Anda di halaman 1dari 16

TINGKAT PENDAPATAN KELUARGA TERHADAP

STATUS GIZI ANAK DI SDN KARANGSUKO 01


KECAMATAN PAGELARAN

Dosen Pembimbing:
Mukhamad Hermanto, M. Pd

Oleh:
Ainun Safira Andini
162111009

PROGRAM STUDI S-I GIZI


SEKOLAH TINGGI ILMU KESAHATAN
WIDYA CIPTA HUSADA
KEPANJEN
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Status gizi merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh pada kualitas sumber
daya manusia karena sangat mempengaruhi kecerdasan, produktivitas, dan kreativitas.
Dalam upaya peningkatan status gizi pada hakekatnya harus dimulai sedini mungkin pada
usia anak sekolah. Pada usia ini, anak berada pada masa awal belajar yang nantinya dapat
mempengaruhi proses belajar pada masa yang akan datang. Gizi merupakan faktor penting
bagi kesehatan dan kecerdasan anak. Jika pada usia anak status gizinya tidak dikelola
dengan baik, maka akan terjadi gangguan status gizi buruk, oleh karena itu pada usia anak
sekolah harus mendapatkan perhatian yang lebih dari orang tua terutama dalam pemberian
asupan makanan yang bergizi.
Menurut Soekirman dalam Waryana (2010) menyatakan penyebab gizi kurang adalah
penyebab langsung yaitu makanan anak dan penyakit infeksi, sedangkan penyebab tidak
langsung yaitu ketahanan pangan dikeluarga, pola pengasuhan anak, serta pelayanan
kesehatan dan kesehatan lingkungan, tingkat ekonomi, pendidikan, dan sosial budaya atau
kebiasaan. Tingkat ekonomi juga sangat dipengaruhi oleh tingkat pendapatan keluarga,
apabila akses pangan ditingkat rumah tangga terganggu, terutama akibat kemiskinan, maka
penyakit kurang gizi (malnutrisi) pasti akan muncul. Jika suatu keluarga memiliki
pendapatan yang besar serta cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi anggota keluarga
maka pemenuhan kebutuhan gizi pada anak terjamin dan sebaliknya.
Anak-anak sekolah dasar merupakan salah satu kelompok yang rawan mengalami gizi
kurang diantara penyebabnya ialah tingkat ekonomi yang rendah dan asupan makanan
yang kurang seimbang. Menurut Riskesdas (2010), secara nasional prevalensi status gizi
pada anak usia 6-12 tahun terdiri dari, 4,6% sangat kurus, 7,6% kurus, 78,6% normal dan
19,2% gemuk. Sedangkan prevalensi gizi lebih (overweight) pada anak usia sekolah (6-12
tahun) di Provinsi Jawa Timur juga meningkat yaitu 12% pada 2010 dan tahun 2013
sebesar 12.4% (Kemenkes, 2010; 2013). Sedangkan untuk anak usia sekolah dasar (6-12
tahun) dengan status gizi baik sebesar 70% dan 11,2% untuk anak sekolah dasar dengan
status gizi kurang (Riskesdas, 2013).
Pendapatan merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap pencapaian status
gizi. Pendapatan seseorang berpengaruh terhadap kemampuan orang tersebut memenuhi
kebutuhan makanan sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan oleh tubuh (Notoatmodjo,

