Anda di halaman 1dari 6

Nama : Akhmad Nurul Anam

NIM : 18210056

KESEMPURNAAN dan KEINDAHAN HUKUM EKONOMI SYARIAH

sebagai DASAR PEREKONOMIAN UMAT

Islam adalah agama yang sempurna lagi indah. Ajarannya bukan hanya
terletak pada aspek ubudiyah saja, tetapi juga menyentuh aspek-aspek lainnya
seperti muamalah. Muamalah atau kegiatan perekonomian dalam arti luas
menyangkut segala hal yang dalam implementasinya membutuhkan interaksi antar
orang dengan orang, masyarakat, atau lembaga. Itulah sebabnya secara keilmuan
dahulu muamalah menyangkut berbagai jenis keilmuan sepanjang memiliki
karakter interaksi, baik perorangan maupun kelompok. Dengan pengertian ini
dahulu, muamalah mencakup masalah-masalah pernikahan, jinayat, dan
perekonomian dan dinamakan al-Fiqh al-akbar. Namun dalam perkembangan
berikutnya al-Fiqh al-akbar tersebut dipecah menjadi berbagai disiplin ilmu
pengetahuan yang spesifik seperti jinayah dalam hukum pidana, serta muamalah
dalam hal perekonomian. Sekalipun begitu kesempurnaan dan keindahan Islam
selalu menjadi tema sentral yang melekat di berbagai disiplin ilmu pengetahuan
tersebut dalam kerangka ilmu-ilmu keislaman. Kesempurnan dan keindahan
ekonomi syariah tercermin dalam ajaran Islam ketika orang akan melakuakan
kegiatan khususnya dalam perekonomian sebagai berikut:

A. Selektif
Islam mengajarkan kepada umatnya agar tidak mengkonsumsi
makanan yang haram. Baik keharamanya karena zatnya seperti babi,
bangkai, dan seterusnya, maupun karena proses mendapatkannya yang
dilarang oleh Islam seperti mencuri, hasil korupsi, menipu, dan lain
sebagainya. Allah SWT. dalam Qur’an Surat al-Nisa’ ayat 29 menyatakan:
ٍ ‫اط ِل اََِّلْٓ اَ ْن تَ ُك ْو َن ِِتَ َارةً َع ْن تَ َر‬
‫اض ِمنْ ُك ْم ۗ َوََل‬ ِ ‫اَيُّها الَّ ِذين اٰمنُوا ََل ََتْ ُكلُْٓوا اَموالَ ُكم ب ي نَ ُكم ِِبلْب‬
َ ْ َْ ْ َ ْ ْ ْ َ َْ َ
‫تَ ْقتُلُْْٓوا اَنْ ُف َس ُك ْم ۗ اِ َّن ٰاّللَ َكا َن بِ ُك ْم َرِحْي ًما‬

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta


sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang
berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu, dan janganlah kamu
membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang
kepadamu.

Yang dimaksudkan dengan makan harta benda secara batil dalam


ayat tersebut adalah menghasilkan harta benda dengan cara yang kontra
yuridis atau bertentangan dengan aturan hukum, baik hukum positif maupun
hukum Islam. Secara umum ulama’ fikih menyatakan keharaman tersebut
tidak memandang sedikit dan banyaknya subtansi barang yang dikonsumsi.
Hanya saja Syekh Bisyr al Mu’tamar dari golongan Mu’tazilah dan
pengikutnya berpendapat bahwa apabila barang yang dikonsumsi itu
keharamannya hanya sedikit (di bawah 200 dirham), maka pelakunya tidak
dianggap fasiq.
B. Wara’ atau Hati-hati dan melakukan sesuatu yang tidak jelas
Sifat wara’ atau kehati-hatian ini bermula dari Sahabat Abi
Tsa’labah al-Khusyaini yang suatu ketika ia bertanya kepada Rasulullah
SAW:

‫ ما سكنت (اراتحت) إليه‬:‫ الرب‬:‫قلت اي رسول هللا أخربين ما حتل يل وحترم علي؟ قال‬

‫ النفس واطمأن (مال) إليه القلب‬، ‫ ما مل تسكن إليه النفس‬:‫ واإلمث‬، ‫ ئن إليه القلبٍ ومل يطم‬، ‫وإن‬

‫افتاك املفتون (املغرورن الكذابون) رواه امحد إبسناد جيد‬.


