Oleh:
1) Pemberi Kerja
1.1 Proyek Bendung Cihara Ambrol, Kontraktor Kurangi Spek
Anton dalam kesaksiannya di Aula Gedung Cakra PN Tipikor Serang, pada Rabu, 28
Agustus 2019 menyatakan Metode dilakukan dengan melihat secara visual, dan
bertanya kepada pihak yang terlibat, setelah itu mengukur mutu beton yang terpasang
maupun yang sudah ambrol.
Anton menegaskan peran konsultan pengawas sangat penting, dia harus setiap
hari ada di lokasi. Dia bertanggung–jawab terhadap owner, maka desain itu yang
menjadi tolak ukurnya.
Dadang Handayani mengatakan bahwa secara administrasi PPK juga lalai, tapi
secara teknis ada tanggung–jawab hirarki. Saksi ahli menyimpulkan kualitas kontruksi
jadi tanggung–jawab kontraktor dan pengawas, karena pengawas mewakili PPK
sebagai owner.
Lebih lanjut Dadang menyinggung ihwal perencanaan yang tidak relevan dan
pokja memilih pemenang lelang yang cacat secara administrasi. Maka pokja juga harus
diminta pertanggung–jawaban. Hulunya ada di pokja, mereka sudah tahu bahwa
penyedia jasa tidak memiliki pengalaman tapi malah dimenangkan, padahal tidak
memenuhi persyaratan administrasi.
Kesaksian ahli ini merupakan sidang lanjutan dalam kasus Bendung Cihara
yang menyeret H. Ade Pasti Kurnia sebagai PPK dari Dinas SDAP Banten, Cepi
Sapriyudin dari PT Aji Tama Mulya dan Konsultan Pengawas Agun Ginanjar dan
Hendi.
1.2 Diduga Terima Suap, Pejabat PUPR Biarkan Kontraktor Tak Penuhi Target
Bantuan Bencana Donggala
Pejabat Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat ( PUPR) Teuku Mochamad Nazar diduga menerima suap 33.000
dollar Amerika Serikat dari PT Tashida Sejahtera Perkasa (TSP). Akibat menerima
suap, Nazar diduga membiarkan PT TSP yang tidak memenuhi target pada pekerjaan
penanganan tanggap darurat sistem penyediaan air minum (SPAM) di Donggala,
Sulawesi Tengah, pada 2018. Proyek itu dilakukan pasca bencana alam di Donggala.
Hal itu dijelaskan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam surat
dakwaan terhadap Nazar yang dibacakan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.
Menurut jaksa, pada 19 Desember 2018, Nazar selaku Kepala Satuan Kerja (Kasatker)
sekaligus pejabat pembuat komitmen (PPK) pada proyek Penanganan Tanggap Darurat
SPAM Sulawesi Tengah, menerima laporan dari Dwi Wardhana bahwa pekerjaan PT
TSP belum selesai. Dwi merupakan staf Satker Tanggap Darurat Permukiman Pusat.
Bahkan, menurut Dwi pengerjaan proyek bisa mundur hingga bulan Januari
2019. Namun, meski mengetahui adanya ketentuan bahwa proyek dibayar seluruhnya
jika sudah selesai, Nazar tetap memerintahkan Dwi untuk memproses pembayaran
seluruhnya kepada PT TSP. Jaksa Arin Karniasari saat membacakan surat dakwaan
berujar bahwa terdakwa beralasan sebentar lagi akan tutup tahun anggaran.
Selanjutnya, Dwi dan Dita Prijanti selaku pejabat penguji Surat Perintah
Membayar (SPM), kemudian pada 20 Desember 2018, melaksanakan perintah Nazar
dengan memproses pembayaran kepada PT TSP. Dwi dan Dita membuat dua SPM,
yaitu SPM 95 persen pembayaran pekerjaan dengan nilai Rp 15,656 miliar dan SPM 5
persen Retensi (jaminan pemeliharaan) dengan nilai Rp 824 juta
Selain agenda terkait dengan RUU SDA, Rapat Paripurna juga membahas tiga
agenda lain, yaitu pengesahan RUU tentang Pekerja Sosial menjadi Undang-Undang;
penyampaian pendapat fraksi terkait usulan Badan Legislatif DPR tentang Perubahan
atas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan; dan persetujuan pertimbangan
kewarganegaraan untuk Otavio Dutra menjadi warga negara Indonesia.
