net/publication/329589047
CITATIONS READS
0 9,198
1 author:
Budi Manfaat
IAIN Syekh Nurjati Cirebon
10 PUBLICATIONS 14 CITATIONS
SEE PROFILE
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
All content following this page was uploaded by Budi Manfaat on 12 December 2018.
—Budi Manfaat
P
ada bagian ini, pembelajar akan diberikan gambaran tentang bagaimana memilih teknik
analisis yang tepat dalam penelitian dan evaluasi. Pemilihan teknik analisis bisa dikatakan
“tepat” manakala sesuai dengan hasil akhir yang diharapkan dari suatu kajian. Menurut
Isaac & Michael (1981), hasil akhir (outcome) yang diharapkan dari suatu kajian penelitian
adalah berupa kesimpulan yang dapat digeneralisasi (generalizable conclusions), sedangkan
hasil akhir dari suatu kajian evaluasi adalah berupa keputusan khusus (specific decision).
Sebagai sebuah gambaran, pembelajar dapat mencermati dua contoh pertanyaan berikut.
1. “Bagaimana kemampuan bahasa Inggris siswa kelas VII SMPN 1 Cirebon?”
2. “Apakah kemampuan bahasa Inggris dan kemampuan matematika siswa adalah dua hal
yang saling berhubungan?”
Pada contoh yang pertama, hasil akhir kajiannya adalah berupa keputusan yang secara
khusus ditujukan untuk siswa kelas VII SMPN 1 Cirebon, dan tidak berlaku untuk sekolah
lainnya. Sementara pada contoh yang kedua, hasil kajiannya adalah berupa kesimpulan yang bisa
digeneralisasi sehingga berlaku juga pada siswa di sekolah mana pun (populasi), meskipun
subjek yang dipelajari (sebagai sampel) hanya berasal dari sekolah tertentu. Dengan kata lain,
pertanyaan jenis pertama adalah pertanyaan evaluatif, sedangkan pertanyaan jenis kedua adalah
pertanyaan penelitian. Namun demikian, beberapa literatur (misalnya Leech dkk, 2005) tidak
membedakan dua jenis kajian tersebut (“penelitian” dan “evaluasi”), dan cukup menggunakan
satu istilah saja yaitu “penelitian”. Menurut Leech dkk (2005), tujuan umum penelitian (dalam
tradisi penelitian kuantitatif) dapat digolongkan menjadi dua, yaitu (1) untuk mendeskripsikan
suatu variabel, dan (2) untuk membuat generalisasi tentang hubungan antar variabel. Jika tujuan
penelitiannya adalah hanya untuk mendeskripsikan suatu variabel (tanpa bermaksud membuat
generalisasi), maka diperlukan teknik analisis statistik deskriptif. Sementara jika tujuan
penelitiannya adalah bertujuan untuk membuat generalisasi tentang hubungan antar variabel,
maka diperlukan teknik analisis statistik inferensi. Lebih jelas tentang dua jenis teknik analisis
tersebut selanjutnya dipaparkan sebagai berikut.
Tabel 2
Rencana 50 Siswa SMA Kota X Setamat Sekolah
1 Studi lanjut 11 Studi lanjut 21 Belum jelas 31 Studi lanjut 41 Studi lanjut
2 Studi lanjut 12 Studi lanjut 22 Belum jelas 32 Studi lanjut 42 Kerja
3 Kerja 13 Belum jelas 23 Studi lanjut 33 Kerja 43 Belum jelas
4 Studi lanjut 14 Kerja 24 Belum jelas 34 Belum jelas 44 Kerja
5 Kerja 15 Kerja 25 Kerja 35 Studi lanjut 45 Kerja
6 Kerja 16 Kerja 26 Kerja 36 Studi lanjut 46 Kerja
7 Belum jelas 17 Studi lanjut 27 Kerja 37 Studi lanjut 47 Kerja
8 Kerja 18 Studi lanjut 28 Kerja 38 Studi lanjut 48 Studi lanjut
9 Kerja 19 Studi lanjut 29 Studi lanjut 39 Studi lanjut 49 Belum jelas
10 Kerja 20 Studi lanjut 30 Studi lanjut 40 Studi lanjut 50 Kerja
Jika data mentah di atas disajikan begitu saja apa adanya, maka belum memberikan
informasi yang bermakna. Oleh karena itu, perlu dilakukan peringkasan data (summarize data)
untuk mendeskripsikan karakteristik-karakteristik tertentu, yang direpresentasikan dalam
sebuah angka-angka statistik, tabel-tabel statistik, atau grafik-grafik statistik. Informasi tersebut
akan berguna dalam pembuatan keputusan misalnya adalah untuk seleksi, penempatan, dan atau
klasifikasi.
