Anda di halaman 1dari 27

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/329589047

Analisis Data Kuantitatif

Preprint · December 2018


DOI: 10.13140/RG.2.2.31212.82566

CITATIONS READS
0 9,198

1 author:

Budi Manfaat
IAIN Syekh Nurjati Cirebon
10 PUBLICATIONS   14 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

assessment for selection View project

asessment for selection View project

All content following this page was uploaded by Budi Manfaat on 12 December 2018.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Analisis Data Kuantitatif

—Budi Manfaat

P
ada bagian ini, pembelajar akan diberikan gambaran tentang bagaimana memilih teknik
analisis yang tepat dalam penelitian dan evaluasi. Pemilihan teknik analisis bisa dikatakan
“tepat” manakala sesuai dengan hasil akhir yang diharapkan dari suatu kajian. Menurut
Isaac & Michael (1981), hasil akhir (outcome) yang diharapkan dari suatu kajian penelitian
adalah berupa kesimpulan yang dapat digeneralisasi (generalizable conclusions), sedangkan
hasil akhir dari suatu kajian evaluasi adalah berupa keputusan khusus (specific decision).
Sebagai sebuah gambaran, pembelajar dapat mencermati dua contoh pertanyaan berikut.
1. “Bagaimana kemampuan bahasa Inggris siswa kelas VII SMPN 1 Cirebon?”
2. “Apakah kemampuan bahasa Inggris dan kemampuan matematika siswa adalah dua hal
yang saling berhubungan?”
Pada contoh yang pertama, hasil akhir kajiannya adalah berupa keputusan yang secara
khusus ditujukan untuk siswa kelas VII SMPN 1 Cirebon, dan tidak berlaku untuk sekolah
lainnya. Sementara pada contoh yang kedua, hasil kajiannya adalah berupa kesimpulan yang bisa
digeneralisasi sehingga berlaku juga pada siswa di sekolah mana pun (populasi), meskipun
subjek yang dipelajari (sebagai sampel) hanya berasal dari sekolah tertentu. Dengan kata lain,
pertanyaan jenis pertama adalah pertanyaan evaluatif, sedangkan pertanyaan jenis kedua adalah
pertanyaan penelitian. Namun demikian, beberapa literatur (misalnya Leech dkk, 2005) tidak
membedakan dua jenis kajian tersebut (“penelitian” dan “evaluasi”), dan cukup menggunakan
satu istilah saja yaitu “penelitian”. Menurut Leech dkk (2005), tujuan umum penelitian (dalam
tradisi penelitian kuantitatif) dapat digolongkan menjadi dua, yaitu (1) untuk mendeskripsikan
suatu variabel, dan (2) untuk membuat generalisasi tentang hubungan antar variabel. Jika tujuan
penelitiannya adalah hanya untuk mendeskripsikan suatu variabel (tanpa bermaksud membuat
generalisasi), maka diperlukan teknik analisis statistik deskriptif. Sementara jika tujuan
penelitiannya adalah bertujuan untuk membuat generalisasi tentang hubungan antar variabel,
maka diperlukan teknik analisis statistik inferensi. Lebih jelas tentang dua jenis teknik analisis
tersebut selanjutnya dipaparkan sebagai berikut.

A. TEKNIK ANALISIS STATISTIK DESKRIPTIF


Teknik analisis statistik deskriptif adalah sebuah teknik yang digunakan untuk meringkas data
dalam suatu angka, tabel, atau grafik, sehingga dapat memberikan informasi yang penting
sebagai dasar pengambilan keputusan spesifik. Sebagaimana diungkapkan pada bab sebelumnya,
bahwa dalam bidang pendidikan dan psikologi, tipe situasi keputusan dibedakan menjadi empat
yaitu: (1) seleksi, (2) penempatan, (3) klasifikasi, dan (4) penguasaan.
Untuk memahami penjelasan ini, pembelajar dapat menyimak ilustrasi berikut. Misalnya
terdapat suatu data tentang skor IQ 110 siswa SMA di suatu kota X, seperti disajikan pada Tabel
18 dan data hasil survey terhadap 50 lulusan SMA di suatu kota tertentu tentang rencananya
setamat sekolah, yang disajikan pada Tabel 1.

budi.manfaat@syekhnurjati.ac.id Salam sukses sejati!☺


Tabel 1
Skor IQ 110 Siswa SMA Kota X

100 104 87 130 112 95 119 123 146 109 109


96 109 71 123 109 88 113 119 132 100 105
98 103 84 128 111 93 117 121 139 109 105
98 104 85 129 112 94 117 121 140 109 106
96 109 77 123 110 89 114 120 132 100 105
100 104 87 130 112 95 118 122 143 109 107
96 101 78 124 110 91 115 120 135 109 105
99 104 86 129 112 94 118 122 143 109 106
97 102 82 126 110 91 117 120 136 109 105
97 102 83 127 110 92 117 121 138 109 105

Tabel 2
Rencana 50 Siswa SMA Kota X Setamat Sekolah

1 Studi lanjut 11 Studi lanjut 21 Belum jelas 31 Studi lanjut 41 Studi lanjut
2 Studi lanjut 12 Studi lanjut 22 Belum jelas 32 Studi lanjut 42 Kerja
3 Kerja 13 Belum jelas 23 Studi lanjut 33 Kerja 43 Belum jelas
4 Studi lanjut 14 Kerja 24 Belum jelas 34 Belum jelas 44 Kerja
5 Kerja 15 Kerja 25 Kerja 35 Studi lanjut 45 Kerja
6 Kerja 16 Kerja 26 Kerja 36 Studi lanjut 46 Kerja
7 Belum jelas 17 Studi lanjut 27 Kerja 37 Studi lanjut 47 Kerja
8 Kerja 18 Studi lanjut 28 Kerja 38 Studi lanjut 48 Studi lanjut
9 Kerja 19 Studi lanjut 29 Studi lanjut 39 Studi lanjut 49 Belum jelas
10 Kerja 20 Studi lanjut 30 Studi lanjut 40 Studi lanjut 50 Kerja

Jika data mentah di atas disajikan begitu saja apa adanya, maka belum memberikan
informasi yang bermakna. Oleh karena itu, perlu dilakukan peringkasan data (summarize data)
untuk mendeskripsikan karakteristik-karakteristik tertentu, yang direpresentasikan dalam
sebuah angka-angka statistik, tabel-tabel statistik, atau grafik-grafik statistik. Informasi tersebut
akan berguna dalam pembuatan keputusan misalnya adalah untuk seleksi, penempatan, dan atau
klasifikasi.

Angka-angka Statistik
Pada data numerik (berskala interval atau rasio), angka statistik yang paling sering digunakan
untuk mendeskripsikan karakteristik data suatu variabel adalah rata-rata atau mean dan standar
deviasi. Angka mean menggambarkan titik pemusatan data, sedangkan angka standar deviasi
menggambarkan sebaran data. Sementara pada data kategori (berskala nominal atau ordinal),
angka statistik yang paling sering digunakan untuk menggambarkan karakteristik data suatu
variabel adalah prosentase atau proporsi. Perhatikan dua contoh data di atas. Skor IQ siswa
adalah contoh data numerik (berskala interval), sedangkan rencana siswa setamat sekolah adalah
contoh data kategori (berskala nominal).
Bab buku ini tidak akan menguraikan lebih rinci tentang rumus-rumus (formula) untuk
mendapatkan angka-angka statistik tersebut. Pembelajar dapat merujuk buku-buku statitik yang
tersedia jika mengalami kesulitan. Selain itu, dalam hal manual penghitungannya, pembelajar
juga dapat menggunakan software-software statistik yang tersedia seperti SPSS, MINITAB, dan
sebagainya, atau cukup dengan program aplikasi office EXCEL. Sementara pada bab buku ini
lebih menekankan pada alasan penggunaan dan interpretasi.
Pada contoh data tentang skor IQ di atas, diperoleh angka rata-rata skor sebesar 109
dengan standar deviasi 15,52. Apa maknanya? Jika data tersebut tersebar normal simetris, maka
kecenderungan data memusat pada skor 109. Namun informasi itu saja belum cukup. Perlu
informasi pelengkap yang menggambarkan derajat sebaran data, yaitu angka standar deviasinya.

budi.manfaat@syekhnurjati.ac.id Salam sukses sejati!☺


Semakin besar angka standar deviasinya maka artinya semakin besar sebaran datanya (semakin
heterogen). Sebaliknya, semakin kecil standar deviasinya, maka semakin kecil pula sebaran
datanya (semakin homogen). Sebagai gambaran, jika standar deviasinya nol (standar deviasi
terkecil), maka artinya adalah “tidak ada sebaran data” atau “tidak ada keragaman data” (data
homogen atau seragam). Jika misalnya 100 siswa memilki skor IQ yang sama yaitu 109 semua,
maka rata-rata skornya adalah 109 dengan standar deviasi nol.
Lalu, apa makna rata-rata skor 109 dengan standar deviasi 15,52? Jika distribusinya
adalah normal simetrik, maka gambar kurva distribusi normal yang dibuat oleh Best & Kahn
(1998) berikut dapat membantu pembelajar untuk memahaminya.