1
2010 : 10). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Oktafiana (2016), bahwa keluarga
dengan pendapatan tinggi, akan memilikidaya beli makanan yang tinggi pula sehingga
keluargadapat menyediakan makanan lebih beragam dan dapat menunjang status gizi anak
menjadi lebih baik.. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Aufa dkk (2013) yang
menyatakan bahwa semakin tinggi pendapatan keluarga maka semakin tinggi kemampuan
keluarga untuk membeli aneka kebutuhan keluarga termasuk kebutuhan bahan makanan
serta akan semakin mempertimbangkan kualitas yang baik. Pendapatan keluarga juga
berhubungan dengan status ekonomi keluarga yang juga merupakan salah satu faktor
mempengaruhi status gizi anak. Penelitian yang dilakukan Sebataraja (2014) pada pelajar
di sekolah dasar di daerah pinggiran Kota Padang juga menunjukkan bahwa terdapat
hubungan yang signifikan antara status gizi dengan sosial ekonomi keluarga pada pelajar
di SD kota tersebut.
SD Negeri 01 Karangsuko kecamatan Pagelaran merupakan salah satu sekolah dasar
negeri pertama yang ada di desa Karangsuko. Berdasarkan pengamatan, para pelajar
berasal dari semua lapisan masyarakat yang sebagian besar latar belakang keluarga dari
para siswa masih rendah. Sedangkan berdasarkan status gizi banyak pelajar di sekolah
dasar tersebut yang memiliki gizi salah yaitu gizi lebih ataupun gizi kurang. Berdasarkan
data di atas, maka peneliti tertarik untuk mengambil dan mengadakan penelitian tentang
“Tingkat Pendidikan Ibu Dan Pendapatan Keluarga Terhadap Status Gizi Anak
SDN Karangsuko 01 di Kecamatan Pagelaran”.

1.2 Rumusan masalah


Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai
berikut.
1. Apakah ada hubungan antara tingkat pendapatan terhadap status gizi anak SDN
Karangsuko 01 di kecamatan Pagelaran
2. Berapa besar tingkat hubungan pendapatan keluarga pada status gizi anak SDN
Karangsuko 01 di kecamatan Pagelaran

1.3 Tujuan
A. Tujuan umum
Mengetahui pengaruh tingkat pendidikan ibu dan tingkat pendapatan keluarga
terhadap status gizi anak SDN Karangsuko 01 di Kecamatan Pagelaran.

2
B. Tujuan khusus
1. Mengetahui hubungan antara tingkat pendapatan terhadap status gizi anak SDN
Karangsuko 01 di kecamatan Pagelaran
2. Mengetahui besaran tingkat hubungan pendapatan keluarga pada status gizi anak
SDN Karangsuko 01 di kecamatan Pagelaran

1.4 Manfaat Penelitian


A. Manfaat teoritik
Hasil ini penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi dunia pendidikan
khususnya pada bidang ilmu gizi.

B. Manfaat praktis
1. Bagi peneliti
Dapat mengaplikasikan ilmu yang diperoleh serta dapat belajar meneliti khususnya
di bidang ilmu gizi.

2. Bagi masyarakat
Menambah wawasan tentang status gizi anak SD khususnya di wilayah desa
Karangsuko kecamatan Pagelaran.

3. Bagi institusi
Sebagai bahan kepustakaan di lingkungan STIKes WCH khususnya di prodi illmu
gizi. Dan sebagai tambahan informasi mengenai gambaran status gizi anak sekolah
dan hubunganya dengan tingkat pendapatan keluarga.

4. Bagi Peneliti Selanjutnya


Sebagai bahan referensi untuk penelitian selanjutnya tentang hubungan tingkat
pendidikan ibu dan tingkat pendapatan keluarga terhadap status gizi anak SD.