Angka-angka Statistik
Pada data numerik (berskala interval atau rasio), angka statistik yang paling sering digunakan
untuk mendeskripsikan karakteristik data suatu variabel adalah rata-rata atau mean dan standar
deviasi. Angka mean menggambarkan titik pemusatan data, sedangkan angka standar deviasi
menggambarkan sebaran data. Sementara pada data kategori (berskala nominal atau ordinal),
angka statistik yang paling sering digunakan untuk menggambarkan karakteristik data suatu
variabel adalah prosentase atau proporsi. Perhatikan dua contoh data di atas. Skor IQ siswa
adalah contoh data numerik (berskala interval), sedangkan rencana siswa setamat sekolah adalah
contoh data kategori (berskala nominal).
Bab buku ini tidak akan menguraikan lebih rinci tentang rumus-rumus (formula) untuk
mendapatkan angka-angka statistik tersebut. Pembelajar dapat merujuk buku-buku statitik yang
tersedia jika mengalami kesulitan. Selain itu, dalam hal manual penghitungannya, pembelajar
juga dapat menggunakan software-software statistik yang tersedia seperti SPSS, MINITAB, dan
sebagainya, atau cukup dengan program aplikasi office EXCEL. Sementara pada bab buku ini
lebih menekankan pada alasan penggunaan dan interpretasi.
Pada contoh data tentang skor IQ di atas, diperoleh angka rata-rata skor sebesar 109
dengan standar deviasi 15,52. Apa maknanya? Jika data tersebut tersebar normal simetris, maka
kecenderungan data memusat pada skor 109. Namun informasi itu saja belum cukup. Perlu
informasi pelengkap yang menggambarkan derajat sebaran data, yaitu angka standar deviasinya.
Gambar 1
Grafik Distribusi Normal, dilengkapi dengan Persentase Frekuensi
dalam Rentang Standar Deviasi dari Mean (Gambar diambil dari Best & Kahn, 1998)
Simbol dalam hal ini digunakan untuk menotasikan standar deviasi dari suatu data polulasi
(catatan: pada data sampel biasa dinotasikan dengan simbol “s”). Berdasarkan ilustrasi gambar
tersebut, maka dapat dikatakan bahwa:
68,28% siswa memilki skor IQ antara 93,48 sampai dengan 124,52
95,44% siswa memilki skor IQ antara 77,96 sampai dengan 140,04
dan seterusnya.
(keterangan: angka 93,48 diperoleh dari 109-15,52 ; angka 124,52 diperoleh dari 109+15,52;
angka 77,96 diperoleh dari 109-2(15,52); angka 140,04 diperoleh dari 109+2(15,52); dan
demikian seterusnya)
Untuk memperkuat pemahaman tentang urgensi angka standar deviasi, pembelajar
dapat menyimak ilustrasi berikut. Dua kelompok siswa, misalnya siswa pada sekolah A dan
sekolah B, masing-masing memiliki rata-rata skor IQ yang sama yaitu 109, tapi dengan standar
deviasi yang berbeda. Standar deviasi skor IQ siswa pada sekolah A adalah 15, sedangkan standar
deviasi skor IQ siswa pada sekolah B adalah 4. Hal itu menggambarkan kondisi yang berbeda.
Jika hanya dilaporkan tentang rata-rata skornya (tanpa informasi tentang standar deviasi) maka
seolah-olah dua kelompok siswa tersebut adalah sama. Padahal kenyataannya skor IQ siswa pada
sekolah A lebih beragam dari pada sekolah B.
