Anda di halaman 1dari 44

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Lansia adalah mereka yang telah berusia 65 tahun ke atas. Masalah yang
biasa dialami lansia adalah hidup sendiri, depresi, fungsi organ tubuh menurun
dan mengalami menopause. Status kesehatan lansia tidak boleh terlupakan
karena berpengaruh dalam penilaian kebutuhan akan zat gizi. Ada lansia yang
tergolong sehat, dan ada pula yang mengidap penyakit kronis. Di samping itu,
sebagian lansia masih mampu mengurus diri sendiri, sementara sebagian lansia
sangat bergantung pada “belas kasihan” orang lain. Kebutuhan zat gizi mereka
yang tergolong aktif biasanya tidak berbeda dengan orang dewasa sehat. Namun
penuaan sangat berpengaruh terhadap kesehatan jika asupan gizi tidak dijaga
Di Indonesia, prevalensi penyakit degeneratif sangat rentan terkena pada
lansia. Prevalensi hipertensi pada tahun 2030 diperkirakan meningkat sebanyak
7,2% dari estimasi tahun 2010. Data tahun 2007-2010 menunjukkan bahwa
sebanyak 81,5% penderita hipertensi menyadari bahwa bahwa mereka menderita
hipertensi, 74,9% menerima pengobatan dengan 52,5% pasien yang tekanan
darahnya terkontrol (tekanan darah sistolik). Sekitar 69% pasien serangan
jantung, 77% pasien stroke, dan 74% pasien congestive heart failure (CHF)
menderita hipertensi dengan tekanan darah >140/90 mmHg. Hipertensi
menyebabkan kematian pada 45% penderita penyakit jantung dan 51% kematian
pada penderita penyakit stroke pada tahun 2008 (WHO, 2013).
Hipertensi dan penyakit kardiovaskular lainnya pada rumah sakit di
Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan penyebab kematian tertinggi (Dinkes
DIY, 2013). Hasil riset kesehatan dasar tahun 2013 menempatkan D.I Yogyakarta
sebagai urutan ketiga jumlah kasus hipertensi di Indonesia berdasarkan diagnosis
3 dan/atau riwayat minum obat. Hal ini mengalami kenaikan jika dibandingkan
dari hasil riset kesehatan dasar pada tahun 2007, dimana D.I Yogyakarta

1
menempati urutan kesepuluh dalam jumlah kasus hipertensi berdasarkan
diagnosis dan/atau riwayat minum obat (Kemenkes RI, 2013).
Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka penulis tertarik untuk
melakukan asuhan keperawatan pada lansia yang mengalami hipertensi.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Agar mampu melakukan asuhan keperawatan pada lansia dengan penyakit
hipertensi.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan pada lansia yang
mengalami gangguan rasa nyaman (nyeri).
b. Mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan pada lansia
hipertensi yang mengalami insomnia.
c. Mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan pada lansia yang
mengalami risiko jatuh.
C. Manfaat
1. Manfaat Teoritis
Dapat menjelaskan cara mengatasi penyebab kekambuhan hipertensi seperti
kualitas tidur sehingga dapat digunakan sebagai kerangka dalam
mengembangkan terapi hipertensi non farmakologi agar tidak meningkaktan
nyeri pada lansia.
2. Bagi Petugas Kesehatan
Diharapkan laporan asuhan keperawatan ini dapat menjadi tambahan
informasi bagi petugas kesehatan khususnya mengenali nyeri pada lansia
terhadap tingkat kekambuhan pada pasien hipertensi.
3. Bagi lansia
Dapat meningkatkan kualitas tidur sebagai upaya untuk melakukan kontrol
untuk meningkatkan rasa nyaman.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Lanjut Usia

2
1. Pengertian Lansia
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 25
Tahun 2016 tentang Rencana Aksi Nasional Kesehatan Lanjut Usia Tahun
2016-2019, lanjut usia (lansia) adalah seseorang yang telah mencapai usia 60
tahun ke atas. Lanjut usia berkualitas adalah lanjut usia yang sehat, mandiri,
aktif, dan produktif. Lanjut usia sehat adalah lanjut usia yang tidak menderita
penyakit atau walaupun menderita penyakit tetapi dalam kondisi yang
terkontrol. Lanjut usia mandiri adalah lanjut usia yang memiliki kemampuan
untuk melakukan aktifitas sehari-hari secara mandiri. Lanjut usia aktif adalah
lanjut usia yang mampu bergerak dan melakukan pekerjaan sehari-hari tanpa
bantuan orang lain dan beraktifitas dalam kehidupan sosialnya seperti
mengikuti pengajian, arisan, mengajar, dan sebagainya. Lanjut usia produktif
adalah lanjut usia yang mempunyai kemampuan untuk berdaya guna bagi
dirinya atau orang lain. Kelompok lanjut usia adalah suatu wadah pelayanan
kepada lanjut usia di masyarakat, yang proses pembentukan dan
pelaksanaannya dilakukan oleh masyarakat bersama Lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM), lintas sektor pemerintah dan non-pemerintah, swasta,
organisasi social dan lain-lain, dengan menitikberatkan pelayanan kesehatan
pada upaya promotif dan preventif.
Lansia merupakan salah satu kelompok atau populasi berisiko
(population at risk) yang semakin meningkat jumlahnya. Allender, Rector,
dan Warner (2014, dalam Kiik, Sahar, dan Permatasari, 2018) mengatakan
bahwa populasi berisiko (population at risk) adalah kumpulan orang-orang
yang masalah kesehatannya memiliki kemungkinan akan berkembang lebih
buruk karena adanya faktor-faktor risiko yang memengaruhi. Stanhope &
Lancaster (2016, dalam Kiik, Sahar, dan Permatasari, 2018) mengatakan
lansia sebagai populasi berisiko ini memiliki tiga karakteristik risiko
kesehatan yaitu, risiko biologi termasuk risiko terkait usia, risiko sosial dan
lingkungan serta risiko perilaku atau gaya hidup. Stanhope dan Lancaster

3
(2016, dalam Kiik, Sahar, dan Permatasari, 2018) mengungkapkan bahwa
risiko biologi termasuk risiko terkait usia pada lanjut usia yaitu terjadinya
berbagai penurunan fungsi biologi akibat proses menua. Risiko sosial dan
lingkungan pada lanjut usia yaitu adanya lingkungan yang memicu stres.
Aspek ekonomi pada lansia yaitu penurunan pendapatan akibat pensiun.
Risiko perilaku atau gaya hidup seperti pola kebiasaan kurangnya aktivitas
fisik dan konsumsi makanan yang tidak sehat dapat memicu terjadinya
penyakit dan kematian.

2. Batasan Usia Lansia


a. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 25
Tahun 2016 tentang Rencana Aksi Nasional Kesehatan Lanjut Usia Tahun
2016-2019, batasan usia lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia
60 tahun ke atas.
b. WHO (2009, dalam Naftali, Ranimpi, & Anwar, 2017) menyatakan masa
lanjut usia dibagi menjadi empat golongan, yaitu :
a. Usia pertengahan (middle age) 45-59 tahun,
b. Lanjut usia (elderly) 60-74 tahun,
c. Lanjut usia tua (old) 75–90 tahun,
d. Usia sangat tua (very old) di atas 90 tahun.
c. Menurut Setyonegoro (dalam Naftali, Ranimpi, & Anwar, 2017) lanjut
usia (getriatric age) dibagi menjadi 3 batasan umur, yaitu :
a. Young old (usia 70-75 tahun),
b. Old (usia 75-80 tahun),
c. Very old (usia > 80 tahun).
4. Menurut Kartasasmita (2019), batasan usia lansia adalah seseorang yang
telah mencapai usia 65 tahun ke atas.
5. Menurut Depkes RI, batasan lansia terbagi dalam empat kelompok yaitu :
a. Pertengahan umur usia lanjut (virilitas) yaitu masa persiapan usia
lanjut yang menampakkan keperkasaan fisik dan kematangan jiwa
yaitu antara 45-54 tahun,
b. Usia lanjut dini (prasenium) yaitu kelompok yang mulai memasuki
usia lanjut antara 55-64 tahun,
c. Kelompok usia lanjut (senium) yaitu usia 65 tahun ke atas,

