Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN KASUS

CORPUS ALIENUM DI HIDUNG

Oleh :

Feny Cahyani

H1A015023

Pembimbing :

dr. Eka

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA

BAGIAN ILMU PENYAKIT TELINGA HIDUNG DAN TENGGOROKAN

RUMAH SAKIT UMUM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM

2019
BAB I

PENDAHULUAN

Benda asing adalah benda yang berasal dari luar tubuh atau dari dalam
tubuh, yang dalam keadaan normal tidak ada. Benda asing dapat ditemukan di
telinga, hidung maupun ditenggorokan (THT).1,2 Benda asing di hidung
merupakan kasus yang sering ditemukan pada anak-anak. Anak-anak cenderung
mempunyai kebiasaan memasukkan suatu benda yang kecil pada lubang atau
rongga pada tubuhnya terutama pada lubang hidung disebabkan rasa ingin tahu,
kurangnya pengawasan orang tua dan tersedianya benda tersebut di sekitar
mereka. Kasus tersebut sering ditemukan pada anak-anak, pada orang dewasa
kasus ini umumnya dialami oleh mereka yang mengalami retardasi mental atau
penderita gangguan jiwa. Benda asing hidung yang sering ditemukan antara lain
manik-manik, kancing baju, bagian dari mainan, lilin plastisin, kertas, batu,
kacang, kapur, dan baterai.1

Prevalensi kasus benda asing hidung lebih banyak ditemukan pada laki-
laki dibanding perempuan. Pada anak-anak insiden tertinggi ditemukan pada usia
2-5 tahun. Lokasi benda asing yang paling sering adalah pada anterior konka
media atau di bawah konka inferior. Benda asing unilateral lebih sering ditemukan
pada sisi kanan dibanding sisi kiri.1,2

Benda asing dapat diklasifikasikan menjadi benda asing anorganik dan


organik. Benda asing anorganik dapat berupa plastik atau metal seperti manik-
manik dan bagian dari mainan. Benda asing ini sering tanpa gejala dan dapat
ditemukan secara kebetulan. Benda asing organik seperti makanan, karet, kayu,
busa bersifat lebih iritatif terhadap mukosa hidung sehingga menimbulkan gejala
yang lebih dini.3

Benda asing yang sudah lama di dalam kavum nasi yang tidak diketahui
sebelumnya akan dilapisi oleh kalsium, magnesium, fosfat, atau karbonat dan
menjadi rinolit. Rinolit menyerupai batu, bersifat radioopak dan sering ditemukan

2
pada lantai kavum nasi. Benda asing menghasilkan peradangan lokal yang dapat
menyebabkan tekanan nekrosis. Ulserasi mukosa kemudian dapat berkembang
menjadi erosi ke dalam pembuluh darah yang menyebabkan epistaksis.4 Untuk itu,
laporan kasus ini dibuat untuk membahas lebih lanjut terkait benda asing tertelan
di esofagus.

3
BAB II

ANATOMI DAN FISIOLOGI ESOFAGUS

2.1 Hidung Luar

Hidung berbentuk piramid dengan puncaknya di atas dan di bagian bawah


terdapat dasar. Piramid hidung terdiri dari tulang dan tulang rawan yang dilapisi
oleh otot dan kulit. Sepertiga atas hidung luar merupakan tulang dan duapertiga
bawah merupakan tulang rawan. Bagian tulang terdiri dari dua tulang hidung yang
bertemu di garis tengah dan pada bagian atas dari prosesus nasalis os frontal dan
keduanya melekat diantara prosesus frontalis os maksila. Bagian tulang rawan
terdiri dari sepasang kartilago nasalis lateralis superior, sepasang kartilago nasalis
lateralis inferior (kartilago alar mayor), kartilago alar minor dan kartilago
septum.5

2.2 Hidung Dalam

Dibagi menjadi kavum nasi kanan dan kiri oleh septum nasi. Setiap kavum
nasi berhubungan dengan bagian luar melalui lubang hidung (nares anterior) dan
dengan nasofaring melalui koana. Setiap kavum nasi terdiri dari bagian yang
ditutupi kulit, disebut vestibulum dan bagian yang ditutupi mukosa disebut kavum
nasi yang sebenarnya.5,6