Berikutnya, pada data tentang rencana siswa setamat sekolah, diperolah angka proporsi
siswa yang berencana untuk studi lanjut adalah 44%, sedangkan proporsi siswa yang berencana
untuk terjun ke dunia kerja adalah 40%, dan proporsi siswa yang belum memutuskan
rencananya (belum jelas) adalah 16%. Angka-angka ini menggambarkan persentase banyaknya
siswa pada masing-masing kategori. Tampak bahwa sebagian besar siswa sudah memilki rencana
yang jelas dibandingkan dengan siswa yang belum memutuskan rencananya.
Tabel 3
Tabel Distribusi Frekuensi Skor IQ 110 Siswa
Frekuensi
Interval Batas Titik Frekue Frekuensi Frekuansi
Relatif
Skor Atas Tengah nsi Kumulatif Relatif
Kumulatif
145-149 149 147 3 110 0.03 1.00
140-144 144 142 3 107 0.03 0.97
135-139 139 137 2 104 0.02 0.95
130-134 134 132 7 102 0.06 0.93
125-129 129 127 8 95 0.07 0.86
120-124 124 122 12 87 0.11 0.79
115-119 119 117 7 75 0.06 0.68
110-114 114 112 20 68 0.18 0.62
105-109 109 107 15 48 0.14 0.44
100-104 104 102 10 33 0.09 0.30
95-99 99 97 8 23 0.07 0.21
90-94 94 92 6 15 0.05 0.14
85-89 89 87 6 9 0.05 0.08
80-84 84 82 2 3 0.02 0.03
75-79 79 77 0 1 0.00 0.01
70-74 74 72 1 1 0.01 0.01
Tabel 4
Tabel Distribusi Rencana Siswa Setamat Sekolah
Grafik-grafik Statistik
Banyak jenis grafik atau diagram yang dapat dimanfaatkan untuk menggambarkan ringkasan
data secara menarik, misalnya adalah histogram (bar), poligon, ojif (ogive), diagram lingkaran
(pie chart), dan masih banyak lagi jenis lainnya. Keunggulan dari suatu gambar (grafik/diagram)
adalah kemampuannya dalam mewakili penjelasan bahasa verbal yang panjang. Satu gambar
dapat mewakili seribu bahasa, seperti pernyataan Sharma (1996), “a picture is worth a thousand
words”.
20
15
10
5
0
62 72 82 92 102 112 122 132 142 152
Gambar 3
Poligon Skor IQ 110 Siswa SMA Kota X
Dua sajian grafis di atas (histogram dan poligon), memberikan gambaran tentang
sebaran skor IQ 110 siswa. Pembaca akan dapat memvisualisasikan rata-rata skornya, dan juga
variasinya. Tampak bahwa hanya sedikit saja siswa dengan skor IQ sangat rendah, juga hanya
sedikit saja siswa dengan skor sangat tinggi. Dominan siswa berada pada skor IQ sekitar 102-112.
Dengan kata lain, skor IQ siswa secara kesuluran (110 siswa) tersebar secara normal (ditunjukkan
oleh kurva yang berbentuk seperti lonceng).
Untuk kepentingan pembuatan keputusan seleksi, klasifikasi, dan atau penempatan
misalnya, maka penyajian dalam bentuk grafik lainnya juga diperlukan. Grafik yang paling lazim
digunakan untuk kepentingan tersebut adalah berupa ojif seperti disajikan pada Gambar 4 dan
Gambar 5.
Gambar 4
Ojif Skor IQ 110 Siswa SMA Kota X
(dinyatakan dalam frekuansi kumulatif)
Gambar 5
Ojif Skor IQ 110 Siswa SMA Kota X
(dinyatakan dalam frekuansi relatif kumulatif)
Sajian ojif (dalam frekuensi realtif kumulatif) di atas dapat dimanfaatkan untuk menjawab
pertanyaan misalnya sebagai berikut.
“Jika dari 110 siswa tersebut akan dipilih siswa dengan skor IQ di atas 109, maka ada
berapa persen siswa yang akan terpilih?” (jawabannya adalah: sekitar 56% siswa,
karena frekuansi realtif kumulatif siswa dengan skor di bawah 109 adalah sekitar 0,44
(atau 44%).