4
d. Usia lanjut dengan resiko tinggi yaitu kelompok yang berusia lebih
dari 70 tahun atau kelompok usia lanjut yang hidup sendiri, terpencil,
tinggal di panti, menderita penyakit berat atau cacat.
3. Ciri-Ciri Lansia
Lansia identik dengan berbagai penurunan status kesehatan terutama
status kesehatan fisik. Status kesehatan lansia yang menurun seiring dengan
bertambahnya usia akan memengaruhi kualitas hidup lansia. Bertambahnya
usia akan diiringi dengan timbulnya berbagai penyakit, penurunan fungsi
tubuh, keseimbangan tubuh dan risiko jatuh. Menurunnya status kesehatan
lansia ini berlawanan dengan keinginan para lansia agar tetap sehat, mandiri,
dan dapat beraktivitas seperti biasa misalnya mandi, berpakaian, berpindah
secara mandiri. Ketidaksesuaian kondisi lansia dengan harapan mereka ini
bahkan dapat menyebabkan lansia mengalami depresi. Menurut Kholifah
(2016), ciri-ciri lansia adalah sebagai berikut :
a. Lansia merupakan periode kemunduran
Kemunduran pada lansia sebagian datang dari faktor fisik dan faktor
psikologis.
Motivasi memiliki peran yang penting dalam kemunduran pada lansia.
Misalnya lansia yang memiliki motivasi yang rendah dalam melakukan
kegiatan, maka akan
mempercepat proses kemunduran fisik, akan tetapi ada juga lansia yang
memiliki
motivasi yang tinggi, maka kemunduran fisik pada lansia akan lebih lama
terjadi.
b. Lansia memiliki status kelompok minoritas
Kondisi ini sebagai akibat dari sikap sosial yang tidak menyenangkan
terhadap lansia dan diperkuat oleh pendapat yang kurang baik, misalnya
lansia yang lebih senang mempertahankan pendapatnya maka sikap sosial
di masyarakat menjadi negatif, tetapi ada juga lansia yang mempunyai

5
tenggang rasa kepada orang lain sehingga sikap sosial masyarakat menjadi
positif.
c. Menua membutuhkan perubahan peran
Perubahan peran tersebut dilakukan karena lansia mulai mengalami
kemunduran dalam segala hal. Perubahan peran pada lansia sebaiknya
dilakukan atas dasar keinginan sendiri bukan atas dasar tekanan dari
lingkungan. Misalnya lansia menduduki jabatan sosial di masyarakat
sebagai Ketua RW, sebaiknya masyarakat tidak memberhentikan lansia
sebagai ketua RW karena usianya.
d. Penyesuaian yang buruk pada lansia
Perlakuan yang buruk terhadap lansia membuat mereka cenderung
mengembangkan konsep diri yang buruk sehingga dapat memperlihatkan
bentuk perilaku yang buruk. Akibat dari perlakuan yang buruk itu
membuat penyesuaian diri lansia menjadi buruk pula. Contohnya adalah
lansia yang tinggal bersama keluarga sering tidak dilibatkan untuk
pengambilan keputusan karena dianggap pola pikirnya kuno, kondisi
inilah yang menyebabkan lansia menarik diri dari lingkungan, cepat
tersinggung dan bahkan memiliki harga diri yang rendah.

4. Teori Menua
Tahap usia lanjut adalah tahap di mana terjadi penurunan fungsi tubuh.
Penuaan
merupakan perubahan kumulatif pada makhluk hidup, termasuk tubuh,
jaringan, dan sel, yang mengalami penurunan kapasitas fungsional. Pada
manusia, penuaan dihubungkan dengan perubahan degeneratif pada kulit,
tulang jantung, pembuluh darah, paru-paru, saraf dan jaringan tubuh lainya.
Kemampuan regeneratif pada lansia terbatas, mereka lebih rentan terhadap
berbagai penyakit. Berikut di bawah ini adalah beberapa teori proses menua
menurut Kholifah (2016), yaitu diantaranya :
a. Teori Biologi

6
1) Teori genetik dan mutasi (somatic mutatie theory)
Menurut teori ini menua telah terprogram secara genetik untuk spesies-
spesies
tertentu. Menua terjadi sebagai akibat dari perubahan biokimia yang
diprogram
oleh molekul-molekul/DNA dan setiap sel pada saatnya akan
mengalami
mutasi. Sebagai contoh yang khas adalah mutasi dari sel-sel kelamin
(terjadi penurunan kemampuan fungsional sel).
2) Pemakaian dan rusak
Kelebihan usaha dan stres menyebabkan sel-sel tubuh lelah (rusak).
3) Reaksi dari kekebalan sendiri (auto immune theory)
Di dalam proses metabolisme tubuh, suatu saat diproduksi suatu zat
khusus. Ada jaringan tubuh tertentu yang tidak tahan terhadap zat
tersebut sehingga jaringan tubuh menjadi lemah dan sakit.
4) Teori “immunology slow virus” (immunology slow virus theory)
Sistem imun menjadi efektif dengan bertambahnya usia dan masuknya
virus
kedalam tubuh dapat menyebabkan kerusakan organ tubuh.
5) Teori stres
Menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa digunakan tubuh.
Regenerasi
jaringan tidak dapat mempertahankan kestabilan lingkungan internal,
kelebihan
usaha dan stres menyebabkan sel-sel tubuh lelah terpakai.
6) Teori radikal bebas
Radikal bebas dapat terbentuk di alam bebas, tidak stabilnya radikal
bebas
(kelompok atom) mengakibatkan osksidasi oksigen bahan-bahan
organik seperti karbohidrat dan protein. Radikal bebas ini dapat
menyebabkan sel-sel tidak dapat regenerasi.

7) Teori rantai silang

7
Sel-sel yang tua atau usang, reaksi kimianya menyebabkan ikatan yang
kuat,
khususnya jaringan kolagen. Ikatan ini menyebabkan kurangnya
elastis,
kekacauan dan hilangnya fungsi.
8) Teori program
Kemampuan organisme untuk menetapkan jumlah sel yang membelah
setelah
sel-sel tersebut mati.
2. Teori Sosiologis
Ada beberapa teori sosial yang berkaitan dengan proses penuaan yaitu
proses interaksi sosial, teori penarikan diri, teori aktivitas, teori
kesinambungan, teori perkembangan dan teori stratifikasi usia (Maryam,
dkk, 2008).
1) Teori Interaksi Sosial
Teori ini menjelaskan mengapa usia lanjut bertindak kepada suatu
situasi tertentu, yaitu atas dasar hal-hal yang dihargai masyarakat.
Kemampuan usia lanjut untuk terus menjalin interaksi sosial
merupakan kunci mempertahankan status sosialnya berdasarkan
kemampuan bersosialisasi. Pada usia lansia kekuasaan dan
prestisenya berkurang, sehingga menyebabkan interaksi sosial
mereka juga berkurang yang tersisa adalah harga diri (Maryam, dkk,
2008).
2) Teori Penarikan Diri
Teori ini membahas putusnya pergaulan atau hubungan dengan
masyarakat dan kemunduran individu dengan individu lainnya.
Dengan bertambahnya usia lanjut, ditambah dengan adanya
kemiskinan, usia lanjut secara berangsur-angsur mulai melepaskan
diri dari kehidupan sosialnya atau menarik diri dari pergaulan
sekitarnya. Hal ini menyebabkan interaksi sosial usia lanjut menurun,

8
baik secara kualitas maupun kuantitas sehingga sering usia lanjut
mengalami kehilangan peran, hambatan kontak sosial, dan
berkurangnya komitmen (Nugroho, 2008).
3) Teori Aktivitas
Teori aktivitas tidak menyetujui teori disagement dan menegaskan
bahwa kelanjutan dewasa tengah penting untuk keberhasilan
penuaan. Usia lanjut yang sukses adalah mereka yang aktif dan
banyak ikut serta dalam kegiatan sosial. Usia lanjut akan merasa puas
bila dapat melakukan aktivitas dan mempertahankan aktivitas
tersebut selama mungkin (Nugroho, 2008).