Gejala penundaan RUU SDA sudah tercium sejak di meja absensi. Di muka
pintu ruang Rapat Paripurna, tidak ada draf RUU SDA. Padahal, draf RUU Pekerja
Sosial yang juga masuk agenda pembahasan tingkat kedua, tersedia di meja.
Rapat Paripurna yang digelar pun terbilang sepi dengan kursi kosong
melompong. Berdasarkan perhitungan kepala atau headcount, ada 82 orang anggota
DPR yang menghadiri sidang.
Utut yang menjadi pimpinan sidang mempunyai hitungan lain. Dia mengklaim
bahwa ada 286 dari 560 anggota DPR yang hadir dalam rapat. Klaim itu berasal dari
absensi Sekretariat Jenderal DPR.
Pengaturan ini akan diatur lebih diperinci dalam produk hukum turunan undang-
undang. Fary menjelaskan bahwa pengaturan itu ada di PP (peraturan pemerintah), tapi
pemerintah mau itu dibunyikan saja di dalam undang-undang.
Dia menjamin bahwa pembahasan usulan tersebut tidak akan memakan waktu
lama. Menurut Fary, hanya perlu rapat konsultasi dengan menteri untuk membahas
usulan pengaturan air permukaan dan cekungan air dalam.
Penyusunan RUU SDA memang sudah mendekati garis akhir. Panitia Kerja
RUU SDA telah menyusun rancangan berisi 16 bab dan 79 pasal. Penyusunan dan
pembahasan RUU tersebut sudah berjalan hampir 5 tahun. Undang-Undang tentang
SDA perlu dibuat kembali setelah Mahkamah Konstitusi membatalkan UU No. 7
Tahun 2004 tentang SDA.
Di sisi lain, tidak banyak waktu lagi bagi legislator untuk bersidang mengingat
masa bakti anggota DPR periode 2014—2019 tinggal terisa kurang dari 2 bulan. Maka,
keran regulasi sumber daya air seyogyanya tak boleh lagi pampat.
2) Rekan Kerja
Ia mengatakan, namun hal ini masih bisa diantisipasi karena erosi juga salah
satu penyebabnya adalah aktivitas masyarakat di sekitar yang melakukan penambangan
liar. Hal ini masih bisa ditanggulangi sebab ada CSR yang mengubah mata pencaharian
mereka dari menambang menjadi beternak.
Waduk Saguling punya peran penting sebagai PLTA untuk memenuhi sistem
ketenagalistrikan Jawa-Madura-Bali ketika berada dalam kondisi black out. PLTA
berkapasitas 4 x 175,8 megawatt (MW) tersebut merupakan penyuplai awal ketika
pembangkit utama lainnya dalam keadaan tidak berfungsi. Hendres menambahkan,
bayangkan saja kalau PLTA Saguling ini mengalami masalah. Saat black out, tak ada
daya listrik di Jawa-Bali, dari Suralaya, Cilacap, Saguling masuk Suralaya jaringan 500
Kv itu.
Pengelolaan sumber daya air tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah.
Dibutuhkan kerja sama berbagai pihak untuk meningkatkan pengelolaan sumber daya
tersebut. Kondisi itulah yang melatar belakangi Collaborative Knowledge Network
Indonesia (CKNet-INA) UGM menyelenggarakan workshop bertema "Regional Open
Network Conference on WRIM 2009".
Yang menjadi permasalahan dalam pengelolaan sumber daya air selama ini
adalah lemahnya koordinasi antarsektoral dalam instansi pemerintah. Rachmat
mencontohkan salah satunya adalah Badan Pengendalian Dampak Lingkungan
(Bapedal) yang menangani permasalahan lingkungan terkait dengan surutnya volume
air karena kemarau. Hal tersebut sesungguhnya tidak hanya menjadi tugas Bapedal.
Surutnya volume air juga terkait dengan daerah resapan di hulu yang menjadi
wewenang tugas Dinas Konservasi Hutan.
Terdapat berbagai isu dominan terkait dengan pengelolaan sumber daya air.