4
Vestibulum merupakan bagian anterior dan inferior dari kavum nasi.
Vestibulum dilapisi oleh kulit dan berisi kelenjar sebasea, folikel rambut dan
rambut-rambut yang disebut vibrise. Bagian atas vestibulum terbatas pada dinding
lateral yang ditandai oleh ala nasi (katup hidung) yang dibentuk oleh batas
belakang dari kartilago nasalis lateralis superior. Dinding medial vestibulum
dibentuk oleh kolumela dan bagian bawah dari septum nasi.5

Setiap kavum nasi memiliki dinding lateral, medial, superior dan inferior.
Pada dinding lateral terdapat 4 buah konka. Konka menggulung seperti proyeksi
tulang yang dilapisi oleh membran mukosa. Daerah di bawah konka disebut
dengan meatus.5,6

Konka inferior merupakan struktur dinding lateral hidung yang paling


menyolok pada rinoskopi anterior. Konka inferior terdiri dari tulang yang dilapisi
oleh mukoperiostium, jaringan lunak yang meliputi pleksus kavernosus, dan di
atasnya terdapat mukosa respiratori. Tulang konka inferior berartikulasi dengan
tulang lakrimal di bagian anterior, dan melekat ke prosesus medial dari maksila
dan tulang palatina di bagian lateral. Pleksus kavernosus dapat membesar karena
aliran darah sebagai respon terhadap siklus hidung atau terhadap berbagai macam
pemicu dari lingkungan.7

Konka media membentuk batas media dari meatus media dan menjadi tanda
utama yang penting dalam operasi sinus. Orientasi dari konka media berjalan
sepanjang 3 bidang yang berbeda dalam perjalanannya dari anterior ke posterior
dan dapat dipahami secara skematik dalam ketiga bagian. Sepertiga anterior dari
konka media berjalan sepanjang bidang sagital. Bagian dari konka media ini
adalah yang paling mudah diamati dengan rinoskopi anterior, dan bagian ini
melekat pada dinding lateral hidung dan lempeng kribriformis di bagian superior.
Pada sepertiga tengah, konka direfleksikan dari orientasi sagital ke koronal,
membentuk lamela basalis dari konka media yang melintang untuk masuk ke
dinding lateral hidung. Bagian melintang dari konka media ini yang memisahkan
sel etmoid anterior dari sel etmoid posterior. Pada bagian anterior dari lamela
basalis dari konka media, drainase sel melalui meatus media. Pada bagian

5
posterior dari lamela basalis, drainase sel melalui meatus superior. Bagian
sepertiga posterior dari konka berjalan pada bidang axial dengan perlekatannya
yang berlanjut sepanjang dinding lateral hidung. Bagian akhir posterior dari konka
media memasuki perbatasan foramen sfenopalatina dan ke tempat munculnya
arteri sfenopalatina ke dalam hidung.7

Konka superior merupakan yang paling belakang dari konka-konka yang lain.
Merupakan jalan masuk superior yang paling umum ke dasar tengkorak bersama
dengan konka media dan membantu menentukan batas dari sel etmoid posterior.
Bagian medial dari konka superior dan bagian lateral dari septum nasi adalah
daerah dari resesus sfenoetmoidalis, dimana ostium sinus sfenoid dapat dijumpai.7

Dinding medial kavum nasi dibentuk oleh septum nasi. Septum nasi
memisahkan kedua kavum nasi, menyediakan penopang struktural untuk hidung,
dan mempengaruhi aliran udara di dalam kavum nasi. Septum nasi terdiri dari
tulang rawan dan tulang yang dilapisi oleh mukosa respiratori. Septum bagian
anterior dibentuk oleh lamina kuadrangularis dan premaksila; bagian posterior
dibentuk oleh lamina perpendikularis os etmoid dan sinus sfenoid; dan bagian
inferior dibentuk oleh vomer, krista nasalis os maksila, dan krista nasalis os
palatine.7

6
Dinding superior kavum nasi bagian anterior yang miring dibentuk oleh
tulang hidung; bagian posterior yang miring dibentuk oleh tulang sfenoid; dan
bagian media yang horizontal dibentuk oleh lamina kribriformis etmoid tempat
masuknya nervus olfaktorius ke kavum nasi.7

Dinding inferior kavum nasi dibentuk oleh prosesus palatina maksila pada ¾
bagian anteriornya dan bagian horizontal dari os palatina pada ¼ bagian
posteriornya.7