4) Teori Kesinambungan
Teori ini mengemukakan adanya kesinambungan dalam siklus
kehidupan usia lanjut. Pengalaman hidup seseorang pada suatu saat
merupakan gambaran kelak pada saat menjadi usia lanjut. Pada teori
kesinambungan ini pergerakan dan proses banyak arah, bergantung
dari bagaimana penerimaan seseorang terhadap status kehidupannya.
Pokok-pokok pada teori kesinambungan ini yaitu diantaranya :
a) Usia lanjut disarankan untuk melepaskan peran atau harus aktif
dalam proses penuaan,
b) Peran usia lanjut yang hilang tidak perlu diganti, dan
c) Usia lanjut berkesempatan untuk memilih berbagai macam cara
untuk beradaptasi (Maryam, dkk. 2008).
5) Teori Perkembangan
Teori ini menekankan pentingnya mempelajari apa yang telah dialami
oleh usia lanjut pada saat muda hingga dewasa, membagi kehidupan
menjadi delapan fase, yaitu :
a) Usia lanjut yang menerima apa adanya,
b) Usia lanjut yang takut mati,

9
c) Usia lanjut yang merasakan hidup penuh arti,
d) Usia lanjut menyesali diri,
e) Usia lanjut bertanggung jawab dengan merasakan kesetiaan,
f) Usia lanjut yang kehidupannya berhasil,
g) Usia lanjut merasa terlambat untuk memperbaiki diri dan
h) Usia lanjut yang perlu menemukan integritas diri melawan
keputusasaan (Maryam, dkk, 2008).
6) Teori Stratifikasi Usia
Keunggulan teori ini adalah pendekatan yang dilakukan bersifat
deterministik dan dapat dipergunakan untuk mempelajari sifat usia
lanjut secara kelompok atau bersifat makro. Kelemahan pada teori
ini adalah tidak dapat dipergunakan untuk menilai usia lanjut secara
perorangan (Stanley, 2006).
5. Masalah Kesehatan pada Lansia
Semakin bertambahnya umur manusia, terjadi proses penuaan secara
degeneratif yang akan berdampak pada perubahan-perubahan pada diri
manusia, tidak hanya perubahan fisik, tetapi juga kognitif, perasaan, sosial
dan seksual, hal ini disampaikan oleh Azizah & Lilik M. ( 2011, dalam
Kholifah, 2016). Berikut beberapa perubahan yang dapat terjadi pada seorang
lansia, yaitu diantaranya :
a. Perubahan Fisik
1) Sistem Indra
Sistem pendengaran, prebiakusis (gangguan pada pendengaran) oleh
karena
hilangnya kemampuan (daya) pendengaran pada telinga dalam,
terutama
terhadap bunyi suara atau nada-nada yang tinggi, suara yang tidak
jelas, sulit
dimengerti kata-kata, 50% terjadi pada usia diatas 60 tahun.
2) Sistem Integumen, pada lansia kulit mengalami atropi, kendur, tidak
elastis
kering dan berkerut. Kulit akan kekurangan cairan sehingga menjadi

10
tipis dan
terdapat bercak. Kekeringan kulit disebabkan atropi glandula sebasea
dan glandula sudorifera, timbul pigmen berwarna coklat pada kulit
dikenal dengan liver spot.
3) Sistem Muskuloskeletal, jaringan penghubung (kolagen dan elastin),
kartilago, tulang, otot dan sendi. Kolagen sebagai pendukung utama
kulit, tendon, tulang, kartilago, dan jaringan pengikat mengalami
perubahan menjadi bentangan yang tidak teratur. Jaringan kartilago
pada persendian menjadi lunak dan mengalami granulasi, sehingga
permukaan sendi menjadi rata. Kemampuan kartilago untuk regenerasi
berkurang dan degenerasi yang terjadi cenderung kearah progresif,
konsekuensinya kartilago pada persendiaan menjadi rentan terhadap
gesekan. Berkurangnya kepadatan tulang setelah diamati adalah
bagian dari penuaan fisiologi, sehingga akan mengakibatkan
osteoporosis dan lebih lanjut akan mengakibatkan nyeri, deformitas,
dan fraktur. Perubahan struktur otot pada penuaan sangat bervariasi,
penurunan jumlah dan ukuran serabut otot, peningkatan jaringan
penghubung dan jaringan lemak pada otot mengakibatkan efek negatif.
Jaringan ikat sekitar sendi seperti tendon, ligament dan fasia
mengalami penuaan elastisitas.
4) Sistem Kardiovaskuler, perubahan pada sistem kardiovaskuler pada
lansia adalah massa jantung bertambah, ventrikel kiri mengalami
hipertropi sehingga peregangan jantung berkurang, kondisi ini terjadi
karena perubahan jaringan ikat. Perubahan ini disebabkan oleh
penumpukan lipofusin, klasifikasi SA Node dan jaringan konduksi
berubah menjadi jaringan ikat.
5) Sistem Respirasi, pada proses penuaan terjadi perubahan jaringan ikat
paru, kapasitas total paru tetap tetapi volume cadangan paru bertambah
untuk mengkompensasi kenaikan ruang paru, udara yang mengalir ke

11
paru berkurang. Perubahan pada otot, kartilago, dan sendi torak
mengakibatkan gerakan pernapasan terganggu dan kemampuan
peregangan toraks berkurang.
6) Pencernaan dan Metabolisme, perubahan yang terjadi pada sistem
pencernaan, seperti penurunan produksi sebagai kemunduran fungsi
yang nyata karena kehilangan gigi, indra pengecap menurun, rasa lapar
menurun (kepekaan rasa lapar menurun), liver (hati) makin mengecil
dan menurunnya tempat penyimpanan, dan berkurangnya aliran darah.
7) Sistem Perkemihan, pada sistem perkemihan terjadi perubahan yang
signifikan. Banyak fungsi yang mengalami kemunduran, contohnya
laju filtrasi, ekskresi, dan reabsorpsi oleh ginjal.
8) Sistem Saraf, sistem susunan saraf mengalami perubahan anatomi dan
atropi yang progresif pada serabut saraf lansia. Lansia mengalami
penurunan koordinasi dan kemampuan dalam melakukan aktifitas
sehari-hari.
9) Sistem Reproduksi, perubahan sistem reproduksi lansia ditandai
dengan menciutnya ovary dan uterus. Terjadi atropi payudara. Pada
laki-laki testis masih dapat memproduksi spermatozoa, meskipun
adanya penurunan secara berangsur-angsur.
b. Perubahan Kognitif
1) Memory (Daya ingat, Ingatan)
2) IQ (Intellegent Quotient)
3) Kemampuan Belajar (Learning)
4) Kemampuan Pemahaman (Comprehension)
5) Pemecahan Masalah (Problem Solving)
6) Pengambilan Keputusan (Decision Making)
7) Kebijaksanaan (Wisdom)
8) Kinerja (Performance)
9) Motivasi
c. Perubahan Mental
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental, yaitu diantaranya :
1) Pertama-tama perubahan fisik, khususnya organ perasa.
2) Kesehatan umum
3) Tingkat pendidikan
4) Keturunan (hereditas)