Beberapa isu yang menyeruak ialah pengendalian daya rusak air (seperti banjir dan
kekeringan), baik dari segi intensitas maupun besaran, dan kurangnya keterlibatan
masyarakat dalam program pengelolaan air sejak adanya otonomi daerah. Isu pokok
lainnya adalah inkonsistensi dan rendahnya penegakan hukum terhadap para
pelanggarnya. Staf pengajar Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik UGM ini
menambahkan, pemerintah telah membuat undang-undang, tetapi pada praktiknya
setiap terjadi pelanggaran penerapan sanksinya masih sangat lemah.
Dalam pengelolaan sumber daya air, apabila tiap instansi mengacu pada UU
No. 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, seharusnya perencanaan pengelolaan
sumber daya air akan berjalan lancar. Setiap wilayah sungai terdapat pola pengelolaan
sumber daya air dan hal inilah yang dijadikan sebagai payung master plan bagi masing-
masing sektor.
2.3 Program Serasi Diimbau Diubah Jadi Sistem Perbaikan Irigasi Rawa
Nasyit menjelaskan, jika Ditjen PSP masih menggunakan istilah Serasi yang digunakan
saat ini, hal itu akan menimbulkan kontroversi bahwa seakan-akan ada persoalan yang
besar terhadap rawa.
Hal itu ia ungkapkan usai mengikuti pertemuan Tim Kunjungan Kerja Reses Komisi
IV DPR RI ke Kantor Gubernur Sumatera Selatan, yang diwakili Sekretaris Daerah
Provinsi Sumsel dan jajaran instansi terkait lainnya, di Palembang, Sumsel, Senin
(29/7/2019).
Terlebih, sambung Nasyit, perubahan istilah tersebut juga dimaksudkan agar tidak
menyinggung Kementerian lainnya, yaitu Ditjen Sumber Daya Air (SDA) Kementerian
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Republik Indonesia.
“Selaku Anggota Komisi IV DPR RI, saya mendorong Ditjen Prasarana dan Sarana
Pertanian untuk merubah istilah Serasi ini menjadi Sistem Perbaikan Irigasi Rawa.
Sehingga, dari Kementerian PUPR dalam hal ini Ditjen SDA tidak tersinggung. Kalau
SerasiI ini dengan penggunaan kata selamatkan rawa ini, maka seakan-akan ada
persoalan yang begitu besar dengan rawa. Padahal, sebenarnya kan tidak ada,” ujar
Nasyit.
Oleh karena itu, tutur Nasyit, pengaturan irigasi rawa itu sebenarnya itu sudah berjalan
dengan bagus. Hanya, ke depannya Nasyit mendorong Kementan untuk meningkatkan
indeks pertanaman dari 100 menjadi 200 indeks pertanamannya.
"Dengan demikian, diharapkan dengan koordinasi yang baik kedua lembaga bisa
meningkatkan hasil daripada program Serasi ini yang tadinya 100 indeks pertanaman
bisa meningkat menjadi 200 indeks pertanamannya,” pesan legislator Fraksi Partai
Demokrat ini.
Nasyit juga menyoroti bantuan peralatan dalam bentuk eskavator yang dikucurkan oleh
Kementan kepada Kelompok Tani. Nasyit mengingatkan, perlu kehati-hatian dalam
melakukan penggalian di saluran irigasi dengan menggunakan eskavator karena bentuk
daripada jaringan irigasi itu tidak berubah dari yang sudah ada saat sekarang ini.
Dia menjelaskan, jika dipaksakan melakukan penggalian melebihi desain yang sudah
ada, hal itu akan berpengaruh terhadap dasar saluran dan penampang saluran yang ada.
"Jikalau dilakukan penggalian melebihi desain yang ada maka hal itu akan berpengaruh
terhadap dasar saluran dan penampang saluran yang ada saat itu,” pungkas legislator
dapil Sulawesi Selatan II itu.
3) Masyarakat
Sungai Lemon mengalir ke arah barat dan bermuara di bawah Sungai Brantas
yang berarus deras. Di sungai inilah lokasi konservasi ikan tawes dan jenis ikan sungai
lainnya. Lokasinya sekitar 3 km dari pabrik gula dan masuk Desa Tawangrejo.
Konservasi Baderbang ini dikelola Ketua Pokmaswas Fajar Bengawan, Moh
Sonhadi. Dia menyatakan area konservasi yang berjarak 3 km tidak terdampak. Namun
pihaknya menyayangkan jika upaya penyadaran lingkungan yang selama lima tahun
dilakukan gagal total karena limpasan limbah pabrik.