“Jika akan dipilih 5% siswa saja dengan skor IQ tertinggi, maka skor IQ dari 5 siswa
yang terpilih tersebut minimal berapa?” (jawabannya adalah sekitar 140).
“Jika 110 siswa tersebut akan diklasifikasikan menjadi dua kelompok, yaitu kelompok
rendah (50% terendah) dan tinggi (50% tertinggi), maka berapa skor IQ pemisahnya?”
(jawabannya adalah: sekitar 111, yang berarti bahwa siswa dengan skor di bawah 111
adalah kelompok rendah, dan siswa dengan skor di atas 111 adalah kelompok tinggi).
Adapun ringkasan data pada contoh yang kedua (data tentang rencana 50 siswa setamat
sekolah), dapat disajikan dalam bentuk diagram lingkaran seperti berikut.
Belum tahu
16%
Studi lanjut
44%
Kerja
40%
Gambar 6
Rencana Siswa Setamat Sekolah (disajikan dalam diagram lingkaran)
1
Sebagaimana dikutip Randall E. Schumacker dan Richard G. Lomax. 2004. A Beginner’s Guide to structural Equation Modeling.
(2nd Ed). London: LEA, hal. 56
Satu Faktor atau Variabel Independen Satu Faktor atau Variabel Independen
dengan 2 level dengan 3 atau lebih level
/kategori/kelompok/sampel /kategori/kelompok/sampel
Skala
Pengukuran Pengukuran
Pengukuran Perban-
Antar Berulang Antar Sampel Berulang
Variabel dingan
Sampel/Kelompok atau /Kelompok atau
Dependen
Independen Antar Sampel Independen Antar Sampel
(Between) Berkaitan (Between) Berkaitan
(Within) (Within)
ANOVA Model
Uji t Sampel
Uji t Sampel Linear
Berpasangan ANOVA Satu
Independen Pengukuran
Mean Jalur
Interval / Berulang
(rata- (Paired
Rasio (Independent
rata) Samples t (One Way
Samples t Test) (GLM Repeated
Test) ANOVA)
Meeasures
ANOVA)
Mean Kruskal-
Ordinal Mann-Whitney Wilcoxon Friedman
Rank Wallis
Nominal Counts Chi-Square McNemar Chi-Square Cochran Q Test
Tabel 6
Statistik Inferensi untuk Pertanyaan atau Hipotesis Asosiasi
Korelasi adalah statistik inferensi yang digunakan untuk mengases asosiasi atau
hubungan antara dua variabel. Tingkat kekuatan hubungan antara dua variabel tersebut
dinyatakan dalam sebuah koefisien korelasi, yang nilainya menempati bilangan real berkisar dari
-1 sampai +1. Koefisien korelasi yang bernilai positif menandakan bahwa dua variabel
berhubungan searah, sementara koefisien korelasi negatif menandakan bahwa dua variabel
berhubungan terbalik. Koefisien korelasi yang semakin mendekati 1 menunjukkan tingkat
hubungan yang semakin kuat, sedangkan koefisien korelasi yang mendekati nol menunjukkan
tingkat hubungan yang rendah atau bahkan tidak berhubungan. Namun demikian, perlu dicatat
bahwa pola hubungan yang dimaksudkan dalam hal ini adalah hubungan linear (berpola seperti
garis lurus). Dengan demikian, jika dua buah variabel dinyatakan memiliki koefisien korelasi nol,
maka penafsirannya adalah bahwa dua variabel tersebut tidak memiliki hubungan linear. Bisa
saja ternyata dua variabel tersebut sesungguhnya memiliki hubungan dengan pola lainnya,
misalnya hubungan kuadratik, eksponensial, atau lainnya. Oleh karena itu, adalah sangat penting
memeriksa pola hubungan dua variabel tersebut, misalnya berupa diagram pencar (scatter plot),
apakah kecenderungan hubungannya berpola linear ataukah tidak. Langkah ini biasa disebut
dengan pemeriksaan asumsi linearitas.