3
BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka
1. Penelitian Terdahulu
Penelitian mengenai hubungan tingkat pendapatan keluarga terhadap status gizi anak
sekolah dasar ini sebelumnya sudah pernah dilakukan oleh beberapa orang. Namun,
penelitian tersebut memiliki kesamaan dan perbedaan. Penelitian tersebut berupa tugas
akhir, skripsi, maupun dalam bentuk jurnal.
Ananda (2015) melakukan penelitian dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh
sosial ekonomi terhadap pengeluaran konsumsi keluarga miskin. Penelitian ini
menggunakan pendekatan kuantitatif deskriptif dengan metode analisis regresi berganda.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendapatan, jumlah anggota keluarga, pendidikan,
dan jam kerja mempengaruhi pengeluaran konsumsi keluarga miskin.
Anzarkusuma (2014) melakukan penelitian tentang status gizi berdasarkan pola
makan anak sekolah dasar di kecamatan Rajeg Tangerang menggunakan rancangan
penelitian kuantitatif dengan metode analisis uji T tidak berpasangan dan uji one-way
ANOVA untuk melihat perbedaan dan hubungan antar variabel. Pada penelitian ini,
variabel yang digunakan dalam meneliti status gizi anak sekolah dasar berdasarkan umur,
jenis kelamin, frekuensi makan, nominal uang saku, kebiasaan sarapan, dan kebiasaan
membawa bekal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ditemukan adanya
perbedaan status gizi anak berdasarkan umur, jenis kelamin, nominal uang saku,
kebiasaan sarapan, dan kebiasaan membawa bekal makanan (p ≥0,05). Namun masih
ditemukan adanya perbedaan status gizi anak berdasarkan frekuensi makan (p<0.05).
Penelitian ini menemukan ada perbedaan yang bermakna pada anak dengan frekuensi
makan 3 kali sehari, frekuensi makan 2 kali, frekuensi makan 4 kali dan frekuensi 1 kali.
Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Muslimah (2015) tentang hubungan
antara tingkat sosial ekonomi dengan status gizi siswa Sekolah Dasar Sokowaten Baru
Kecamatan Banguntapan Bantul, didapatkan hasil bahwa ada hubungan yang signifikan
antara hubungan tingkat sosial ekonomi dengan status gizi siswa Sekolah Dasar
Sokowaten Baru Kecamatan Banguntapan Bantul. Hubungan tersebut merupakan
hubungan yang positif, yang artinya semakin baik dan tinggi tingkat sosial ekonomi
seseorang akan berpengaruh terhadap status gizinya. Hal tersebut berkaitan dengan pola
hidup yang dijalanya setiap hari. Apabila status ekonomi cukup tinggi maka segala

4
kebutuhan khususnya pola hidup yang sehat dapat tercukupi dengan baik, seperti: tempat
tinggal yang layak, berpakaian yang bersih, khususnya makanan yang bergizi dapat
tercukupi setiap harinya, sehingga kebutuhan gizi yang dibutuhkan oleh tubuh dapat
tercukupi dan mampu menjaga status gizinya dengan baik (normal). Sedangkan
seseorang yang mempunyai tingkat sosial ekonomi yang kurang tentu saja akan
mengalami kesulitan untuk mencukupi kebutuhan hidupnya, hal tersebut berasal dari
pendapatan yang kurang maka kebutuhan khususnya pola makan hanya sedanya. Tentu
saja hal tersebut berdampak pada kebutuhan gizi tubuh yang kurang tercukupi, sehingga
beberapa mempunyai status gizi yang kurus atau sangat kurus. Pada penelitian ini juga
dikatakan tingkat sosial ekonomi memberikan sumbangan sebesar 30,8 % terhadap status
gizi siswa Sekolah Dasar Sokowaten Baru, sisanya sebesar 69,2 % dipengaruhi faktor
lain.
Sedangkan, penelitian oleh Oktafiana (2016) tentang faktor-faktor yng
memepengaruhi status gizi anak usia sekolah pada keluarga atas dan bawah menyatakan
bahwa keluarga dengan pendapatan tinggi, akan memiliki daya beli makanan yang tinggi
pula sehingga keluarga dapat menyediakan makanan lebih beragam dan dapat menunjang
status gizi anak menjadi lebih baik. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Aufa, dkk
(2013) yang menyatakan bahwa semakin tinggi pendapatan keluarga maka semakin
tinggi kemampuan keluarga untuk membeli aneka kebutuhan keluarga termasuk
kebutuhan bahan makanan serta akan semakin mempertimbangkan kualitas yang baik.
Pendapatan keluarga juga berhubungan dengan status ekonomi keluarga yang juga
merupakan salah satu faktor mempengaruhi status gizi anak. Sebagian besar keluarga di
Desa Sidoharjo termasuk dalam keluarga atas yang memiliki pendapatan per kapita tinggi
sehingga keluarga dapat menyediakan makanan cukup baik dalam kuantitas maupun
kualitasnya. Pernyataan ini didukung oleh hasil penelitian Wahidah (2004), yang
menyatakan bahwa semakin tinggi pendapatan per kapita maka semakin tinggi
kemampuan keluarga menyediakan makanan yang cukup untuk anggota keluarganya.
Hal ini didukung pula oleh Marut (2008), yang menyatakan bahwa pendapatan per kapita
keluarga berhubungan positif dengan status gizi anak.