Gambar 1
Grafik Distribusi Normal, dilengkapi dengan Persentase Frekuensi
dalam Rentang Standar Deviasi dari Mean (Gambar diambil dari Best & Kahn, 1998)

Simbol dalam hal ini digunakan untuk menotasikan standar deviasi dari suatu data polulasi
(catatan: pada data sampel biasa dinotasikan dengan simbol “s”). Berdasarkan ilustrasi gambar
tersebut, maka dapat dikatakan bahwa:
68,28% siswa memilki skor IQ antara 93,48 sampai dengan 124,52
95,44% siswa memilki skor IQ antara 77,96 sampai dengan 140,04
dan seterusnya.
(keterangan: angka 93,48 diperoleh dari 109-15,52 ; angka 124,52 diperoleh dari 109+15,52;
angka 77,96 diperoleh dari 109-2(15,52); angka 140,04 diperoleh dari 109+2(15,52); dan
demikian seterusnya)
Untuk memperkuat pemahaman tentang urgensi angka standar deviasi, pembelajar
dapat menyimak ilustrasi berikut. Dua kelompok siswa, misalnya siswa pada sekolah A dan
sekolah B, masing-masing memiliki rata-rata skor IQ yang sama yaitu 109, tapi dengan standar
deviasi yang berbeda. Standar deviasi skor IQ siswa pada sekolah A adalah 15, sedangkan standar
deviasi skor IQ siswa pada sekolah B adalah 4. Hal itu menggambarkan kondisi yang berbeda.
Jika hanya dilaporkan tentang rata-rata skornya (tanpa informasi tentang standar deviasi) maka
seolah-olah dua kelompok siswa tersebut adalah sama. Padahal kenyataannya skor IQ siswa pada
sekolah A lebih beragam dari pada sekolah B.
Berikutnya, pada data tentang rencana siswa setamat sekolah, diperolah angka proporsi
siswa yang berencana untuk studi lanjut adalah 44%, sedangkan proporsi siswa yang berencana
untuk terjun ke dunia kerja adalah 40%, dan proporsi siswa yang belum memutuskan
rencananya (belum jelas) adalah 16%. Angka-angka ini menggambarkan persentase banyaknya
siswa pada masing-masing kategori. Tampak bahwa sebagian besar siswa sudah memilki rencana
yang jelas dibandingkan dengan siswa yang belum memutuskan rencananya.

budi.manfaat@syekhnurjati.ac.id Salam sukses sejati!☺


Tabel-tabel Statistik
Tabel statistik yang paling sering digunakan untuk menggambarkan sebaran data adalah berupa
tabel distribusi. Menyajikan data dalam sebuah tabel distribusi cukup efisien dan informatif.
Distribusi yang disajikan dapat berupa distribusi frekuensi, distribusi prosentase, distribusi
frekuensi kumulatif, dan sebagainya. Pada contoh kasus data di atas, masing-masing dapat
disajikan dalam sebuah tabel distribusi frekuensi sebagai berikut.

Tabel 3
Tabel Distribusi Frekuensi Skor IQ 110 Siswa

Frekuensi
Interval Batas Titik Frekue Frekuensi Frekuansi
Relatif
Skor Atas Tengah nsi Kumulatif Relatif
Kumulatif
145-149 149 147 3 110 0.03 1.00
140-144 144 142 3 107 0.03 0.97
135-139 139 137 2 104 0.02 0.95
130-134 134 132 7 102 0.06 0.93
125-129 129 127 8 95 0.07 0.86
120-124 124 122 12 87 0.11 0.79
115-119 119 117 7 75 0.06 0.68
110-114 114 112 20 68 0.18 0.62
105-109 109 107 15 48 0.14 0.44
100-104 104 102 10 33 0.09 0.30
95-99 99 97 8 23 0.07 0.21
90-94 94 92 6 15 0.05 0.14
85-89 89 87 6 9 0.05 0.08
80-84 84 82 2 3 0.02 0.03
75-79 79 77 0 1 0.00 0.01
70-74 74 72 1 1 0.01 0.01

Tabel 4
Tabel Distribusi Rencana Siswa Setamat Sekolah

Kategori Rencana Frekuensi Proporsi


Studi lanjut 22 44%
Kerja 20 40%
Belum tahu 8 16%

Grafik-grafik Statistik
Banyak jenis grafik atau diagram yang dapat dimanfaatkan untuk menggambarkan ringkasan
data secara menarik, misalnya adalah histogram (bar), poligon, ojif (ogive), diagram lingkaran
(pie chart), dan masih banyak lagi jenis lainnya. Keunggulan dari suatu gambar (grafik/diagram)
adalah kemampuannya dalam mewakili penjelasan bahasa verbal yang panjang. Satu gambar
dapat mewakili seribu bahasa, seperti pernyataan Sharma (1996), “a picture is worth a thousand
words”.

budi.manfaat@syekhnurjati.ac.id Salam sukses sejati!☺


Gambar 2
Histogram Skor IQ 110 Siswa SMA Kota X

20
15
10
5
0
62 72 82 92 102 112 122 132 142 152

Gambar 3
Poligon Skor IQ 110 Siswa SMA Kota X

Dua sajian grafis di atas (histogram dan poligon), memberikan gambaran tentang
sebaran skor IQ 110 siswa. Pembaca akan dapat memvisualisasikan rata-rata skornya, dan juga
variasinya. Tampak bahwa hanya sedikit saja siswa dengan skor IQ sangat rendah, juga hanya
sedikit saja siswa dengan skor sangat tinggi. Dominan siswa berada pada skor IQ sekitar 102-112.
Dengan kata lain, skor IQ siswa secara kesuluran (110 siswa) tersebar secara normal (ditunjukkan
oleh kurva yang berbentuk seperti lonceng).
Untuk kepentingan pembuatan keputusan seleksi, klasifikasi, dan atau penempatan
misalnya, maka penyajian dalam bentuk grafik lainnya juga diperlukan. Grafik yang paling lazim
digunakan untuk kepentingan tersebut adalah berupa ojif seperti disajikan pada Gambar 4 dan
Gambar 5.

Gambar 4
Ojif Skor IQ 110 Siswa SMA Kota X
(dinyatakan dalam frekuansi kumulatif)

budi.manfaat@syekhnurjati.ac.id Salam sukses sejati!☺


Sajian ojif (dalam frekuensi kumulatif) di atas dapat dimanfaatkan untuk menjawab pertanyaan
misalnya sebagai berikut.
 “Jika dari 110 siswa tersebut akan dipilih siswa dengan skor IQ di atas 109, maka ada
berapa siswa yang akan terpilih?” (jawabannya adalah: sekitar 62 siswa, karena
frekuansi kumulatif siswa dengan skor di bawah 109 adalah sekitar 48, sedangkan total
siswa 110).
 “Jika akan dipilih 15 siswa saja dengan skor IQ tertinggi, maka skor IQ dari 15 siswa
yang terpilih tersebut minimal berapa?” (jawabannya adalah sekitar 130).
 “Jika 110 siswa tersebut akan diklasifikasikan menjadi dua kelompok, yaitu kelompok
rendah dan tinggi, dengan batas skor 109 sebagai pemisahnya, maka ada berapa
siswa pada masing-masing kelompok?” (jawabannya adalah: sekitar 48 siswa pada
kelompok rendah dan 62 siswa pada kelompok tinggi).

Gambar 5
Ojif Skor IQ 110 Siswa SMA Kota X
(dinyatakan dalam frekuansi relatif kumulatif)

Sajian ojif (dalam frekuensi realtif kumulatif) di atas dapat dimanfaatkan untuk menjawab
pertanyaan misalnya sebagai berikut.
 “Jika dari 110 siswa tersebut akan dipilih siswa dengan skor IQ di atas 109, maka ada
berapa persen siswa yang akan terpilih?” (jawabannya adalah: sekitar 56% siswa,
karena frekuansi realtif kumulatif siswa dengan skor di bawah 109 adalah sekitar 0,44
(atau 44%).
 “Jika akan dipilih 5% siswa saja dengan skor IQ tertinggi, maka skor IQ dari 5 siswa
yang terpilih tersebut minimal berapa?” (jawabannya adalah sekitar 140).
 “Jika 110 siswa tersebut akan diklasifikasikan menjadi dua kelompok, yaitu kelompok
rendah (50% terendah) dan tinggi (50% tertinggi), maka berapa skor IQ pemisahnya?”
(jawabannya adalah: sekitar 111, yang berarti bahwa siswa dengan skor di bawah 111
adalah kelompok rendah, dan siswa dengan skor di atas 111 adalah kelompok tinggi).
Adapun ringkasan data pada contoh yang kedua (data tentang rencana 50 siswa setamat
sekolah), dapat disajikan dalam bentuk diagram lingkaran seperti berikut.
Belum tahu
16%
Studi lanjut
44%

Kerja
40%

Gambar 6
Rencana Siswa Setamat Sekolah (disajikan dalam diagram lingkaran)

budi.manfaat@syekhnurjati.ac.id Salam sukses sejati!☺


Tanpa penjelasan dalam bentuk kalimat verbal, pembaca dapat memahami dengan
mudah melalui diagram yang disajikan tersebut. Dengan demikian, menjadi jelas bahwa
penyajian ringkasan data berupa gambar adalah sangat efisien karena dapat mewakili penjelasan
dalam bahasa verbal yang panjang. Tentu saja, pembelajar harus mengembangkan sendiri sajian-
sajian tersebut sesuai dengan tujuan dan banyaknya variabel yang menjadi perhatiannya.