2.3 Perdarahan Hidung

Pendarahan dari kavum nasi terutama berasal dari arteri etmoid anterior
dan posterior (cabang dari arteri oftalmika) dan arteri sfenopalatina (cabang
terminal dari arteri maksilaris interna). Arteri etmoid anterior melewati rektus
media dan memasuki lamina papirasea. Arteri ini kemudian berjalan melewati
atap sinus etmoid di dalam tulang pembungkus yang tipis, kemudian
memperdarahi lamina kribriformis dan bagian anterior septum. Arteri ini
merupakan tanda yang paling posterior untuk pembedahan resesus frontalis. Arteri
etmoid posterior keluar dari rongga orbita, kira-kira 12 mm pada bagian posterior
dari arteri etmoid anterior. Arteri ini memperdarahi bagian posterior yang lebih
kecil, termasuk celah olfaktorius.8

Arteri maksilaris interna memasuki fosa pterigomaksilaris dan keluar ke


kavum nasi melalui foramen sfenopalatina seperti arteri sfenopalatina. Foramen
sfenopalatina terletak pada bagian lateral dari ujung posterior konka media. Pada
saat memasuki hidung, arteri sfenopalatina terbagi menjadi cabang hidung
posterolateral dan cabang septum posterior.8

Vena berjalan sejajar dengan arteri sfenopalatina dan dan cabangnya,


bermuara ke pleksus oftalmika dan sebagian ke sinus kavernosus. Vena-vena ini
tidak memiliki katup sehingga merupakan faktor predisposisi untuk penyebaran
infeksi dari hidung ke sinus kavernosus.8

7
Terdapat dua daerah anastomosis arteri yang sering terlibat dalam
epistaksis yaitu pleksus Kiesselbach, yang sering terlibat pada epistaksis anterior,
dan pleksus Woodruff, yang sering terlibat pada epistaksis posterior. Pleksus
Kiesselbach terletak pada septum nasi anterior dan dibentuk oleh anastomosis dari
arteri sfenopalatina, arteri palatina mayor, arteri labialis superior, dan arteri
etmoid anterior (gambar 2.4). Pleksus Woodruff terletak pada bagian posterior
dari konka media dan meatus inferior yang dibentuk oleh anastomosis dari cabang
arteri maksilaris interna, yaitu arteri sfenopalatina dan arteri faringeus asenden.8

2.4 Persyarafan Hidung

Nervus olfaktorius memberikan indra penghidu. Terdapat filamen utama


dari sel olfaktorius dan tersusun 12-20 nervus yang melewati lamina kribrosa dan
berakhir pada bulbus olfaktorius. Nervus ini dapat membawa pembungkus
duramater, arachnoid dan piamater ke dalam hidung. Trauma pada nervus ini
dapat menyebabkan terbukanya daerah cairan serebrospinal berada sehingga dapat
menyebabkan terjadinya rinore cairan serebrospinal atau meningitis.8

Sebagian besar dari 2/3 bagian posterior kavum nasi (septum dan dinding
lateral) dipersarafi oleh ganglion sfenopalatina yang dapat diblok dengan
meletakkan tampon kapas yang telah dibasahi cairan anestesi di dekat foramen
sfenopalatina yang terletak pada bagian posterior konka media. Nervus etmoidalis
anterior mempersarafi bagian anterior dan superior kavum nasi (dinding lateral
dan septum) dapat diblok dengan meletakkan tampon pada tulang hidung bagian
atas dimana nervus tersebut masuk. Cabang nervus infra orbital mempersarafi
vestibulum pada sisi medial dan lateral.8

Saraf otonom terdiri dari saraf parasimpatis dan saraf simpatis. Saraf
parasimpatis mengontrol sekresi hidung dan kelenjar hidung. Saraf parasimpatis
berasal dari nervus petrosa superfisial yang besar, berjalan pada nervus dari
kanalis pterigoideus (nervus vidianus) dan mencapai ganglion sfenopalatina

8
dimana saraf ini bercabang sebelum mencapai kavum nasi. Saraf ini juga
mensuplai pembuluh darah hidung dan menyebabkan vasodilatasi.8

Saraf simpatis berasal dari dua segmen toraks bagian atas dari tulang
belakang, melewati ganglion servikalis superior, berjalan di dalam nervus petrosa
dan bergabung dengan saraf parasimpatis dari nervus petrosa yang besar untuk
membentuk nervus dari kanalis pterigoideus (nervus vidianus). Saraf simpatis
mencapai kavum nasi tanpa bercabang pada ganglion sfenopalatina. Rangsangan
pada saraf simpatis dapat menyebabkan vasokonstriksi. Rinore yang berlebihan
pada kasus rinitis alergi dan vasomotor dapat dikontrol dengan memotong nervus
vidianus.8