12
5) Lingkungan
6) Gangguan syaraf panca indera, timbul kebutaan dan ketulian.
7) Gangguan konsep diri akibat kehilangan jabatan.
8) Rangkaian dari kehilangan, yaitu kehilangan hubungan dengan teman
dan famili.
9) Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik, perubahan terhadap
gambaran diri,
perubahan konsep diri.
d. Perubahan Emosional
Masalah yang hadapi terkait dengan perkembangan emosional, adalah rasa
ingin
berkumpul dengan keluarga sangat kuat, sehingga tingkat perhatian lansia
kepada
keluarga menjadi sangat besar. Selain itu, lansia sering marah apabila ada
sesuatu yang kurang sesuai dengan kehendak pribadi dan sering stres
akibat masalah ekonomi yang kurang terpenuhi.
e. Perubahan Spiritual
Agama atau kepercayaan makin terintegrasi dalam kehidupannya. Lansia
semakin
matang (mature) dalam kehidupan keagamaan, hal ini terlihat dalam
berfiki dan bertindak sehari-hari.
f. Perubahan Psikososial
1) Kesepian
Terjadi pada saat pasangan hidup atau teman dekat meninggal
terutama jika lansia mengalami penurunan kesehatan, seperti
menderita penyakit fisik berat, gangguan mobilitas atau gangguan
sensorik terutama pendengaran.
2) Duka cita (Bereavement)
Meninggalnya pasangan hidup, teman dekat, atau bahkan hewan
kesayangan
dapat meruntuhkan pertahanan jiwa yang telah rapuh pada lansia. Hal

13
tersebut
dapat memicu terjadinya gangguan fisik dan kesehatan.
3) Depresi
Duka cita yang berlanjut akan menimbulkan perasaan kosong, lalu
diikuti dengan keinginan untuk menangis yang berlanjut menjadi suatu
episode depresi. Depresi juga dapat disebabkan karena stres
lingkungan dan menurunnya kemampuan adaptasi.
4) Gangguan cemas
Dibagi dalam beberapa golongan yaitu fobia, panik, gangguan cemas
umum,
gangguan stress setelah trauma dan gangguan obsesif kompulsif,
gangguan-gangguan tersebut merupakan kelanjutan dari dewasa muda
dan berhubungan dengan sekunder akibat penyakit medis, depresi,
efek samping obat, atau gejala penghentian mendadak dari suatu obat.
5) Parafrenia
Suatu bentuk skizofrenia pada lansia, ditandai dengan waham (curiga),
lansia sering merasa tetangganya mencuri barang-barangnya atau
berniat membunuhnya. Biasanya terjadi pada lansia yang
terisolasi/diisolasi atau menarik diri dari kegiatan sosial.
6) Sindroma Diogenes
Suatu kelainan dimana lansia menunjukkan penampilan perilaku
sangat mengganggu. Rumah atau kamar kotor dan bau karena lansia
bermain-main dengan feses dan urinnya, sering menumpuk barang
dengan tidak teratur. Walaupun telah dibersihkan, keadaan tersebut
dapat terulang kembali.
B. Hipertensi
1. Pengertian Hipertensi
Tekanan darah yaitu jumlah gaya yang diberikan oleh darah di bagian
dalam arteri saat darah dipompa ke seluruh sistem peredaran darah. Tekanan
darah tidak pernah konstan. Tekanan darah dapat berubah drastis dalam
hitungan detik dan menyesuaikan diri dengan tuntutan pada saat itu (Herbert

14
Benson,dkk,2012). Hipertensi atau yang lebih dikenal dengan tekanan darah
tinggi adalah penyakit kronik akibat desakan darah yang berlebihan dan
hampir tidak konstan pada arteri. Tekanan dihasilkan oleh kekuatan jantung
ketika memompa darah. Hipertensi berkaitan dengan meningkatnya tekanan
pada arterial sistemik baik diastolik maupun sistolik atau kedua-duanya
secara terus-menerus (Sutanto,2010).
2. Klasifikasi Hipertensi
WHO (World Health Organization) dan ISH (International Society of
Hypertension) mengelompokan hipertensi sebagai berikut:
Tabel 1.1. Klasifikasi Hipertensi Menurut WHO – ISH
Kategori Tekanan Tekanan darah
darah diastol (mmHg)
sistol (mmHg)
Optimal <120 <80
Normal <130 <85
Normal-tinggi 130-139 85-89
Grade 1 (hipertensi ringan) 140-149 90-99
Sub group (perbatasan) 150-159 90-94
Grade 2 (hipertensi 160-179 100-109
sedang)
Grade 3 (hipertensi berat) >180 >110
Hipertensi sistolik ≥140 <90
terisolasi
Sub-group (perbatasan) 140-149 <90
Sumber: (Suparto, 2010)

3. Jenis Hipertensi
Menurut Herbert Benson, dkk, berdasarkan etiologinya hipertensi dibedakan
menjadi dua, yaitu:
a. Hipertensi esensial (hipertensi primer atau idiopatik) adalah hipertensi
yang tidak jelas penyebabnya. Hal ini ditandai dengan terjadinya
peningkatan kerja jantung akibat penyempitan pembuluh darah tepi.
Lebih dari 90% kasus hipertensi termasuk dalam kelompok ini.

15
Penyebabnya adalah multifaktor, terdiri dari faktor genetik, gaya hidup,
dan lingkungan.
b. Hipertensi sekunder, merupakan hipertensi yang disebabkan oleh
penyakit sistemik lain
yaitu, seperti renal arteri stenosis, hyperldosteronism, hyperthyroidism,
pheochromocytoma, gangguan hormon dan penyakit sistemik lainnya
(Herbert Benson, dkk, 2012).
4. Gejala Hipertensi
Gejala-gejala hipertensi, yaitu: sakit kepala, mimisan, jantung
berdebar-debar, sering buang air kecil di malam hari, sulit bernafas, mudah
lelah, wajah memerah, telinga berdenging, vertigo, pandangan kabur. Pada
orang yang mempunyai riwayat hipertensi kontrol tekanan darah melalui
barorefleks tidak adekuat ataupun kecenderungan yang berlebihan akan
terjadi vasokonstriksi perifer yang akan menyebabkan terjadinya hipertensi
temporer (Kaplan N.M, 2010).
5. Patofisiologi Hipertensi
Peningkatan curah jantung dapat terjadi melalui 2 cara yaitu
peningkatan volume cairan (preload) dan rangsangan syaraf yang
mempengaruhi kontraktilitas jantung.

6. Pathway Hipertensi

Faktor predisposisi: usia, jenis kelamin, stress, kurang


olahraga, genetik, konsentrasi garam.

Kerusakan vaskuler pembuluh darah

Perubahan struktur

Penyumbatan pembuluh darah

vasokonstriksi

16
Gangguan sirkulasi

otak

Resistensi pembuluh darah otak

Nyeri tengkuk/kepala

Gangguan pola tidur


Sumber : Huda Nurarif & Kusuma H., (2015)

7. Komplikasi Hipertensi
a. Stroke dapat timbul akibat perdarahan tekanan tinggi di otak atau akibat
embolus yang terlepas dari pembuluh non otak yang terkena tekanan
darah.
b. Dapat terjadi infrak miokardium apabila arteri koroner yang
aterosklerotik tidak menyuplai cukup oksigen ke miokardium atau
apabila terbentuk trombus yang menghambat aliran darah melalui
pembuluh tersebut.
c. Dapat terjadi gagal ginjal karena kerusakan progresif akibat tekanan
tinggi pada kapiler-kapiler ginjal, glomelurus. Dengan rusaknya
glomelurus, darah akan mengalir ke unit-unit fungsional ginjal, nefron
akan terganggu dan dapat berlanjut menjadi hipoksik dan kematian.
d. Ensefalopati (kerusakan otak) dapat terjadi terutama pada hipertensi
maligna. Tekanan yang sangat tinggi pada kelainan ini menyebabkan
peningkatan tekanan kapiler dan mendorong cairan ke dalam ruang
interstisium di seluruh susunan saraf pusat (Huda Nurarif & Kusuma H,
2015).
8. Cara Pencegahan Hipertensi
a. Penurunan berat badan
b. Mengurangi tingkat stress
c. Olahraga
d. Mengontrolkan diri rutin jika mempunyai riwayat hipertensi
keturunan(Huda Nurarif & Kusuma H, 2015).

