Anda di halaman 1dari 25

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirot Allah SWT, atas limpahan rahamat, qudrat dan
iradatnya yang di berikan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah ini,
tak pula shalawat serta salam kita haturkan pada baginda kita sang pemberi syafa’at
kelak di hari kiamat tidak lagi dan tidak bukan Nabi Muhammad SAW.

Penulis menyadari dengan bantuan rahmat Allah dan tidak lepas dari bantuan
dari berbagai pihak yang telah merelakan waktu dan pikirnya dalam pembuatan
makalah ini sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Oleh karena itu
Penulis menghaturkan rasa hormat dan terima kasih yang terhingga kepada pihak
yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan. Namun demikian Penulis telah berupaya dengan segenap dan
kemampuan untuk membuat makalah ini dengan sebaik-baiknya, Oleh karenanya
dengan rendah hati dan tangan terbuka Penulis menerima kritik dan saran guna
dalam penyempurnaan makalah ini.

Akhirnya Penulis semoga makalah ini dapat bermanfaat dan menambah


pengetahuan kita semua guna mengetahui tentang larangan-larangan dalam
bermuamaah.
Malang, 12 September 2019

1
Daftar Isi
Kata pengantar............................................................................................... 1
Pengertian
1. Riba .................................................................................................... 3
2. Gharar ................................................................................................ 4
3. Maisyr ................................................................................................ 4
4. Dzulm ................................................................................................ 5
5. Risywah ............................................................................................. 5
6. Haram ................................................................................................ 6
7. Maksiat .............................................................................................. 6
Dalil pelarangan
1. Riba ................................................................................................... 7
2. Gharar ................................................................................................ 8
3. Maisyr ................................................................................................ 8
4. Dzulm ................................................................................................ 9
5. Risywah ............................................................................................ 10
6. Maksiat ............................................................................................. 11
Bunga Bank dan Riba serta Proses Pelarangan Riba .......................... 11
Status Hukum Bunga Bank dikaitkan dengan Riba .............................. 13
Proses pelarangan riba dalam Al-Qur’an ................................................ 14
Larangan riba dalam hadis Nabi .............................................................. 17
Implikasi riba dalam hubungan bersama ................................................ 18
Praktek riba ............................................................................................... 19
Praktek gharar ........................................................................................... 20
Kesimpulan ................................................................................................. 22
Daftar pustaka ............................................................................................ 23

2
PENGERTIAN
Riba
Menurut etimologi (bahasa), berasal dari kata bahasa Arab yaitu riba berarti ‫زيادة‬
(tambahan),1 seperti arti kata riba pada ayat :

.....ْ‫ر َبت‬
َ ‫َو‬ ْ‫فَْإِذَا أَنزَ لنَا َعلَي َها ال َما َْء اهت َ َّزت‬
Artinya :“Kemudian apabila kami turunkan air di atasnya, hiduplah bumi itu dan
suburlah” (Q.S. Al-Hajj : 5).
Sedangkan menurut terminologi (istilah) para fuqaha mendefinisikan riba ialah
”Tambahan secara khusus pada harta pengganti dalam pertukaran harta dengan
harta”
Pengertian Riba dalam kamus adalah kelebihan atau peningkatan atau surplus. Akan
tetapi dalam ilmu ekonomi riba merujuk pada kelebihan pendapatan yang diterima
oleh si pemberi pinjaman dari si peminjam, kelebihan dari jumlah uang pokok yang
dipinjam dari si peminjam, sebagai upah atas dicairkannya sebagian harta dalam
waktu yang ditentukan. 2
Definisi Riba menurut pendapat ulama :
Menurut Ibnu Khazaral Askalani mengakatakan esensi riba ialah kelebihan baik
berupa uang ataupun barang.
Menurut pendapat Allama Mahmud al Hasan, riba berarti kelebihan atau kenaikan
dan jika dalam suatu perjanjian barter (pertukaran barang dengan barang), meminta
adanya kelebihan satu benda untuk benda yang sama.
Pada dasarnya riba adalah sejumlah uang yang dituntut atau uang pokok yang
dipinjamkan. Uang tersebut sebagai perhitungan waktu selama uang tersebut
dipergunakan. Yang mana perhitungan tersebut terdiri dari 3 unsur, yaitu tambahan
atas uang poko, tarif tambahan yang sesuai dengan waktu,dan pembayaran sejumlah
uang yang menjadi syarat dalam tawar menawar. Seluruh transaksi yang
mengandung 3 unsur ini termasuk dalam kategori riba.

1
Rachmat Syafi’i, Fiqih Muamalah, Pustaka Setia, Bandung, 2007, hlm 259.
2
Muhammad Nafik, Benarkah Bunga Haram/? “perbandingan sistem bunga dengan bagi hasil &
dampaknya pada perekonomian”, Amanah Pustaka, Surabaya, 2009, hlm 94.

3
Gharar
Menurut etimologi (bahasa) gharar berasal dari kata ‫( المختارة‬pertaruhan) dan ‫جهل‬
(ketidaktahuan). Sedangkan menurut terminologi (istilah) gharar ialah suatu proses
jual beli barang yang tidak pasti, sehingga tidak nyata bentuk, wujud, dan hal lain
dari barang yang akan diperjual belikan tersebut, sehingga terdapat ketidakjelasan di
dalamnya.3
Definisi gharar menurut para ulama :
Menurut Ibnu Taimiyah menagatakan bahwa gharar ialah suatu proses jual beli yang
didalamnya terdapat ketidakjelasan dan tidak jelas pula hasilnya (Majhul Al-
Aqibah).
Menurut syeikh as-Sa’di mengatakan bahwa gharar ialah pertaruhan dan ketidak
jelasan, gharar ini memiliki kesamaan dengan judi.4
Dapat disimpulkan bahwa gharar ialah sistem jual beli yang mana tidak ada kejelasan
di dalamnya dalam segi bentuk, wujud dan keadaan suatu barang, sehingga sangatlah
jelas bahwa hukum dari gharar ini ialah haram karena dapat merugikan satu belah
pihak dalam sistem jual beli dan termasuk dalam jual beli yang bathil.
Maisyr.
Maisyr atau yang dikenal dengan perjudian yang artinya bertaruh,baik
dengan uang atau benda, atau dapat juga disebut cara dalam mencari
keuntungan yang besar dengan harapan agar dapat mendapatkannya.
Yaitu dengan menerka dan mensyaratkan pembayaran terlebih dahulu,
jika terkaannya benar maka beruntunglah dia dengan terkaannya, apabila
terkaannya salah maka hilanglah semua uang yang dipertaruhkannya
tersebut. Maisir berasal dari bahasa Arab yang secara harfiah berarti
memperoleh, yaitu memperoleh dengan sesuatu yang mudah tanpa
bekerja keras atau mendapat keuntungan tanpa bekerja. 5
Sedangkan pengertian maisir menurut terminologi istilah ialah suatu
transaksi yang dilakukan oleh dua pihak untuk pemilikan suatu benda

3
Rachmat Syafi’i, Fiqih Muamalah, Pustaka Setia, Bandung, 2007, hlm 275.
4
Muhammad Nafik, Benarkah Bunga Haram/? “perbandingan sistem bunga dengan bagi hasil &
dampaknya pada perekonomian”, Amanah Pustaka, Surabaya, 2009, hlm 110.