B. TEKNIK ANALISIS STATISTIK INFERENSI


Jika kegiatan penelitian dengan pendekatan kuantitatif ditujukan untuk membuat
inferensi (kesimpulan yang dapat digeneralisasi), maka pertanyaan penelitiannya dapat
dikelompokkan dalam dua tipe, yaitu: “perbedaan” dan “asosiasi”. Pada pertanyaan
perbedaan, peneliti membandingkan nilai (pada variabel dependen) dari dua atau lebih
kelompok yang berbeda. Pada pertanyaan asosiasi, peneliti mengasosiasikan dua atau lebih
variabel yang menjadi fokus kajian.
Contoh pertanyaan perbedaan adalah “apakah IQ anak-anak Indonesia berbeda dengan
IQ anak-anak Amerika?” Contoh pertanyaan asosiasi adalah “apakah IQ berkaitan posistif
dengan prestasi?” Adapun contoh pertanyaan deskriptif misalnya adalah “bagaimana IQ anak-
anak SMPN 1 Cirebon?”
Penting diketahui, bahwa baik pertanyaan perbedaan maupun pertanyaan asosiasi sesungguhnya
tujuan umumnya adalah sama yaitu mengeksplorasi hubungan antar variabel. Pertanyaan
“apakah IQ anak-anak Indonesia berbeda dengan IQ anak-anak Amerika?” sesungguhnya adalah
menanyakan apakah IQ ada hubungannya dengan asal negara. Dengan kata lain,
“membandingkan” adalah salah satu cara mengeksplorasi hubungan antar variabel. Sehingga,
hipotesis penelitian yang berbunyi “bahwa rata-rata IQ anak Indonesia sama saja dengan rata-
rata IQ anak Amerika” adalah juga pernyataan prediktif tentang hubungan dua variabel, yaitu
variabel IQ dan variabel asal negara.
Banyak peneliti dalam bidang pendidikan dan psikologi tertarik untuk mempelajari
hubungan sebab akibat (causality), misalnya adalah sebagai berikut:
a. Pengaruh motivasi berprestasi terhadap prestasi belajar;
b. Pengaruh penguasaan logika terhadap kemampuan membuktikan teorema matematika;
c. Pengaruh penggunaan media audio-visual terhadap hasil belajar;
d. Pengaruh penerapan pendekatan saintifik dalam pembelajaran matematika terhadap
kemampuan berpikir kritis siswa;
e. dsb.
Pola hubungan yang demikian, lazim dinotasikan dalam bentuk X Y, di mana X sebagai
variabel independen dan Y sebagai variabel dependen.
Peneliti hendaknya berhati-hati dalam nenentukan apakah pola hubungan antar variabel
yang dijadikan fokus perhatian adalah berbentuk sebab-akibat, ataukah bukan. Tracz1
menegaskan bahwa kondisi yang diperlukan untuk menyatakan bahwa X dan Y berhubungan
sebab-akibat adalah sebagai berikut:
i. Urutan waktu (X mendahului Y);
ii. Adanya kovarians atau korelasi antara X dan Y;
iii. Kontrol atas sebab-sebab lain.
Jika kondisi-kondisi tersebut tidak dipenuhi, maka sangat lemah untuk menyimpulkan
bahwa X dan Y adalah berhubungan kausalitas. Beberapa peneliti hanya mendasarkan atas
adanya koefisien korelasi antara X dan Y untuk meyimpulkan adanya hubungan kausalitas.
Padahal, adanya korelasi adalah salah satu “sarat perlu” dan belum cukup kuat untuk membuat
kesimpulan tentang kausalitas. Isaac & Michael (1981) menyatakan bahwa kesimpulan yang
demikian adalah bahaya karena “correlation does not necessarily imply causation”. Berkorelasi

1
Sebagaimana dikutip Randall E. Schumacker dan Richard G. Lomax. 2004. A Beginner’s Guide to structural Equation Modeling.
(2nd Ed). London: LEA, hal. 56

budi.manfaat@syekhnurjati.ac.id Salam sukses sejati!☺


tidak selalu berarti berhubungan sebab-akibat. Oleh karena itu, dua sarat perlu lainnya (urutan
waktu dan kontrol atas sebab-sebab lain juga harus disertakan.
Motivasi dan prestasi, mana yang terjadi lebih dahulu? Motivasi mempengaruhi prestasi,
ataukah prestasi mempengaruhi motivasi? Ataukah dua hal itu terjadi bersama-sama? Untuk
membangun hipotesis tersebut maka seorang peneliti perlu menelusuri acuan-acuan teoretik
yang ada, perlu menelusuri hasil-hasil penelitian yang ada, dan memaparkan rasionalisasi
(kerangka pemikiran) tentang hubungan antara dua variabel tersebut. Dengan kata lain,
pernyataan hipotesis penelitian tentang kausalitas harus diturunkan dari acuan teori, hasil riset
sebelumnya, dan kerangka pemikiran peneliti.
Selanjutnya, dalam proses penelitiannya, sarat perlu yang harus dilakukan oleh peneliti
adalah mengontrol sebab-sebab lain. Peneliti perlu meyakinkan pada orang lain, bahwa
terjadinya Y adalah hanya karena X, dan bukan oleh variabel lainnya. Dalam tradisi penelitian
dengan pendekatan kuantitatif, menurut Cook & Campbell (1979) ada dua jenis pengontrolan
sebab-sebab dari variabel lain, yaitu pengontrolan secara statistik (statistical controls) dan
pengontrolan secara eksperimental (experimental controls). Pengontrolan secara statistik (atau
biasa juga disebut dengan “control by analysis”) biasanya digunakan jika peneliti menggunakan
pendekatan non-eksperimental. Sementara pengontrolan secara eksperimental (atau biasa juga
disebut dengan “control by design”) biasanya digunakan jika peneliti menggunakan pendekatan
eksperimental.
Ada dua jenis teknik analisis statistik yang berbeda dalam membuat inferensi tentang
kausalitas (mengikuti Leech dkk (2005)), yaitu statistik inferensi perbedaan (difference
inferential statistics) dan statistik inferensi assosiasi (associational inferential statistics).
Statistik inferensi perbedaan (misalnya: uji-t dan ANOVA) lazim digunakan pada penelitian
kausalitas dengan pendekatan eksperimental. Semantara statistik inferensi assosiasi (misalnya:
korelasi dan regresi) digunakan pada penelitian kausalitas dengan pendekatan non-
eksperimental (atau biasa juga disebut dengan pendekatan korelasional).
Prinsip sederhana dari penelitian eksperimental adalah: perlakuan yang berbeda
diberikan kepada kelompok subjek yang berbeda (atau subjeknya sama dalam urutan waktu
yang berbeda) dan dilakukan pengukuran atau observasi atas performansi subjek setelah
mendapatkan perlakuan (Keppel, 1982). Dengan kata lain, pengukuran atau observasi pada
penelitian eksperimental hanya dapat dilakukan setelah diberikan perlakuan. Tanpa didahului
oleh perlakuan tertentu, maka tidak ada yang bisa diukur atau diamati. Sementara pada
penelitian non-eksperimental, pengukuran atau observasi atas variabel dapat langsung dilakukan
tanpa didahului oleh pemberian perlakuan. Dengan kata lain, pada penelitian non-
eksperimental, variabel yang akan dikukur atau diamati adalah fakta yang sudah ada (terjadi)
secara alami pada diri subjek penelitian.
Leech dkk (2005) menyajikan ringkasan pendekatan statistik inferensi untuk pertanyaan
atau hipotesis perbedaan dan asosiasi, seperti disajikan pada Tabel 5 dan Tabel 6.

budi.manfaat@syekhnurjati.ac.id Salam sukses sejati!☺


Tabel 5
Statistik Inferensi untuk Pertanyaan atau Hipotesis Perbedaan

Satu Faktor atau Variabel Independen Satu Faktor atau Variabel Independen
dengan 2 level dengan 3 atau lebih level
/kategori/kelompok/sampel /kategori/kelompok/sampel
Skala
Pengukuran Pengukuran
Pengukuran Perban-
Antar Berulang Antar Sampel Berulang
Variabel dingan
Sampel/Kelompok atau /Kelompok atau
Dependen
Independen Antar Sampel Independen Antar Sampel
(Between) Berkaitan (Between) Berkaitan
(Within) (Within)
 ANOVA Model
 Uji t Sampel
 Uji t Sampel Linear
Berpasangan  ANOVA Satu
Independen Pengukuran
Mean Jalur
Interval / Berulang
(rata- (Paired
Rasio (Independent
rata) Samples t (One Way
Samples t Test) (GLM Repeated
Test) ANOVA)
Meeasures
ANOVA)
Mean  Kruskal-
Ordinal  Mann-Whitney  Wilcoxon  Friedman
Rank Wallis
Nominal Counts  Chi-Square  McNemar  Chi-Square  Cochran Q Test

Tabel 6
Statistik Inferensi untuk Pertanyaan atau Hipotesis Asosiasi

Level (Skala) Pengukuran


Relasi Korelasi
Kedua Varibel
Pearson ( ) atau Regresi
Keduanya berskala interval/rasio Mean
Bivariat
Kendall Tau ( ) atau
Keduanya berskala ordinal Rank
Spearman Rho ( )
Satu variabel berskala nominal dan
satu variabel lainnya berskala eta ()
interval/rasio
Keduanya berskala nominal Count Phi () atau Cramer’s V

