Anda di halaman 1dari 7

FILSAFAT ILMU PADA MASA MODERN

Francis Bacon (1561–1626)

Francis Bacon (1561–1626) adalah tokoh terkemuka dalam filsafat alam dan
metodologi ilmiah dalam periode transisi antara Renaissance ke era awal modern.
Sebagai seorang ahli hukum, anggota Parlemen dan Penasehat Ratu, Bacon menulis
banyak pertanyaan dalam bidang hokum, kenegaraan dan agama sebagaimana dalam
politik kontemporer, tetapi ia juga mempublikasikan teks-teks yang dispekulasi sebagai
konsep-konsep kemasyarakatan yang mungkin terjadi, dan ia merenungkan pertanyaan-
pertanyaan tentang etika (buku Essays) meskipun bidangnya adalah filsafat alam (The
Advancement of Learning).

Setelah studinya di Trinity College, Cambridge and Gray’s Inn, London, Bacon
tidak melanjutkan lagi ke pasca sarjana, melainkan memulai karir di bidang politik.
Meskipun usahanya tidak dianugerahi keberhasilan selama pemerintahan Ratu
Elizabeth, di bawah James I ia menanjak ke jenjang politik tertinggi, sebagai Lord
Chancellor. Bacon termasyur secara internasional dan berpengaruh luas pada masa-
masa akhirnya, saat ia mampu memfokuskan energinya pada bidang filsafat, dan bahkan
setelah kematiannya, ketika ilmuwan Inggris Boyle (Invisible College) mengambil
idenya tentang lembaga riset koperatif dalam rencana dan persiapan-persiapan mereka
untuk memapankan Masyarakat Kerajaan. Sampai saat ini Bacon sangat dikenal akan
teorinya tentang filsafat alam empiris (The Advancement of Learning, Novum Organum
Scientiarum).

1. Pokok-pokok pikiran filsafat Francis Bacon

Karya pertamanya adalah buku yang berjudul Essays, muncul tahun 1597 dan
sedikit demi sedikit diterbitkan lebih luas. Essays ini ditulis dengan padat dan gaya
luar biasa bagus, mengandung kekayaan mendalam, bukan saja dalam masalah
politik melainkan juga menyangkut hal ihwal pribadi. Beberapa contoh yang khas
misalnya pandangannya tentang manusia usia muda dan usia lanjut.
Tulisan Bacon terpenting adalah yang menyangkut falsafah ilmu
pengetahuan. Dia merencanakan suatu kerja besar Instauratio Magna atau Great
Renewal dalam enam bagian. Bagian pertama dimaksud untuk meninjau kembali
keadaan ilmu pengetahuan kita. Bagian kedua menjabarkan sistem baru penelaahan
ilmu. Bagian ketiga berisikan kumpulan data empiris. Bagian keempat berisi
ilustrasi sistem baru ilmiahnya dalam praktek. Bagian kelima menyuguhkan
kesimpulan sementara. Dan bagian keenam suatu sintesa ilmu pengetahuan yang
diperoleh dari metode barunya. Tidaklah mengherankan, skema raksasa tersebut
menjadi suatu pekerjaan paling ambisius yang sejak jaman Aristoteles–tak pernah
terselesaikan. Tetapi, buku The Advancement of Learning (1605) dan Novum
Organum (1620) dapat dianggap sebagai penyelesaian kedua bagian dari kerja
raksasanya.1

Novum Organum atau New Instrument adalah buku Bacon yang terpenting.
Buku ini pada dasarnya merupakan pernyataan pengukuhan untuk penerimaan
metode empiris tentang penyelidikan. Praktek ilmiah yang saat itu bertumpu
sepenuhnya pada logika deduktif Aristoteles dipandang tidak ada gunanya,
merosot, dan absurd. Karena itu diperlukan metode baru penelaahan, yaitu suatu
metode induktif. Ilmu pengetahuan bukanlah sesuatu titik tempat bertolak dan
mengambil kesimpulan darinya; tetapi ilmu pengetahuan adalah sesuatu tempat
sampai ke tujuan.

Untuk memahami dunia ini, pertama orang mesti “mengamati”nya. Pertama,


kumpulkan fakta-fakta. Kemudian, ambil kesimpulan dari fakta-fakta itu dengan
cara argumentasi induktif yang logis. Meskipun para ilmuwan tidak mengikuti
metode induktif Bacon dalam semua segi, tetapi ide umumnya yang diutarakannya
dalam penelitian dan percobaan penting yang ruwet menjadi daya dorong dari
metode yang digunakan oleh para ilmuwan sejak saat itu.

1
Robert C. Solomon, Kathleen M. Higgins, Sejarah Filsafat di terjemahkan oleh Saut Pasaribu (Yogyakarta: Yayasan
Bentang Budaya, 2000) hal. 330.
Buku terakhir Bacon adalah The New Atlantis, sebuah penjelasan tentang
negeri utopis terletak di sebuah pulau khayalan di Pasifik. Meskipun pokok cerita
diilhami oleh Utopia Sir Thomas Moore, keseluruhan pokok masalah yang terdapat
dalam buku Bacon sepenuhnya berbeda. Dalam buku Bacon, kemakmuran dan
keadilan dalam negara idealnya tergantung pada dan hasil langsung dari hasil
pemusatan penyelidikan ilmiah. Dengan tersirat, tentu saja, Bacon memberitahu.
pada pembacanya bahwa penggunaan intelegensia dalam penyelidikan ilmiah dapat
membuat Eropa makmur dan bahagia seperti halnya penduduk yang hidup di pulau
khayalan itu.2

Orang selayaknya boleh bilang bahwa Francis Bacon merupakan filsuf


modern pertama. Pandangan keseluruhannya adalah sekuler dan bukannya religius
(kendati dia percaya kepada Tuhan dengan keyakinan teguh). Dia adalah seorang
rasionalis dan bukan orang yang percaya kepada tahyul; seorang empiris dan
bukannya seorang dogmatis yang logikanya mencla-mencle. Di bidang politik dia
adalah seorang realis dan bukan seorang teoritikus. Dengan pengetahuannya yang
mendalam dalam pengetahuan klasik serta keahlian sastranya yang mantap, dia
menaruh simpati terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi. Meskipun dia seorang
Inggris yang setia, Bacon punya pandangan berjangka jauh melampaui batas
negerinya. .