Sonhaji mengatakan bahwa mereka sudah tebar jutaan bibit ikan bantuan
Pemprov di Sungai Lemon. Tapi semua mati akibat terkontaminasi limbah. Dia
berharap, pabrik gula segera membenahi proses pengolahan limbahnya, karena tidak
mudah menyadarkan warga sekitar akan pentingnya menjaga ekosistem alam.
Betapa mahal biaya pengambil alihan tambang Freeport oleh pemerintah yang
dibungkus dengan nasionalisme semu. Lewat perusahaan negara, pemerintah mesti
mengeluarkan duit senilai Rp 55,8 triliun untuk menguasai 51,23 persen saham PT
Freeport Indonesia. Kini, kita pun harus menanggung kerusakan lingkungan akibat
limbah tambang alias tailing yang tidak dikelola dengan baik.
Gambar. Sungai Ajkwa dialiri pasir sia tambang (tailing) PT Freeport di Timika
Sesuai dengan temuan Badan Pemeriksa Keuangan yang dirilis pada 2017, nilai
kerugian lingkungan itu mencapai Rp 185 triliun. Kerusakan lingkungan terjadi karena
tidak layaknya penampungan tailing di sepanjang Sungai Ajkwa, Kabupaten Mimika,
Papua. Kerugian lingkungan di area hulu diperkirakan mencapai Rp 10,7 triliun, muara
sekitar Rp 8,2 triliun, dan Laut Arafura Rp 166 triliun. Pelanggaran serius terjadi karena
area penampungan tailing sebetulnya telah dibatasi hanya 230 kilometer persegi di
wilayah hulu, tapi merembes hingga ke muara sungai.
Freeport telah membuang limbah tambang area hulu Sungai Ajkwa sejak 1995.
Dengan kapasitas produksi 300 ribu ton, menurut penghitungan Badan Pemeriksa
Keuangan, rata-rata 230 ribu ton limbah dihasilkan setiap hari. Maklum, dari seluruh
tanah yang dikeruk dan diolah perusahaan tambang ini, hanya 3 persen yang
mengandung mineral. Sisanya sebagian besar dibuang. Melimpahnya tailing Freeport
menyebabkan pencemaran air serta kerusakan hutan dan kebun sagu. Masyarakat
setempat pun menjadi terisolasi.
Masyarakat di sekitar tambang boleh jadi terlena oleh besarnya santunan yang
diberikan perusahaan tambang emas itu. Freeport rajin membagi-bagikan uang
kerohiman kepada penduduk dengan nilai sekitar Rp 85 miliar per tahun. Dana
kompensasi itu disalurkan lewat Pemerintah Provinsi Papua, Pemerintah Kabupaten
Mimika, dan Lembaga Masyarakat Adat.
Kini pemerintah mesti menyelesaikan semua pekerjaan rumah PT Freeport tanpa bisa
menyalahkan pihak lain. Pemerintah juga harus memastikan tragedi lingkungan akibat
limbah perusahaan ini tidak akan terulang.
Nasuha mengatakan, titik yang rawan terjadinya pencurian air mulai dari
Bendung Tanggul 17 di Kecamatan Terisi hingga Bendung Tanggul 21 di Kecamatan
Kandanghaur, yang melewati Kecamatan Lo Sarang dan Gabuswetan. Ia
menambahkan, masalah penyaluran air irigasi di musim tanam gadu memang sangat
sensitif. Bahkan, bisa menimbul kan konflik di antara sesama petani yang sangat
membutuhkan air.
Anonim (2019, 31 Juli). Program Serasi Diimbau Diubah Jadi Sistem Perbaikan
Irigasi Rawa. Dikutip 10 Oktober 2019 dari Berita Online Media Indonesia
: https://mediaindonesia.com/read/detail/250293-program-serasi-diimbau-
diubah-jadi-sistem-perbaikan-irigasi-rawa
https://nasional.kompas.com/read/2019/05/15/17130431/diduga-terima-suap-pejabat-
pupr-biarkan-kontraktor-tak-penuhi-target-bantuan
https://ekbis.sindonews.com/read/1009925/150/ekspansi-properti-ancam-waduk-
saguling-1433727751
https://ugm.ac.id/id/berita/745-koordinasi-pengelolaan-sumber-daya-air-masih-
lemah