Korelasi adalah statistik inferensi yang digunakan untuk mengases asosiasi atau
hubungan antara dua variabel. Tingkat kekuatan hubungan antara dua variabel tersebut
dinyatakan dalam sebuah koefisien korelasi, yang nilainya menempati bilangan real berkisar dari
-1 sampai +1. Koefisien korelasi yang bernilai positif menandakan bahwa dua variabel
berhubungan searah, sementara koefisien korelasi negatif menandakan bahwa dua variabel
berhubungan terbalik. Koefisien korelasi yang semakin mendekati 1 menunjukkan tingkat
hubungan yang semakin kuat, sedangkan koefisien korelasi yang mendekati nol menunjukkan
tingkat hubungan yang rendah atau bahkan tidak berhubungan. Namun demikian, perlu dicatat
bahwa pola hubungan yang dimaksudkan dalam hal ini adalah hubungan linear (berpola seperti
garis lurus). Dengan demikian, jika dua buah variabel dinyatakan memiliki koefisien korelasi nol,
maka penafsirannya adalah bahwa dua variabel tersebut tidak memiliki hubungan linear. Bisa
saja ternyata dua variabel tersebut sesungguhnya memiliki hubungan dengan pola lainnya,
misalnya hubungan kuadratik, eksponensial, atau lainnya. Oleh karena itu, adalah sangat penting
memeriksa pola hubungan dua variabel tersebut, misalnya berupa diagram pencar (scatter plot),
apakah kecenderungan hubungannya berpola linear ataukah tidak. Langkah ini biasa disebut
dengan pemeriksaan asumsi linearitas.
Regresi Linear mengestimasi koefisien-koefisien pada persamaan linear dengan
menggunakan satu atau lebih variabel independen untuk memprediksikan nilai variabel
dependen. Jika hanya memuat satu variabel independen maka disebut regresi bivariat (bivariat
regression) atau linear sederhana (simple linear), sedangkan jika memuat lebih dari satu

budi.manfaat@syekhnurjati.ac.id Salam sukses sejati!☺


variabel independen maka disebut regresi ganda (multiple regression). Dalam hal ini, level
pengukuran kedua jenis variabel (dependen dan indepanden) adalah interval atau rasio.
Analisis korelasi ataupun regresi sering dipakai untuk tujuan pemerian (explanation)
atau prediksi (prediction). Menurut Kumaidi & Manfaat (2013), perbedaan dua jenis tujuan
analisis ini terletak pada kenyataan penelitian, yaitu ”experimentation” atau bukan. Dalam
banyak hal, penelitian pendidikan tidak terlalu tertarik dengan prediksi, tetapi pemerian.
Contohnya, dalam penelitian korelasional (yang analisisnya mungkin dengan regresi—sederhana)
antara variabel motivasi berprestasi atau sikap dengan prestasi belajar. Penelitian seperti ini
lebih bersifat pemerian, sebab mungkin kurang bermakna untuk mengetahui besarnya motivasi
berprestasi atau sikap terhadap suatu objek dari seseorang kemudian dicoba untuk
memprediksikan prestasi belajar orang itu. Namun akan sangat berbeda apabila kita berbicara
tentang korelasi antara ”nilai” UMPTN seseorang dengan prestasi belajarnya di suatu PTN.
Dalam kasus terakhir ini kita mungkin tertarik kepada bagaimana daya ramal (prediksi) skor
UMPTN tersebut terhadap prestasi belajar mahasiswa di PTN.

Asumsi-Asumsi dalam Statistik Inferensi (Statistik Uji)


Statistik Inferensi dikelompokkan menjadi dua yaitu “parametrik” dan “nonparametrik”. Uji
parametrik diperlakukan sebagai uji yang memiliki kekuatan lebih (most pewerfull test) dan akan
digunakan jika asumsi-asumsi dasarnya dapat dipenuhi. Uji t, ANOVA, dan korelasi Pearson ( )
adalah termasuk dalam golongan statistik uji parametrik. Sementara Chi-Square, Mann-Whitney
U, dan Spearman Rho, adalah termasuk dalam golongan statistik uji nonparametrik, yang
digunakan ketika asumsi-asumsi dasarnya tidak terpenuhi. Asumsi-asumsi yang menyertai
sebagian besar uji parametrik di antaranya adalah: homogenitas varians, normalitas,
independensi amatan, dan linearitas.
Asumsi homogenitas varians adalah asumsi bahwa varians antar kelompok populasi
adalah sama atau hampir sama. Asumsi ini diperlukan jika dua kelompok atau lebih akan
dibandingkan. Pemeriksaan asumsi ini dapat dilakukan melalui uji Levene. Rumusan hipotesis
nol dalam uji homogenis varians adalah bahwa varians variabel dependen antar kelompok
populasi adalah sama (homogen). Sementara rumusan hipotesis alternatifnya adalah bahwa
varians variabel dependen antar kelompok populasi adalah tidak sama (heterogen).
Asumsi normalitas adalah asumsi bahwa variabel tertentu berdistribusi mendekati
normal (aproximately normally). Sebagian besar uji parametrik mengasumsikan terpenuhinya
normalitas. Namun demikian, terdapat uji parametrik yang memilki sifat “robust” (kokoh)
sehingga tidak terganggu jika asumsi normalitas dilanggar atau diabaikan, misalnya adalah uji t
dan ANOVA (penjelasan lebih lanjut tentang hal ini dapat ditemukan pada Glass & Hopkins2).
Terdapat beragam cara untuk memeriksa asumsi normalitas, bisa melalui grafik-grafik statistik
atau melalui statistik pengujian hipotesis tentang normalitas. Grafik-grafik yang bisa digunakan
untuk memeriksa asumsi normalitas misalnya adalah histogram distribusi frekuensi, poligon
frekuensi, boxplot, Q-Q plot, P-P Plot, dan plot probabilitas normal. Sementara statistik untuk
pengujian hipotesis normalitas misalnya adalah Kolmogorov-Smirnov Test dan Shapiro-Wilks
Test (tersedia dalam paket menu SPSS).
Asumsi independensi amatan adalah asumsi bahwa antar skor amatan (dalam
kelompok dan atau antar kelompok) tidak saling bergantung. Hal-hal yang dapat menyebabkan
adanya saling ketergantungan (dependensi) antar amatan di antaranya adalah pengukuran
berulang (repeated measurement atau time series data) dan pengambilan sampel yang tidak
dilakukan secara acak (misalnya melalui teknik sampling “bola salju”).
Asumsi linearitas adalah asumsi bahwa pola hubungan dua buah variabel membentuk
garis lurus. Asumsi ini diperlukan dalam analisis korelasi, regresi, dan model linear umum
(general linear model) lainnya. Pemeriksaan asumsi linearitas dapat dilakukan secara sederhana

2
Sebagaimana dikutip John W. Best dan James V. Kahn. 1998. Op. Cit., hal. 389

budi.manfaat@syekhnurjati.ac.id Salam sukses sejati!☺


yaitu dengan melihat scatterplot, apakah tebaran pasangan data (dua variabel) cenderung
berpola linear ataukah tidak.
Beberapa asumsi yang mendasari analisis statistik inferensi (uji) yang paling sering
digunakan dalam penelitian kuantitatif tingkat dasar (meliputi uji t, ANOVA, korelasi, dan
regresi), serta penanganannya jika terjadi pelanggaran asumsi, disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7: Asumsi-Asumsi dalam Analisis Statistik Inferensi Dasar

Statistik Asumsi Keterangan


Paramatrik
Uji t Berpasangan  Antar amatan dalam kelompok  Jika asumsi normalitas dan
(within) adalah independen; homogenitas varians terpenuhi maka
sedangkan antar kelompok amatan distribusi sampling “exactly” untuk
(between) adalah dependen; atau kecil;
 Tipe skala pengukuran variabel  Jika populasi tidak normal dan varians
dependen adalah interval atau rasio; homogen maka distribusi sampling
 Homogenitas varians antar kelompok; “exactly” untuk atau kecil;
 Variabel dependen setiap kelompok  Jika populasi normal tapi varians
berdistribusi pendekatan normal. populasi tidak homogen maka
Uji t Independen  Antar amatan dalam kelompok distribusi sampling “aproximately”
(within) adalah independen; dan dengan syarat = untuk atau
antar kelompok amatan (between) kecil; (Kumaidi & Manfaat, 2013)
juga independen;
 Tipe skala pengukuran variabel Dengan kata lain, jika = maka
dependen adalah interval atau rasio; asumsi normalitas dan homogenitas
 Homogenitas varians antar kelompok varians tidak menjadi masalah serius
(jika diabaikan).
 Jika asumsi normalitas populasi tidak
terpenuhi (baik pada sebagian kelompok
ANOVA maupun semua kelompok) dan atau
(uji F) asumsi homogenitas varians tidak
terpenuhi, maka tidak menjadi masalah
serius untuk menggunakan uji F
(ANOVA), dengan syarat ukuran sampel
pada setiap kelompok adalah sama
( = = ⋯ = ). (Keppel, 1982)
Korelasi Pearson  Tipe skala pengukuran kedua variabel  Pelanggaran asumsi linearitas menjadi
adalah interval atau rasio; masalah serius (penafsiran koefisien
 Pola hubungan antara kedua variabel korelasi yang tidak tepat).
adalah linear.  Jika normalitas residual (pada model
Regresi Linear  Tipe skala pengukuran variabel regresi) tidak terpenuhi, salah satu
independen dan variabel dependen solusinya adalah beralih pada regresi
adalah interval atau rasio; non-linear (misalnya kuadratik atau
 Pola hubungan antara variabel eksponensial).
independen (prediktor) dengan  Jika varians residual tidak konstan
variabel dependen adalah linear; (heteroskedastisitas) maka perlu
 Residual (error) berdistribusi normal, melakukan regresi terboboti (weighted)
dan tidak berkorelasi dengan atau melakukan transformasi.
prediktor;
 Varians residual harus konstan
(asumsi homoskedastisitas);
 Jika lebih dari satu variabel
independen (prediktor), maka antar
prediktor tidak saling berkorelasi
tinggi (tidak terjadi multikolinearitas)