9
BAB III

CORPUS ALIENUM (BENDA ASING DI HIDUNG)

Definisi
Benda asing di hidung adalah benda yang berasal dari luar atau dalam
tubuh yang dalam keadaan normal tidak ada pada hidung.1

Epidemiologi
Kasus benda asing di hidung paling sering terjadi pada anak, terutama
pada usia 1 - 4 tahun. Pada usia ini anak cenderung mengeksplorasi tubuhnya,
terutama daerah yang berlubang, termasuk hidung. Mereka dapat pula
memasukkan benda asing sebagai upaya mengeluarkan sekret atau benda asing
yang sebelumnya ada di hidung, atau untuk mengurangi rasa gatal atau perih
akibat iritasi yang sebelumnya sudah terjadi. Benda asing yang tersering
ditemukan yaitu sisa makanan, permen, manik-manik dan kertas.2

Faktor Predisposisi
Faktor yang mempermudah terjadinya aspirasi benda asing di hidung
antara lain faktor personal (umur, jenis kelamin, pekerjaan, kondisi sosial dan
tempat tinggal), kegagalan mekanisme proteksi normal (keadaan tidur, kesadaran
menurun, alkoholisme dan epilepsi), ukuran, bentuk serta sifat benda asing serta
faktor kecerobohan.1,2

Klasifikasi Benda Asing


Berdasarkan asalnya, benda asing digolongkan menjadi dua golongan :
1. Benda asing eksogen, yaitu yang berasal dari luar tubuh, biasanya masuk
melalui hidung atau mulut. Benda asing eksogen terdiri dari benda padat,
cair atau gas. Benda asing eksogen padat terdiri dari zat organik seperti
kacang-kacangan (yang berasal dari tumbuhan-tumbuhan), tulang (yang
berasal dari kerangka binatang) dan zat anorganik seperti paku, jarum,
peniti, batu, kapur barus (naftalen) dan lain-lain. Benda asing eksogen cair

10
dibagi dalam benda cair yang bersifat iritatif, seperti zat kimia, dan benda
cair noniritatif, yaitu cairan dengan pH 7,4.2
2. Benda asing endogen, yaitu yang berasal dari dalam tubuh. Benda asing
endogen dapat berupa sekret kental, darah atau bekuan darah, nanah, krusta,
perkijuan, membran difteri. Cairan amnion, mekonium dapat masuk ke
dalam saluran napas bayi pada saat proses persalinan.2
Berdasarkan konsistensinya benda asing dapat juga digolongkan menjadi
benda asing yang lunak seperti kertas, kain, penghapus, sayuran, dan yang keras
seperti kancing baju, manik-manik, baterai dan lain-lain.1,2
Pembagian yang lain yaitu :
1. Benda asing hidup, yang pernah ditemukan yaitu larva lalat, lintah, dan
cacing.
2. Benda asing mati, yang tersering yaitu manik-manik, baterai logam,
kancing baju. Kapur barus merupakan kasus yang jarang namun
mengandung naftalen yang bersifat sangat mengiritasi. Kasus baterai
logam di hidung juga harus diperlakukan sebagai kasus gawat darurat
yang harus dikeluarkan segera, karena kandungan zat kimianya yang
dapat bereaksi terhadap mukosa hidung.

Gambar . Manik-manik di bawah konka inferior


2.6. Patofisiologi

Benda asing hidung lebih sering terjadi pada anak-anak, karena anak yang
berumur 2-4 tahun cenderung memasukkan benda-benda yang ditemukan dan
dapat dijangkaunya ke dalam lubang hidung, mulut atau dimasukkan oleh anak

11
lain.3 Benda yang dimasukkan ke dalam hidung anak biasanya benda yang
lembut. Benda tersebut masuk ke hidung saat anak mencoba untuk mencium
sesuatu. Anak sering menaruh benda ke dalam hidung karena perasaan bosan,
ingin tahu atau meniru anak lain.1

Benda asing hidung dapat ditemukan di setiap bagian rongga hidung,


sebagian besar ditemukan di dasar hidung tepat dibawah konka inferior. Lokasi
lainnya ada di depan dari konka media. Benda-benda kecil yang masuk kebagian
anterior rongga hidung dapat dengan mudah dikeluarkan dari hidung. Benda asing
yang berada di rongga hidung dalam waktu yang cukup lama serta benda hidup
dapat menimbulkan berbagai kesulitan dalam mengeluarkan benda asing.1

Gambar. Lokasi benda asing yang masuk ke rongga hidung (IT= inferior
turbinate, MT= middle turbinate, SS= sphenoid sinus, ST=
superior turbinate).