Begitu juga diriwayatkan dari Hasan bin Ali RA:

‫ حفظت من رسوهلل صلى هللا عليه وسلم دع ما‬:‫عن احلسن بن علي رضي هللا عنهما قال‬

،‫ (رواه الرتمذي والنسائي وابن حبان يف صحيحه‬.‫يريبك (ما تشك فيه) إىل ما َل يريبك‬

‫ حديث حسن صحيح‬:‫) وقال الرتمذي‬

Menjaga sifat wara’ atau kehati-hatian memang bukanlah suatu yang


mudah. Terlebih apabila dikaitkan dengan kegiatan bisnis atau
perekonomian, di mana pelaku usaha sejak awal sudah berencana untuk
mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya. Sering kali hal-hal yang
masih bersifat remang-remang atau tidak jelas halal haramnya terabaikan
begitu saja, baik disengaja ataupun tidak disengaja. Yang penting bagi
mereka adalah mendapakan keuntungan tersebut, toh bagi mereka tidak
melakukan hal-hal yang secara jelas bertentangan dengan norma yang
berlaku, baik norma agama, norma sosial, maupun norma hukum yang
berlaku. Padahal sesungguhnya jelas atau tidak jelasnya sesuatu yang
kurang baik, kurang elok itu artinya tidak baik dan juga tidak elok. Hadirnya
Islam sebagai pedoman hidup umat justru menjadikan umat ini baik bahkan
indah atau elok, hingga menjadi orang yang berakhlaqul karimah. Oleh
karena itu dalam kontek perilaku khususnya di bidang perekonomian,
apabila seseorang dihadapkan kepada sesuatu yang dia sendiri tidak
mengerti atau tidak mengetahui apakah hal tersebut milik (hak) nya atau
bukan, maka di sinilah sifat wara’ atau kehati-hatian harus dikuatkan dan
dipertegas. Yaitu dengan jalan menjahui perbuatan atau hal tersebut,
sekalipun seandainya hal yang dikuasai atau dikonsumsi tersebut hukumnya
tidak haram, karena hal tersebut berada dalam kekuasaannya. Dan perilaku
atau kegiatan usaha seperti ini masuk dalam bab berumalah dengan orang
lain yang padanya terdapat harta syubhat. Berkatalah Imam al-Baghawi:
‫ما َل يعرف له أصل يف حتليل وَل حترمي فالورع ترك ه‬

Sekalipun demikian bukan dalam arti ketika orang akan berbisnis atau
melakukan kegiatan perekonomian, dengan mudah menjastifikasi kalau hal
yang akan dilakukan tersebut dianggapnya tidak apa-apa, karena memang
secara jelas tidak ada tanda-tanda yang mengharamkannya. Akan tepa jalan
yang harus dilalui terlebih dahulu adalah berijtihad atau berfikir semaksimal
mungkin untuk mengetahui masalah kebolehan dan dilarangnya hal yang
dihadapi. Para pakar dalam hal ini berpegang teguh dengan sebuah
ungkapan yang menyatakan:

‫ترك ما َل أبس خمافة على ما به أبس‬

Meninggalkan sesuatu yang tidak apa-apa, karena takut terjadi apa-apa.

PENGEMBANGAN DAN ARGUMENTASI

Berdasarkan pemaparan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa sifat seletif


dan wara’ juga bisa diterapkan tidak hanya oleh orang muslim saja, melainkan dapat
dilakukan oleh semua kalangan dan mencakup semua global. Dimana sifat selektif
ini berlaku umum dan kemungkinan bisa lebih baik jika semua pelaku ekonomi bisa
menerapkan apa yang di bawa oleh islam, mengenai cara-cara mendapatkan
keuntungan yang tidak merugikan pihak lain. Dan juga Hukum Ekonomi Syariah
secara global khususnya di indonesia memiliki peranan sangat besar dalam
perjuangan ekonomi islam, namun Indonesia memiliki kendala pada internal
dimana ideologi perekonomian belum sepenuhnya menjalankan syariat Islam
dikarenakan ideologi Indonesia adalah Pancasila, namun tidak bertentangan dengan
syariat islam itu sendiri. Dalam konsep Islam, keadilan merupakan ciri sistem
ekonomi.