17
9. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
1) Hb/Ht: untuk mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume
cairan (viscositas) dan dapat mengindikasikan faktor resiko seperti
hipokoagulabilitas, anemia.
2) BUN/kreatinin: memberikan informasi tentang perfusi/ fungsi
ginjal.
3) Glukosa: hiperglikemi ( DM adalah pencetus hipertensi) dapat di
akibatkan oleh pengeluaran kadar ketokolamin.
4) Urinalisa: darah, protein, glucosa, mengisyaratkan disfungsi ginjal
dan adanya DM.

b. CT Scan: mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati.


c. RKG: dapat menunjukan pola regangan dimana luas, peninggian
gelombang P adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi.
d. IUP: mengidentifikasi penyebab hipertensi seperti batu ginjal, perbaikan
ginjal.
e. Photo dada: menunjukan destruksi klasifikasi pada area katup,
pembesaran jantung(Huda Nurarif & Kusuma H, 2015).
10. Penatalaksanaan Hipertensi
Penanganan hipertensi dibagi menjadi dua yaitu:
a. Penanganan secara farmakologi
Pemberian obat deuretik, betabloker, antagonis kalsium, golongan
penghambat konversi rennin angiotensi(Huda Nurarif & Kusuma H,
2015).
b. Penanganan secara non-farmakologi
1) Pemijatan untuk pelepasan ketegangan otot, meningkatkan sirkulasi
darah, dan inisiasi respon relaksasi. Pelepasan otot tegang akan
meningkatkan keseimbangan dan koordinasisehingga tidur bisa
lebih nyenyak dan sebagai pengobat nyeri secara non-farmakologi.
2) Menurunkan berat badan apabila terjadi gizi berlebih (obesitas).
3) Meningkatkan kegiatan atau aktifitas fisik.
4) Mengurangi asupan natrium.
5) Mengurangi konsumsi kafein dan alkohol (Widyastuti, 2015).

18
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK
A. PENGKAJAIN
1. Identitas klien
a. Nama : Ny. K
b. Umur : 77 Tahun
c. Alamat : Sidohulur,Godean,
Sleman,Yogyakarta
d. Pendidikan : SD
e. Tanggal masuk panti werdha : 04 Februari 2014
f. Jenis kelamin : Perempuan
g. Suku : Jawa
h. Agama : Islam
i. Status perkawinan : Janda
j. Tanggal pengkajian : Senin, 07 November 2016

2. Status kesehatan saat ini


a. Klien mengatakan memiliki penyakit hipertensi atau tekanan darah
tinggi.
b. Saat ini Ny. K masih mengkonsumsi obat antihipertensi secara rutin.
c. Klien mengatakan sering terbangun pada malam hari jika ingin BAK
sampai 3 kali.
d. Klien mengatakan tidak pernah tidur siang, karena tidak bisa tidur
pada saat siang hari.
e. Klien mengatakan kakinya terkadang gemetar saat berjalan.
f. Klien mengatakan senang berada di panti, nyaman dan berbaur dengan
lansia yang lain, bisa mengikuti kegiatan yang ada di panti.
g. Klien mengatakan sering pusing, masuk angin dan merasa sakit pada
bagian tengkuknya.

h. Klien mengatakan rasa nyeri yang dirasakan terkadang mengganggu


aktivitasnya.

i. Klien mengatakan nyeri dirasakan saat terlalu banyak melakukan


aktivitas (P)

19
j. Nyeri terasa seperti mencengkram (Q)
k. Klien mengatakan nyeri di tengkuk (R)
l. Klien mengatakan skala nyeri 5 (S)
m. Nyeri yang dirasakan hilang timbul (T)
n. Wajah klien tampak meringis saat menahan nyeri.

3. Riwayat kesehatan dahulu


a. Penyakit : Masa kanak-kanak Ny. K tidak pernah dirawat di rumah
sakit dan jika sakit panas hanya di rawat jalan, dan pada masa tua
pasien mengalami tekanan darah tinggi sejak usia 55 tahun, dan
pernah mengalami tetanus pada usia 67 tahun.
b. Alergi : Ny. K mengatakan alergi dengan udang, jika makan udang
seluruh badannya gatal-gatal seperti biduran.
c. Kebiasaan : Ny. K tidak merokok, tidak minum kopi, dan tidak
minum alcohol.

4. Riwayat kesehatan keluarga


Ny. K mengatakan bahwa ada anggota keluarganya yang
mempunyai sakit hipertensi atau darah tinggi dan strok yaitu adiknya
yang bungsu.

5. Tinjauan sistem
a. Keadaan umum : Composmentis (E4V5M6).
b. Integumen : Kulit terlihat keriput warna kulit sawo
matang.
c. Kepala : Bentuk bulat, distribusi rambut merata,
warna hitam
keputihan.
d. Mata : Simetris, sklera berwarna putih,
konjungtiva tidak
Anemis.
e. Telinga : Simetris,Tampak bersih, pendengaran
baik, tidak ada benjolan, tidak cairan yang keluar.
f. Mulut & tenggorokan : Mulut bersih, gigi sudah banyak
yang tanggal tersisa
tinggal 4 buah, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid.
g. Leher : Tidak ada pembesaran vena jugularis.

20
h. Dada : Simetris, tidak ada pembengkakan.
i. Sistem pernafasan : Pernafasan normal, tidak ada masalah
j. Sistem kardiovaskuler : TD 150/80 mmHg
k. Sistem gastrointestinal : Tidak ada masalah, terdengar suara
bising usus, makan 3x sehari hanya bisa menghabiskan 1 porsi, BAB
1x sehari.
l. Sistem perkemihan : BAK lancar 6x sehari, tidak ada
inkontinensia urin.

6. Pengkajian Psikososial dan spritual


a. Psikososial
Kemampuan bersosialisasi saat ini baik kadang saling ngobrol
dengan teman satu kamarnya dan penghuni wisma lain.
b. Masalah emosional
Klien mengatakan mengalami susah tidur, gelisah, tetapi tidak
banyak pikiran.
c. Spiritual
Klien beragama islam dan melakukan sholat lima waktu sehari di
panti. Klien mengikuti kegiatan keagamaan yang dilakukan di panti.

7. Pengkajian Fungsional Klien


a. KATZ Indeks
Klien termasuk dalam kategori A karena semuanya masih bisa
dilakukan secara mandiri tanpa pengawasan , pengarahan atau
bantuan dari orang lain di antaranya yaitu makan, kontinensia
(BAK,BAB), menggunakan pakaian, pergi ke toilet, berpindah dan
mandi, pasien tidak menggunakan alat bantu berjalan.

b. Modifikasi dari bartel indeks

o Kriteria Bantuan Mandiri Ketearngan

1 Makan 10 Frekuensi: 3x sehari

21
Jumlah: secukupnya
Jenis, nasi, sayur, lauk
2 Minum 0 Frekuensi: 6-8 kali sehari
Jumlah: secangkir kecil
Jenis: air putih, dan susu
3 Berpindah dari satu 5 Mandiri
tempat ketempat
lain
4 Personal toilet 5 Frekuensi: 3x
(cuci muka,
menyisir rambut,
gosok gigi).
5 Keluar masuk toilet 5 Frekuensi: 2-3 kali
( mencuci pakaian,
menyeka tubuh,
meyiram)
6 Mandi 15 2x sehari pada pagi hari
dan sore hari sebelum
Ashar.
7 Jalan dipermukaan 0 Setiap ingin melakukan
datar sesuatu misalnya
mengambil minum atau
ke kamar mandi.
8 Naik turun tangga 0 Baik tapi harus pelan-
pelan
9 engenakan pakaian 0 Mandiri dan rapi
10 Kontrol Bowel 0 Frekuensi: 1x sehari
(BAB) Konsistensi: padat
11 Kontrol Bladder 0 Frekuensi: 6x sehari
(BAK) Warna: kuning
12 Olah raga/ latihan 0 Klien mengikuti senam
yang diadakan PSTW