Benda asing yang masuk ke rongga postnasal dapat teraspirasi dan


terdorong ke belakang saat usaha pengeluaran sehingga menimbulkan obstruksi
jalan nafas akut. Benda asing di hidung juga berpengaruh dalam membawa
organisme penyebab penyakit difteri dan penyakit infeksi lainnya. Oleh karena

12
itu, benda asing hidung dapat menyebabkan masalah yang nyata dan jangan
dianggap remeh. 1

Beberapa benda asing yang masuk kedalam rongga hidung dapat bertahan
bertahun-tahun tanpa adanya perubahan mukosa, namun sebagian besar benda
mati yang masuk ke hidung dapat menimbulkan pembengkakan mukosa hidung
dengan kemungkinan menjadi nekrosis, ulserasi, erosi mukosa, dan epistaksis.
Tertahannya sekresi mukus, benda asing yang membusuk serta ulserasi dapat
menyebabkan sekret berbau busuk.1

Sebuah benda asing dapat menjadi inti peradangan yang nyata bila
terbenam di jaringan granulasi dengan menerima lapisan kalsium, magnesium
fosfat dan karbonat yang demikian akan menjadi sebuah rhinolith. Terkadang
proses ini dapat terjadi di area mukopus bahkan bekuan darah yang sering disebut
nidus. Rhinolith endogen yang terbentuk dari inti darah atau mukus jarang terjadi
pasa usia dibawah 4 tahun, sedangkan rhinolith eksogen yang terbentuk dari
benda asing yang diselimuti oleh garam dapat terjadi pada usia berapapun.
Rhinolith umumnya terletak di dasar hidung bersifat radioopak, single, sferis
ireguler namun dapat menunjukkan pemanjangan sesuai dengan arah tumbuh di
rongga hidung. 1

Benda-benda erosif seperti baterai dapat mengakibatkan kerusakan parah dari


septum hidung. Hal ini dapat terjadi karena benda erosif ini mengandung berbagai
jenis logam berat seperti merkuri, seng, perak, nikel, kadmium, dan lithium.
Pembebasan zat ini menyebabkan berbagai jenis lesi tergantung pada lokalisasi
dengan reaksi jaringan lokal serta nekrosis. Sebagai hasilnya terbentuk perforasi
septum, sinekia, penyempitan dan stenosis dari rongga hidung.1

Benda asing hidup dapat menginisiasi proses inflamasi dari infeksi lokal ringan
sampai kerusakan tulang hidung.1

13
Manifestasi klinis

Benda asing di hidung pada anak sering luput dari perhatian orang tua
karena tidak ada gejala dan bertahan untuk waktu yang lama. Dapat timbul rinolit
di sekitar benda asing. Gangguan umumnya terjadi pada sisi rongga hidung yang
terdapat benda asing. Gejala yang paling sering adalah hidung tersumbat, rinore
unilateral dengan cairan kental dan berbau. Kadang-kadang terdapat rasa nyeri,
demam, epistaksis dan bersin. Pada pemeriksaan, tampak edema dengan inflamasi
mukosa hidung unilateral dan dapat terjadi ulserasi. Benda asing biasanya tertutup
oleh mukopus, sehingga sering disangka sinusitis. Benda asing seperti karet busa,
sangat cepat menimbulkan sekret yang berbau busuk.1

Benda asing hidup dapat menimbulkan gejala bilateral seperti hidung


tersumbat, sakit kepala, sekret serosanguinous, demam. Rhinolith umumnya
bergejala dan menimbulkan obstruksi nasal bila rhinolith membesar. Pemeriksaan
didaptkan massa ireguler keabuan, terletak di sepanjang dasar hidung.1

