Anda di halaman 1dari 19

1.

Defenisi
Osteorathritis (OA) merupakan penyakit sendi degenerative yang berkaitan
dengan kerussakan kartilago sendi. Vertebra, panggul, lutut dan pergelangan kaki
paling sering terkena OA (Brunner, 2012).
Osteoartritis adalah bentuk atritis yang paling umum, dengan jumlah pasiennya
sedikit melampui separuh jumlah pasien arthritis. Osteoartritis adalah penyakit
peradangan sendi yang sering muncul pada usia lanjut. Jarang dijumpai pada usia
dibawah 40 tahun dan lebih sering dijumpai pada usia diatas 60 tahun (Muttaqin,
2014).
Osteoartritis juga dikenal dengan nama osteoartrosi, yaitu melemahnya tulang
rawan pada engsel yang dapat terjadi di engsel manapun di sekujur tubuh. Tapi
umumnya, penyakit ini terjadi pada siku tangan, lutut, pinggang dan pinggul
(Sjamsuhidajat, dkk, 2014).
Osteoartritis adalah gangguan pada sendi yang bergerak. Penyakit ini bersifat
kronik, berjalan progresif lambat, dan abrasi rawan sendi dan adanya gangguan
pembentukan tulang baru pada permukaan persendian. Osteoartritis dikelompokkan
menjadi 2 kelompok yaitu, OA Primer dan OA sekunder. OA primer disebut
idiopatik, disebabkan karena adanya faktor genetik yaitu adanya abnormalitas kolagen
sehingga mudah rusak. Sedangkan OA sekunder adalah OA yang didasari oleh
kelainan seperti kelainan endokrin, trauma, kegemukan, dan inflamasi. (Mansjoer,
dkk, 2007).

2. Etiologi dan Faktor Risiko


Osteoartritis terjadi karena tulang rawan yang menjadi ujung dari tulang yang
bersambung dengan tulang lain menurun fungsinya. Permukaan halus tulang rawan
ini menjadi kasar dan menyebabkan iritasi. Jika tulang rawan ini sudah kasar
seluruhnya, akhirnya tulang akan bertemu tulang yang menyebabkan pangkal tulang
menjadi rusak dan gerakan pada sambungan akan menyebabkan nyeri dan ngilu
(Mansjoer, dkk, 2007). Beberapa faktor resiko untuk timbulnya osteoartritis antara
lain adalah :
A. Umur.
Dari semua faktor resiko untuk timbulnya osteoarthritis faktor ketuaan adalah
yang terkuat. Prevalensi dan beratnya orteoartritis semakin meningkat dengan

1
bertambahnya umur. Osteoartritis hampir tak pernah pada anak-anak, jarang pada
umur dibawah 40 tahun dan sering pada umur diatas 60 tahun.
B. Jenis Kelamin.
Wanita lebih sering terkena osteoartritis lutut dan sendi , dan lelaki lebih sering
terkena osteoartritis paha, pergelangan tangan dan leher. Secara keseluruhan
dibawah 45 tahun frekuensi osteoartritis kurang lebih sama pada laki dan wanita
tetapi diatas 50 tahun frekuensi oeteoartritis lebih banyak pada wanita dari pada
pria hal ini menunjukkan adanya peran hormonal pada patogenesis osteoartritis.
C. Riwayat Trauma sebelumnya
Trauma pada suatu sendi yang terjadi sebelumnya, biasa mengakibatkan
malformasi sendi yang akan meningkatkan resiko terjadinya osteoartritis. trauma
berpengaruh terhadap kartilago artikuler, ligamen ataupun menikus yang
menyebabkan biomekanika sendi menjadi abnormal dan memicu terjadinya
degenerasi premature.
D. Pekerjaan
Osteoartritis lebih sering terjadi pada mereka yang pekerjaannnya sering
memberikan tekananan pada sendi-sendi tertentu. Jenis pekerjaan juga
mempengaruhi sendi mana yang cenderung terkena osteoartritis. sebagai contoh,
pada tukang jahit, osteoartritis lebih sering terjadi di daerah lutut, sedangkan pada
buruh bangunan sering terjadi pada daerah pinggang.
E. Kegemukan
Berat badan yang berlebihan nyata berkaitan dengan meningkatnya resiko untuk
timbulnya osteoartritis baik pada wanita maupun pada pria. Kegemukan ternyata
tak hanya berkaitan dengan osteoartritis pada sendi yang menanggung beban, tapi
juga dengan osteoartritis sendi lain (tangan atau sternoklavikula). Pada kondisi ini
terjadi peningkatan beban mekanis pada tulang dan sendi.
F. Gaya hidup
Banyak penelitian telah membuktikan bahwa faktor gaya hidup mampu
mengakibatkan seseorang mengalami osteoartritis. contohnya adalah kebiasaan
buruk merokok.Merokok dapat meningkatkan kandungan karbon monoksida
dalam darah, menyebabkan jaringan kekurangan oksigen dan dapat menghambat
pembentukan tulang rawan