Regresi Linear mengestimasi koefisien-koefisien pada persamaan linear dengan
menggunakan satu atau lebih variabel independen untuk memprediksikan nilai variabel
dependen. Jika hanya memuat satu variabel independen maka disebut regresi bivariat (bivariat
regression) atau linear sederhana (simple linear), sedangkan jika memuat lebih dari satu
2
Sebagaimana dikutip John W. Best dan James V. Kahn. 1998. Op. Cit., hal. 389
dengan = jika = ,
( ) ( )
atau = jika ≠ .
Tabel 8
Penafsiran tentang Kekuatan Hubungan (Besaran Pengaruh)
Hipotesis Penelitian:
Bahwa kemampuan bahasa Inggris mahasiswa setelah mengikuti program matrikulasi lebih baik
dari pada sebelumnya.
Hipotesis Statistik:
: =
: ≠
Data:
Sebanyak 50 mahasiswa peserta matrikulasi dijadikan sebagai sampel, dan melalui tes diperoleh
data skor TOEFL sebelum dan sesudah mengikuti matrikulasi sebagaimana disajikan pada tabel
berikut.
Statistik Inferensi
Statistik uji yang digunakan adalah uji t berpasangan (paired t-test). Asumsi normalitas dan
homogenitas varians dapat diabaikan karena uji t memiliki sifat “robust”. Tidak menjadi masalah
serius jika seandainya normalitas dan homogenitas varians tidak dapat ditunjukkan, untuk
kondisi = (karena data berpasangan).
Prosedur SPSS:
Analize => Compare Means => Paired Sample T Test
Output SPSS:
Interpretasi:
Pertama, Tabel Paired Sample Test menyajikan nilai signifikansi (sig.) yang digunakan sebagai
dasar pertimbangan dalam pembuatan keputusan pengujian hipotesis. Tertera nilai signifikansi
sebesar <0,0013. Misalnya dalam hal ini ditetapkan taraf signifikansi ( ) sebesar 5% atau 0,05.
Oleh karena nilai signifikansi lebih kecil dari taraf signifikansi yang ditetapkan maka keputusan
yang diambil adalah menolak dan menerima . Artinya, terdapat perbedaan mean skor
TOEFL yang signifikan antara sebelum mengikuti matrikulasi dan setelah mengikuti matrikulasi.
Kedua, mean skor TOEFL sesudah matrikulasi lebih tinggi (lebih baik) dari pada sebelum
matrikulasi. Hal itu diperlihatkan pada tabel Paired Sample Statistics, di mana mean skor
TOEFL sebelum matrikulasi adalah sebesar 370,74 sedangkan mean skor TOEFL sesudah
matrikulasi adalah sebesar 427,42. Artinya, bahwa program matrikulasi memilki pengaruh
positif.
Ketiga, ukuran besaran pengaruh (effect size) jenis dihitung sebagai berikut:
− 427,42 − 370,74
= = = 6,56
+ 38,625 + 46,561
−1 50 − 1
Oleh karena nilai = 6,56 lebih besar dari 1, maka disimpulkan pengaruh positifnya dalam
kategori sangat besar. Artinya, program matrikulasi tersebut memiliki pengaruh positif yang
sangat besar dalam meningkatkan kemampuan bahasa Inggris mahasiswa.
Keempat, oleh karena program matrikulasi tersebut memberikan pengaruh posisitf yang besar,
dan biaya untuk penyelenggaraan matrikulasi juga dinilai terjangkau (misalnya), maka
keputusan untuk melanjutkan program tersebut adalah memilki signifikansi secara praktis. []
***
Kasus:
Ditemukan sebuah metode baru untuk pembelajaran bahasa Inggris, namanya adalah metode
AHA. Metode ini diharapkan dapat memudahkan siswa dalam menguasai keterampilan bahasa
Inggris. Seorang peneliti kemudian ingin menguji efektivitas metode baru tersebut, apakah
efeknya lebih baik dari pada metode yang telah ada sebelumnya, ataukah sama saja.
3
Meskipun pada output tertulis 0,000, namun aangka sesungguhnya tidak benar-benar 0, oleh karena itu, lebih baik dalam
penulisannya dituliskan <0,001, yang artinya lebih kecil dari 0,001
Hipotesis Penelitian:
Bahwa penguasaan keterampilan bahasa Inggris siswa dalam kelompok pembelajaran dengan
metode AHA lebih baik dari pada siswa dalam kelompok pembejaran dengan metode
konvensional.