2.7. Diagnosis banding


Diagnosis banding untuk obstruksi hidung unilateral antara lain:
1. Sinusitis
2. Polip
3. Tumor
4. Upper respiratory infection (URI)
5. Atresia koana unilateral
6. Tumor hidung
7. Abses
8. Hematoma septum
Keluhan hidung bau dapat ditemukan juga pada rhinitis atrofi, sinusitis
dan tumor. Perlu juga dipertimbangkan adanya masalah psikis bila ternyata tidak
ditemukan kelainan pada hidung pasien.2

14
2.8.Penegakkan Diagnosis

Diagnosis klinis benda asing di saluran napas ditegakkan berdasarkan


anamnesis adanya riwayat tersedak sesuatu, tiba-tiba timbul "choking" (rasa
tercekik), gejala, tanda, pemeriksaan fisik dengan auskultasi, palpasi dan
pemeriksaan radiologik sebagai pemeriksaan penunjang. Diagnosis pasti benda
asing di saluran napas ditegakkan setelah dilakukan tindakan endoskopi atas
indikasi diagnostik dan terapi.2

Gambar . Rinolith pada pemeriksaan CT scan

Gambar . Rinolith yang tampak pada pemeriksaan endoskopi

2.9. Penatalaksanaan

Untuk dapat menanggulangi kasus aspirasi benda asing dengan cepat dan
tepat perlu diketahui dengan sebaik-baiknya gejala di tiap lokasi tersangkutnya
benda asing tersebut. Secara prinsip benda asing di saluran napas diatasi dengan
pengangkatan segera secara endoskopik dalam kondisi yang apling aman, dengan
trauma yang minimum. Kebanyakan pasien dengan aspirasi benda asing yang
datang ke ahli THT telah melalui fase akut, sehingga pengangkatan secara

15
endoskopik harus dipersiapkan seoptimal mungkin, baik dari segi alat maupun
personal yang telah terlatih.1
Penatalaksanaan benda asing di hidung pada anak-anak cukup sulit karena
biasanya pasien anak-anak sulit untuk koopertif. Hal ini disebabkan oleh
ketakutan anak-anak yang berlebihan serta diperparah dengan ketakutan mereka
akibat nyeri yang ditimbulkan saat mengeluarkan benda asing di hidung
sebelumnya baik oleh orang tua maupun tenaga kesehatan. Terdapat beberapa
metode dalam mengeluarkan benda asing di hidung, seperti metode wax hook,
menggunakan forgarty catheter, suction, metode tekanan positif, maupun dengan

metode‘Parent’sKiss’.1

Cara mengeluarkan benda asing dari dalam hidung ialah dengan memakai
pengait (haak) yang dimasukkan ke dalam hidung dib again atas, menyusuri atap
kavum nasi sampai menyentuh nasofaring. Setelah itu pengait diturunkan sedikit
dan ditarik ke depan. Dengan cara ini benda asing itu akan ikut terbawa ke luar.
Dapat pula menggunakan forsep aligator, cunam Nortman atau “wire loop”. Bila
benda asing berbentuk bulat, maka sebaiknya digunakan pengait yang ujungnya
tumpul.3

16
Tidaklah bijaksana bila mendorong benda asing dari hidung kearah
nasofaring dengan maksud supaya masuk ke dalam mulut. Dengan cara itu benda
asing dapat terus masuk ke laring dan saluran napas bagian bawah, yang
menyebabkan sesak napas, sehingga menimbulkan keadan yang gawat.2
Pemberian antibiotika sistemik selama 5-7 hari hanya diberikan pada
kasus benda asing hidung yang telah menimbulkan infeksi hidung maupun sinus.2

2.10. Komplikasi
Perdarahan merupakan komplikasi yang paling sering terjadi, meskipun
hal ini hanya bersifat minimal dan hilang dengan tampon sederhana. Selain itu
benda asing pada hidung juga dapat menyebabkan iritasi dan reaksi inflamasi.2
Beberapa komplikasi benda asing pada hidung yang telah dilaporkan, antara lain:

17
 Sinusitis
 Otitis Media Akut
 Perforasi septum nasi
 Selulitis periorbital
 Meningitis,
 Epiglotitis akut
 Difteria
 Tetanus

Komplikasi Akibat Benda Asing di Hidung

18
BAB IV

LAPORAN KASUS

4.1 Identitas Pasien


Nama : An. RAG
Usia : 2 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Lombok Barat
Pekerjaan :-
No. Rekam Medik : 049755
Tanggal Periksa : 5/11/2019

4.2 Anamnesis
A. Keluhan Utama
Masuk biji buah (benda asing) di hidung kiri
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan kemasukan biji piling di hidung sebelah kiri
yang dicurigai sejak tadi malam (4-11-2019), namun ibu pasien baru
menyadarinya ketika ibu pasien memandikan pasien karena dari hidung
pasien tampak keluar sekret berwarna kemerahan namun bukan darah. Oleh
karena itu, keluarga langsung membawa pasien ke puskesmas terdekat, saat
mencoba mengeluarkan,biji piling tersebut semakin terdorong ke dalam.
Kemudian pasien dirujuk ke poli THT RSUD Prov. NTB untuk diberikan
tatalaksana lebih lanjut.
Pasien tidak mengeluhkan sesak, batuk, ataupun pilek. Hidung sebelah kiri
keluar sekret berwarna kemerahan.
C. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien pernah mengeluhkan keluhan serupa sebelumnya, pasien sering
memasukkan benda-benda asing ke hidung, mulut dan telinga berupa
kelereng dan lain-lain
D. Riwayat Penyakit Keluarga

19
Tidak ada keluhan serupa di keluarga, tidak ada penyakit keganasan lainnya,
tidak ada penyakit hipertensi ataupun diabetes melitus.
E. Riwayat Alergi
Pasien tidak memiliki riwayat alergi obat, makanan, ataupun lainnya.
F. Riwayat Sosial
Pasien merupakan seorang anak yang aktif sehari-harinya terutama saat
bermain. Pasien sering memasukan benda-benda asing ke dalam telinga,
mulut dan hidung
4.3 Pemeriksaan Fisik
A. Status Generalis
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
GCS : E4V5M6
Tanda vital :
- Tekanan darah :-/-mmHg
- Nadi :102 x/menit
- Pernapasan : 24 x/menit
- Suhu : 36.7oC
B. Status Lokalis
Pemeriksaan telinga :

Pemeriksaan
No. Telinga kanan Telinga kiri
Telinga
1. Tragus Nyeri tekan (-), edema (-) Nyeri tekan (-), edema (-)
2. Daun telinga Bentuk dan ukuran dalam Bentuk dan ukuran dalam
batas normal, hematoma (-), batas normal, hematoma (-),
nyeri tarik aurikula (-) nyeri tarik aurikula (-)
3. Liang telinga Serumen (+) minimal, Serumen (-), hiperemis (-),
hiperemis (-), furunkel (-), furunkel (-), edema (-),
edema (-), secret (-) sekret (-).

20
4. Membran Retraksi (-), bulging (-), Retraksi (-), bulging (-),
timpani hiperemi (-), edema (-), intak hiperemi (-), edema (-),
(+),coneoflight (+). intak (+),coneoflight (+).

Pemeriksaan hidung :

Pemeriksaan Hidung Hidung kanan Hidung kiri


Hidung luar Bentuk (dbn),inflamasi (-), Bentuk (dbn), inflamasi (-),
nyeri tekan (-), deformitas (-) nyeri tekan (-),deformitas (-)
Rinoskopi anterior
Vestibulum nasi dbn, ulkus (-) dbn, ulkus (-)
Cavum nasi Bentuk (dbn), mukosa Bentuk (dbn), mukosa
hiperemia (-) hiperemia (+)
Meatus nasi media Mukosa hiperemia (-)
Mukosa hiperemia (+) , sekret
,massa(-), secret (-), edema (-
(+),massa (-)
)
Konka nasi inferior Edema (-), mukosa hiperemi
Edema (-), mukosa hiperemi
(-), sekret (-), livide (-), sekret
(-), sekret (-), livide (-)
(+)
Septum nasi Deviasi (-), benda asing(-),
Deviasi (-), benda asing (-),
perdarahan (-), ulkus (-),
perdarahan (-), ulkus (-)
sekret (+)
Palpasi sinus
Nyeri tekan (-) Nyeri tekan (-)
maksila dan frontal

21
P
e Mukosa Bukal berwarna merah muda, hiperemia (-)
mLidah Normal
e
Uvula Normal
r
Palatum mole Ulkus (-), hiperemi (-)
i
Faring Mukosa hiperemi (-), membran (-), granul (-)
k
Tonsilapalatina Hiperemia (-), ukuran T1-T1, kripte melebar (-), detritus (-)
s
pemeriksaan tenggorokan :

Pemeriksaan regio leher :


a. Inspeksi : Pada leher tidak tampak adanya tanda-tanda inflamasi, tidak
ada massa, tidak ada pembesaran kelenjar getah bening di daerah leher.
b. Palpasi : tidak ada nyeri tekan

4.4 Diagnosa
Corpus Alienum di hidung

4.5 Tatalaksana
Pasien ditatalaksana dengan melakukan tindakan ekstrasi corpal (benda
asing biji piling) hidung sinistra.

22
4.6 Prognosis
Ad functionam : Ad bonam
Ad sanationam : Ad bonam
Ad vitam : Ad bonam

23
BAB V

PEMBAHASAN

Benda asing di hidung merupakan kasus yang sering ditemukan pada


anak-anak. Anak-anak cenderung mempunyai kebiasaan memasukkan suatu
benda yang kecil pada lubang atau rongga pada tubuhnya terutama pada lubang
hidung disebabkan rasa ingin tahu, kurangnya pengawasan orang tua dan
tersedianya benda tersebut di sekitar mereka. Kasus tersebut sering ditemukan
pada anak-anak, pada orang dewasa kasus ini umumnya dialami oleh mereka yang
mengalami retardasi mental atau penderita gangguan jiwa. Pada pasien memikili
faktor predisposisi yang dimana pasien dengan usia 2 tahun yang aktif dan sering
memasukan benda asing tidak hanya pada hidung, tetapi juga pada telinga dan
mulut pasien. Benda asing hidung yang sering ditemukan antara lain manik-
manik, kancing baju, bagian dari mainan, lilin plastisin, kertas, batu, kacang,
kapur, dan baterai. Pada pasien ditemukan adanya biji piling.

Benda asing di hidung dapat dibagi berdasarkan jenisnya yaitu benda asing
endogen dan eksogen serta berdasarkan jenisnya yaitu benda asing hidup dan
mati. Pada pasien ditemukan biji piling yang merupakan jenis benda asing
eksogen dan bersifat benda asing mati. Keluhan yang terdapat pada benda asing di
hidung yaitu hidung tersumbah, nyeri, bersin, keluarnya sekret. Pada pasien
dikeluhkan adanya sekret berwana kemerahan. Pada pemeriksaan fisik pada
corpus alienum terdapat adanya hiperemis pada mukosa yang dimana sesuai
dengan hasil dari pemeriksaan pada pasien ini. Selain itu, didapatkan sekret
berwarna kemerahan pada pemeriksaan rinoskopi anterior.

Tatalaksan pada kasus corpus alienum di hidung yaitu dengan melakukan


ekstrasi korpal. Pada pasien ini telah dilakukan ekstrasi corpal menggunakan
suction dan pengait, dikarenakan benda asing masih terlihat namun terlalu dalam,
halus dan berbentuk bulat yang dimana sulit diambil dengan menggunakan
forsep, sehingga teknik suction sangat ideal untuk digunakan.

24
BAB VI

KESIMPULAN

Benda asing di hidung merupakan kasus yang sering ditemukan pada


anak-anak. Anak-anak cenderung mempunyai kebiasaan memasukkan suatu
benda yang kecil. baterai. Pada pasien ditemukan adanya biji piling. Benda asing
di hidung dapat dibagi berdasarkan jenisnya yaitu benda asing endogen dan
eksogen serta berdasarkan jenisnya yaitu benda asing hidup dan mati. Diagnosis
dari corpus alienum di hidung berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang yang tepat. Tatalaksana dari corpus alienum di hidung
dengan cara ekstrasi corpal hidung.

25
DAFTAR PUSTAKA

1. Octavianna B.R. Corpus Alienum Cavum nasi. Bagian Ilmu THT-KL


Fakultas Kedokteran Universitas Alkhairaat Palu. 2017
2. Pavan, et al. Nasal Foreign Bodies: A Review of Management Stategies and a
clinical scenoario presentarion. 2011
3. Abdul, Q.P. Benda Asing Hidung. 2012
4. Katherine, B & Shina, V. Foreign Body, Nose. 2018
5. Eroschenko VP. Atlas histologi difiore dengan korelasi fungsional. Edisi 11.
Jakarta: EGC.
6. Lee JH. Foreignbodyingestion in children.ClinicalEndoscopy. 2018; 51:129-
136.
7. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, and Restuti RD. Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi Ketujuh.
Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012.
8. Mescher AL. Histologi dasar junqueira teks dan atlas. Edisi 12. Jakarta: EGC.

26

Anda mungkin juga menyukai