5
Muhammad Arifin, riba & tinjauan kritis perbankan syari’ah, Pustaka Darul Ilmi, Bogor, hlm 23.

4
atau jasa yang menguntungkan satu pihak dan merugikan pihak yang
lain.
Pendapat ulama tentang pengertian maisir:
Menurut Zarqa, maisir ialah sesuatu yang terdapat unsuru gharar yang
dapat menimbulkan perjudian, artinya ada satu pihak yang untung dan
satu pihak lagi yang mengalami kerugian.
Husain Hamid mengatakan bahwa mengenai akad judi ialah akad gharar.
Karena masing masing pihak menentukan sejumlah uang pada waktu
akad, tergantung pada peristiwa yang tidak pasti, jika menang maka
akan mendapatkan hasil. 6
Dzulm.
Dzulm ialah berasal dari kata zhalim yang berarti berbuat kejahatan dan
keburukan terhadap orang lain. Dzulm merupakan lawan kata dari al -
adlu yang berarti keadilan, yaitu menempatkan sesuatu tidak pada
tempatnya, memberikan sesuatu yang tidak sesuai dengan ketentuannya,
mengambil sesuatu yang bukan haknya, dan memperlakukan sesuatu
tidak pada posisinya.
Sehingga dzulm dalam pengertian muamalah ialah suatu perbuatan yang
tidak baik dan tidak terpuji yang dilakukan agar untuk dapat
memperoleh sesuatu yang diinginkan oleh salah satu pihak dan
merugikan oleh pihak yang lain.
Risywah.
Risywah secara etimologi berarti “memasang tali, mengambil hati”.
Risywah yang berasal dari bahasa arab ( ‫رشوة‬ ) memiliki arti
“memberikan uang atau sogokan”. 7 Istilah lain yang biasa dikenal di
masyarakat Indonesia Risywah ialah semacam “suap, uang tempel , uang
pelican”.
Sedangkan Risywah menurut terminologi ialah praktik pemberian atau
barang atau iming-iming sesuatu kepada orang lain secara berkelompok
ataupun individu.

6
https://www.kompasiana.com
7
Mahmud Yunus, Kamus Bahasa Arab-Indoesia, Handika Agung, Jakarta, hlm. 142.

5
Pengertian Risywah menurut para ulama ialah:
Menurut Ali bin Muhammad as-Sayyid as-Syarif, Risywah ialah, suatu
pemberian yang diberikan kepada seseorang untuk membatalkan sesuatu
yang haq (benar) atau membenarkan yang batil
Menurut Yusuf al-Qardhawi mengatakan bahwa risywa ialah “uang yang
diberikan kepada penguasa atau pegawai, supaya p enguasa atau pegawai
tersebut menjatuhkan hukuman yang menguntungkannya”. 8
Sedangkan menurut ulama lain risywah ialah, sesuatu pemberian yang
menjadi alat bujukan untuk mencapai tujuan tertentu. 9
Haram.
Haram merupakan asal kata dari bahasa arab yang artinya ialah
larangan, sedangkan menurut istilah haram dapat diartikan sebagai
sebuat status aktivitas atau keadaan suatu benda . ketika suatu aktivitas
dan benda dihukumi haram maka sudah jelas bahwa sesuat u tersebut
dilarang keras untuk dilakukan karena sangat bertentangan dengan
ajaran daan hukum Islam. istilah haram dalam muamalah ialah melarang
aktivitas muamalah yang mengandung unsur kebatulan dan terdapat
syubhat di dalamya, karena di dalam Islam telah diatur tentang jual beli
yang dihalalkan dan yang diharamkan. Muamalah yang diharamkan
dalam hukum Islam yaitu seperti : riba, ghubn (menaikkan harga barang
dengan berlebih), israf ( menjalakan harta secara berlebih, ghasab
(memperjual belikan barang buka n kepemilikan kita).
Maksiat.
Secara bahasa maksiat berarti pelanggaran. Yaitu suatu perbuatan yang
tidak mngikuti petunjuk dan melanggar perintah Allah SWT. maksiat
menurut Ibnu Taimiyah ialah suatu perbuatan yang menyelisihi dan
menentang perintah Allah dan rasul-Nya. Dan barang siapa yang
melakukan perbuatan maksiat dalam segala bentuk apapun jenisnya
maka ia dianggap telah berdosa.

8
Yusuf al-Qardhawi, al-Halal wal Haram fi al-Islam, al-Maktabah al-Islamiyah, Beirut, 1980, hlm. 320
9
Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, Intermasa, Jakarta, 1996, hlm. 1506.

6
DALIL PELARANGAN
Riba
Telah banyak diketahui bahwa riba adalah salah satu hal yang diharamkan dalam
syari’at Islam. Sangat banyak dalil-dalil yang menunjukkan keharaman dari Riba dan
berbagai sarana pemicu terjadinya riba. Dalil yang menunjukkan keharaman dan
ketidakbolehan melakukan riba dan keharaman praktek riba tertuang dalam firman
Allah SWT dalam Qur’an :