2. Pendapatan
Menurut Mulyanto Sumardi dan Hans Dieter Evers (1982: 20), pendapatan adalah
seluruh penerimaan baik berupa uang maupun barang baik dari pihak lain maupun dari
hasil sendiri. Dengan dinilai sejumlah uang atas harga yang berlaku pada saat itu.

5
Sedangkan menurut Bayu Wijayanto (1999: 5), pendapatan rumah tangga adalah
pendapatan yang diperoleh seluruh anggota keluarga yang bekerja. Dari definisi diatas
dapat disimpulkan bahwa pendapatan adalah uang atau barang yang diterima subjek
ekonomi sebagai balas jasa dari pemberian faktor-faktor produksi. Sedangkan yang
dimaksud pendapatan keluarga dalam penelitian ini adalah pendapatan yang berupa uang
dan barang yang diperoleh orang tua dan anggota keluarga lainnya yang bersumber dari
kerja pokok dan kerja sampingan.

2.1 Macam Pendapatan


Mulyanto Sumardi dan Hans Dieter Evers (1982: 66) membedakan pendapatan
menjadi dua yaitu:
a. Pendapatan yang berupa uang
Pendapatan yang berupa uang yaitu segala penghasilan yang berupa uang yang
sifatnya reguler dan yang diterima biasanya sebagai balas jasa atau kontra
prestasi, sumber-sumber utama adalah:
1) Dari gaji dan upah yang diperoleh dari kerja pokok, kerja sampingan, kerja
lemburan, dan kerja kadang-kadang.
2) Dari usaha sendiri yang meliputi: hasil bersih dari usaha sendiri, komisi, dan
penjualan dari karajinan rumah.
3) Dari hasil investasi yakni pendapatan yang di peroleh dari hak milik tanah.
4) Keuntungan sosial, yakni pendapatan yang diperoleh dari kerja sosial.

b. Pendapatan yang berupa barang


Pendapatan yang berupa barang yaitu segala penghasilan yang sifatnya reguler
dan biasa akan tetapi tidak selalu berbentuk balas jasa dan diterimakan dalam
bentuk barang atau jasa. Pendapatan berupa:
1) Bagian pembayaran upah dan gaji yang dibentuk dalam beras, pengobatan,
transportasi, perumahan, dan rekreasi.
2) Beras yang diproduksi dan dikonsumsi di rumah antara lain pemakaian barang
yang diproduksi di rumah, sewa yang seharusnya dikeluarkan terhadap rumah
sendiri yang di tempati.

6
2.2 Jumlah Anggota Keluarga
Jumlah anggota keluarga mempengaruhi tingkat pendapatan suatu keluarga
karena dapat menambah ataupun mengurangi pendapatan suatu keluarga. Jumlah
anggota keluarga kemungkinan dapat meningkatkan pendapatan karena makin besar
jumlah anggota keluarga makin besar pula jumlah anggota keluarga yang ikut
bekerja untuk menghasilkan pendapatan tetap kemungkinan juga terjadi bahwa
jumlah anggota keluarga yang besar tidak menambah pendapatan karena makin
besar jumlah anggota keluarga mengakibatkan bertambahnya kesibukan orang tua
untuk mengurus anaknya (Mulyanto Sumardi dan Hans Dieters Evers, 1988: 90).