22
saat pagi hari
13 Rekreasi/ 0 enis: rekreasi keluar 1
pemanfaatan waktu tahun sekali dari
luang bpstw/hanya duduk saja
kadang mengobrol
dengan teman.
Keterangan:
a. 130 : mandiri
b. 65-125 : ketergantungan sebagian
c. 60 : ketergantungan total
Setelah dikaji didapatkan skor : 130 yang termasuk dalam kategori
mandiri

8. Pengkajian Status Mental Gerontik


a. Short Portable Status Mental Questioner (SPSMQ)
Benar Salah No Pertanyaan
√ 01 Tanggal berapa hari ini?
√ 02 Hari apa sekarang?
√ 03 Apa nama tempat ini?
√ 04 Dimana alamat anda?
√ 05 Berapa umur anda?
√ 06 Kapan anda lahir?
√ 07 Siapa presiden Indonesia
sekarang?
√ 08 Siapa presiden Indonesia
sebelumnya?
√ 09 Siapa nama ibu anda?
Jumlah Jumlah 10 Kurangi 3 dari 20 dan
tetap pengurangan 3 dari
setiap angka baru, semua
secara menurun

Interpretasi hasil:
a. Salah 0-3: fungsi intelektual utuh

23
b. Salah 4-5 : kerusakan intelektual ringan
c. Salah 6-8 : Kerusakan intelektual sedang
d. Salah 9-10: Kerusakan intelektual berat
e. Skor yang didapatkan dari hasil pengkajian yaitu salah 1
sehingga disimpulkan Ny. K memiliki fungsi intelektual utuh.

b. MMSE (Mini Mental Status Exam)

No Kognitif Maksimal Klien Kriteria


1 entasi 5 5 Menyebutkan dengan benar
a. Tahun : 2016
b. Musim : Hujan
c. Tanggal: 07
d. Hari : Senin
e. Bulan : November
O 5 5 Diamana kita sekarang?
ri a. Negara : Indonesia
b. Provinsi: DIY
en
c. Kota : Yogyakarta
ta d. Di : PSTW Budi Luhur
e. Wisma : Anggrek
si
2 istrasi 3 3 Sebutkan nama tiga obyek (oleh pemeriksa) 1
detik dan mengatakan asing-masing obyek.
a. Meja, Kursi, Bunga.
*Klien mampu menyebutkan kembali
obyek yang di perintahkan
n dan 5 5 Minta klien untuk memulai dari angka 100
kalkulasi kemudian dikurangi 7 sampai 5 kali / tingkat:
(93, 86, 79, 72, 65)
*Klien dapat menghitung pertanyaan
semuanya.
gat 3 Minta klien untuk mengulangi ketiga obyek
pada no 2 (registrasi) tadi. Bila benar, 1 point
masing-masing obyek.
*Klien mampu mengulang obyek yang

24
disebutkan

5 ahasa 9 8 Tunjukkan pada klien suatu benda dan


tanyakan nama pada klien
a. Missal jam tangan
b. Missal pensil
Minta klien untuk mengulangi kata
berikut: “tidak ada, jika, dan, atau,
tetapi”. Bila benar nilai satu poin
a. Pertanyaan benar 2 buah: tak ada, tetapi
Minta klien untuk menuruti perintah
berikut terdiri dari 3 langkah.
“ ambil kertas ditangan anda, lipat dua
dan taruh dilantai”
a. Ambil kertas ditangan anda
b. Lipat dua
c. Taruh dilantai
Perintahkan pada klien untuk hal berikut
( bila aktivitas sesuai perintah nilai 1
point)
a. “tutup mata anda”
Perintahkan pada klien untuk menulis
satu kalimat dan menyalin gambar
b. Tulis satu kalimat
c. Menyalin gambar
*Klien bisa menyebutkan benda yang
ditunjuk pemeriksa. Selain itu, klien bisa
mengambil kertas, melipat jadi dua, dan
menaruh di bawah sesuai perintah. klien
dapat menulis satu kalimat.

25
al Nilai 9

Interpretasi hasil : 29 (>23)


Keterangan : Terdapat aspek fungsi mental baik

9. Pengkajian Depresi Geriatrik (YESAVAGE)


PERTANYAAN JAWABAN SKOR
YA/ TIDAK
Apakah pada dasarnya anda puas Ya 0
dengan kehidupan anda?
Apakah anda telah meninggalkan Ya 1
banyak kegiatan atau minat atau
kesenangan anda?
Apakah anda merasa bahwa hidup Tidak 0
ini kosong belaka?
Apakah anda merasa sering bosan? Tidak 0
Apakah anda mempunyai Ya 0
semangat yang baik setiap saat?
Apakah anda takut sesuatu yang Tidak 0
buruk akan terjadi pada anda?
Apakah anda merasa bahagia di Ya 0
sebagian besar hidup anda?
Apakah anda merasa sering tidak Tidak 0
berdaya?
Apakah anda lebih senang tinggal Ya 1
di rumah daripada pergi keluar dan
mengerjakan sesuatu yang baru?
Apakah anda merasa mempunyai Tidak 0
banyak masalah dengan daya ingat
anda dibandingkan kebanyakan
orang?
Apakah anda pikir bahwa hidup Ya 0

26
anda sekarang ini menyenangkan?
Apakah anda merasa berharga? Ya 1
Apakah anda merasa penuh Ya 0
semangat?
Apakah anda merasa bahwa Tidak 0
keadaan anda tidak ada harapan?
Apakah anda pikir orang lain lebih Tidak 0
baik keadaanya daripada anda?
Jumlah 3

Penilaian:
Nilai 1 jika menjawab sesuai kunci berikut :
a. Tidak i. Ya
b. Ya j. Ya
c. Ya k. Tidak
d. Ya l. Ya
e. Tidak m. Tidak
f. Ya n. Ya
g. Tidak o. Ya
h. Ya
Skor :3
5-9 : kemungkinan depresi
10 atau lebih : depresi
Kesimpulan : Skor yang didapatkan dari hasil pengkajian yaitu 3
sehingga
disimpulkan Ny. K kemungkinan depresi.

10. Pengkajian Skala Resiko Dekubitus


Persepsi 1 2 3 4
Sensori Terbatas Sangat Agak Tidak
penuh terbatas Terbatas terbatas
Kelembapan Lembab Sangat Kadang Jarang

27
konstan lembab lembab Lembab
Aktifitas Di tempat Dikursi Kadang Jalan
tidur jalan Keluar
Mobilisasi Imobil Sangat Kadang Tidak
penuh terbatas terbatas Terbatas
Nutrisi Sangat jelek Tidak Adekuat Sempurna
Adekuat
Gerakan/ Masalah Masalah Tidak Ada Sempurna
cubitan Resiko Masalah
Total skor =
22
Keterangan :
Paisien dengan total nilai :
a. <16 mempunyai risiko terkena dekubitus
b. 15/16 risiko rendah
c. 13/14 risiko sedang
d. <13 risiko tinggi

Kesimpulan : Berdasarkan hasil pengkajian, didapatkan total skor : 22


sehingga
disimpulkan klien tidak mengalami resiko dekubitus.