2. Aplikasi Filsafat Francis Bacon

Francis Bacon adalah perintis pertama Empirisme. Francis Bacon bukanlah


orang pertama yang menemukan arti kegunaan penarikan kesimpulan secara
induktif, dan juga bukan dia orang pertama yang memahami keuntungan-
keuntungan yang mungkin diraih oleh masyarakat pengembangan ilmu
pengetahuan.3 Tetapi, tak ada orang sebelum Bacon yang pernah menerbitkan dan
menyebarkan gagasan seluas itu dan sesemangat itu. Lebih dari itu, sebagian karena
Bacon adalah seorang penulis yang begitu bagus, dan sebagian karena

2
Ibid.
3
Franz Magnis Suseno, Pustaka Filsafat 13 TOKOH ETIKA, Sejak Zaman Yunani Sampai Abad ke-19, (Yogyakarta:
Kanisius, 1997) hal. 123
kemashurannya selaku politikus terkemuka, sikap Bacon terhadap ilmu
pengetahuan betul-betul punya makna penting yang besar. Tatkala “Royal Society
of London” (kelompok elit orang pilihan Kerajaan Inggris) didirikan tahun 1662
untuk menggalakkan ilmu pengetahuan, para pendirinya menyebut Bacon sebagai
sumber inspirasinya. Dan ketika Encyclopedie yang besar itu ditulis jaman
“Pembaharuan Perancis,” para penyumbang tulisan utama seperti Diderot dan
d’Alembert, juga menyampaikan pujiannya kepada Bacon yang memberikan
inspirasi terhadap kerjanya.

“Pengetahuan adalah kekuasaan” (knowledge is power), demikianlah kata-


kata Bacon yang terkenal. Reputasi Francis Bacon sebagai nenek moyang dari ilmu
pengetahuan modern dikenal dan sangat dihormati. Pertaliannya dengan
pengetahuan dan kekuasaan dalam The New Organon telah disalahartikan oleh
banyak kritik pencerahan yang sangat dihormati, termasuk Adorno, Horkheimer,
dan Foucault. Bacon berpendapat bahwa di awal abad 17, pengetahuan tentang
alam hampir tidak ada karena kegunaannya kurang bernilai (undervalued).
Argumennya terkait erat dengan etika menyeluruhnya, yang mempertanyakan
kekuasaan yang mapan serta menguntungkan umat manusia.4

Mengatasi meremehkan manusia ‘kapasitas mereka untuk mengembangkan


dan melaksanakan filsafat alam pada pijakan yang baru dan dengan metode baru
adalah komponen penting untuk hubungan. kekuasaan dan pengetahuan Bacon.
Pengetahuan dan kekuasaan tidak merupakan suatu kesatuan dan sama bagi Bacon,
tetapi mereka berhubungan; dalam arti bahwa kekuatan manusia diperlukan untuk
meningkatkan penyimpanan pengetahuan manusia, dan tidak dalam arti bahwa
pengetahuan alam mengarah langsung ke kuasa untuk mendominasi sifat atau
manusia .

4
Robert C. Solomon, Kathleen M. Higgins, Sejarah Filsafat di terjemahkan oleh Saut Pasaribu Yogyakarta:
Yayasan Bentang Budaya, 2000, hlm. 330.
Peranan Francis Bacon di dalam perkembangan ilmu dan filsafat ilmu umumnya
digolongkan ke dalam empat kelompok :

1. Sebagai ahli filsafat ilmu; di sini ia menganjurkan suatu metode baru untuk
meneliti alam.
2. Usahanya untuk mengklasifikasikan ilmu dan pengetahuan manusia secara
umum.
3. Kesadaran yang ditimbulkannya bahwa penerapan praktis dari “ilmu yang
baru” akan memperbaiki kualitas kehidupan dan kontrol manusia atas alam.
4. Bayangannya mengenai suatu masyarakat ilmiah yang terorganisir. Dalam hal
ini ditekankan pentingnya pembentukan lembaga-lembaga dan perhimpunan-
perhimpunan ilmiah.
DAFTAR PUSTAKA

Franz Magnis Suseno, Pustaka Filsafat 13 TOKOH ETIKA, Sejak Zaman Yunani Sampai Abad
ke-19, (Yogyakarta: Kanisius, 1997)

Robert C. Solomon, Kathleen M. Higgins, Sejarah Filsafat di terjemahkan oleh Saut Pasaribu
Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya, 2000
MAKALAH FILSAFAT ILMU PADA MASA MODERN

“FRANCIS BACON”

Kelompok 5 :
1. Marcel C. S. Laisbuke
2. Marta C. Tangawola
3. Marthorika N. L.Asbanu
4. Richard J. Fau
5. Ruth L. A. Amtiran
6. Yano S. Pasole
Semester/Kelas : III/B

UNIVERSITAS KRISTEN ARTHA WACANA KUPANG

FAKULTAS TEOLOGI

2019

Anda mungkin juga menyukai