3. Status Gizi Anak Sekolah Dasar


Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan
penggunaan zat-zat gizi. Dibedakan antara status gizi buruk, kurang, baik, dan lebih.
Secara umum, kata gizi hanya dihubungkan dengan kesehatan tubuh, yaitu untuk
menyediakan energi, membangun, dan memelihara jaringan tubuh, serta mengatur
proses-proses kehidupan dalam tubuh. Tetapi, sekarang kata gizi mempunyai pengertian
lebih luas, disamping untuk kesehatan, gizi dikaitkan dengan potensi ekonomi seseorang,
karena gizi berkaitan dengan perkembangan otak, kemampuan belajar, dan produktifitas
kerja (Almatsier, 2010).
Anak sekolah dasar adalah anak yang berusia 7-12 tahun, memiliki fisik lebih kuat
dari bayi, mempunyai sifat individual, serta aktif dan tidak bergantung dengan orang tua.
Biasanya pertumbuhan anak putri lebih cepat dari pada putra. Kebutuhan gizi anak
sebagian besar digunakan untuk aktivitas pembentukan dan pemeliharaan jaringan.
Masalah gizi (malnutrition) adalah gangguan pada beberapa segi kesejahteraan
perorangan dan atau masyarakat yang disebabkan oleh tidak terpenuhinya kebutuhan
akan zat gizi yang diperoleh dari makanan. Masalah gizi berkaiatan erat dengan masalah
pangan. Masalah pangan antara lain menyangkut ketersediaan pangan dan kerawanan
konsumsi pangan yang dipengaruhi oleh kemiskinan, rendahnya pendidikan dan
adat/kepercayaan yang terkait dengan tabu makanan. Sementara, permasalahan gizi tidak
hanya terbatas pada kondisi kekurangan gizi saja melainkan tercakup pula kondisi
kelebihan gizi.

7
3.1 Kebutuhan Makanan pada Anak Sekolah
Adanya aktivitas yang tinggi mulai dari sekolah, kursus, mengerjakan pekerjaan
rumah (PR) dan mempersiapkan pekerjaan untuk esok harinya, membuat stamina
anak cepat menurun kalau tidak ditunjang dengan intake pangan dan gizi yang cukup
dan berkualitas. Agar stamina anak usia sekolah tetap fit selama mengikuti kegiatan
di sekolah maupun kegiatan ekstra kurikuler, maka saran utama dari segi gizi adalah
jangan meninggalkan sarapan pagi. Ada berbagai alasan yang seringkali
menyebabkan anak-anak tidak sarapan pagi. Ada yang merasa waktu sangat terbatas
karena jarak sekolah cukup jauh, terlambat bangun pagi, atau tidak ada selera untuk
sarapan pagi (Khomsan, 2003).
Pentingnya mengkonsumsi makanan selingan selama di sekolah adalah agar
kadar gula tetap terkontrol baik, sehingga konsentrasi terhadap pelajaran dan
aktivitas lainnya dapat tetap dilaksanakan. Kandungan zat gizi makanan selingan
ditinjau dari besarnya kandungan energi dan protein sebesar 300 kkal dan 5 gram
protein. Kebutuhan energi golongan umur 10-12 tahun relatif lebih besar daripada
golongan umur 7-9 tahun, karena pertumbuhan relatif cepat, terutama penambahan
tinggi badan. Mulai umur 10-12 tahun, Kebutuhan gizi anak laki-laki berbeda
dengan anak perempuan.
Tabel 1.1 Angka Kecukupan Gizi Rata-rata yang Dianjurkan (Per Orang Per
Hari) Anak Umur 7 – 12 Tahun
Golongan Umur Berat (kg) Tinggi (cm) Energi (kkal) Protein (gram)
7–9 25 120 1800 45
10 – 12 (pria) 35 138 2050 50
10 – 12 (wanita) 38 145 2050 50
Sumber: Prosiding Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII Jakarta 17 – 19 Mei 2004

3.2 Penilaian Status Gizi Anak Secara Antropometri


Antropometri adalah ukuran tubuh. Maka antropometri gizi berhubungan
dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari
berbagai tingkat umur dan tingkat dan tingkat gizi Supariasa, dkk (2002).
Pengukuran antropometri relatif mudah dilaksanakan. Akan tetapi untuk berbagai
cara, pengukuran antropometri ini membutuhkan keterampilan, peralatan dan
keterangan untuk pelaksanaanya. Parameter dan indeks antropometri yang umum
digunakan untuk menilai status gizi anak adalah indikator Berat Badan Menurut