11. Pengkajian Risiko Jatuh : Test Skala Keseimbangan Berg


a. Pengkajian Skala Resiko Jatuh dengan
Postural Hypotensi
Reach Test (FR test) Hasil
Mengukur tekanan darah lanisa dalam Diperoleh hasil pengukuran dalam tiga
tiga posisi yaitu: posisi pada Ny. K sebagai berikut:
a. Tidur a. Tidur : 130/70 mmHg
b. Duduk b. Duduk : 140/90 mmHg
c. Berdiri c. Berdiri : 140/90 mmHg

28
Catatan jarak antar posisi
pengukuran kurang lebih 5 – 10
menit.
KESIMPULAN
Dari hasil skoring pada Ny. K diperoleh hasil skoring total = 20 mmHg maka
dapat dikatakan bahwa Tn. S memiliki resiko jatuh mengingat usia Ny. K juga
sudah semakin tua dan kemunduruan fungsi organ karena usia tua serta penyakit
yang di derita.

b. Fungsional reach test (FR Tests)


Reach Test (FR test) Hasil

1. Minta lansia untuk 1. Lansia dapat berdiri sendiri


menempel ditembok tanpa bantuan / mandiri.
2. Minta lansia untuk 2. Hasil pemeriksaan diperoleh < 6
mencondongkan ichi (5,5 inchi)
badannya ke depan tanpa
melangkahkan kakiknya.
3. Ukur jarak condong
antara tembok dengan
punggung lansia dan
biarkan kecondongan
terjadi selama 1 – 2
menit.
KESIMPULAN

Dari hasil skoring pada Ny. K diperoleh hasil skoring total = 5,5 inchi,
maka dapat dikatakan bahwa Ny. K memiliki resiko jatuh.

c. The Time Up Ana Go (TUG Test)


Berdasarkan pengkajian, didapatkan data bahwa Klien masuk dalam
kategori varable mobility yaitu dengan jumlah score 24 detik.

29
B. ANALISA DATA

No Data Fokus Etiologi Problem


1 Ds: Ansietas Insomnia
1. Klien mengatakan memiliki penyakit
hipertensi atau tekanan darah tinggi.
2. Saat ini Ny. K masih mengkonsumsi obat
antihipertensi secara rutin.
3. Klien mengatakan sering terbangun pada
malam hari jika ingin BAK sampai 3 kali.
4. Klien mengatakan tidak pernah tidur siang,
karena tidak bisa tidur pada saat siang hari.
5. Klien mengatakan mengalami susah tidur,
gelisah, tetapi tidak banyak pikiran.

Do :

1. Klien tampak tidak tidur di waktu siang hari.


2. TD 150/80 mmHg

Ds : Proses Nyeri kronis


penyakit
1. Klien mengatakan sering pusing, masuk angin
dan merasa sakit pada bagian tengkuknya.
2. Klien mengatakan rasa nyeri yang dirasakan
terkadang mengganggu aktivitasnya.
3. Klien mengatakan nyeri dirasakan saat terlalu

30
banyak melakukan aktivitas (P)
4. Nyeri terasa seperti mencengkram (Q)
5. Klien mengatakan nyeri di tengkuk (R)
6. Klien mengatakan skala nyeri 5 (S)
7. Nyeri yang dirasakan hilang timbul (T)

Do :

1. Wajah klien tampak meringis saat menahan


nyeri.

2 Ds: Resiko jatuh


1. Klien mengatakan kakinya terkadang gemetar
saat berjalan.
Do:
1. Klien tampak gemetar saat memegang gelas
berisi susu yang mau dipindahkan ke kamar.
2. Hasil postural hypotensi lebih dari 20 mmHg
pada tekanan diastolik.
3. Hasil reach test <6 inchi
4. Pada saat diminta berdiri dan mengangkat
satu kaki klien hanya melakukan sebentar dan
kembali duduk.
5. Hasil TUG Test 24 detik.

31
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri kronis berhubungan dengan proses penyakit
2. Insomnia berhubungan dengan ansietas
3. Risiko jatuh berhubungan dengan kesulitan gaya berjalan
D. INTERVENSI KEPEARWATAN
No Diagnosa NOC NIC
1 Nyeri kronis Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan Pain management
berhubungan dengan selama 3x 12 jam nyeri dapat berkurang dengan 1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif.
2. Observasi reaksi non verbal dari ketidak
proses penyakit kriteria hasil :
nyamanan.
Pain level
3. Monitor TTV
1. Nyeri berkurang dari 5 4. Ajarkan tehnik non farmakologi (relaksasi
menjadi 2 dengan menggunakan dengan tarik nafas dalam dan senam ergonimis)
menejemen nyeri.
2. Pasien merasa nyaman setelah nyeri
berkurang.
3. TTD dalam batas normal TD sekitar
130/80 mmHg, Nadi: 60-100x/menit,
R:20-24x/menit, S:36,5-37°C.
2 Insomnia berhubungan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1. Monitor TTV
dengan ansietas 3x12 jam, diharapkan masalah insomnia Ny. K 2. Lakukan penyuluhan tentang tekhnik relaksasi
dapat teratasi dengan kriteria hasil: otot progresif kepada klien
1. Klien tampak bergairah saat mengikuti 3. Latih klien untuk melakukan tekhnik relaksasi
kegiatan pagi di panti otot progresif
2. Mata klien tidak nampak merah 4. Evaluasi tekhnik relaksasi otot progresif yang
(mengantuk) dilakukan oleh klien

32
3. Ny.K tidak terbangun pada malam hari
4. Melaporkan secara verbal bahwa insomnia
berkurang
3 Resiko jatuh Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1. Berikan penyuluhan tentang apa saja bahaya
3x12 jam Ny. K tidak mengalami jatuh, dengan lingkungan yang ada disekitar wisma yang dapat
kriteria: menyebabkan resiko jatuh
1. Mampu mengidentifikasi bahaya
2. Anjurkan untuk memakai alat bantu jalan (jika
lingkungan yang dapat meningkatkan
membutuhkan)
cedera
2. Mampu menggunakan alat bantu untuk 3. Ajarkan gerakan latihan keseimbangan
menghindari cidera
3. Mampu mempraktekan gerakan latihan
keseimbangan

E. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN

No Diagnosa Hari, Jam Implementasi Evaluasi Ttd


tanggal

33
1 Nyeri kronis Selasa, 08 12.30 1. Mengkaji nyeri klien S:
2. Melatih relaksasi napas dalam
berhubungan November P: klien mengatakan masih nyeri
3. Mengukur TTV
dengan 2016 Q: nyeri terasa mencengkram
proses R: nyeri di tengkuk
penyakit S: skala 5
T: hilang timbul

O: TD: 140/90 mmHg, Nadi: 80x/menit, ,


RR: 22x/menit.

A: Masalah nyeri kronis belum teratasi

P:

1. Kaji nyeri klien


2. Evaluasi senam ergonomis

(Cindy PS. H.J)


Rabu, 09 16.00 1. Mengkaji nyeri klien S:
2. Evaluasi senam ergonomis
November P: klien mengatakan nyeri mulai
3. Mengukur TTTV
2016 berkurang
Q: nyeri terasa mencengkram

34
R: nyeri di tengkuk
S: skala 4
T: hilang timbul

O: TD: 140/70 mmHg, Nadi: 84x/menit, ,


RR: 20x/menit.

A: Masalah nyeri kronis teratasi sebagian

P:

1. Kaji nyeri klien


2. Motivasi klien untuk melakukan
senam ergonomis

(Cindy PS. H.J)


Kamis, 10 12.30 1. Mengkaji nyeri klien S:
2. Evaluasi senam ergonomis
November P: klien mengatakan nyeri sudah
3. Mengukur TTTV
2016 berkurang
Q: nyeri terasa mencengkram
R: nyeri di tengkuk
S: skala 2

35
T: hilang timbul
O : TD: 140/80 mmHg, Nadi: 80x/menit, ,
RR: 22x/menit.
A : Masalah nyeri kronis teratasi sebagian
P:

1. Kaji nyeri klien


2. Motivasi klien untuk selalu
melakukan senam ergonomis
(Cindy PS. H.J)

36
2 Insomnia Selasa, 08 13.00 1. Mengukur tekanan darah S : Klien mengatakan senang diajarkan
2. Mengajarkan klien tentang
berhubungan November senam relaksasi otot progresif.
relaksasi otot progresif:
dengan 2016 O : Klien nampak mempraktikan relaksasi
a. Relaksasi otot tangan
ansietas otot progresif sesuai intruksi meskipun
b. Relaksasi otot muka
ada beberapa gerakan yang kurang
c. Relaksasi otot perut
tepat.
d. Relaksasi otot kaki
TD : 140/90 mmHg

A : Masalah keperawatan insomnia teratasi


sebagian.