Hipotesis Statistik:
: =
: ≠
Data:
Dua kelompok siswa diberikan perlakuan berupa pembelajaran bahasa Inggris dengan metode
yang berbeda (AHA dan Konvensional) selama satu semester. Kondisi kemampuan awal siswa
pada masing-masing kelompok tersebut diasumsikan sama (homogen). Setelah satu semester,
kemudian dilakukan tes keterampilan bahasa Inggris (dengan skala nilai 20 sampai 120), dan
diperoleh data sebagai berikut.
Skor Hasil Tes Keterampilan Bahasa Mahasiswa Kelompok AHA dan Kelompok Konvensional
Statistik Inferensi
Statistik uji yang digunakan adalah uji t independen (independent samples t-test). Asumsi
normalitas dan homogenitas varians dapat diabaikan karena uji t memiliki sifat “robust”. Tidak
menjadi masalah serius jika seandainya normalitas dan homogenitas varians tidak dapat
ditunjukkan, untuk kondisi = .
Prosedur SPSS:
Analize => Compare Means => Independent Samples T Test
Group Statistics
METODE N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
SKOR AHA 30 89.0667 16.01278 2.92352
Konvensional 30 77.7333 17.88263 3.26491
Interpretasi:
Pertama, Tabel Independent Samples Test menyajikan dua macam nilai signifikansi (sig.) yang
digunakan sebagai dasar pertimbangan dalam pembuatan keputusan pengujian hipotesis. Dua
macam nilai signifikansi tersebut berdasarkan pada perbedaan asumsi, baris pertama jika
mengasumsikan varians homogen (equal variances), dan baris kedua jika mengasumsikan
varians tidak homogen. Pilihan yang terbaik, adalah sesuai dengan hasil uji homogenitas varians
(uji Levene) yang ditampilkan. Nilai signifikansi uji Levene yang ditampilkan adalah 0,591 (lebih
besar dari 0,05) sehingga keputusan yang diambil adalah menerima . Artinya, kedua populasi
kelompok perlakuan tersebut memilki varians yang sama (homogen). Oleh karena itu, pada uji t
independen ini lebih baik memperhatikan output signifikansi pada baris pertama (yang
mengasumsikan varians sama). Karena nilai signifikansi yang ditampilkan adalah sebesar 0,012
(lebih kecil dari 0,05) maka keputusan yang diambil adalah menolak dan menerima .
Artinya, terdapat perbedaan mean skor hasil tes keterampilan bahasa Inggris antara siswa pada
kelompok konvensional dan siswa pada kelompok AHA.
Kedua, mean skor hasil tes keterampilan bahasa Inggris siswa pada kelompok AHA lebih tinggi
(lebih baik) dari pada siswa pada kelompok konvensional. Hal itu diperlihatkan pada tabel Group
Statistics, di mana mean skor pada kelompok AHA adalah sebesar 89,07 (pembulatan)
sedangkan mean skor pada kelompok konvensional adalah 77,73. Artinya, bahwa metode AHA
memberikan pengaruh positif.
Ketiga, ukuran besaran pengaruh (effect size) jenis dihitung sebagai berikut:
− 89,07 − 77,73
= = = 2,54
+ 16,01 + 17,88
−1 30 − 1
Kasus:
Sebuah penelitian ditujukan untuk mengetahui cara apa yang paling efektif untuk meningkatkan
kemampuan bahasa Inggris siswa. Kemudian dilakukan percobaan: empat metode belajar bahasa
Inggris yang berbeda dicobakan kepada empat kelompok siswa. Empat metode belajar tersebut
adalah:
1. Belajar bahasa Inggris melalui pembentukan komunitas bahasa Inggris: dimana dalam
komunitas tersebut siswa harus berkomunikasi baik lisan maupun tulis dengan bahasa
Inggris;
2. Belajar bahasa Inggris melalui membaca buku-buku novel berbahasa Inggris;
3. Belajar bahasa Inggris melalui pembiasaan mendengarkan musik-musik berbahasa Inggris;
4. Belajar bahasa Inggris melalui pembiasaan tontonan film-film berbahasa Inggris.
Statistik Inferensi
Statistik uji yang digunakan adalah uji F atau ANOVA. Asumsi normalitas dan homogenitas
varians dapat diabaikan karena ANOVA memiliki sifat “robust”. Tidak menjadi masalah serius
jika seandainya normalitas dan homogenitas varians tidak dapat ditunjukkan, untuk ukuran
sampel pada setiap kelompok sama ( = = = )
Prosedur SPSS:
Analize => Compare Means => One-Way ANOVA
Output:
Test of Homogeneity of Variances
SCORE
Levene
Statistic df1 df2 Sig.