budi.manfaat@syekhnurjati.ac.id Salam sukses sejati!☺


Tahapan dalam Interpretasi Statistik Inferensi
Mengikuti Leech dkk (2005), interpretasi statistik inferensi memuat empat tahapan secara
berurutan. Setiap tahapan dipandu oleh pertanyaan sebagai berikut.
1. “Apakah menolak hipotesis nol?” Tahapan ini hanya untuk membuat inferensi menerima
ataukah menolak hipotesis nol ( ). Pada pertanyaan atau hipotesis perbedaan, maka
tahapan ini hanya menyimpulkan ada perbedaan ataukah tidak. Sementara pada
pertanyaan atau hipotesis asosiasi, maka tahapan ini hanya menyimpulkan ada
hubungan ataukah tidak.
2. “Jika menolak hipotesis nol, bagaimana petunjuk pengaruhnya?” Pada pertanyaan atau
hipotesis perbedaan, tahapan ini untuk mengungkapkan kelompok mana yang memiliki
rata-rata (mean) lebih tinggi. Sementara pada pertanyaan atau hipotesis asosiasi,
tahapan ini untuk mengungkapkan apakah koefisien korelasinya positif ataukah negatif.
3. “Seberapa besar pengaruhnya?” Tahapan ini untuk mengungkapkan ukuran besaran
pengaruh (effect size) variabel independen terhadap variabel dependen. Para ahli
statistik telah mengusulkan banyak ragam ukuran untuk menyatakan besaran pengaruh,
yang secara umum dapat digolongkan dalam dua jenis yaitu jenis dan .
Jenis (singakatan dari “relation”) mengungkapkan besarnya pengaruh dalam
bentuk kekuatan hubungan atau asosiasi, yang dinyatakan oleh koefisien korelasi.
Statistik korelasi yang dimaksud meliputi semua jenis korelasi seperti Pearson ( ),
Spearman rho ( ), phi (), eta (), dan korelasi ganda ( ). Ragam nilai antara −1 dan
+1, di mana 0 menyatakan tidak ada pengaruh (no effect) dan +1 atau −1 menyatakan
pengaruh yang maksimum (maximum effect).
Sementara jenis (singkatan dari “difference”) mengungkapkan besarnya
pengaruh dalam bentuk besarnya perbedaan yang ditunjukkan oleh selisih antara mean
kelompok pertama dengan kelompok kedua relatif terhadap standar deviasi gabungan
kedua kelompok. Ragam nilai biasanya berkisar dari 0 sampai +1 atau −1, namun juga
dimungkinkan bernilai lebih dari 1. Secara matematik formula untuk menghitung
adalah sebagai berikut.
= ;

dengan = jika = ,
( ) ( )
atau = jika ≠ .

dimana adalah mean kelompon pertama, adalah mean kelompon kedua,


adalah varians kelompok pertama, adalah varians kelompok kedua, dan adalah
standar deviasi gabungan kedua kelompok. Leech dkk (2005) menyajikan panduan
untuk menafsirkan ukuran besaran pengaruh, seperti disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8
Penafsiran tentang Kekuatan Hubungan (Besaran Pengaruh)

Penafsiran Umum Jenis Jenis


tentang Kekuatan Hubungan dan  
Sangat Besar ≥1 ≥ 0,70 0,70 + 0,45 +
Besar 0,80 0,50 0,51 0,37
Sedang 0,50 0,30 0,36 0,24
Kecil 0,20 0,10 0,14 0,10

4. “Apakah hasil-hasil tersebut memiliki siginifikansi atau kepentingan secara praktis


atau klinis?” Pada tahapan akhir ini, peneliti harus mempertimbangkan hasil estimasi
tentang ukuran pengaruh (tergolong kecil, sedang, besar, ataukah sangat besar?), biaya

budi.manfaat@syekhnurjati.ac.id Salam sukses sejati!☺


pelaksanaan perubahan, serta peluang adanya efek samping atau konsekuensi yang tidak
diinginkan. Sebagai gambaran, andaikan hasil uji hipotesis menyimpulkan bahwa rata-
rata hasil belajar siswa pada kelompok pembelajaran dengan metode A dan siswa pada
kelompok pembelajaran dengan metode B berbeda signifikan secara statistik, di mana
rata-rata pada kelompok pembelajaran dengan metode A lebih tinggi dari pada kelompok
pembelajaran metode B, dan berdasarkan perhitungan ukuran besarnya pengaruh (jenis
) tergolong kecil, maka secara praktis apakah cukup signifikan untuk membuat
keputusan bahwa metode A harus diterapkan untuk menggantikan metode B? Sementara
pengaruh tersebut tergolong kecil, dan untuk menerapkan metode A tersebut misalnya
membutuhkan biaya yang sangat besar? Pembuatan keputusan tidak bisa semata
mempertimbangkan signifikansi secara statistik, melainkan juga harus dilengkapi
dengan pertimbangan praktis atau klinis.

C. CONTOH-CONTOH ANALISIS STATISTIK INFERENSI

Contoh 1: (Uji t Berpasangan)


Kasus:
Sebuah perguruan tinggi X menyaratkan mahasiswanya memiliki kemampuan bahasa Inggris
yang baik, ditandai dengan perolehan skor TOEFL minimal 450. Oleh karena itu, setiap
mahasiswa baru yang skornya belum melampaui batas minimal tersebut diwajibkan mengikuti
program matrikulasi perkuliahan bahasa Inggris selama sebulan. Seorang peneliti kemudian
tertarik untuk meneliti apakah program matrikulasi tersebut cukup efektif atau tidak.

Tujuan Umum Penelitian:


Eksplorasi pengaruh program matrikulasi terhadap kemampuan bahasa Inggris mahasiswa.

Tujuan Khusus Penelitian:


Membandingkan kemampuan bahasa Inggris mahasiswa sebelum dan setelah mengikuti
program matrikulasi.

Hipotesis Penelitian:
Bahwa kemampuan bahasa Inggris mahasiswa setelah mengikuti program matrikulasi lebih baik
dari pada sebelumnya.

Hipotesis Statistik:
: =

: ≠
Data:
Sebanyak 50 mahasiswa peserta matrikulasi dijadikan sebagai sampel, dan melalui tes diperoleh
data skor TOEFL sebelum dan sesudah mengikuti matrikulasi sebagaimana disajikan pada tabel
berikut.

budi.manfaat@syekhnurjati.ac.id Salam sukses sejati!☺


Skor TOEFL Mahasiswa Sebelum dan Sesudah Program Matrikulasi

No Subjek Pre Post No Subjek Pre Post


1 363 519 26 354 387
2 324 424 27 454 416
3 385 385 28 410 436
4 426 388 29 470 448
5 423 388 30 349 384
6 444 423 31 441 466
7 288 428 32 311 491
8 366 352 33 397 423
9 419 402 34 411 478
10 332 421 35 452 395
11 347 393 36 372 437
12 307 422 37 354 437
13 301 433 38 402 395
14 336 511 39 360 421
15 344 343 40 405 421
16 290 419 41 317 387
17 352 496 42 341 456
18 359 435 43 314 391
19 380 432 44 360 452
20 360 384 45 374 418
21 362 393 46 376 415
22 360 427 47 362 418
23 429 476 48 463 447
24 372 444 49 305 490
25 368 489 50 346 435

Statistik Inferensi
Statistik uji yang digunakan adalah uji t berpasangan (paired t-test). Asumsi normalitas dan
homogenitas varians dapat diabaikan karena uji t memiliki sifat “robust”. Tidak menjadi masalah
serius jika seandainya normalitas dan homogenitas varians tidak dapat ditunjukkan, untuk
kondisi = (karena data berpasangan).

Prosedur SPSS:
Analize => Compare Means => Paired Sample T Test

Output SPSS:

Paired Samples Statistics


Mean N Std. Deviation Std. Error Mean
Pair 1 Skor TOEFL sebelum matrikulasi 370.74 50 46.561 6.585
Skor TOEFL sesudah matrikulasi 427.42 50 38.625 5.462

Paired Samples Test


Paired Differences
95% Confidence
Std. Interval of the
Std. Error Difference Sig. (2-
Mean Deviation Mean Lower Upper t Df tailed)

budi.manfaat@syekhnurjati.ac.id Salam sukses sejati!☺


Paired Samples Test
Paired Differences
95% Confidence
Interval of the
Std.
Std. Error Difference Sig. (2-
Mean Deviation Mean Lower Upper t Df tailed)
Pair Skor TOEFL sebelum
1 matrikulasi - Skor - -
61.468 8.693 -74.149 -39.211 49 .000
TOEFL sesudah 56.680 6.520
matrikulasi

Interpretasi:
Pertama, Tabel Paired Sample Test menyajikan nilai signifikansi (sig.) yang digunakan sebagai
dasar pertimbangan dalam pembuatan keputusan pengujian hipotesis. Tertera nilai signifikansi
sebesar <0,0013. Misalnya dalam hal ini ditetapkan taraf signifikansi ( ) sebesar 5% atau 0,05.
Oleh karena nilai signifikansi lebih kecil dari taraf signifikansi yang ditetapkan maka keputusan
yang diambil adalah menolak dan menerima . Artinya, terdapat perbedaan mean skor
TOEFL yang signifikan antara sebelum mengikuti matrikulasi dan setelah mengikuti matrikulasi.
Kedua, mean skor TOEFL sesudah matrikulasi lebih tinggi (lebih baik) dari pada sebelum
matrikulasi. Hal itu diperlihatkan pada tabel Paired Sample Statistics, di mana mean skor
TOEFL sebelum matrikulasi adalah sebesar 370,74 sedangkan mean skor TOEFL sesudah
matrikulasi adalah sebesar 427,42. Artinya, bahwa program matrikulasi memilki pengaruh
positif.
Ketiga, ukuran besaran pengaruh (effect size) jenis dihitung sebagai berikut:

− 427,42 − 370,74
= = = 6,56
+ 38,625 + 46,561
−1 50 − 1

Oleh karena nilai = 6,56 lebih besar dari 1, maka disimpulkan pengaruh positifnya dalam
kategori sangat besar. Artinya, program matrikulasi tersebut memiliki pengaruh positif yang
sangat besar dalam meningkatkan kemampuan bahasa Inggris mahasiswa.