2
G. Genetic
Faktor herediter juga berperan pada timbulnya osteoartritis missal, pada ibu dari
seorang wanita dengan osteoartritis pada sendi-sendi inter falang distal terdapat
dua kali lebih sering osteoartritis pada sendi-sendi tersebut, dan anak-anaknya
perempuan cenderung mempunyai tiga kali lebih sering dari pada ibu dan anak
perempuan dari wanita tanpa osteoarthritis.
H. Suku.
Prevalensi dan pola terkenanya sendi pada osteoartritis nampaknya terdapat
perbedaan diantara masing-masing suku bangsa, misalnya osteoartritis paha lebih
jarang diantara orang-orang kulit hitam dan Asia dari pada kaukasia. Osteoartritis
lebih sering dijumpai pada orang–orang Amerika asli (Indian) dari pada orang
kulit putih. Hal ini mungkin berkaitan dengan perbedaan cara hidup maupun
perbedaan pada frekuensi kelainan kongenital dan pertumbuhan.

3. Patofisiologi
Penyakit sendi degeneratif merupakan suatu penyakit kronik, tidak meradang dan
progresif lambat, yang seakan-akan merupakan proses penuaan, rawan sendi
mengalami kemunduran dan degenerasi disertai dengan pertumbuhan tulang baru
pada bagian tepi sendi.Proses degenerasi ini disebabkan oleh proses pemecahan
kondrosit yang merupakan unsur penting rawan sendi. Pemecahan tersebut diduga
diawali oleh stress biomekanik tertentu. Pengeluaran enzim lisosom menyebabkan
dipecahnya polisakarida protein yang membentuk matriks di sekeliling kondrosit
sehingga mengakibatkan kerusakan tulang rawan. Sendi yang paling sering terkena
adalah sendi yang harus menanggung berat badan, seperti panggul lutut dan kolumna
vertebralis. Sendi interfalanga distal dan proksimasi (Mansjoer, dkk, 2007).
Osteoartritis pada beberapa kejadian akan mengakibatkan terbatasnya gerakan.
Hal ini disebabkan oleh adanya rasa nyeri yang dialami atau diakibatkan penyempitan
ruang sendi atau kurang digunakannya sendi tersebut. Perubahan-perubahan
degeneratif yang mengakibatkan karena peristiwa-peristiwa tertentu misalnya cedera
sendi infeksi sendi deformitas congenital dan penyakit peradangan sendi lainnya akan
menyebabkan trauma pada kartilago yang bersifat intrinsik dan ekstrinsik sehingga
menyebabkan fraktur ada ligamen atau adanya perubahan metabolisme sendi yang
pada akhirnya mengakibatkan tulang rawan mengalami erosi dan kehancuran, tulang

3
menjadi tebal dan terjadi penyempitan ronggasendi yang menyebabkan nyeri, kaki
kripitasi, deformitas, adanya hipertropi atau nodulus (Muttaqin, 2014).

4. Manifestasi Klinis
A. Nyeri sendi, keluhan utama dan cenderung memiliki onset yang perlahan.
B. Hambatan gerak sendi, gangguan ini biasanya semakin berat dengan pelan-pelan
sejalan dengan bertambahnya rasa nyeri.
C. Nyeri bertambah dengan aktifitas, membaik dengan istirahat, terasa paling nyeri
pada akhir dan seiring dengan memburuknya penyakit, menjadi semakin parah,
sampai pada tahap dimana pergerakan minimal saja sudah menimbulkan rasa nyeri
serta biasa menganggu tidur
D. Kekakuan paling ringan pada pagi hari namun terjadi berulang-ulang sepanjang
hari dengan periode istirahat.
E. Krepitasi, rasa gemeretak (kadang-kadang dapat terdengar) pada sendi yang sakit
F. Pembesaran sendi (deformitas)
G. Perubahan gaya berjalan
H. Tanda-tanda peradangan pada sendi (nyeri tekan , gangguan gerak, rasa hangat
yang merata dan warna kemerahan).
(Muttaqin, 2014).

