesia tahun 2017 adalah 80,81%.

Angka ini belum mencapai target Renstra tahun 2017 yaitu 90%. Provinsi dengan

cakupan tertinggi pemberianTTD pada ibu hamil adalah DKI Jakarta (96,38%),

sedangkan provinsi dengan cakupan terendah adalah Kalimantan Timur (27,91%).

Ada tujuh provinsi yang sudah melampaui target Renstra tahun 2017.

6
Berdasarkan survey pendahuluan yang dilakukan peneliti di RSIA Kemang

Medical Care Jakarta, pada tahun 2018 ada sekitar 168 ibu hamil yang mengalami

anemia datang ke IGD untuk mendapatkan terapi serum iron injeksi, dengan usia

kehamilan trimester III sebanyak 152 orang (90,5 %), trimester II sebanyak 13 orang

(7,7 %) dan trimester I sebanyak 3 orang (1,8 %), dengan nilai Hemoglobin antara 7

gr/dl - 9 gr/dl. Jumlah paling banyak ibu hamil yang mengalami anemia dan

mendapatkan terapi serum iron injeksi adalah ibu hamil dengan umur kehamilan

trimester III (umur kehamilan 28 – 38 minggu). Karena diharapkan setelah dilakukan

pemberian terapi serum iron, nilai hemoglobin pada ibu hamil tersebut mengalami

kenaikan pada nilai normal, sehingga pada saat proses persalinan tidak terjadi

komplikasi akibat dari nilai hemogolin yang rendah (anemia).

Untuk menghindari terjadinya komplikasi pada saat proses persalinan pada ibu

hamil yang mengalami anemia dengan nilai Hb yang rendah pada trimester III, maka

dilakukan pemberian terapi serum iron injeksi yang fungsinya untuk menaikkan nilai

Hb sampai batas normal,sehingga komplikasi pada saat persalinan tidak terjadi.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis mengambil rumusan masalah

tentang “Bagaimana Pengaruh Pemberian Terapi Serum Iron Injeksi Terhadap Nilai

Hemoglobin Pada Ibu Hamil Trimester III dengan Anemia Defisiensi Besi ?” di RSIA

Kemang Medical Jakarta tahun 2018.

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

7
Mengetahui pengaruh pemberian terapi serum iron injeksi terhadap kenaikan nilai

Hemoglobin pada ibu hamil trimester III dengan anemia defisiensi besi di RSIA

Kemang Medical Care tahun 2018.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui berapa banyak ibu hamil trimester III yang mengalami anemia

dan perlu tindakan pemberian terapi serum iron injeksi di RSIA Kemang

Medical Care.

b. Mengetahui seberapa efektif terapi serum iron injeksi menaikkan kadar

hemoglobin pada ibu hamil trimeseter III dengan anemia.

c. Mengantisipasi terjadiya komplikasi proses persalinan yang disebabkan

karena nilai hemoglobin yang turun.

d. Membuktikan bahwa terapi serum iron injeksi efektif untuk menaikkan nilai

hemoglobin pada ibu hamil menjelang proses persalinan.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Aplikatif

8
Penelitian ini dapat memberikan informasi pada ibu hamil trimester III dengan

anemia tentang bagaimana dampak yang ditimbulkan pada saat proses

persalinan,sehingga harus dilakukan pemberian terapi untuk menaikkan nilai Hb.

2. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan menjadi dasar untuk pelaksanaan tindakan

pemberian terapi iron injeksi untuk ibu hamil trimester III yang mengalami

anemia, sehingga pada saat proses persalinan diharapkan nilai Hemoglobin

mengalami kenaikan pada batas normal.

3. Manfaat metodologis

Dapat memberikan informasi tentang efektifitas terapi serum iron injeksi

untuk menaikkan nilai hemoglobin pada ibu hamil trimester III yang mengalami

anemia.

Anda mungkin juga menyukai