.188 3 76 .904
ANOVA
SCORE
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 19404.500 3 6468.167 61.083 .000
Within Groups 8047.700 76 105.891
Total 27452.200 79
Interpretasi:
Tabel Test of Homogenity Variances menyajikan nilai signifikansi uji Levene untuk pengujian
homogenitas varians. Nilai signifikansi yang ditampilkan adalah sebesar 0,904 (lebih besar dari
0,05) sehingga keputusan yang diambil adalah menerima Ho yang berarti bahwa varians antar
kelompok populasi adalah homogen. Dengan demikian asumsi homogenitas telah terpenuhi,
meskipun asumsi ini dapat diabaikan jika kondisi ukuran sampel pada setiap kelompok sama.
Tabel ANOVA menyajikan nilai signifikansi uji F sebesar 0,000 (angka sesungguhnya tidak
benar-benar 0, oleh karena itu, lebih baik dalam dituliskan <0,001, yang artinya lebih kecil dari
0,001) lebih kecil dari 0,05, sehingga keputusan yang diambil adalah menolak dan menerima
. Artinya, bahwa mean skor hasil tes antar kelompok tidak semuanya sama. Selanjutnya, perlu
dianalisis lebih lanjut pasangan kelompok mana saja yang memilki perbedaan signifikan. Dalam
hal ini digunakan uji Tukey HSD dan Scheffe, untuk pengujian lebih lanjut. Outputnya adalah
sebagai berikut.
Keterangan:
1 = Komunitas
2 = Novel
3 = Musik
4 = Film
Tabel Multiple Comparation memberikan informasi tentang signifikansi perbedaan setiap
pasangan yang mungkin.
Antara 1 dan 2 (Komunitas dan Novel), perbedaannya tidak signifikan, ditunjukkan oleh
nilai signifikansi sebesar 0,733 (lebih besar dari 0,05).
Antara 1 dan 3 (Komunitas dan Musik), perbedaannya signifikan, ditunjukkan oleh nilai
signifikansi sebesar <0,001 (lebih kecil dari 0,05). Mean skor tes siswa pada kelompok
Musik lebih tinggi dari pada siswa pada kelompok Komunitas, diperlihatkan oleh Mean
Kasus:
Secara teoretik, keberhasilan belajar siswa salah satunya adalah ditentukan oleh motivasi
belajarnya. Seorang peneliti tertarik untuk mempelajari hubungan kedua variabel tersebut.
Variabel hasil belajar diukur melalui “tes hasil belajar”, sementara motivasi berprestasi siswa
diukur melalui “skala motivasi”.
Statistik Inferensi:
Akan digunakan analisis korelasi Pearson (karena kedua variabel berskala interval). Analisis ini
mengasumsikan bahwa pola hubungan antar variabel adalah linear (asumsi linearitas). Dalam
konteks ini, analisis tidak perlu dilanjutkan dengan regresi karena tidak bertujuan melakukan
prediksi. Analisis ini lebih fokus pada kepentingan eksplanasi.
Prosedur SPSS:
Pemeriksaan asumsi linearitas, yaitu dengan menampilkan tebaran data (scatter plot), dilakukan
dengan prosedur sebagai berikut:
Graph => Legacy Dialogs => Scatter
Jika asumsi linearitas terpenuhi, analisis korelasi dilakukan dengan prosedur sebagai berikut:
Analyze => Correlate => Bivariate, kemudian beri tanda ceklis pada kota Pearson.