P : Motivasi klien untuk melakukan


relaksasi otot progresif setiap
sebelum.bangun tidur.
(Cindy PS. H.J)

37
Rabu, 09 16.30 1. Mengukur tekanan darah S:
2. Mengevaluasi tentang relaksasi
November 1. Klien mengatakan masih ada
otot progresif
2016 beberapa gerakan yang belum di
kuasai.
2. Klien mengatakan dapat tidur pada
siang hari 15 menit tetapi tidur
pada malam hari masih terbangun.

O : Klien mampu melakukan gerakan senam


relaksasi progresif tetapi masih sering
lupa.
TD : 140/70 mmHg

A : Masalah keperawatan insomnia teratasi


sebagian

P : Motivasi klien untuk melakukan


relaksasi otot progresif setiap hari
(Cindy PS. H.J)

Kamis, 10 13.00 1. Mengukur tekanan darah S:


2. Mengevaluasi tentang relaksasi
November 1. Klien
otot progresif
2016 mengatakan sudah mempraktekkan
setelah bangun tidur.
2. Klien

38
mengatakan masih terbangun di
malam hari karena pipis

O : Klien mampu mempraktekkan kembali


senam seralksasi otot progresif, meskipun
tidak berurutan.
TD : 140/70 mmHg

A : Masalah keperawatan insomnia teratasi


sebagian

P : Motivasi klien untuk melakukan


relaksasi otot progresif setiap hari
(Cindy PS. H.J)

39
3 Risiko jatuh Selasa, 08 13.00 1. Mengajarkan klien tentang S:
Agustus latihan keseimbangan. 1. Klien mengatakan senang diajarkan
2016 tentang latihan keseimbangan.
2. Klien mengatakan akan melakukan
latihan keseimbangan setiap hari.

O : Klien tampak mampu mempraktekkan


latihan keseimbangan.

A : Masalah keperawatan resiko jatuh


teratasi sebagian.

P : Evaluasi latihan keseimbangan.


(Cindy PS. H.J)

40
Rabu, 9 13.00 1. Mengevaluasi latihan S : Klien mengatakan masih ingat sebagian
Agustus keseimbangan. gerakan latihan keseimbangan.
O : Klien mampu mempraktekkan latihan
2016
keseimbangan, meskipun gerakan yang
lainnya masih lupa.
A : Masalah keperawatan resiko jatuh
teratasi sebagian.
P : Motivasi klien untuk latihan
keseimbangan.
(Cindy PS. H.J)

Kamis, 10 13.00 1. Mengevaluasi latihan S : Klien mengatakan belum perlu


Agustus keseimbangan. menggunakan alat bantu untuk berjalan.
O : Klien masih mampu berjalan tanpa
2016
menggunakan alat bantu.
A : Masalah keperawatan resiko jatuh
teratasi sebagian.
P : Motivasi klien untuk latihan
keseimbangan.
(Cindy PS. H.J)

41
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Setelah dilakukan asuhan keperawatan Gerontik pada klien dengan insomnia dan
risiko jatuh selama 3 x 12 jam didapatkan hasil :
1. Nyeri kronis pada Klien dengan insomnia masalah teratasi sebagian, ditunjukkan
dengan klien mengatakan nyeri sudah berkurang dengan skala 2.
2. Insomnia pada Klien masalah teratasi sebagian, ditunjukkan dengan klien
mengatakan masih terbangun di malam hari karena pipis.
3. Resiko jatuh pada Klien masalah teratasi sebagian, ditunjukkan dengan klien
mengatakan belum perlu menggunakan alat bantu untuk berjalan.
B. Saran
a. Bagi petugas kesehatan
1) Bagi perawat dalam memiliki tanggung jawab untuk selalu memperbaharui
pengetahuan dan keterampilannya perawat juga harus memperhatikan dalam
pemberian asuhan keperawatan pada klien khususnya lansia yang mengalami
hipertensi untuk menerapkan terapi relakasi otot progresif untuk dilakukan
sehari-hari.
2) Petugas PSTW memperhatikan lingkungan kelayan sehingga dapat mengurangi
resiko jatuh
b. Bagi lansia
1) Bagi lansia relaksasi otot progresif ini di harapkan dapat menjadi terapi mandiri
untuk lansia saat lansia mengalami hipertensi.

DAFTAR PUSTAKA
Kiik, S.M. Sahar, J. Permatasari, H. 2018. Peningkatan Kualitas Hidup Lanjut Usia

(Lansia) Di Kota Depok Dengan Latihan Keseimbangan. Jurnal Keperawatan


42
Indonesia, Volume 21 No.2, Juli 2018, hal 109-116. Diakses dari

https://www.jki.ui.ac.id pada 09 Agustus 2019

Maryam, R. Siti, dkk. (2008). Mengenal usia lanjut dan perawatannya. Jakarta :

Salemba Medika.

Nugroho. (2008). Keperawatan gerontik. Jakarta : EGC.

Stanley, M. & Beare, P, G. (2006). Buku ajar keperawatan gerontik. Jakarta : EGC.

Diakses dari http://repository.ump.ac.id/4132/3/Hermawan%20Subiantoro

%20BAB%20II.pdf pada tanggal 08-08-2019 pada pukul 12:20

Naftali, A.R. Ranimpi, Y.Y. Anwar, M.A. (2017). Kesehatan Spiritual dan Kesiapan

Lansia

dalam Menghadapi Kematian. Buletin Psikologi 2017, Vol. 25, No. 2, 124 – 135.

Diakses dari https://www.jurnal.ugm.ac.id/buletinpsikologi pada 09 Agustus 2019

NN. Bab 2 Tinjauan Pustaka. Universitas Sumatera. (Online). Diakses dari

https://www.repository.usu.ac.id. pada 10 Agustus 2019

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2016 tentang

Rencana Aksi Nasional Kesehatan Lanjut Usia Tahun 2016-2019. Diakses dari

https://www.hukor.kemkes.go.id pada tanggal 08-08-2019

Pudjiastuti. 2003. Fisioterapi pada Lansia. Jakarta : EGC

Depkes. 2009. Pedoman Nasional Penanggulangan Hipertensi. Jakarta.


Dinas Kesehatan Sleman. 2013. Kesehatan Usia Lanjut. http://dinkes.slemankab.
go.id/kesehatan-usia-lanjut. Dikutip pada tanggal 27 April 2016.
Herbert Benson, dkk. 2012. Menurunkan Tekanan Darah. Jakarta: Gramedia.

43
Huda Nurarif & Kusuma H,. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Edisi Revisi Jilid 2. Jogja: Medi Action.
Kaplan N, M. 2010. Primary Hypertension: Patogenesis, Kaplan Clinical Hypertension.
10th Edition: Lippincot Williams & Wilkins, USA.

Herdman, Heather. 2010. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2009-


2011.Jakarta : EGC

Hidayat. 2009. Konsep Personal Hygiene diakses dalam http://hidayat2.wordpress.c


om diakses tanggal 18 Juli 2013

PPNP-SIK STIKES ‘Aisyiyah Yogyakarta. 2012. Buku Evaluasi Mahasiswa

KeperawatanGerontik. Yogyakarta: STIKES ‘Aisyiyah

Wilkinson, Judith M. 2007,Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC


dan Kriteria Hasil NOC, Jakarta: EGC

44

Anda mungkin juga menyukai