(Gambar 4.1: perbandingan sendi sehat dengan sendi yang terkena osteoarthritis)

5. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi bila osteoartritis tidak ditangani yaitu terjadi
deformitas atau kerusakan struktur penunjang sendi dengan perjalanan penyakit.
Pergeseran ulnar atau jari, subluksasi sendi metakarpofalangeal, deformitas bautonmere
dan leher angsa pada kaki terdapat protrusi (tonjolan) kaput metatarsal yang timbul
sekunder dari subluksasi metatarsal (Sjamsuhidajat, dkk, 2014).

4
Kelainan sistem pencernaan yang sering dijumpai adalah gastritis dan ulkus
peptikum yang merupakan komplikasi utama penggunaan obat anti inflamasi nonsteroid
(OAINS) atau obat pengubah perjalanan penyakit (disease modifying antirhematoid
drugs, DMARD) yang menjadi faktor penyebab morbiditas dan mortalitas utama pada
arthritis rheumatoid (Mansjoer, dkk, 2007).
Komplikasi saraf yang terjadi memberikan gambaran jelas, sehingga sukar
dibedakan antara akibat lesi artikuler dan lesi neuropatik. Umumnya berhubungan
dengan mielopati akibat ketidakstabilan vertebra servikal dan neuropati iskemik akibat
vaskulitis (Muttaqin, 2014).

6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan OA menurut Mansjoer, dkk (2007) adalah sebagai berikut:
A. Obat obatan
Sampai sekarang belum ada obat yang spesifik yang khas untuk osteoartritis, oleh
karena patogenesisnya yang belum jelas, obat yang diberikan bertujuan untuk
mengurangi rasa sakit, meningkatkan mobilitas dan mengurangi ketidak mampuan.
Obat-obat anti inflamasinon steroid bekerja sebagai analgetik dan sekaligus
mengurangi sinovitis, meskipun tak dapat memperbaiki atau menghentikan proses
patologis osteoartritis.
1) Obat anti peradangan non steroid, yang paling sering digunakan adalah aspirin
danibuprofen. Obat ini mengurangi pembengkakan sendi dan mengurangi
nyeri.
2) Obat slow-acting. Obat ini ditambahkan jika terbukti obat anti peradangan
nonsteroid tidak efektif setelah diberikan selama 2-3 bulan atau diberikan
segera jikapenyakitnya berkembang cepat.
3) Kortikosteroid, misalnya prednison merupakan obat paling efektif
untukmengurangi peradangan dibagian tubuh manapun. Kortikosteroid efektif
digunakanpada pemakaian jangka pendek, dan kurang efektif bila digunakan
dalam jangkapanjang. Obat ini tidak memperlambat perjalanan pnyakit ini dan
pemakaian jangkapanjang mengakibatkan berbagai efek samping., yang
melibatkan hampir setiaporang.
4) Obat Imunosupresif (contoh metotreksat,azatioprin, dan cyclophosphamide)
efektifunuk mengatasi artritis yang berat. Obat ini menekan

5
peradangan sehinggapemakaian kortikosteroid bisa dihindari atau diberikan
dengan dosis rendah
B. Perlindungan sendi
Osteoartritis mungkin timbul atau diperkuat karena mekanisme tubuh yang kurang
baik. Perlu dihindari aktivitas yang berlebihan pada sendi yang sakit. Pemakaian
tongkat, alat-alat listrik yang dapat memperingan kerja sendi juga perlu
diperhatikan. Beban pada lutut berlebihan karena kakai yang tertekuk (pronatio).
C. Diet
Diet untuk menurunkan berat badan pasien osteoartritis yang gemuk harus menjadi
program utama pengobatan osteoartritis. Penurunan berat badan seringkali dapat
mengurangi timbulnya keluhan dan peradangan.
D. Dukungan psikososial
Dukungan psikososial diperlukan pasien osteoartritis oleh karena sifatnya yang
menahun dan ketidakmampuannya yang ditimbulkannya. Disatu pihak pasien ingin
menyembunyikan ketidakmampuannya, dipihak lain dia ingin orang lain turut
memikirkan penyakitnya. Pasien osteoartritis sering kali keberatan untuk memakai
alat-alat pembantu karena factor-faktor psikologis.
E. Persoalan seksual
Gangguan seksual dapat dijumpai pada pasien osteoartritis terutama pada tulang
belakang, paha dan lutut. Sering kali diskusi karena ini harus dimulai dari dokter
karena biasanya pasien enggan mengutarakannya.
F. Fisioterapi
Fisioterapi berperan penting pada penatalaksanaan osteoartritis, yang meliputi
pemakaian panas dan dingin dan program latihan ynag tepat. Pemakaian panas
yang sedang diberikan sebelum latihan untk mengurangi rasa nyeri dan
kekakuan.Pada sendi yang masih aktif sebaiknya diberi dingin dan obat-obat gosok
jangan dipakai sebelum pamanasan. Berbagai sumber panas dapat dipakai seperti
Hidrokolator, bantalan elektrik, ultrasonic, inframerah, mandi paraffin dan mandi
dari pancuran panas. Program latihan bertujuan untuk memperbaiki gerak sendi dan
memperkuat otot yang biasanya atropik pada sekitar sendi osteoartritis. Latihan
isometric lebih baik dari pada isotonic karena mengurangi tegangan pada sendi.
Atropi rawan sendi dan tulang yang timbul pada tungkai yang lumpuh timbul
karena berkurangnya beban ke sendi oleh karena kontraksi otot. Oleh karena otot-