Keempat, oleh karena program matrikulasi tersebut memberikan pengaruh posisitf yang besar,
dan biaya untuk penyelenggaraan matrikulasi juga dinilai terjangkau (misalnya), maka
keputusan untuk melanjutkan program tersebut adalah memilki signifikansi secara praktis. []
***

Contoh 2: (Uji t Independen)

Kasus:
Ditemukan sebuah metode baru untuk pembelajaran bahasa Inggris, namanya adalah metode
AHA. Metode ini diharapkan dapat memudahkan siswa dalam menguasai keterampilan bahasa
Inggris. Seorang peneliti kemudian ingin menguji efektivitas metode baru tersebut, apakah
efeknya lebih baik dari pada metode yang telah ada sebelumnya, ataukah sama saja.

Tujuan Umum Penelitian:


Eksplorasi pengaruh metode pembelajaran terhadap penguasaan keterampilan bahasa Inggris
siswa.

3
Meskipun pada output tertulis 0,000, namun aangka sesungguhnya tidak benar-benar 0, oleh karena itu, lebih baik dalam
penulisannya dituliskan <0,001, yang artinya lebih kecil dari 0,001

budi.manfaat@syekhnurjati.ac.id Salam sukses sejati!☺


Tujuan Khusus Penelitian:
Membandingkan penguasaan keterampilan bahasa Inggris siswa dalam kelompok pembelajaran
dengan metode AHA dengan siswa pada kelompok pembelajaran dengan metode konvensional
(misalnya).

Hipotesis Penelitian:
Bahwa penguasaan keterampilan bahasa Inggris siswa dalam kelompok pembelajaran dengan
metode AHA lebih baik dari pada siswa dalam kelompok pembejaran dengan metode
konvensional.

Hipotesis Statistik:
: =

: ≠

Data:
Dua kelompok siswa diberikan perlakuan berupa pembelajaran bahasa Inggris dengan metode
yang berbeda (AHA dan Konvensional) selama satu semester. Kondisi kemampuan awal siswa
pada masing-masing kelompok tersebut diasumsikan sama (homogen). Setelah satu semester,
kemudian dilakukan tes keterampilan bahasa Inggris (dengan skala nilai 20 sampai 120), dan
diperoleh data sebagai berikut.

Skor Hasil Tes Keterampilan Bahasa Mahasiswa Kelompok AHA dan Kelompok Konvensional

Subjek Konvensional AHA Subjek Konvensional AHA


1 75 92 16 48 86
2 61 85 17 71 96
3 84 120 18 74 118
4 99 78 19 82 107
5 98 107 20 75 116
6 106 90 21 75 61
7 47 90 22 74 73
8 76 71 23 100 89
9 96 84 24 79 73
10 64 86 25 77 94
11 70 95 26 72 73
12 55 78 27 110 98
13 52 90 28 93 120
14 65 82 29 116 72
15 68 82 30 70 66

Statistik Inferensi
Statistik uji yang digunakan adalah uji t independen (independent samples t-test). Asumsi
normalitas dan homogenitas varians dapat diabaikan karena uji t memiliki sifat “robust”. Tidak
menjadi masalah serius jika seandainya normalitas dan homogenitas varians tidak dapat
ditunjukkan, untuk kondisi = .

Prosedur SPSS:
Analize => Compare Means => Independent Samples T Test

budi.manfaat@syekhnurjati.ac.id Salam sukses sejati!☺


Output:

Group Statistics
METODE N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
SKOR AHA 30 89.0667 16.01278 2.92352
Konvensional 30 77.7333 17.88263 3.26491

Independent Samples Test


Levene's
Test for
Equality of
Variances t-test for Equality of Means
95% Confidence
Sig. Interval of the
(2- Mean Std. Error Difference
F Sig. t df tailed) Difference Difference Lower Upper
SKOR Equal
variances .292 .591 2.586 58 .012 11.33333 4.38253 2.56074 20.10593
assumed
Equal
variances
2.586 57.307 .012 11.33333 4.38253 2.55848 20.10819
not
assumed

Interpretasi:
Pertama, Tabel Independent Samples Test menyajikan dua macam nilai signifikansi (sig.) yang
digunakan sebagai dasar pertimbangan dalam pembuatan keputusan pengujian hipotesis. Dua
macam nilai signifikansi tersebut berdasarkan pada perbedaan asumsi, baris pertama jika
mengasumsikan varians homogen (equal variances), dan baris kedua jika mengasumsikan
varians tidak homogen. Pilihan yang terbaik, adalah sesuai dengan hasil uji homogenitas varians
(uji Levene) yang ditampilkan. Nilai signifikansi uji Levene yang ditampilkan adalah 0,591 (lebih
besar dari 0,05) sehingga keputusan yang diambil adalah menerima . Artinya, kedua populasi
kelompok perlakuan tersebut memilki varians yang sama (homogen). Oleh karena itu, pada uji t
independen ini lebih baik memperhatikan output signifikansi pada baris pertama (yang
mengasumsikan varians sama). Karena nilai signifikansi yang ditampilkan adalah sebesar 0,012
(lebih kecil dari 0,05) maka keputusan yang diambil adalah menolak dan menerima .
Artinya, terdapat perbedaan mean skor hasil tes keterampilan bahasa Inggris antara siswa pada
kelompok konvensional dan siswa pada kelompok AHA.
Kedua, mean skor hasil tes keterampilan bahasa Inggris siswa pada kelompok AHA lebih tinggi
(lebih baik) dari pada siswa pada kelompok konvensional. Hal itu diperlihatkan pada tabel Group
Statistics, di mana mean skor pada kelompok AHA adalah sebesar 89,07 (pembulatan)
sedangkan mean skor pada kelompok konvensional adalah 77,73. Artinya, bahwa metode AHA
memberikan pengaruh positif.
Ketiga, ukuran besaran pengaruh (effect size) jenis dihitung sebagai berikut:

− 89,07 − 77,73
= = = 2,54
+ 16,01 + 17,88
−1 30 − 1

budi.manfaat@syekhnurjati.ac.id Salam sukses sejati!☺


Oleh karena nilai = 2,54 lebih besar dari 1, maka disimpulkan pengaruh positifnya dalam
kategori sangat besar. Artinya, penerapan metode AHA memberikan pengaruh positif yang
sangat besar terhadap penguasaan keterampilan bahasa Inggris siswa.
Keempat, oleh karena penerapan metode AHA tersebut memberikan pengaruh posisitf yang
besar, dan biaya untuk penyelenggaraan pembelajaran dengan metode tersebut juga dinilai
terjangkau (misalnya), maka keputusan untuk menerapkan metode tersebut (menggantikan
metode konvensional) adalah memilki signifikansi secara praktis. []

Contoh 3: One-Way ANOVA

Kasus:
Sebuah penelitian ditujukan untuk mengetahui cara apa yang paling efektif untuk meningkatkan
kemampuan bahasa Inggris siswa. Kemudian dilakukan percobaan: empat metode belajar bahasa
Inggris yang berbeda dicobakan kepada empat kelompok siswa. Empat metode belajar tersebut
adalah:
1. Belajar bahasa Inggris melalui pembentukan komunitas bahasa Inggris: dimana dalam
komunitas tersebut siswa harus berkomunikasi baik lisan maupun tulis dengan bahasa
Inggris;
2. Belajar bahasa Inggris melalui membaca buku-buku novel berbahasa Inggris;
3. Belajar bahasa Inggris melalui pembiasaan mendengarkan musik-musik berbahasa Inggris;
4. Belajar bahasa Inggris melalui pembiasaan tontonan film-film berbahasa Inggris.

Tujuan Umum Penelitian:


Eksplorasi pengaruh metode pembelajaran terhadap kemampuan bahasa Inggris siswa.
Tujuan Khusus Penelitian:
Membandingkan kemampuan bahasa Inggris siswa dalam kelompok pembelajaran dengan
metode yang berbeda, yaitu melalui komunitas, novel, musik, dan film.
Hipotesis Penelitian:
Bahwa kemampuan bahasa Inggris siswa antar kelompok pembelajaran dengan metode yang
berbeda akan berbeda.
Hipotesis Statistik:
: = = =
: tidak semua sama
Data:
Treatment diberikan secara intens selama satu semester, dan pada ujung semsester, dilakukan
tes TOEFL. Data yang didapatkan adalah sebagai berikut:

Skor TOEFL Mahasiswa Kelompok Komunitas, Novel, Musik, dan Film

Komunitas Novel Musik Film


418 414 450 464
424 408 442 453
418 398 457 446
409 427 438 449
420 396 444 436
424 413 444 454
443 417 447 452
414 408 443 442
418 415 433 450
397 413 412 446
404 399 439 435
405 407 422 451
406 427 429 448
411 410 430 438
408 399 452 434

budi.manfaat@syekhnurjati.ac.id Salam sukses sejati!☺


412 412 437 451
401 420 453 469
421 407 446 436
428 406 433 460
411 429 430 440

Statistik Inferensi
Statistik uji yang digunakan adalah uji F atau ANOVA. Asumsi normalitas dan homogenitas
varians dapat diabaikan karena ANOVA memiliki sifat “robust”. Tidak menjadi masalah serius
jika seandainya normalitas dan homogenitas varians tidak dapat ditunjukkan, untuk ukuran
sampel pada setiap kelompok sama ( = = = )
Prosedur SPSS:
Analize => Compare Means => One-Way ANOVA
Output:
Test of Homogeneity of Variances
SCORE
Levene
Statistic df1 df2 Sig.
.188 3 76 .904

ANOVA
SCORE
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 19404.500 3 6468.167 61.083 .000
Within Groups 8047.700 76 105.891
Total 27452.200 79

Interpretasi:
Tabel Test of Homogenity Variances menyajikan nilai signifikansi uji Levene untuk pengujian
homogenitas varians. Nilai signifikansi yang ditampilkan adalah sebesar 0,904 (lebih besar dari
0,05) sehingga keputusan yang diambil adalah menerima Ho yang berarti bahwa varians antar
kelompok populasi adalah homogen. Dengan demikian asumsi homogenitas telah terpenuhi,
meskipun asumsi ini dapat diabaikan jika kondisi ukuran sampel pada setiap kelompok sama.

