Anda di halaman 1dari 3

NAMA: IFEL DARKAY

KELAS : IV (EMPAT)

LEGENDA BATU BADAONG

Alkisah pada zaman dahulu Di sebuah desa di pulau Tanimbar (Maluku), hiduplah
seorang pria kaya raya bersama istri dan 2 orang anak nya yang sudah tumbuh menjadi
seorang pemuda dan seorang gadis, mereka berdua sangat dimanjakan oleh ayah mereka
sehingga mereka mempunyai sifat yang malas dan sombong. Mereka memiliki banyak
pelayan yang siap melayani semua keinginan mereka.

Suatu ketika ayah mereka meninggal, semua pelayan pergi karena tidak tahan dengan
perlakuan mereka yang seenaknya. Sehingga sang ibulah yang menggantikan tugas-tugas para
pelayan itu. Mulai dari mempersiapkan makanan, menyapu, mengepel, hingga menyetrika
dikerjakan semua oleh ibunya dengan ikhlas. Namun, sungguh tidak terpuji. Kedua anak itu
memperlakukan ibu kandung mereka seperti pelayan. Jika ada pekerjaan yang dilakukan ibu
yang salah, mereka tak segan-segan membentak, seperti seorang majikan yang sedang marah
kepada budaknya.

Hati sang ibu yang malang itu sungguh sangat sakit, tetapi hanya bisa pasrah.
Bagimanapun juga, mereka adalah putra-putrinya yang iya cintai. Sekurang-ajar apapun
perlakuan mereka, ibunya tetap melayani semua kebutuhan mereka seperti biasanya.
Seringkali sang ibu yang malang itu melakukan pekerjaannya sambil meneteskan air mata dan
berdoa. “Ampunilah hamba, ya Tuhanku, hamba gagal mendidik mereka, hamba gagal
menjadikan mereka anak-anak yang berbakti. Ya Tuhanku, bukalah mata hati mereka, berilah
mereka kesadaran agar mereka bisa menjadi anak-anak yang insyaf; insyaf akan dirinya; dan
kembali ke jalanMu”.

Suatu hari ketika mereka bangun tidur dan hendak makan, mereka terkejut melihat meja
dalam keadaan kosong tanpa makanan. Tak ada makanan dan minuman yang tersaji. Hanya
ada panci diatas kompor. Mereka berdua marah dan membanting apapun yang ditemukan di
depan mereka sambil mencari ibu mereka.

Si pemuda berpikir “pasti ibunya sedang mencuci pakaian di sungai”. Merekapun


bergegas menuju ke sungai. Dan, ternyata benar dugaan pemuda itu sang ibu sedang berada di
sungai untuk mencuci pakaian.

Dalam keadaan marah yang memuncak pemuda itu menghampiri ibunya. Tanpa bertanya,
langsung (gubrakkk) pemuda itu menendang cucian sang ibu hingga terjatuh berserakan ke
sungai. Ibunya tidak kuasa berbuat apa-apa selain menangis. Tak hanya itu, si gadis pun tidak
mau ketinggalan. Sementara tangan kirinya memegangi tangan ibunya, tangan kanannya
mengayunkan pukulan bertubi-tubi ke tubuh sang ibu.

“Ampun nak…. ada apa gerangan, kenapa kalian memperlakukan ibumu seperti ini?”
tanya sang ibu dengan diriingi isakan tangis dan cucuran air mata yang mendera.

“Dasar kau perempuan tua tak berguna, sampai jam segini aku belum makan. Aku lapar!
Kau tak ikhlas yah memasak untukku?” Hardik gadis itu sambil terus menerus memukuli
tubuh ibunya yang renta itu.

Si Ibu menangis dengan nyaring dan memohon, tapi kedua anak itu tidak mau
mendengarkannya. Malah mereka memukulnya lagi dan lagi. Ibu yang malang mendapatkan
perlakuan buruk dari anak kandung nya sendiri. Tiba-tiba sang Ibu berhenti menangis,
tubuhnya lemah tak berdaya, dan dengan suara tertahan ia pun berkata

“Ayahmu memang meninggalkan banyak kekayaan, tapi tidak akan berlangsung lama.
Dan meskipun aku yang melahirkan kalian kedunia ini, mulai sekarang kalian bukan lagi
anak-anakku. Aku tidak akan pernah mau kembali kerumah kalian lagi. Kalian bebas
melakukan apapun, aku sudah tidak peduli lagi”.

Setelah mengatakan itu, si ibu menyeret tubuhnya ke sebuah batu besar yang ada di
pinggir sungai. Lalu berkata, “wahai batu besar terbukalah, biarkan aku masuk kedalam,
jadikan aku bunga yang wangi seperti melati putih”.
Tak lama setelah itu, perlahan batu itu terbuka. Lalu masuklah sang ibu kedalam batu itu.
Dalam sekejap mata batu itu telah tertutup kembali. Setelah beberapa hari, pada batu itu
muncul dedaunan dan bunga-bunga berwarna putih yang wangi sangat semerbak.

Apa yang terjadi pada kedua anak tersebut? Penduduk desa marah dan mengusir mereka
karena perbuatan mereka yang tidak wajar kepada sang ibu serta perlakuan mereka yang
sombong terhadap para masyarakat sekitar. Hartanya pun dijarah untuk dibagikan kepada
orang-orang miskin di desa tersebut. Kini yang tertinggal hanya penyesalan. Menyesal telah
berlaku kasar kepada ibu yang telah melahirkan dan merawat mereka. Namun penyesalan
tinggal penyesalan, sang ibu telah tiada.

Mereka mendatangi batu dimana ibu mereka tertelan. Sambil mengelus batu yang telah
ditumbuhi dedaunan dan bunga putih yang harum nya semerbak, mereka menangis tersedu-
sedu, berharap batu itu membuka dan menelan mereka agar bisa bertemu kembali dengan sang
ibu tercinta. 

Anda mungkin juga menyukai