6
otot periartikular memegang peran penting terhadap perlindungan rawan senadi
dari beban, maka penguatan otot-otot tersebut adalah penting.
G. Operasi
Operasi perlu dipertimbangkan pada pasien osteoartritis dengan kerusakan sendi
yang nyata dengan nyari yang menetap dan kelemahan fungsi. Tindakan yang
dilakukan adalah osteotomy untuk mengoreksi ketidaklurusan atau
ketidaksesuaian, debridement sendi untuk menghilangkan fragmen tulang rawan
sendi, pebersihan osteofit.

7. Pemeriksaan Diagnostik
Terdapat beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk lebih mendukung adanya
Osteoartritis, antara lain sebagai berikut :
A. Foto polos sendi (Rontgent) menunjukkan penurunan progresif massa kartilago sendi
sebagai penyempitan rongga sendi, destruksi tulang, pembentukan osteofit (tonjolan-
tonjolan kecil pada tulang), perubahan bentuk sendi, dan destruksi tulang.
B. Pemeriksaan artroskopi dapat memperlihatkan destruksi tulang rawan sebelum tampak di
foto polos.
C. Aspirasi sendi. Cairan sinovial menunjukkan adanya kekurangan serta proses
radang aseptic dan peningkatan kekentalan cairan sendi, cairan dari sendi dikultur dan
bisa diperiksa secara makroskopik
D. Pemeriksaan Laboratorium:
1) Tes Serologi: BSE Positif.
2) Hematologi: eritrosit mungkin akan meningkat apabila ada sinovitis yang luas,
bisa terjadi anemia dan leukositosis
3) Imunologi: Ig M & Ig G mengalami peningkatan besar menunjukkan proses
autoimun

8. ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1) Aktivitas/Istirahat
Nyeri sendi karena gerakan, nyeri tekan memburuk dengan stress pada sendi,
kekakuan pada pagi hari, biasanya terjadi secara bilateral dan simetris limitimasi
fungsional yang berpengaruh pada gaya hidup, waktu senggang, pekerjaan,

7
keletihan, malaise. Keterbatasan ruang gerak, atropi otot, kulit: kontraktor atau
kelainan pada sendi dan otot.
2) Kardiovaskuler
Fenomena Raynaud dari tangan (misalnya pucat litermiten, sianosis kemudian
kemerahan pada jari sebelum warna kembali normal.
3) Integritas Ego
- Faktor-faktor stress akut atau kronis (misalnya finansial pekerjaan,
ketidakmampuan, faktor-faktor hubungan.
- Keputusasaan dan ketidakberdayaan (situasi ketidakmampuan).
- Ancaman pada konsep diri, gambaran tubuh, identitas pribadi,
misalnya ketergantungan pada orang lain.
4) Makanan/Cairan
- Ketidakmampuan untuk menghasilkan atau mengkonsumsi makanan atau
cairan adekuat mual, anoreksia.
- Kesulitan untuk mengunyah, penurunan berat badan, kekeringan pada
membran mukosa.
5) Hygiene
Berbagai kesulitan untuk melaksanakan aktivitas perawatan diri, ketergantungan
pada orang lain.
6) Neurosensori
Kesemutan pada tangan dan kaki, pembengkakan sendi
7) Nyeri/Kenyamanan
Fase akut nyeri (kemungkinan tidak disertai dengan pembengkakan jaringan
lunak pada sendi). Rasa nyeri kronis dan kekakuan (terutama pagi hari).
8) Keamanan
- Kulit mengkilat, tegang, nodul sub mitaneus
- Lesi kulit, ulkas kaki
- Kesulitan dalam menangani tugas atau pemeliharaan rumah tangga
- Demam ringan menetap
- Kekeringan pada mata dan membran mukosa
9) Interaksi Sosial
Kerusakan interaksi dengan keluarga atau orang lain, perubahan peran:
isolasi.