Tabel ANOVA menyajikan nilai signifikansi uji F sebesar 0,000 (angka sesungguhnya tidak
benar-benar 0, oleh karena itu, lebih baik dalam dituliskan <0,001, yang artinya lebih kecil dari
0,001) lebih kecil dari 0,05, sehingga keputusan yang diambil adalah menolak dan menerima
. Artinya, bahwa mean skor hasil tes antar kelompok tidak semuanya sama. Selanjutnya, perlu
dianalisis lebih lanjut pasangan kelompok mana saja yang memilki perbedaan signifikan. Dalam
hal ini digunakan uji Tukey HSD dan Scheffe, untuk pengujian lebih lanjut. Outputnya adalah
sebagai berikut.

budi.manfaat@syekhnurjati.ac.id Salam sukses sejati!☺


Multiple Comparisons
Dependent Variable:SCORE
95% Confidence
Interval
(I) (J) Mean Difference Std. Lower Upper
TREATMENT TREATMENT (I-J) Error Sig. Bound Bound
Tukey 1 2 3.350 3.254 .733 -5.20 11.90
HSD 3 -24.450* 3.254 .000 -33.00 -15.90
4 -33.100* 3.254 .000 -41.65 -24.55
2 1 -3.350 3.254 .733 -11.90 5.20
3 -27.800* 3.254 .000 -36.35 -19.25
4 -36.450* 3.254 .000 -45.00 -27.90
3 1 24.450* 3.254 .000 15.90 33.00
2 27.800* 3.254 .000 19.25 36.35
4 -8.650* 3.254 .046 -17.20 -.10
4 1 33.100* 3.254 .000 24.55 41.65
2 36.450* 3.254 .000 27.90 45.00
3 8.650* 3.254 .046 .10 17.20
Scheffe 1 2 3.350 3.254 .787 -5.95 12.65
3 -24.450* 3.254 .000 -33.75 -15.15
4 -33.100* 3.254 .000 -42.40 -23.80
2 1 -3.350 3.254 .787 -12.65 5.95
3 -27.800* 3.254 .000 -37.10 -18.50
4 -36.450* 3.254 .000 -45.75 -27.15
3 1 24.450* 3.254 .000 15.15 33.75
2 27.800* 3.254 .000 18.50 37.10
4 -8.650 3.254 .079 -17.95 .65
4 1 33.100* 3.254 .000 23.80 42.40
2 36.450* 3.254 .000 27.15 45.75
3 8.650 3.254 .079 -.65 17.95
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.

Keterangan:
1 = Komunitas
2 = Novel
3 = Musik
4 = Film
Tabel Multiple Comparation memberikan informasi tentang signifikansi perbedaan setiap
pasangan yang mungkin.
 Antara 1 dan 2 (Komunitas dan Novel), perbedaannya tidak signifikan, ditunjukkan oleh
nilai signifikansi sebesar 0,733 (lebih besar dari 0,05).
 Antara 1 dan 3 (Komunitas dan Musik), perbedaannya signifikan, ditunjukkan oleh nilai
signifikansi sebesar <0,001 (lebih kecil dari 0,05). Mean skor tes siswa pada kelompok
Musik lebih tinggi dari pada siswa pada kelompok Komunitas, diperlihatkan oleh Mean

budi.manfaat@syekhnurjati.ac.id Salam sukses sejati!☺


difference sebesar “-24,45” (negatif). (keterangan: jika − = maka >
; dan jika − = < , di mana adalah bilangan real positif dan adalah
bilangan real negatif).
 Antara 1 dan 4 (Komunitas dan Film), perbedaannya signifikan, ditunjukkan oleh nilai
signifikansi sebesar <0.001, di mana mean skor tes siswa pada kelompok Film lebih
tinggi dari pada siswa pada kelompok Komunitas.
 Antara 2 dan 3 (Novel dan Musik), perbedaannya signifikan, ditunjukkan oleh nilai
signifikansi sebesar <0.001, di mana mean skor tes siswa pada kelompok Musik lebih
tinggi dari pada siswa pada kelompok Novel.
 Antara 2 dan 4 (Novel dan Film), perbedaannya signifikan, ditunjukkan oleh nilai
signifikansi sebesar <0.001, di mana mean skor tes siswa pada kelompok Film lebih
tinggi dari pada siswa pada kelompok Novel.
 Antara 3 dan 4 (Musik dan Film), menurut hasil uji Tukey HSD disimpulkan
perbedaannya signifikan (ditunjukkan oleh angka signifikansi sebesar 0,046), namun
menurut hasil uji Scheffe disimpulkan perbedaannya tidak signifikan (ditunjukkan oleh
angka signifikansi sebesar 0,079). Dalam hal perbedaan seperti ini, misalnya dipilih
rekomendasi berdasarkan Scheffe dengan pertimbangan bahwa hasil Tukey HSD juga
mendekati batas kritis pada taraf signifikansi 0,05, sehingga lebih aman untuk
menyimpulkan tidak ada perbedaan signifikan.
Dengan demikian, jika diranking, Musik dan Film memberikan pengaruh positif yang tertinggi
(Ranking pertama), sementara Novel dan komunitas memberikan pengaruh posisitif yang kedua
(ranking kedua). []
***

Contoh 4: Analisis Korelasi

Kasus:
Secara teoretik, keberhasilan belajar siswa salah satunya adalah ditentukan oleh motivasi
belajarnya. Seorang peneliti tertarik untuk mempelajari hubungan kedua variabel tersebut.
Variabel hasil belajar diukur melalui “tes hasil belajar”, sementara motivasi berprestasi siswa
diukur melalui “skala motivasi”.

Tujuan Umum Penelitian:


Eksplorasi hubungan antara motivasi berprestasi dengan hasil belajar.
Tujuan Khusus Penelitian
Menemukan atau mempelejari kekuatan hubungan antara variabel motivasi dengan variabel
hasil belajar.
Hipotesis Penelitian
Bahwa motivasi berprestasi berhubungan positif dengan hasil belajarnya. Semakin tinggi
motivasi berprestasi seseorang maka akan semakin tinggi pula hasil belajarnya.
Hipotesis Statsitik:
: =0
: ≠0
Data: Dari sampel berukuran 50 siswa, misalnya diperoleh data skor tes hasil belajar (THB) dan
summited rating dari skala motivasi berprestasinya sebagai berikut.

budi.manfaat@syekhnurjati.ac.id Salam sukses sejati!☺


Data Motivasi dan Prestasi Mahasiswa
No Subjek Motivasi Berprestasi Skor THB No Subjek Motivasi Berprestasi Skor THB
1 110 86 26 100 61
2 100 55 27 102 78
3 115 83 28 98 63
4 98 84 29 98 75
5 125 100 30 99 67
6 120 71 31 105 100
7 96 45 32 90 66
8 98 75 33 85 75
9 100 89 34 80 75
10 102 70 35 100 58
11 98 62 36 90 82
12 98 60 37 98 74
13 99 65 38 110 98
14 100 76 39 124 100
15 110 88 40 100 73
16 100 87 41 80 57
17 90 76 42 110 90
18 99 71 43 121 90
19 90 78 44 108 83
20 90 57 45 120 86
21 92 78 46 90 73
22 102 78 47 80 55
23 80 45 48 124 100
24 124 92 49 98 96
25 120 82 50 112 83

Statistik Inferensi:
Akan digunakan analisis korelasi Pearson (karena kedua variabel berskala interval). Analisis ini
mengasumsikan bahwa pola hubungan antar variabel adalah linear (asumsi linearitas). Dalam
konteks ini, analisis tidak perlu dilanjutkan dengan regresi karena tidak bertujuan melakukan
prediksi. Analisis ini lebih fokus pada kepentingan eksplanasi.
Prosedur SPSS:
Pemeriksaan asumsi linearitas, yaitu dengan menampilkan tebaran data (scatter plot), dilakukan
dengan prosedur sebagai berikut:
Graph => Legacy Dialogs => Scatter
Jika asumsi linearitas terpenuhi, analisis korelasi dilakukan dengan prosedur sebagai berikut:
Analyze => Correlate => Bivariate, kemudian beri tanda ceklis pada kota Pearson.