ْ‫ْالربَاْ ِإن ْ ُكنتُم ْ ُمؤ ِمنِينَ ْفَإِن ْلَم‬


ِ َ‫ْمن‬ َ ‫ْوذَ ُرواْ َماْبَ ِق‬
ِ ‫ي‬ َّ
َ َ‫واَّْللا‬ُ‫اْأ َيُّ َهاْالَّذِينَ ْآ َ َمنُواْاتَّق‬
ْ َ‫ي‬
َ ‫وس ْأَم َوا ِل ُكم‬
ْ‫َْْْل‬ ُ ‫ْوإِن ْتُبتُم ْفَلَ ُكم‬
ُ ‫ْر ُء‬ َ ‫سو ِل ِه‬
ُ ‫ْو َر‬ َّ َ‫ْمن‬
َ ِ‫َّْللا‬ ٍ ‫تَفعَلُوا ْفَأذَنُوا ْبِ َحر‬
ِ ‫ب‬
َْْ‫ْو ََلْتُظلَ ُمون‬
َ َ‫تَظ ِل ُمون‬
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan
tinggalkanlah sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang beriman. Jika
kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah bahwa Allah dan
Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertobat (dari pengambilan riba),
maka bagimu pokok hartamu, kamu tidak menganiaya dan tidak pula dianiaya” (QS.
Al-Baqarah : 278-279).
Ibnu Katsir ra menafsirkan ayat ini sebagai berikut : “Allah Ta’ala melarang hamba-
hamba-Nya kaum mu’minin dari praktek dan memakan riba yang senantiasa berlipat
ganda. Dahulu orang-orang jahiliyah bila piutang telah jatuh tempo, mereka berkata
kepada yang berhutang, ‘Engkau melunasi hutangmu atau membayar riba.’ Bila ia
tidak melunasinya, maka pemberi hutang pun menundanya dan orang yang berhutang
menambah jumlah pembayarannya. Demikianlah setiap tahun, sehingga bisa saja
piutang yang sedikit menjadi berlipat ganda hingga menjadi besar jumlahnya
beberapa kali lipat.
Dan dalam hadits nabi saw yang menyatakan bahwa riba ialah perbuatan dosa besar.
Seperti hadits yang disampaikan Rasulullah yang artinya “Hendaklah kalian
menghindari tujuh dosa yang dapat menjerumuskan (pelakunya ke dalam neraka) .
dikatakan kepada beliau, “apakah ketujuh dosa besar itu wahai Rasulullah?”, Beliau
bersabda, “mensekutukan Allah, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan Allah

7
kecuali dengan alasan yang dibenarkan, memakan harta anak yatim, memakan riba,
melarikan diri dari medan peperangan, dan menuduh wanita mu’min yang menjaga
(kehormatannya) lagi baik (bahwa ia telah zina)”. (Muttafaqun Alaih).
Gharar.
Dengan adanya unsur ketidakjelasan dan ke bathilan sehingga menyebabkan sitem
jual beli gharar ini sangat dilarang, yang terdapat dalam Firman Allah SWT :

َ ‫اط ِل ْ ِإ ََّل ْأَن ْت َ ُكونَ ْتِ َج‬


ْ‫ارة ً ْ َعن‬ َ ُ‫َياْأَيُّ َهاْالَّذِينَ ْآ َمن‬
ِ ‫واَْل ْتَأ ُكلُواْأَم َوالَ ُكم ْ َبينَ ُكم ْ ِبال َب‬
َ ‫َّْللاَْ َكانَ ْبِ ُكم‬
‫ْر ِحي ًما‬ َ ُ‫ْۚو ََلْتَقتُلُواْأَنف‬
َّ ‫س ُكمْْۚ ِإ َّن‬ َ ْ‫ْمن ُكم‬ ٍ ‫ت َ َر‬
ِ ‫اض‬
Artinya : “hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling
memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan
perniagaan yang berlaku suka sama suka diantara kamu. Dan janganlah
kamu membunu dirimu sesungguhnya Allah Maha Penyayang kepadamu”
(QS. An-Nisa’ : 29)
Maisyr
Dalam hal ini dapat kita ketahui bah wa maisir sangat merugikan satu
pihak dalam setiap transaksinya, sehingga hukum dari maisir ialah
haram. Seperti yang telah dilarang oleh Allah dalam Firman -Nya :

ْ‫ْمنْ َع َم ِل‬
ِ ‫س‬ ِ ‫ابْ َواْلَز ََل ُم‬
ٌ ‫ْرج‬ ُ ‫ص‬َ ‫ْواْلَن‬ َ ‫يَاْأَيُّ َهاْالَّذِينَ ْآ َمنُواْإِنَّ َماْالخَم ُر‬
َ ‫ْوال َميس ُِر‬
َْ‫انْفَاجت َ ِنبُوهُْلَ َعلَّ ُكمْتُف ِل ُحون‬
ِ ‫ط‬َ ‫شي‬
َّ ‫ال‬

Artinya : “wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar,


berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan anak panah, adalah
termasuk dari perbuatan syaitan, maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu jika kamu
mengetahui”. (QS. Al-Maidah-90)

8
Dzulm
Dalam sistem jual beli (muamalah) keadilan harus ditegakkan dan harus
diterapkan dalam setiap pelaksanaannya, karena dalam sistem muamalah
tidak boleh ada pihak yang dirugikan. Seperti yang tertuang dalam
firman Allah SWT :

ْ‫اس‬ َ ُ‫ْوال ِميزَ انَ ْ ِل َيق‬


ُ َّ‫وم ْالن‬ َ َ ‫ْوأَنزَ لنَا ْ َم َع ُه ُم ْال ِكت‬
َ ‫اب‬ َ ‫ت‬ ِ ‫سلَنَا ْ ِبال َب ِينَا‬
ُ ‫ْر‬
ُ ‫سلنَا‬َ ‫لَقَد ْأَر‬
ُْ‫ص ُره‬ َّ ‫ْو ِليَعلَ َم‬
ُ ‫َّْللاُ ْ َمن ْيَن‬ ِ َّ‫شدِيد ٌْ َو َمنَافِ ُع ْ ِللن‬
َ ‫اس‬ ٌ ‫ْۖوأَنزَ لنَاْال َحدِيدَ ْفِي ِه ْبَأ‬
َ ْ‫س‬ َ ْ‫ِبال ِقس ِط‬
ٌ ‫يْ َع ِز‬
ْ‫يز‬ ٌّ ‫َّْللاَْقَ ِو‬ ِ ‫سلَهُْبِالغَي‬
َّ ‫بْْۚ ِإ َّن‬ ُ ‫َو ُر‬
Artinya :”Sesungguhnya kami telah mengutus rasul -rasul kami dengan
membawa bukti yang nyata, serta telah kami turunkan bersama mereka
al-Kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan
keadilan (QS. Al-Hadid : 25).
Untuk menegaskan perintah untuk berbuat adil dan mengharamkan atas
diri-Nya, kemudian Allah menjadukannya cinta terlarang di antara
kalian, maka jangan lah saling mendzolimi, sebagaimana yang tertuang
dalam hadist qudsi yang Artinya : “Sungguh Allah Tabara k wa Ta’ala,
telah berfirmsn,’wahai hamba-Ku, sungguh aku telah mengharamkan
kezaliman atas diri-Ku dan menjadikannya terlarang diantara kalian,
maka janganlah saling menzalimi.
Keharaman ini dikarenakan kezaliman ialah sumber kerusakan,
sedangkan keadilan adalh sumber kesuksesan yang menjadi tombak
keselamtan bangi manusia di dunia ini, oleh sebab itu manusia sangat
mebutuhkan keadilan dalam segala komdisi . ketika perniagaan dan
muamalahadalah pintu besar bagi kedzaliman memakan harta orang lain
dengan bathil, maka larangan dzalim dan penharamannya termasuk
maqashid syari’ah terpenting dalam muamalah. Kewajiban berbuat adil
dan keharaman berbuat dzalim menjadi kaidah terpenting dalam
muamalah