8
10) Penyuluhan/Pembelajaran
- Riwayat rematik pada keluarga
- Penggunaan makanan kesehatan, vitamin, penyembuhan penyakit
tanpa pengujian.
- Riwayat perikarditis, lesi tepi katup. Fibrosis pulmonal, pkeuritis.
11) Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan umum yang lengkap perlu dilakukan. Disamping menilai adanya
sinovasi pada setiap sendi, perhatikan juga hal-hal berikut ini:
a. Keadaan umum: komplikasi steroid, berat badan.
b. Wajah: periksa mata untuk sindroma sjorgen, skleritis, episkelritis,
skleromalasiaperforans, katarak anemia dan tanda-tanda hiperviskositas pada
fundus. Kelenjar parotis membesar.
c. Mulut: (Kring, karies dentis, ulkus) catatan: artritis rematoid tidak
menyeababkan iritasi
d. Leher: adanya tanda- tanda terkenanya tulang servikal.
e. Toraks: Jantung (adanya perikarditis, defek konduksi, inkompetensi katup
aorta danmitral). Paru-paru (adanya efusi pleura, fibrosis, nodul infark,
sindroma caplan)
f. Tangan: meliputi vaskulitasi dan fungsi tangan
g. Lengan: Siku dan sendi bahu, nodul rematoid dan pembesaran kelenjar limfe
aksila
h. Abdomen: andanya splenomegali dan nyeri tekan epigastrik
i. Panggu dan lutut: tungkai bawah danya ulkus, pembengkakan betis (kista
baker yangruptur) neuropati, mononeuritis multipleks dan tanda-
tanda kompresi medulaspinalis.
j. Kaki: efusi lutut, maka cairan akan mengisi cekungan medial dan
kantongsuprapatelar mengakibatkan pembengkakan diatas dan sekitar
patela yangberbentuk seperti ladam kuda dan efusi sendi
pergelangan kaki akan terjadipembengkakan pada sisi anterior.
k. Urinalisis: untuk protein dan darah, serta pemeriksaan rektum untuk
menentukanadanya darah.

9
B. Analisa Data
Validasi data, teliti kembali data yang telah terkumpul, mengelompokkan data
berdasarkan kebutuhan bio-psiko-sosial dan spiritual, membandingkan dengan
standart dan membuat kesimpulan tantang kesenjangan (masalah keperawatan) yang
ditemukan.

C. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri Kronis
Kode : 00133
Domain: 12 (Kenyamanan) Kelas : 1 (Kenyamanan Fisik)
2. Hambatan Mobilitas Fisik
Kode : 00085
Domain : 4 (Aktivitas/ Istirahat) Kelas : 2 (Aktivitas/ Latihan)
3. Risiko Cedera
Kode : 00035
Domain : 11 (Keamanan/ Perlindungan) Kelas : 2 (Cedera Fisik)
4. Gangguan Citra Tubuh
Kode : 00118
Domain : 6 (Persepsi/ Kognisi) Kelas : 3 (Citra Tubuh)
5. Defisit Perawatan Diri : Mandi/ Hygiene
Kode : 00108
Domain : 4 (Aktivitas/ Istirahat) Kelas : 5 (Perawatan Diri)

10
D. NCP
No Diagnosa Tujuan Intervensi
1 Nyeri Kronis 1. Kontrol nyeri NIC
2. Tingkat nyeri Pain Management
1. Lakukan pengkajian nyeri secara
Kriteria Hasil: komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
Setelah dilakukan tindakan keperawatan kualitas dan faktor presipitasi
3x24 jam diharapkan Pasien mampu untuk: 2. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
1. Menunjukkan kontrol nyeri dengan indikator : Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui
Mengenali faktor penyebab [5] pengalaman nyeri pasien
Mengenali onset (lamanya sakit) [5] 3. Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
Menggunakan metode pencegahan [5] 4. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan
Menggunakan metode nonanalgetik untuk intervensi
mengurangi nyeri [5] 5. Ajarkan tentang teknik non farmakologi
Menggunakan analgetik sesuai kebutuhan [5] 6. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
Mengenali gejala-gejala nyeri [5] 7. Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
Mencatat pengalaman nyeri sebelumnya [5] 8. Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan
Melaporkan nyeri sudah terkontrol tindakan nyeri tidak berhasil
[5]
Keterangan: [1 : tidak pernah, 2 : jarang, 3 : Administrasi Analgesik
kadang-kadang, 4 : sering, 5 : selalu] 9. Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan
derajat nyeri sebelum pemberian obat
2. Menunjukkan Tingkat nyeri dengan indikator: 10. Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan frekuensi
Melaporkan adanya nyeri, frekuensi nyeri dan 11. Cek riwayat alergi
panjangnya episode nyeri, ekspresi nyeri pada 12. Pilih analgesik yang diperlukan atau kombinasi dari
wajah [5] analgesik ketika pemberian lebih dari satu
Kurangnya istirahat [5] 13. Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe dan beratnya
Ketegangan otot [5] nyeri
14. Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian, dan dosis optimal
Keterangan: [1 : Gangguan ekstrim, 2 : berat, 3 : Sedang,
15. Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri hebat

11
4 : ringan, 5 : Tidak ada gangguan] 16. Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan gejala (efek
samping)
2 Hambatan Tujuan NIC
Mobilitas Fisik 1. Ambulasi Tirah baring
2. Posisi badan : Inisiatif Sendiri 1. Sediakan tempat tidur yang terapeutik untuk
3. Mobilitas klien
2. Lakukan pencegahan terjadinya footdroop/kaki
Kriteria Hasil: jatuh
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3. Kontrol kondisi kulit
3x24 jam diharapkan Pasien mampu untuk: 4. Anjurkan melakukan Aktifitas pasif/ aktif sebagai
1. Menunjukkan Ambulasi dengan indikator : peningkatan dari latihan
Berjalan dengan langkah efektif [5]
Berjalan dengan langkah lambat [5] Pengaturan Energi5. Tentukan batasan fisik pasien
Berjalan dengan langkah sedang [5] 6. Tentukan apa dan berapa banyak aktifitas yang dibutuhkan
Berjalan dengan cepat [4] untuk membangun kesabaran
Berjalan dengan langkah naik [5] 7. Amati pemberian nutrisi untuk membuktikan
Berjalan dengan langkah turun [5] sumber energi yang adekuat
Berjalan dengan jarak jauh [5] 8. Amati lokasi dan tempat ketidaknyamanan/
Keterangan:[1 = tidak pernah dilakukan, nyeri selama beraktifitas
2 = jarang dilakukan, 3 =kadang-kadang dilakukan, 4 9. Kurangi ketidaknyaman fisik yang bisa dikaitkan
=sering dilakukan, 5 = selalu dilakukan pasien] dengan fungsi kognitif dan pengamatan dalam
2. Menunjukkan Posisi Badan: Inisiatif Sendiri pengaturan aktifitas.
dengan indikator:
Terlentang ke duduk [5] Terapi: Ambulasi
Duduk ke telentang [5] 10. Monitoring vital sign sebelum/sesudah
Duduk ke berdiri [5] latihan dan lihat respon pasien saat latihan
Berdiri ke duduk [5] 11. Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi
Melengkungkan punggung [5] 12. Dampingi dan Bantu pasien saat mobilisasi dan bantu penuhi
Keterangan:[1 = tidak pernah dilakukan, kebutuhan ADLs pasien.
2 = jarang dilakukan, 3 =kadang-kadang dilakukan, 4 13. Berikan alat Bantu jika klien memerlukan.

12
=sering dilakukan, 5 = selalu dilakukan pasien] 14. Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan
3. Menunjukkan Mobilitas dengan indikator: ADLs secara mandiri sesuai kemampuan
Keseimbangan [5] 15. Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan lain tentang teknik
Posisi tubuh [5] ambulasi
Pergerakan otot dan sendi [5] 16. Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan
Berjalan [5] bantuan jika diperlukan
Ambulansi dengan kursi roda [5]
Keterangan:[1 = tidak pernah dilakukan, Terapi: Mobilitas
2 = jarang dilakukan, 3 =kadang-kadang dilakukan, 4 17. Tentukan keterbatasan dalam melakukan
gerakan
=sering dilakukan, 5 = selalu dilakukan pasien]
18. Kolaborasi dengan ahli terapi fisik dalam melakukan program
latihan
19. Tentukan tingkat motivasi pasien untuk
mempertahankan atau megambalikanmobilitas sendi dan
otot
20. Dukung pasien dan keluarga untuk memandang
keterbatasan dengan realitas
21. Pantau lokasi dan ketidaknyamanan selama latihan
22. Berikan analgesic sebelum memulai latihan fisik
23. Pantau pasien terhadap trauma selama latihan
24. Letakkan pasien pada posisi terapeutik
25. Atur posisi pasien dengan kesejajaran tubuh yang benar
26. Ubah posisi pasien yang imobilisasi minimal setiap 2 jam,
berdasarkan jadwal spesefik
27. Dukung latihan ROM aktif datau pasif jika perlu

Peningkatan Latihan
28. Yakinkan kesehatan pasien mengenai latihan
fisik
29. Anjurkan perasaan verbal tentang latihan atau kebutuhan untuk
latihan
30. Libatkan keluarga pasien dalam perencanaan dan perawatan

13
program latihan
31. Ajarkan pasien mengenai jenis latihan yang tepat untuk tingkat
kesehatan, dalam berkolaborasi dengan dokter dan atau latihan
psikologis
32. Beritahukan pasien tentang frekuensi keinginan, lama, dan
intensitas program latihan
3 Risiko Cedera 1. Risiko Cedera . Identifikasi faktor yang mempengaruhi
2. Pengendalian Risiko kebutuhan keamanan, misalnya perubahan status mental,
keletihan, usian kematangan, pengobatan dan defisi motorik atau
Kriteria Hasil sensorik (misalnya, berjalan dan keseimbangan).
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2. Identifikasi faktor lingkungan yang memungkinkan
3x24 jam diharapkan Pasien mampu untuk: resiko terjatuh (misalnya, lantai licin, karpet yang sobek, anak
1. Menunjukkan Risiko Cedera menurun tangga tanpa pagar pengaman, jendela, dan kolam renang).
dengan indikator: 3. Bantu ambulasi pasien, jika perlu.
Keamanan personal [5] 4. Sediakan alat bantu berjalan (seperti tongkat dan walker).
Pengendalian resiko [5] 5. Bila diperlukan gunakan restrain fisik untuk membatasi resiko
Lingkungan rumah yang aman [5] Keterangan: [1 jatuh.
= tidak pernah ditunjukkan, 2 = jarang, 3 = kadang- 6. Ajarkan pasien untuk berhati-hati dengan alat terapi panas.
kadang, 4 = sering, 5 = selalu dilakukan] 7. Berikan materi edukasi yang berhubungan dengan strategi
dan tindakan untuk mencegah cedera.
2. Menunjukkan Pengendalian Risiko, dengan
indicator:
Memantau faktor resiko perilaku individu dan
lingkungan [5]
Mengembangkan stategi pengendalian
resiko yang efektif [5]
Menerapkan strategi pengendalian
resiko pilihan [5]
Memodifikasi gaya hidup untuk mengurangi
resiko [5]

14
Mengidentifikasi resiko yang meningkatkan
kerentanan terhadap cedera [5]
Menghindari cedera fisik [5] Keterangan: [1 = ti
4 Gangguan Citra Tujuan Peningkatan Citra Tubuh
1. Citra Tubuh 1. Tentukan harapan pasien tentang citra tubuh
Tubuh
2. Harga diri berdasarkan tahap perkembangan.
2. Tentukan apakan persepsi ketidaksukaan terhadap
Kriteria Hasil: karakteristik fisik tertentu membuat disfungsi paralisis sosial
Setelah dilakukan tindakan keperawatan bagi remaja dan pada kelompok resiko tinggi lainnya.
3x24 jam diharapkan Pasien mampu untuk: 3. Tentukan apakah perubahan fisik saat ini telah dikaitkan
1. Menunjukkan Citra Tubuh dengan indikator : kedalam citra tubuh pasien.
Mampu menyesuaikan dengan perubahan fungsi 4. Identifikasi pengaruh budaya, agama, ras, jenis kelamin, dan
tubuh [5] usia pasien menyangkut citra tubuh.
Mengenali dampak situasi pada hubungan personal 5. Pantau frekuensi pernyataan kritik diri.
dan gaya hidup [5] 6. Bantu klien untuk mengenali tindakan yang akan meningkatkan
Mengenali perubahan aktual pada penampilan tubuh penampilannya
[5] 7. Fasilitasi berhubungan klien dengan individu yang
Bersifat realistik mengenai hubungan antara mengalami perubahan citra tubuh yang serupa
tubuh dan lingkungan [5] 8. Identifikasi dukungan kelompok yang tersedia untuk klien
Kesesuain antara realitas tubuh, ideal tubuh dan 9. Dukung mekanisme koping yang biasa digunakan pasien ;
perwujudan tubuh [5] sebagai contoh, tidak meminta pasien untuk mengeksplorasi
Kepuasaan terhadap penampilan dan fungsi tubuh [5] perasaannya jika pasien enggan melakukannya.
Keinginan untuk menyentuh bagian tubuh yang 10. Bantu pasien dan keluarga untuk mengidentifikasi
mengalami gangguan [5] dan menggunaka mekanisme koping.
11. Bantu pasien dan keluarga untuk
Keterangan: [1 = tidak pernah ditunjukkan, 2 = jarang, 3 mengidentifikasi kekuatan dan mengenaliketerbatasan mereka.
= kadang- kadang, 4 = sering, 5 = selalu 12. Berikan perawatan dengan cara yang tidak menghakimi, jaga
ditampilkan] privasi dan martabat pasien.

2. Menunjukkan Harga Diri dengan indikator: Peningkatan Harga Diri


Menerima keterbatasan diri [5] 1. Anjurkan klien untuk menilai kekuatan

15
Merasa dirinya berharga [5] Keterangan: [1 = pribadinya
2. Anjurkan kontak mata dalam berkomunikasi dengan orang lain
tidak pernah ditunjukkan, 2 = jarang, 3 = kadang-
3. Bantu klien menerima ketergantungan terhadap orang lain
kadang, 4 = sering, 5 = selalu ditampilkan] 4. Bantu klien menerima perubahan baru
5. Fasilitasi lingkungan dan aktifitas yang akan meningkatkan
harga diri klien
6. Monitor tingkat harga diri klien dari waktu ke waktu yang
tepat
5 Defisit Perawatan 1. Perawatan Diri: Aktivitas Sehari- Hari Bantuan Perawatan Diri : Mandi / Hygiene
1. Pantau kebersihan kuku, sesuai kemampuan
Diri : Mandi/
Kriteria Hasil perawatan diri pasien.
Hygiene Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2. Dukung kemandirian dalam melakukan mandi dan higiene
3x24 jam diharapkan Pasien mampu untuk: oral, bantu pasien hanya jika diperlukan.
1. Menunjukkan perawatan diri : aktivitas 3. Dukung pasien untuk mengatur langkahnya sendiri selama
kehidupan sehari-hari, dengan indikator : perawatan diri.
Mengungkapkan secara verbal kepuasan tentang 4. Libatkan keluarga dalam pemberian asuhan.
kebersihan tubuh dan higiene oral. 5. Akomodasi pilihan dan kebutuhan klaen seoptimal
Mempertahankan mobilitas yang diperlukan untuk ke mungkin, (misalnya mandi rendam vs shower, waktu mandi
kamar mandi DLL).
6. Berikan bantuan sampai pasien benar-benar mampu melakukan
perawatan diri.
7. Letakkan sabun, handuk, deodoran, alat

16
E. Implementasi
Implementasi dilakukan sesuai dengan intervensi yang telah direncanakan
Pasien mengatakan nyeri berkurang bahkan hilang, Nutrisi pasien terpenuhi sesuai
dengan kebutuhan, Pasien mampu melakukan aktivitas kesehariannya secara
mandiri, Pengetahuan pasien mengenai hipertensi meningkat dan mampu
menerapkannya, Tidak terjadi penurunan curah jantung pada pasien dan Pasien
terhindar dari resiko terhadap cedera.

F. Evaluasi
Evaluasi dilihat berdasarkan hasil dari tujuan awal yang ingin dicapai yang
telahdirencanakan sebelumnya.

17
DAFTAR PUSTAKA

Brunner, Suddarth. 2012. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8 Vol 4. Jakarta:
EGC

Dochterman, Bulecheck. 2016. Nursing Intervention Classification, 6th Edition. United


States of America: Mosby.

Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius

Moorhead S, Johnson M, Maas M, Swanson, E. 2006. Nursing Outcomes Classification,


5th Edition. United States of America: Mosby

Muttaqin, Arif. 2014. Buku Ajara Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Muskuloskeletal. Jakarta: Salemba Medika

NANDA International Inc. 2014. North American Nursing Diagnosis Association, Nursing
Diagnostises: Definitions & Classifications 2015-2017. Jakarta : EGC.

Sjamsuhidajat, R, dkk. (2014). Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : EGC

18
LAPORAN PENDAHULUAN

OSTEORATHRITIS PADA LANSIA

OLEH

NAMA : JONRIS SAMLOY

NPM : 18180000112

STASE KEPERAWATAN GERONTIK

PENDIDIKAN PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA MAJU

JAKARTA

2019

19

Anda mungkin juga menyukai