Bahkan, kata iqtisad yang sekarang banyak diterjemahkan menjadi ekonomi


Islam, berasal dari kata qasd yang artinya keseimbangan (equilibrium). Islam
mengatur agar persaingan di pasar dilakukan dengan adil. Setiap bentuk yang dapat
menimbulkan ketidakadilan dilarang. Terlebih lagi selektif dan wara' itu juga bisa
diterapkan untuk masyarakat global. Selektif dan wara' merupakan salah satu wujud
dari hasil penerapan hukum ekonomi syariah yang menggunakan syariat islam.
Meskipun bukan umat islam, tentunya boleh ekonomi syariah berlaku untuk selain
umat islam. Karena dalam islam sendiri dikatakan sebagai agama yang universal
karena pengaturan di dalam Islam tidak hanya terbatas pada waktu tertentu saja
tetapi berlaku sepanjang zaman, di mana saja, dan kapan saja. Artinya, syariat Islam
dapat diterapkan dalam setiap waktu dan tempat sampai akhir zaman. Universalitas
ini tampak jelas terutama di dalam bidang muamalah. Selain itu mempunyai
cakupan luas dan fleksibel dengan tidak membeda-bedakan antara muslim dan non-
muslim.

Terlebih dengan adanya ekonomi syariah mampu membantu dalam


pengentasan kemiskinan, karena prinsip yang dibangun oleh sistem ekonomi
syariah adalah lebih berorientasi bagaimana kesejahteraan ekonomi, dan keadilan
sosial dapat dicapai dan dirasakan secara bersama, bukan pengumpulan harta
sebanyak-banyaknya, dan keuntungan sebesar-besarnya sebagaimana yang dianut
oleh prinsip ekonomi konvensional.

Ekonomi syariah dalam menghadapi masa depan indonesia di era


globalisasi kiranya perlu menyiapkan diri dengan memperhatikan beberapa faktor,
diantaranya adalah penguasaan teknologi; pengembangan ukm berbasis syariah;
dan menjaga keunggulan ekonomi syariah, yaitu sistem ekonomi syariah, dan juga
pelarangan riba. Dimana hukum ekonomi Islam memiliki dua aspek, yaitu aspek
permanen dan aspek perubahan. Aspek permanen bertautan dengan prinsip, yakni
sehimpunan dasar-dasar dan prinsip-prinsip ekonomi yang diajarkan oleh al-Qur’an
dan Sunah untuk diimplementasikan oleh umat Islam dalam setiap ruang dan waktu
terlepas dari tingkat perkembangan perekonomian suatu masyarakat dan bentuk-
bentuk produksi yang dominan pada suatu masa. Sedangkan aspek perubahan
berkaitan dengan tataran aplikatif ekonomi syariah, yakni berupa kebijakan praktis
dan analisis yang diformulasikan oleh para ulama dan pemikir ekonomi syariah
untuk mentransformasikan dasar-dasar dan prinsip-prinsip ekonomi syariah dalam
realitas empirik masyarakat Islam. Model ekonomi Islam dalam pengaplikasian
dasar hukum ekonomi Islam berupa pengembangan institusi/lembaga (perbankan,
gadai, asuransi, dll).
Dan pemikiran instrumen gagasan ekonomi Islam seperti adanya jaminan
sosial, kesehatan dll Adapaun implementasi dasar hukum ekonomi Islam adalah
berupa niat, aturan dan tujuan. Niat ikhlas karena Allah Aturan berupa Undang-
undang dan regulasi lainnya. Dan tujuan salah satunya beribadah kepada-Nya
mendapatkan ridho Allaah. Dan terwujudnya kerahmatan lil alamin yang hanya bisa
diraih ketika seluruh aturan-aturan Islam diterapkan, bukan pengambilan hukum-
hukum Islam sebagian-sebagian. Oleh karena itu, saat ini dibutuhkan orang-orang
yang benar-benar istiqomah dalam memegang ajaran agama Islam.

Dan dalam hal ini ekonomi islam masih terus dalam proses membentuk diri
secara mandiri sebagai disiplin ilmu. Meskipun demikian, ekonomi Islam telah
berhasil melahirkan sistem operasi lembaga ekonomi modern seperti bank dan
asuransi. Dalam praktik, sistem operasional bank dan asuransi Islam dapat bersaing
dengan lembaga yang serupa menurut sistem konvensional. Hal ini dapat dilihat
dari gagasan ekonomi Islam yang dikembangkan saat ini mempunyai dampak
langsung kepada masyarakat, terutama masyarakat muslim sehingga dapat
meningkatkan taraf hidupnya dalam menghilangkan persoalan keterbelakangan
yang terjadi pada masyarakat. Olehkarena itu ekonomi Islam adalah wujud dari
upaya menerjemahkan visi Islam yang rahmatan lil alamiin, kebaikan,
kesejahteraan dan kemakmuran bagi alam semesta, termasuk semua manusia baik
yang islam dan non-muslim. Dalam hal ini manusia menemukan harmoni dalam
kehidupan, kebahagiaan di dunia dan akhirat.

Anda mungkin juga menyukai