9
Risywah
Begitupun dalam muamalah risywah sanagt dilarang dikar enakan ini
dapat merugikan orang lain dan menguntungkan yang lainnya dan
risywah dalam berbagai macam bentuknya dihukumi haram dikarenakan
risywah ialah sesuatu yang bathil yang akan merugikan satu pihak.
Seperti yang tertuang dalam firman Allah SWT sebaga i berikut :

ْ‫ْو ت ُد ل ُواْ ب ِ َه اْ إ ِ ل َ ىْال ُح كَّ ا ِم ْ لِ ت َأ كُ ل ُ وا‬ ِ ‫َو ََل ْ ت َأ كُ ل ُ واْأ َم َو ا ل َ كُ م ْ ب َ ي ن َ كُ م ْ ب ِ ال ب َ ا‬


َ ‫ط ِل‬
َْ‫ْو أ َن ت ُم ْ ت َع ل َ ُم و ن‬
َ ‫اْل ث ِم‬ ِ َّ ‫ف َ ِر ي ق ً اْ ِم ن ْأ َم َو ا ِل ْال ن‬
ِ ِ ‫اس ْ ب‬

Artinya : “Dan janganlah kamu makan harta diantara kamu dengan jalan
yang bathil, dan janganlah kamu menyuap dengan harta itu kepada para
hakim, dengan maksud tujuan dapat memakan sebagian harta orang lain
itu dengan jalan dosa, padahal kamu mengetahui” (QS. Al -Baqarah 188)
Ayat ini menjelaskan tentang Allah melarang agar tid ak menggunakan
dan memakan harta yang bathil, dan yang dimaksud bathil disini ialah
dengan cara yang tidak menurut hukum yang telah ditentukan oleh Allah
SWT. Para ahli tafsir mengatakan banyak hal -hal yang dilarang dalam
kata besar risywah ini, yaitu sepe rti memakan riba, menerima zakat bagi
orang yang tidak berhak menerimanya, dan amkelar -makelar yang
melaksanakan penipuan terhadap pembeli dan penjual. 10

larangan melakukan perbuatan yang diharamkan

ْ‫ْواْلَغ ََل َل‬


َ ‫ض ُعْ َعن ُهمْإِص َر ُهم‬
َ َ‫ْوي‬
َ ‫ث‬َ ِ‫ِْويُ َح ِر ُمْ َعلَي ِه ُمْال َخبَائ‬ َّ ‫ويُ ِح ُّلْلَ ُه ُم‬...
َ ‫ْالطيِبَات‬ َ
...‫الَّ ِتيْ َكانَتْ َعلَي ِهم‬
Artinya : “…dan (Nabi Muhammad saw) telah menghalalkan bagi
mereka yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang
buruk…..” (QS. Al -A’raf : 157)

10
Badan Wakaf Universitas Islam Indonesia, al-Qur’an dan Tafsirnya, PT. Dana Bakti Wakaf,
Yogyakarta,, 1991, jilid 1, hlm. 317.

10
Ayat tersebut menyebutkan bahwa segala sesuatu yang telah diharamkan
oleh Agama yang telah dibawa oleh Rasul tidak boleh dilakukan karena
hal tersebut akan menjerumuskan para pelaku yang melakukannya,
sehingga dapat terjerumus dalam langkah setan. Begitupun dalam
praktek jual beli maupun barang yang diperjual belikan, keduanya harus
mengandung unsur halal yang telah diajarkan oleh al -Qur’an as-Sunnah.
Dalil larangan berbuat maksiat
Sudah jelas bahwa maksiat ialah sesuatu yang dosa karena menyalahi
perintah Allah SWT dan rasul -Nya. Begitupun dalam akad jual beli,
bahwa segala jual beli (muamalah) yang mengandung unsur kebathilan
maka ia telah melakukan perbuatan maksiat yang dilaang oleh Allah
SWT.
Dalil larangan berbuat maksiat tertuang dalam firman Allah SWT yang
berbunyi :

َ ‫سولَهُ ْفَإ ِ َّن ْلَهُ ْن‬


ْ‫َار ْ َج َهنَّ َم‬ ُ ‫ْو َر‬ َّ ‫ص‬
َ َ‫َّْللا‬ َ ْۚ‫س َاَلتِ ِه‬
ِ ‫ْو َمن ْيَع‬ َ ‫ْو ِر‬ َّ َ‫ْمن‬
َ ِ‫َّْللا‬ ً ‫ِْإ ََّل ْبَ ََل‬
ِ ‫غا‬
‫خَا ِلدِينَ ْفِي َهاْأَبَدًا‬
Artinya : “akan tetapi aku hanya menyampaikan peringatan dari Allah
dan risalah-Nya, barangsiapa yang mendurhakai Allah da n Rasul-Nya,
maka baginyalah neraka Jahannam, mereka kekal di dalmnya selama -
lamanya”. (QS. Al-Jin : 23)

BUNGA BANK DAN RIBA

A. Bunga Bank dan Riba serta Proses Pelarangan Riba


Bunga adalah sejumlah tanggungan berupa pinjaman uang yang biasanya
dinyatakan dalam persentase dari uang yang dipinjamkan yang berkaitan
dengan suku bunga.11. Secara sederhana bunga disebut sebagai balas jasa atas
pemakaian dana dalam perbankan . Dalam rangka balas jasa kepada
penyimpan (penabung), maka bank akan meminjamkan dana dalam bentuk

11
Anita Rahmawaty, Riba dan Bunga dalam Hukum Kontrak Syariah (Jurnal Dosen STAIN Kudus),
hal.4.

11
kredit kepada masyarakat yang membutuhkan tambahan modal usaha (bukan
modal awal) untuk Investasi, Modal Kerja, maupun Perdagangan. Atas
keuntungan usaha yang diperoleh debitur dengan memakai/ mempergunakan
kredit dari bank.
Riba secara bahasa bermakna tumbuh dan membesar, bertambah banyak.
Sedangkan secara istilah berarti pengambilan tambahan dari harta pokok atau
modal secara batil. Dalam bahasa Inggris riba disebut usury, yang intinya
adalah pengambilan bunga atas pinjaman uang dengan berlebihan, sehingga
cenderung mengarah kepada eksploitasi atau pemerasan. Lebih lanjut riba
dalam Al-Quran diartikan sebagai setiap penambahan yang diambil tanpa
adanya satu transaksi pengganti atau penyeimbang yang dibenarkan oleh
syariah.12
Mengenai bunga bank dan riba terdapat dua pandangan mengenai hal
itu yaitu pandangan yang mempersamakan bunga bank dan riba dan
pandangan yang membedakan bunga bank dengan riba yang kemudian hal
tersebut berimplikasi pada pembolehan bunga bank dalam transaksi
perbankan. melalui fatwa yang dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia,
termasuk dalam kelompok yang mempersamakan bunga bank dengan riba.
Solusi konkrit atas larangan terhadap bunga bank yaitu dengan penerapan
prinsip syariah perbankan yang telah digariskan melalui fatwa DSN-MUI.
Implementasi prinsip syariah dalam produk perbankan dapat disesuaikan
dengan kebutuhan riil nasabah. Namun demikian dalam praktik, entitas
perbankan syariah memiliki preferensi terhadap penggunaan akad jual beli
(murabahah), dibanding akad lainnya.
Selain itu terkait hukum bunga bank berbagai pendapat ulama dan
cendikiawan berbeda seperti yang disimpulkan oleh prof. Drs. Masjfuk Zuhdi
sebagai berikut :
a. Bunga bank termasuk riba nasi’ah yang dilarang oleh islam. Oleh karena
itu umat islam tidak boleh bermuamalah dengan bank yang memaksa
system bunga, kecuali dalam keadaan terpaksa atau darurat.

12
Abdul Ghofur Anshori, Perbankan Syariah di Indonesia, Jogjakarta: Gadjah Mada University Press
2009, hlm. 12.

12
b. Bunga bank yang ada dinegara ini bukanlah riba yang diharamkan karena
tidak bersifat ganda sebagaimana dinyatakan dalam Qur’an surah Ali
Imran ayat 130.
c. Bunga bank yang diberikan oleh bank Negara kepada para nasabahnya ,
termasuk sebaliknya termasuk subhat. Dan kita harus menghindari yang
namanya subhat. Kita diperbolehkan melakukannya kecuali hanaya
dalam keadaan darurat saja.

B. Status Hukum Bunga Bank dikaitkan dengan Riba


Mengenai kedudukan bunga bank , apakah termasuk riba atau tidak. Hal
ini sebagai akibat perbedaan ulama tentang riba setelah mereka menyepakati
bahwa riba itu haram.
Pendapat ulama tentang riba secara garis besar terdiri atas dua golongan yaitu :
a) Pendapat yang menegaskan bahwa riba itu haram dalam segala bentuknya.
Pendapat ini dikemukakan oleh DR. Muhammad Darraz, seorang ahli
hukum dari Saudi Arabia, yang mengatakan bahwa ,baik secara moral
maupun sosiologis , riba itu sangat merusak.
b) Pendapat kedua, menjelaskan bahwa keharaman riba seperti yang dijelaskan
dalam al-quran dan hadis , berkaitan dengan kondisi ekonomi ( kondisi
sosial). Oleh karena itu , hukum riba sudah jauh berubah karena kondisi
sekarang jauh berbeda dengan kondisi masa lalu.
1. Kedudukan bunga bank
Berkaitan dengan bunga bank, ditemukan Sebab atau illat diharamkannya
bunga bank, meliputi :
a) Adanya kedzaliman , yaitu adanya keuntungan yang tidak sebanding.
Karena mengandung unsur kedzaliman.
b) Adanya eksploitasi dalam kebutuhan pokok atau adanya gharar,
ketidakpastian, dan spekulasi yang tinggi, oleh karena itu, bunga tidak
diharamkan selama tidak mengandung kedua unsur diatas.
2. Hukum Bunga Bank

13
Praktik pembungaan uang saat ini telah memenuhi kriteria riba yang
terjadi pada zaman Rasulullah SAW, yakni riba nasi’ah. Dengan demikian,
praktik pembungaan uang termasuk salah satu bentuk riba, dan riba haram
hukumnya. Praktik pembungaan tersebut hukumnya adalah haram, baik
dilakukan oleh Bank, Asuransi, Pasar Modal, Pegadaian, Koperasi, dan
Lembaga Keuangan lainnya maupun dilakukan oleh individu. Untuk itu riba
sangat dilarang dan haram hukumnya.
Tujuan (maqasid) larangan riba, antara lain : Pertama, uang tidak
boleh menjadi komoditas yang diperjual-belikan sehingga uang tidak
melahirkan uang, tetapi uang sesuai fungsinya menjadi alat tukar dalam
sirkulasi barang dan jasa; Kedua, karena dalam riba qardh, al-ghunmu
(untung) muncul tanpa adanya al-ghurmu (risiko), hasil usaha (alkharraj)
muncul tanpa adanya biaya (dhaman). Al-ghunmu dan al-kharraj muncul
hanya dengan berjalannya waktu; Ketiga, riba jahiliyah dilarang karena
terjadi pelanggaran kaidah ‘kullu qardhin jarra manfa’atan fahua riba’ (setiap
pinjaman yang memberikan manfaat - kepada kreditor - adalah riba);
Keempat, mencegah para rentenir berbuat zalim kepada penerima pinjaman
karena praktik riba berarti pemberi pinjaman mengeksploitasi penerima
pinjaman dengan meminta bunga atas pinjaman yang diberikan.13

C. PROSES PELARANGAN RIBA DALAM AL QUR’AN


Pelarangan riba dalam al-Qur’an dapat dikelompokkan menjadi empat
tahap yang masingmasing didasarkan pada ketentuan ayat Al-Quran. Keempat
tahap pelarangan riba tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Tahap pertama, menolak anggapan bahwa pinjaman riba yang pada
zahirnya seolah-olah menolong mereka yang memerlukan sebagai
perbuatan yang mendekati atau taqarrub kepada Allah.

13
Adiwarman A. Karim dan Oni Sahroni, Riba, Gharar dan Kaidah-Kaidah Ekonomi Syariah: Analisis
Fikih & Ekonomi, Jakarta: Raja Grafindo Persada 2005, hlm. 13.