Output:

budi.manfaat@syekhnurjati.ac.id Salam sukses sejati!☺


Correlations
Motivasi Berprestasi Hasil Belajar
Motivasi Berprestasi Pearson Correlation 1 .641**
Sig. (2-tailed) .000
N 50 50
Hasil Belajar Pearson Correlation .641** 1
Sig. (2-tailed) .000
N 50 50
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Interpretasi:
Pertama, Tabel Correlation menyajikan koefisien korelasi hasil estimasi berdasarkan data
sampel, yaitu sebesar 0,64 dengan signifikansi yang ditampilkan sebesar <0,001. Dengan
demikian korelasi antara motivasi belajar dan hasil belajar adalah signifikan pada taraf
signifikansi ( ) 5% bahkan 1%. Dengan kata lain, terdapat korelasi antara motivasi berprestasi
dan hasil belajar.
Kedua, koefisien korelasi tersebut bertanda positif. Artinya, bahwa motivasi berprestasi
berhubungan positif dengan hasil belajar. Semakin tinggi motivasi berprestasi seseorang maka
semakin tinggi pula hasil belajarnya. Jika pola hubungan tersebut secara teoretik dapat dimaknai
sebagai hubungan kausalitas, maka artinya adalah bahwa motivasi berprestasi seseorang akan
memberikan pengaruh positif terhadap hasil belajarnya.
Ketiga, sebagai ukuran besaran pengaruh (effect size) jenis , koefisien korelasi sebesar 0,64
adalah tergolong besar. Artinya, bahwa motivasi berprestasi seseorang pengaruhnya tergolong
besar dalam menentukan hasil belajarnya.
Keempat, untuk kepentingan praktis, karena motivasi berprestasi siswa besar pengaruhnya
dalam menentukan hasil belajar, maka upaya-upaya untuk meningkatkan atau membangun
motivasi berprestasi siswa adalah perlu dilakukan. []
***

Contoh 5: Analisis Regresi

Kasus:
Salah satu alat seleksi masuk perguruan tinggi adalah berupa tes IQ. Calon mahasiswa dengan
skor hasil tes IQ tinggi diprediksikan akan sukses menempuh pendidikan di perguruan tinggi.
Seorang peneliti kemudian tertarik untuk mengeksplorasi hubungan antara kedua variabel
tersebut. Misalnya keberhasilan studi di perguruan tinggi dilihat dari indeks prestasi mahasiswa.

Tujuan Umum Penelitian:


Mengeksplorasi hubungan antara variabel kecerdasan intelektual (berdasarkan skor hasil tes IQ)
dengan variabel kesuksesan studi di perguruan tinggi (berdasarkan IP).

Tujuan Khusus Penelitian:


Menemukan tingkat kekuatan hubungan antar a IQ dengan IP, dan untuk membuat prediksi
tentang IP berdasarkan IQ.

Hipotesis Penelitian
Bahwa IQ berhubungan positif dengan IP, dan bahwa perubahan IQ akan menyebabkan
perubahan IP.

budi.manfaat@syekhnurjati.ac.id Salam sukses sejati!☺


Hipotesis Statistik
Hipotesis Korelasi:
: =0
: ≠0
Hipotesis Regresi:
: = 0
: ≠ 0
di mana adalah koefisien kemiringan (slope) garis regresi.

Data:

Data IQ dan IP Mahasiswa

No Subjek IQ IP No Subjek IQ IP
1 90 2.75 21 106 2.82
2 75 1.50 22 107 2.84
3 75 2.50 23 107 3.03
4 78 1.42 24 109 3.06
5 90 2.00 25 109 3.15
6 85 1.79 26 110 3.27
7 93 2.50 27 111 3.35
8 93 2.50 28 110 3.49
9 94 1.94 29 113 3.54
10 95 2.00 30 113 3.00
11 98 2.02 31 115 3.58
12 100 2.08 32 117 3.61
13 100 2.20 33 110 3.61
14 101 2.44 34 119 3.67
15 101 2.47 35 119 3.74
16 102 2.48 36 120 3.89
17 103 2.50 37 121 3.96
18 103 2.56 38 126 3.00
19 104 2.66 39 128 2.70
20 104 2.75 40 141 3.50

Statistik Inferensi:
Akan digunakan analisis korelasi dan regresi (keterangan: jika melakukan analisis regresi maka
otomatis sudah memuat analisis korelasi). Analisis ini mengasumsikan bahwa pola hubungan
antar variabel adalah linear (asumsi linearitas).
Prosedur SPSS:
Pemeriksaan asumsi linearitas, yaitu dengan menampilkan tebaran data (scatter plot), dilakukan
dengan prosedur sebagai berikut:
Graph => Legacy Dialogs => Scatter
Jika asumsi linearitas terpenuhi, analisis regresi dilakukan dengan prosedur sebagai berikut:
Analyze => Regression => Linear

budi.manfaat@syekhnurjati.ac.id Salam sukses sejati!☺


Output:

Model Summary
Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate
1 .789a .622 .612 .41567
a. Predictors: (Constant), IQ

ANOVAb
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 10.805 1 10.805 62.532 .000a
Residual 6.566 38 .173
Total 17.370 39
a. Predictors: (Constant), IQ
b. Dependent Variable: IP

Coefficientsa
Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) -1.132 .501 -2.258 .030
IQ .037 .005 .789 7.908 .000
a. Dependent Variable: IP

Interpretasi:
Pertama,
Tabel Model Summary menyajikan koefisien korelasi ganda ( ) sebesar 0,789 menunjukkan
kekuatan hubungan yang kuat antara IQ dan IP. Dalam kasus regresi sederhana (hanya memuat
satu variabel independen) maka nilai sama dengan nilai (korelasi bivariat). Sementara
koefisien determinasi ( ) sebesar 0,644, menunjukkan bahwa variasi IP ditentukan oleh variasi
IQ sebesar 64,4%. Berdasarkan tabel Coefficients, maka persamaan regresi hasil estimasi
berdasarkan data sampel adalah:
= −1,132 + 0,037

budi.manfaat@syekhnurjati.ac.id Salam sukses sejati!☺


di mana = dan =
Secara umum, parameter-parameter regresi (atau biasa juga disebut koefisien-koefisien regresi)
perlu diuji signifikansinya, baik secara serentak maupun secara parsial (setiap parameter). Uji
koefisien regresi secara serentak (atau biasa juga disebut dengan uji signifikansi model regresi)
dilakukan melalui uji F, sedangkan uji masing-masing koefisien regresi dilakukan melalui uji t.
Akan tetapi, jika kasusnya adalah regresi sederhana maka hanya memuat satu koefisien regresi,
sehingga hasil uji signifikansi secara serentak maupun secara satu persatu akan sama. Dengan
kata lain, pada kasus regresi sederhana, tidak ada istilah uji koefisien regresi secara serentak.
Adapun konstanta pada model regresi (atau sering disebut dengan intersep) yang menunjukkan
titik potong garis regresi dengan sumbu X tidak perlu diuji signifikansinya. Dalam kasus ini, -
1,132 adalah intersep, sedangkan 0,037 adalah koefisien regresinya yang menunjukkan
kemiringan garis (slope). Koefisien regresi inilah yang perlu diuji signifikansinya melalui uji t.
Oleh karena nilai signifikansi uji t adalah <0,001, lebih kecil dari taraf signifikansi yang misalnya
ditetapkan 5% (atau 0,05) maka keputusan yang diambil adalah menolah Ho. Artinya, koefisien
regresinya ada (tidak sama dengan nol).
Kedua, koefisien korelasi hasil estimasi tersebut bertanda positif (0,789), dan tentunya juga
ditunjukkan oleh koefisien regresi yang positif (0,037). Artinya bahwa IQ berhubungan positif
dengan IP. Semakin tinggi IQ maka akan semakin tinggi pula IP. Jika secara teoretik dapat
menguatkan bahwa hubungan tersebut adalah hubungan kausalitas, maka dapat dimaknai bahwa
IQ berpengaruh positif terhadap IP. Perubahan IQ dapat mempengaruhi perubahan IP.
Penggunaan model regresi untuk kepentingan prediksi digambarkan sebagai berikut.
= −1,132 + 0,037
Jika pada saat seleksi masuk, seorang calon mahasiswa memiliki skor IQ sebesar 110, berapa
perkiraan indeks prestasinya jika diterima di perguruan tinggi?
Jawab:
= −1,132 + 0,037 (110) = −1,132 + 4,07 = 2,94
Jadi, berdasarkan model regresi tersebut, seseorang yang memilki skor IQ 110 pada saat seleksi
masuk perguruan tinggi, maka diprediksikan akan memperoleh indeks prestasi sebesar 2,94
setelah mengikuti kuliah (jika diterima).
Tentu saja model ini tidak membicarakan kondisi X=0, karena pada hakekatnya tidak ada skor
IQ yang sama dengan nol. []

Daftar Rujukan

Best, J.W. & Kahn, J.V. 1998. Research in Education (8th Ed.). Boston: Allyn & Bacon
Cook, T.D., & Campbell, D.T. (1979). Quasi-experimentation: design and analysis issues for field
settings. Chicago: Rand McNally
Isaac, S. & Michael, W. B. (1981). Handbook in research and evaluation. (2nd edition). San
Diego: EdITS
Keppel, G. (1982). Design and analysis a researcher’s handbook (2nd ed.). Engliwood Cliffs:
Prentice Hall
Kumaidi & Manfaat, B. (2013). Pengantar Metode Statistika: Teori dan Terapannya dalam
Penelitian Bidang Pendidikan dan Psikologi. Cirebon: Eduvision
Leech, N.L., Barrett, K.C., & Morgan, G.A. (2005). SPSS For Intermediate Statistics: Use and
Interpretation. (2nd edition). London: LEA Publisher
Sharma, S. (1996). Applied multivariate techniques. New York: John Wiley & Son

budi.manfaat@syekhnurjati.ac.id Salam sukses sejati!☺

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai