Anda di halaman 1dari 4

" Tanggapan saudara tentang RUU P - KS "

" Cari dan analisis Pasal dan ayat dalam RUU P - KS yang bertentangan dengan
Asas Penerapan Hukum Islam "

Tanggapan tentang RUU PKS

Mengenai Rancangan Undang-Undang ini sebenarnya memang sudah dirancang sudah sangat
lama, Urgensi dari pembentukan RUU ini adalah banyaknya kasus-kasus kekerasan seksual
terutama yang dialami oleh wanita. Kian tahun kian bertambah kasus-kasus kekerasan seksual.
Saat ini dalam kasus-kasus yang ada, bukan hanya wanita dewasa saja yang mendapatkan
kekerasaan seksual, namun remaja dan bahkan anak-anak bisa jadi korban dari kekerasan
seksual ini. Oleh karenanya dibentuknlah RUU Penghapusan Kekerasan Seksual ini.
Sebenarnya mengenai RUU PKS ini ada pro dan kontranya, ada positifnya dan ada negatifnya.
Dalam hal positifnya adalah bahwa dalam RUU PKS ini dirancang mengenai perbuatan-
perbuatan yang dapat dipidana bila melakukan hal hal yang menyangkut kekerasan seksual
terutama pada wanita. Saya agaknya pro dan kontra karena menyadari isinya penting untuk
melindungi korban dan orang-orang yang rentan terhadap kekerasan seksual, termasuk dalam
konteks yang selama ini sulit tersentuh.namun terlalu sulit menerapkannya akrena RUU ini pun
tak kunjung disahkan. Namun banyak sekali orang yang menentang RUU ini, mengapa? Ada
yang berdalih bila RUU ini berpihak pada lgbt, zina dan aborsi bahkan masuk dalam ranah
suami istri. Namun setelah membaca draft tersebut, menjadi tahu bahwa ternyata selama ini
yang diatur dalam RUU tersebut ialah kita tidak boleh melakukan pemaksaan kepada orang
lain terkait dengan fungsi reproduksinya. Seseorang tidak bisa untuk memaksa orang lain
memuaskan nafsu seksualnya semata dan merugikan pihak lain secara bebas. Seorang ayah
tidak bisa memaksa anaknya untuk menikah dengan orang lain yang dia tidak inginkan. Ketika
seseorang merasa tersiksa saat berhubungan seks, orang itu bisa melapor dan mendapatkan
payung hukum. Namun, dalam konteks hukum islam. Hal ini dirasa kurang sesuai karena pada
beberapa hal yang diatur lebih jelaskan dalam hadis bila seorang suami yang ingin berhubungan
dengan istrinya maka istri harus memenuhinya dan begitupun sebaliknya. Dengan ini banyak
sekali suara-suara dari masyarakat yang berpihak ataupun kontra terhadap RUU PKS ini.
Analisis Pasal dan ayat dalam RUU P - KS yang bertentangan dengan Asas Penerapan Hukum
Islam

Pasal 5
(1) Setiap orang dilarang melakukan kekerasan seksual dalam segala bentuknya.
(2) Bentuk Kekerasan seksual sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) meliputi; a.
Pelecehan seksual, b. Kontrol seksual , c. Perkosaan, d. Eksploitasi seksual, e. Penyiksaan
seksual, dan f. Perlakuan atau penghukuman lain tidak manusiawi yang menjadikan tubuh,
seksualitas dan/atau organ reproduksi sebagai sasaran
Frasa kontrol seksual pada pasal 5 ayat (2) huruf b yang dikategorikan kekerasan seksual
artinya mendorong setiap orang untuk bebas memilih aktivitas seksual tanpa ada kontrol dari
pihak lain. Pihak yang melakukan kontrol seksual justru bisa dipidanakan. Orang tua tidak
boleh melarang anak lajangnya melakukan hubungan seks bebas karena bisa terkategori kontrol
sosial. Aktivitas LGBT juga terlindungi dengan frasa ini.

Pasal 7
(1) Tindak pidana kontrol seksual sebagaimana pasal 5 ayat (2) huruf b adalah tindakan yang
dilakukan dengan paksaan, ancaman kekerasan, atau tanpa kesepakatan dengan tujuan
melakukan pembatasan, pengurangan, penghilangan dan atau pengambilalihan hak
mengambil keputusan yang terbaik atas diri, tubuh dan seksualitas seseorang agar melakukan
atau berbuat atau tidak berbuat.
(2) Kontrol Seksual sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) meliputi: a. Pemaksaan
menggunakan atau tidak menggunakan busana tertentu; b. Pemaksaan kehamilan; c.
Pemaksaan aborsi;d. Pemaksaan sterilisasi; dan e. Pemaksaan perkawinan
ada yang berpendapat bahwa peraturan aborsi dalam RUU PKS cenderung melegalkan
praktik aborsi karena yang dijerat hanyalah masalah "pemaksaannya" --''Jadi, kalau nggak
dipaksa, berarti boleh dong gue aborsi''-- dan kalau sudah seperti itu maka yang terjadi adalah
orang-orang menjadi tidak takut lagi untuk melakukan hubungan seks, karena tidak lagi
khawatir kalau dalam berhubungan itu akan menimbulkan kehamilan, karena aborsi
"dilegalkan" dalam RUU PKS. Tapi, ternyata tidak begitu! Undang-undang kita sudah
mengatur perihal mengenai aborsi dalam Pasal 75 UU 36/2009 tentang Kesehatan. Aborsi
tetap tidak diperkenankan kecuali ada indikasi kedaruratan
medis dan kehamilan pada korban perkosaan. Dengan kata lain aborsi memang diperbolehkan
kalau mengganggu kesehatan sang ibu maupun janin, dan juga boleh kalau memang janin itu
adalah hasil pemerkosaan. Namun, dalam pasal itu memang tidak diatur mengenai bagaimana
kalau seseorang dipaksa untuk aborsi, dan RUU PKS mencoba untuk memberikan jalan
keluar terkait masalah ini.

Pasal 8
(1) Tindak pidana perkosaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf c adalah
tindakan seksual dengan menggunakan alat kelamin atau anggota tubuh lainnya atau benda ke
arah dan/atau ke dalam organ tubuh yaitu pada vagina, anus, mulut, atau anggota tubuh lain,
dilakukan dengan cara paksa, atau kekerasan, atau ancaman kekerasan, atau tekanan psikis,
atau bujuk rayu, atau tipu muslihat, atau terhadap seseorang yang tidak mampu memberikan
persetujuan yang sesungguhnya.
(2) Tindak pidana perkosaan meliputi perkosaan di dalam dan di luar hubungan perkawinan
Pasal 8 ayat (2) menyebutkan bahwa Tindak pidana perkosaan meliputi perkosaan di dalam dan
di luar hubungan perkawinan.Sesuai pasal ini, seorang istri bisa sesuka hatinya memilih untuk
melayani suami atau tidak. Jika suami memaksa untuk berhubungan, maka terkategori
pemerkosaan.
Bagian-bagian Ahli Waris
1) Penerima bagian setengah
a) Suami, jika tidak ada anak.
b) Anak perempuan, jika seorang diri dan tidak bersama anak laki-laki.
c) Cucu perempuan keturunan anak laki-laki, jika tunggal dan tidak
bersama anak laki-laki dan anak perempuan.
d) Saudara perempuan kandung, jika seorang diri dan tidak bersama
saudara laki-laki sekandung.
e) Saudara perempuan sebapak, jika seorang diri dan tidak bersama
bapak, serta saudara laki-laki sebapak.
2) Penerima bagian seperempat.
a) Suami, jika ada anak.
b) Isteri/para isteri, jika tidak bersama anak.
3) Penerima bagian seperdelapan.
a) Isteri/para isteri, jika bersama anak.
4) Penerima bagian sepertiga.
a) Ibu, jika bersama anak atau beberapa saudara laki-laki atau
perempuan.
b) Dua orang atau lebih saudara laki-laki/perempuan, jika tidak ada
anak.
5) Penerima bagian dua pertiga.
a) Dua orang anak perempuan atau lebih, jika tidak bersama anak lakilaki.
b) Dua orang atau lebih cucu perempuan keturunan laki-laki, jika tidak
bersama cucu laki-laki keturunan laki-laki.
c) Dua orang saudara perempuan atau lebih, jika tidak bersama saudara
laki-laki sekandung, bapak dan anak.
c) Dua orang saudara perempuan sebapak atau lebih, jika tidak bersama
saudara laki-laki sebapak.
6) Penerima bagian seperenam.
a) Bapak, jika ada anak.
b) Ibu, jika ada anak atau beberapa saudara.
c) Kakek, jika ada anak dan tidak ada bapak.
d) Nenek dari pihak bapak, jika tidak ada ibu.
e) Cucu perempuan dari keturunan laki-laki, jika bersama anak
perempuan tunggal.
d) Seorang perempuan sebapak atau lebih, jika bersama seorang saudara
perempuan sekandung yang mempeoleh bagian setengah.
e) Saudara laki-laki atau perempuan seibu, jika seorang diri dan tidak
ada anak.

Anda mungkin juga menyukai