14
ْٓ‫ْۖو َما‬ ۟ ُ‫اسْفَ ََلْ َيرب‬
َّ َ‫واْ ِعند‬
َ ِْ‫ْٱَّلل‬ ِ َّ‫اْل َيربُ َو ۟اْ ِف ٓىْأَم َٰ َو ِلْٱلن‬
ِ ً‫نْرب‬
ِ ‫مْم‬ ِ ُ ‫َو َمآْ َءاتَيت‬
ٓ
٣٩.ْ َ‫ْٱَّللِْفَأ ُ ۟و َٰلَئِ َكْ ُه ُمْٱل ُمض ِعفُون‬
َّ َ‫ْوجه‬َ َ‫مْمنْزَ َك َٰوةٍْت ُ ِريدُون‬
ِ ُ ‫َءاتَيت‬
“Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah
pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan
apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk
mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-
orang yang melipat gandakan (pahalanya).”.(Q.S. 30 Ar-Ruum: 39)
2. Tahap Kedua, riba digambarkan sebagai sesuatu yang buruk. Allah
mengancam akan memberi balasan yang keras kepada orang Yahudi yang
memakan riba.

ْ‫سبِي ِل‬
َ ْ‫عن‬
َ ْ‫ص ِد ِهم‬ َ ‫طيِ َٰبَتٍْأ ُ ِحلَّتْلَ ُهم‬
َ ‫ْو ِب‬ ۟ ‫ْمنَ ْٱلَّذِينَ ْهَاد‬
َ ْ‫ُواْ َح َّرمنَاْ َعلَي ِهم‬ ُ ‫ف ِب‬
ِ ‫ظل ٍم‬
١٦٠.ْ‫يرا‬ ً ِ‫ٱَّللِْ َكث‬
َّ
َْْ‫ْۚوأَعتَدنَاْ ِلل َٰ َك ِف ِرين‬ ۟ ‫ْوقَدْنُ ُه‬
ِ َّ‫واْ َعنه َُْوأَك ِل ِهمْأَم َٰ َو َلْٱلن‬
َ ْ‫اسْ ِبٱل َٰ َب ِط ِل‬ َ ‫ْٱلر َب َٰو ۟ا‬
ِ ‫َوأَخ ِذ ِه ُم‬
١٦١.ْ‫عذَابًاْأ َ ِلي ًما‬َ ْ‫ِمن ُهم‬
“Maka disebabkan kezaliman orang-orang Yahudi, kami haramkan atas
(memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi
mereka, dan karena mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan
Allah, dan disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya
mereka telah dilarang daripadanya, dan karena mereka memakan harta
benda orang dengan jalan yang batil. Kami telah menyediakan untuk
orang-orang yang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih.”.(Q.S. 4
An-Nisaa’: 160-161)
3. Tahap ketiga, riba diharamkan dengan dikaitkan kepada suatu tambahan
yang berlipat ganda. Para ahli tafsir berpendapat bahwa pengambilan
bunga dengan tingkat yang cukup tinggi merupakan fenomena yang
banyak dipraktikkan pada masa tersebut. Allah berfirman,

15
ْ َ‫ْٱَّللَْلَ َعلَّ ُكمْتُفْ ِل ُحون‬
َّ ‫وا‬ ۟ ُ‫ْۖوٱتَّق‬ َ َٰ ‫ْٱلر َب َٰ ٓو ۟اْأَض َٰ َعفًاْ ُّم‬
َ ًْ‫ض َعفَة‬ ِ ‫وا‬ ۟ ُ‫َٰ َٓيأَيُّ َهاْٱلَّذِينَ ْ َءا َمن‬
۟ ُ‫وا ََْلْتَأ ُكل‬
١٣٠.
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan
berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu
mendapat keberuntungan.”.(Q.S. 3 Ali ‘Imraan: 130)
Ayat ini diturunkan pada tahun ke-3 Hijriyah. Secara umum, ayat ini
harus dipahami bahwa kriteria berlipat ganda bukanlah merupakan syarat
dari terjadinya riba (jikalau bunga berlipat ganda disebut riba, tetapi
jikalau kecil bukan riba), tetapi ini merupakan sifat umum dari praktik
pembungaan uang pada saat itu. Demikian juga ayat ini harus dipahami
secara komprehensif dengan ayat 278-279 surah Al-Baqarah yang turun
pada tahun ke-9 Hijriyah.

4. Tahap keempat, Allah dengan jelas dan tegas mengharamkan apa pun jenis
tambahan yang diambil dari pinjaman. Ini adalah ayat terakhir yang
menyangkut riba.

٢٧٨.ْ َ‫ْٱلر َب َٰ ٓو ۟اْ ِإنْ ُكنتُمْ ُّمؤْ ِمنِين‬


ِ َ‫ْمن‬ ِ ‫ى‬ ْ۟ ‫ْوذَ ُر‬ َّ ‫وا‬ ۟ ُ‫َٰ َٓيأَيُّ َهاْٱلَّذِينَ ْ َءا َمن‬
۟ ُ‫واْٱتَّق‬
َ ‫واْ َماْ َب ِق‬ َ َ‫ْٱَّلل‬
ْ‫وس‬
ُ ‫ْر ُء‬ ُ ‫ْۖو ِإنْتُبتُمْفَلَ ُكم‬ َ ْ‫سو ِلِۦه‬ُ ‫ْو َر‬ َّ َ‫ْمن‬
َ ِ‫ْٱَّلل‬ ِ ‫ب‬ٍ ‫واْ ِب َحر‬ ۟ ُ‫واْفَأذَن‬
۟ ُ‫فَإِنْلَّمْتَف َعل‬

َ َ‫أَم َٰ َو ِل ُكم ََْلْتَظ ِل ُمون‬


٢٧٩.ْ َ‫ْو ََلْتُظلَ ُمون‬
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan
sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman.
Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka
ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu
bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu
tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.”. (QS. Al-baqarah : 278-
279).14
Berdasarkan ayat yang turun pada Tahap keempat tersebut, bermakna
bahwa Al-Qur’an mulai menerangan hukum dan balasan bagi pelaku riba,
14
M. Syafii Antonio, 2001, Bank Syariah (Islamic Banking): Dari Teori ke Praktik, Gema Insani dan
Tazkia Cendekia, Jakarta, hlm.48-50.

16
yakni bahwa siapa yang meninggalkan riba dan menjauhinya, maka sesuatu
yang diambilnya sebelum tiba perintah diharamkannya riba-hal itu halal-dan
tidak ada dosa karenanya. Adapun yang tersisa dari riba dan belum diambil
setelah datangnya perintah haramnya riba, maka dia tidak boleh
mengambilnya karena sudah ditetapkan keharaman riba.Dengan demikian
apa saja yang ditambahkan dari utang adalah haram sehingga wajib
ditinggalkan, apabila mengaku sebagai orang yang beriman.15
Adapun makna dari “umumkanlah perang kepada Allah dan Rasul-
Nya” yakni tunggulah siksaan yang pedih. Bahwa orang yang melakukan
riba setelah adanya perintah haramnya riba, maka orang tersebut memerangi
Allah dan Rasul-Nya. Apabila ia berada di bawah kekuasaan seorang
pemimpin, maka pemimpin itu harus menangkapnya dan menjalankan
hukum Allah, sampai jelas taubatnya.

D. Larangan riba dalam hadis nabi Muhammad ‫ﷺ‬.


Ada beberapa hadis yang memuat tentang larangan riba ini, antara lain
adalah:
a) HR. Bukhari no. 2034, Kitab alBuyu ,Diriwayatkan oleh Abdurahman bin
Abu Bakar bahwa ayahnya berkata, Rasulullah SAW melarang penjualan
emas dengan emas dan perak dengan perak kecuali sama beratnya, dan
membolehkan kita menjual emas dengan perak dan begitu juga sebaliknya
sesuai dengan keinginan kita.”.
b) HR. Muslim no. 2995, Kitab alMasaqqah: “Jabir berkata bahwa Rasulullah
saw. Mengutuk orang yang menerima riba, orang yang membayarnya, dan
orang yang mencatatnya, dan dua orang saksinya, kemudian beliau bersabda,
“Mereka itu semuanya sama”.
c) Hadis yang merupakan amanat terakhirnya pada tanggal 9 Dzulhijjah 10 H.
Berupa penekanan Rasulullah SAW terhadap riba, yang artinya: “Ingatlah
bahwa kamu akan menghadap Tuhanmu dan Dia pasti akan menghitung
amalanmu. Allah telah melarang kamu mengambil riba. Oleh karena itu,

15
Syaikh Ahmad Muhammad Al-Hushari, Tafisr Ayat-Ayat Ahkam: Telaah Ayat-ayat Hukum Seputar
Ibadah, Muamalah, Pidana, dan Perdata (Terjemahan), Jakarta: Pustaka Al-Kautsar 2014, hlm. 166.

17
utang akibat riba harus dihapuskan. Modal (uang pokok) kamu adalah hakmu.
Kamu tidak akan menderita ataupun mengalami ketidakadilan.”

E. Implikasi Riba Terhadap Kehidupan Bersama.


Dalam Mausu’ah iqtishadiyah (Ensiklopedi Ekonomi) disebutkan
bahwa riba memainkan peran penting dalam keha ncuran
masyarakat terdahulu, dimana pemberi pinjaman tanpa belas kasih
menyita kebun para penerima pinjaman jika mereka tidak mampu
membayar hutang yang menjadi berliat ganda karena ditambah
dengan bunga. Jika harga kebun belum mencukupi untuk menutupi
hutang yang sudah berlipat gnda itu maka mereka merampas hak
kemerdekaan para peminjam dan menjadikan mereka budak yang
diperjual belikan.
Dari sini dpat diambil kesimpulan jika parapenerima
hutangn tadi sudah tidak punya rumah, lahan bercocok tanam
untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka, maka sangat mungkin
mereka akan menempuh jalan pintas yang tidak terhormat juga
guna memenuhi kebutuhan hidupnya. Maka akhirnya munculah
berbagai tidak kejahatan seperti pencurian, penodongan,
perampokan, dan lainnya. Selai n itu riba juga sangat membuat
ekonomi orang kecil tidak berdaya, karena kekayaan dan
keuangan hanya dikuasai segelintir orang saja. 16
Riba juga memiliki implikasi yang buruk terhadap
kesidupan sosial masyarakat, karena masyarakat yang
bermuamalah menggunakan riba ini tidak akan saling membantu
dan kemudian dapat menumbuhkan rasa kedengkian dalam sosial
masyarakat. Selain itu juga menyeba bkan tersebarnya kejahatan
dan penyakit jiwa. Hal ini disebabkan karena individu masyarakat

16
Ahmad Wardi Muslich, Fiqh Muamalat, Jakarta: AMZAH 2017, hal. 361.

18
yang bermuamalah dengan riba bermuamalah dengan sisitim
menang sendiri dan tidak saling membantu kecuali dengan
imbalan tertentu, sehingga malah kesulitan dan kesem pitan orang
lain menjadi peluang dan kesempatan emas untuk mengembangkan
hartanya dan mengambil manfaat sesuai hitungannya. Tentunya
hal ini dapat menghilangkan dan memutus persaudaraan dan sifat
gotong royong yang malah menimbulkan kebencian dan
permusuhan di dalam kehidupan sosial masyarakat.

Praktek riba dalam bertransaksi


Islam telah memberikan panduan yang jelas pada setiap transaksi. Semua
ketentuan yang ada itu tidak lain bertujuan untuk menghasilkan transaksi yang halal
dan tayyib. Transaksi yang mengandung unsur riba, gharar, perjudian Bay’ma’dum,
melakukan penipuan dalam transaksi, membeli di atas belian orang lain,melakukan
penimbulan (ihtikar), dan lain-lain merupakan hal yang dilarang dalam agama.
Salah satu yang diharamkan Islam dalam bertransaksi adalah praktek riba.
Ayat Al-Qur’an yang didukung hadist Nabi telah jelas mengharamkannya.
Secara singkatnya bahwa hal-hal yang terdapat unsur riba sebagai berikut :
1. Adanya tambahan dari jum;ah pokok suatu pinjaman.
2. Penentuan tambahan itu berkaitan dengan unsur pertimbangan jangka waktu
3. Tawar menawar atau persetujuan terhadap syarat tambahan ditentukan
terlebih dahulu, yaitu ketika pinjaman kontrak dilakukan.

Dalam akad transaksi, riba biasanya mempunyai tiga bentuk yaitu :


1. Bayaran balik yang melebihi jumlah uang pokok (harta asal)
2. Terlebih dahulu ketika kontrak dilakukan
3. Kontrak atas penukarang suatu barang yang tidak diketahui barang tersebut
dengan pastipersamaannya pada timbangan atau takaran yang ditentukan oleh
syara’

19
4. Penangguhan penyerahan suatu barang yang ditukarkan atau yang
diperdagangkan.17

Praktek gharar dalam transaksi jual beli


Unsur jual beli gharar terdapat dalam tiga macam jual beli yang telah dipraktekan
oleh orang-oraang jahiliyah pada zaman dahulu sebelum islam datang. Berikut
contoh-contoh jual beli yang terdapat unsur gharar :
1. Bai al-hashah.
Yaitu suatu transaksi jual beli dimana penjual dan pembeli bersepakat atas
jual beli suatu barang dengan harga yang ditentukan oleh lemparan hashah
(batu kecil) yang dilakukan oleh penjual atau pembeli, yang dijadikan
pedoman atas berlangsung tidaknya jual beli tersebut. Atau dengan cara
meletakkan batu kecil tersebut di atas barang tersebut. Yang mengaharuskan
pembeli untuk membeli barang tersebut.
2. Bai al-mulasmasah
Yaitu dimana penjual dan pembeli melakukan tawar menawar atas suatu
barang, kemudian jika calon pembeli menyentuh barang tersebut (baik
dengan cara sengaja atau pun tidak disengaja). Maka calon pembeli tersebut
harus membeli barang yang disentuhnya, baik sang pemilik barang tersebut
rela atau tidak. Atau ketika seorang penjual berkata “jika ada yang
menyentuh pakaian ini, maka anda harus membelinya dengan harga sekian”.
Sehingga mereka (penjual) menjadikan sentuhan terhadap barang sebagai
alasan untuk berlangsungnya transaksi jual beli.
3. Bai al-munabadzah
Yaitu ketika penjual berkata kepada calon pembeli “jika saya lemparkan
sesuatu kepada anda, maka transaksi jual beli harus terjadi diantara kita”.
Atau ketika saat pihak penjual dan calon pembeli melakukan tawar menawar

17
M. Fajar Hidayanto, “Praktek Riba dan Kesenjangan Sosial” jpperadabanislamdd080062.pdf

20
atas suatu barang kemudian oenjual tiba-tiba melemparkan sesuatu kepada
calon pembeli, maka ia harus membeli barang tersebut. Dan ia tidak
mempunyai pilihan lain selain membeli barang tersebut. Atau dengan
gambaran lain ketika penjual berkata kepada calon pembeli “jika saya
lemparkan barang ini kepada anda, maka itu berarti saya jual barang ini
kepada anda” dengan harga yang ditentukan penjual.
Tiga jual beli tersebut merupakan bagian dari jual beli gharar yang terdapat
pada zaman jahiliyah.18

18
Achmad Hijri Lidnillah, Imron Mawardi, Praktik Gharar Dalam Bisnis, jpmanajemendd151426

21
Kesimpulan
Jual beli adalah saling tukar harta dengan harta lain dengan cara
tertentu. Hukum asal jual beli adalah boleh. Akan tetapi, dapat
berubah menjadi haram apabila terdapat unsur -unsur yang dilarang
oleh islam. Seperti riba(tambahan), gharar, maisyr, dzulm, riswah,
dan haram. Islam adalah agama yang sempurna, beg itupun dalah hal
jual beli(bermuamalah). Islam sangat melarang perbuatan menipu
dan curang. Karena selain mendapat dosa besar,juga dapat
mengecewakan pembeli dan menipu itu dapat merugikan orang
banyak. Memakan harta orang lain dengan cara yang bathil itu
haram. Oleh karena itu, islam menganjurkan untuk selalu jujur
dalam jual-beli (bermuamalah). Allah berfirman dalam Al -Qur’an:

ْ‫يأيهاالذينْأمنواَْلْتأكلواْأموالكمْبينكمْبالبطلْإَل ْأنْتكونْتجارةْعن‬
‫تراضْم نكمْوَلْتقتلواْأنفسكمْإن ْهللاْكانْبكمْرحيما‬

Artinya: “hai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling


memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil (tidak benar),
kecuali dalam perdagangan atas dasar suka sama sukadiantara kamu.
Dan jangan lah kamu membunuh dirimu. Sungguh, Allah Maha
Penyayang kepadamu.” (Q.S. An-Nisa : 29)

22
Daftar Pustaka
Wardi, Muslich Ahmad, Fiqh Muamalat, Jakarta: AMZAH 2017.
Syafi’I, Rahmat, Fiqih Muamalah, Bandung: Pustaka Setia 2007.
Nafik, Muhammad, Benarkah Bunga Haram/? “perbandingan sistem bunga dengan
bagi hasil & dampaknya pada perekonomian”, Surabaya: Amanah Pustaka 2009.
Arifin, Muhammad, riba & tinjauan kritis perbankan syari’ah, Bogor: Pustaka Darul
Ilmi 2015.
Al-Qardhawi, Yusuf, al-Halal wal Haram fi al-Islam, Beirut: al-Maktabah al-
Islamiyah 1980.
Abdul, Aziz Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, Jakarta: Intermasa 1996.
Badan Wakaf Universitas Islam Indonesia, al-Qur’an dan Tafsirnya, PT. Dana Bakti
Wakaf, Yogyakarta 1991.
Ghofur, Anshori Abdul, Perbankan Syariah di Indonesia, Jogjakarta: Gadjah Mada
University Press 2009.
A. Karim, Adiwarman dan Sahroni Oni, Riba, Gharar dan Kaidah-Kaidah Ekonomi
Syariah: Analisis Fikih & Ekonomi, Jakarta: Raja Grafindo Persada 2005.
Antonio, M. Syafii, Bank Syariah (Islamic Banking): Dari Teori ke Praktik, Jakarta:
Gema Insani dan Tazkia Cendekia 2001.
Syaikh Muhammad, Al-Hushari Ahmad, Tafisr Ayat-Ayat Ahkam: Telaah Ayat-ayat
Hukum Seputar Ibadah, Muamalah, Pidana, dan Perdata (Terjemahan), Jakarta:
Pustaka Al-Kautsar 2014.
Arifin bin Badri, Muhammad, Riba dan tinjauan krisis perbankan
syari’ah, Bogor: Pustaka DArul Ilmu 2009.
Syafe’i, Rachmat, FIQIH MUAMALAH, Bandung: Pustaka setia 2009.
Al-Utsaimin, Muhammad Shalih, HALAL HARAM DALAM ISLAM, Jakarta: Pustaka
As-Sunnah 2011.
Nafik Hadi, Ryandono, Muhammad, Benarkah Bunga Haram?, Surabaya: Amanah
Pustaka.
http://e-
resources.perpusnas.go.id:2079/eds/results?vid=0&sid=39bf548e -67d5-
41ea-9b14-90b6718f51f6%40pdc-v-

23
sessmgr02&bquery=Jurnal%2BMuamalat&bdata=JnR5cGU9MCZzZWFy
Y2hNb2RlPUFuZCZzaXRlPWVkcy1saXZ

24
25

Anda mungkin juga menyukai