Output:
Kasus:
Salah satu alat seleksi masuk perguruan tinggi adalah berupa tes IQ. Calon mahasiswa dengan
skor hasil tes IQ tinggi diprediksikan akan sukses menempuh pendidikan di perguruan tinggi.
Seorang peneliti kemudian tertarik untuk mengeksplorasi hubungan antara kedua variabel
tersebut. Misalnya keberhasilan studi di perguruan tinggi dilihat dari indeks prestasi mahasiswa.
Hipotesis Penelitian
Bahwa IQ berhubungan positif dengan IP, dan bahwa perubahan IQ akan menyebabkan
perubahan IP.
Data:
No Subjek IQ IP No Subjek IQ IP
1 90 2.75 21 106 2.82
2 75 1.50 22 107 2.84
3 75 2.50 23 107 3.03
4 78 1.42 24 109 3.06
5 90 2.00 25 109 3.15
6 85 1.79 26 110 3.27
7 93 2.50 27 111 3.35
8 93 2.50 28 110 3.49
9 94 1.94 29 113 3.54
10 95 2.00 30 113 3.00
11 98 2.02 31 115 3.58
12 100 2.08 32 117 3.61
13 100 2.20 33 110 3.61
14 101 2.44 34 119 3.67
15 101 2.47 35 119 3.74
16 102 2.48 36 120 3.89
17 103 2.50 37 121 3.96
18 103 2.56 38 126 3.00
19 104 2.66 39 128 2.70
20 104 2.75 40 141 3.50
Statistik Inferensi:
Akan digunakan analisis korelasi dan regresi (keterangan: jika melakukan analisis regresi maka
otomatis sudah memuat analisis korelasi). Analisis ini mengasumsikan bahwa pola hubungan
antar variabel adalah linear (asumsi linearitas).
Prosedur SPSS:
Pemeriksaan asumsi linearitas, yaitu dengan menampilkan tebaran data (scatter plot), dilakukan
dengan prosedur sebagai berikut:
Graph => Legacy Dialogs => Scatter
Jika asumsi linearitas terpenuhi, analisis regresi dilakukan dengan prosedur sebagai berikut:
Analyze => Regression => Linear
Model Summary
Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate
1 .789a .622 .612 .41567
a. Predictors: (Constant), IQ
ANOVAb
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 10.805 1 10.805 62.532 .000a
Residual 6.566 38 .173
Total 17.370 39
a. Predictors: (Constant), IQ
b. Dependent Variable: IP
Coefficientsa
Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) -1.132 .501 -2.258 .030
IQ .037 .005 .789 7.908 .000
a. Dependent Variable: IP
Interpretasi:
Pertama,
Tabel Model Summary menyajikan koefisien korelasi ganda ( ) sebesar 0,789 menunjukkan
kekuatan hubungan yang kuat antara IQ dan IP. Dalam kasus regresi sederhana (hanya memuat
satu variabel independen) maka nilai sama dengan nilai (korelasi bivariat). Sementara
koefisien determinasi ( ) sebesar 0,644, menunjukkan bahwa variasi IP ditentukan oleh variasi
IQ sebesar 64,4%. Berdasarkan tabel Coefficients, maka persamaan regresi hasil estimasi
berdasarkan data sampel adalah:
= −1,132 + 0,037
Daftar Rujukan
Best, J.W. & Kahn, J.V. 1998. Research in Education (8th Ed.). Boston: Allyn & Bacon
Cook, T.D., & Campbell, D.T. (1979). Quasi-experimentation: design and analysis issues for field
settings. Chicago: Rand McNally
Isaac, S. & Michael, W. B. (1981). Handbook in research and evaluation. (2nd edition). San
Diego: EdITS
Keppel, G. (1982). Design and analysis a researcher’s handbook (2nd ed.). Engliwood Cliffs:
Prentice Hall
Kumaidi & Manfaat, B. (2013). Pengantar Metode Statistika: Teori dan Terapannya dalam
Penelitian Bidang Pendidikan dan Psikologi. Cirebon: Eduvision
Leech, N.L., Barrett, K.C., & Morgan, G.A. (2005). SPSS For Intermediate Statistics: Use and
Interpretation. (2nd edition). London: LEA Publisher
Sharma, S. (1996). Applied multivariate techniques. New York: John Wiley & Son