8
Umur (BB/U), Tinggi Badan Menurut Umur (TB/U), Indeks Massa Tubuh menurut
Umur (IMT/U) (Depkes RI, 1995).
1. Indeks Berat Badan Menurut Umur (BB/U)
Berat badan merupakan salah satu ukuran antropometri yang memberikan
gambaran tentang massa tubuh (otot dan lemak), karena massa tubuh sangat
sensitif terhadap perubahan yang mendadak misalnya karena penyakit infeksi,
menurunnya nafsu makan atau menurunya makanan yang dikonsumsi maka berat
badan merupakan ukuran antropometri yang sangat labil. Dalam keadaan normal,
dimana keadaan kesehatan baik dan keseimbangan antara intake dan kebutuhan
zat gizi terjamin, berat badan berkembang mengikuti pertambahan umur.
Sebaliknya keadaan abnormal, terdapat dua kemungkinan perkembangan berat
badan yaitu berkembang lebih cepat atau berkembang lebih lambat dari keadaan
normal. Berdasarkan sifatsifat ini, maka indeks berat badan menurut umur
(BB/U) digunakan sebagai salah satu indikator status gizi. Oleh karena sifat berat
badan yang stabil maka indeks BB/U lebih menggambarkan status gizi seseorang
pada saat kini (current nutritional status).

2. Indeks Tinggi Badan Menurut Umur (TB/U)


Tinggi badan merupakan ukuran antropometri yang menggambarkan
pertumbuhan skeletal. Dalam keadaan normal, tinggi badan tumbuh bersamaan
dangan pertambahan umur. Pertumbuhan tinggi badan tidak seperti berat badan,
relatif kurang sensitif terhadap masalah defisiensi zat gizi jangka pendek.
Pengaruh defisiensi zat gizi terhadap tinggi badan baru akan tampak pada saat
yang cukup lama.
Indeks TB/U lebih menggambarkan status gizi masa lampau, dan dapat juga
digunakan sebagai indikator perkembangan sosial ekonomi masyarakat. Keadaan
tinggi badan anak pada usia sekolah (tujuh tahun), menggambarkan status gizi
masa balitanya. Masalah penggunaan indeks TB/U pada masa balita, baik yang
berkaitan dengan keaslian pengukuran tinggi badan maupun ketelitian data umur.
Masalah-masalah seperti ini akan lebih berkurang bila pengukuran dilakukan
pada anak yang lebih tua karena pengukuran lebih mudah dilakukan dan
penggunaan selang umur yang lebih panjang (setelah tahunan atau tahunan)
memperkecil kemungkinan kesalahan data umur.

9
3. Indeks Masa Tubuh Menurut Umur (IMT/U)
Pengukuran status gizi pada anak sekolah dapat dilakukan dengan cara
antropometri. Saat ini pengukuran antropometri (ukuran-ukuran tubuh)
digunakan secara luas dalam penilaian status gizi, terutama jika terjadi
ketidakseimbangan kronik antara intake energi dan protein. Pengukuran
antropometri terdiri atas dua dimensi, yaitu pengukuran pertumbuhan dan
komposisi tubuh. Komposisi tubuh mencakup komponen lemak tubuh (fat mass)
dan bukan lemak tubuh (non-fat mass) (Riyadi, 2004).

3.3 Klasifikasi Status Gizi Berdasarkan Antropometri


Dalam penelitian status gizi, khususnya untuk keperluan klasifikasi diperlukan
ukuran baku (reference). Pada tahun 2009, Standar Antropometri WHO 2007
diperkenalkan oleh WHO sebagai standar antopometri untuk anak dan remaja di
dunia. Klasifikasi status gizi anak dan remaja menurut WHO 2007 adalah sebagai
berikut :
1. Indeks BB/U
a. Normal : ≥ -2 SD s/d ≤ 2 SD
b. Kurang : ≥ -3 SD s/d < -2 SD
c. Sangat Kurang : < -3 SD

2. Indeks TB/U
a. Normal : ≥ -2 SD s/d ≤ 2 SD
b. Pendek : ≥ -3 SD s/d < -2 SD
c. Sangat pendek : < -3 SD

3. Indeks IMT/U
a. Sangat gemuk : > 3 SD
b. Gemuk : > 2 SD s/d ≤ 3 SD
c. Normal : ≥ -2 SD s/d ≤ 2 SD
d. Kurus : ≥ -3 SD s/d < -2 SD
e. Sangat kurus : < -3 SD

10
3.4 Pola Makan
Menurut Hong dalam Kardjati (1985) mengemukan bahwa, pola makan adalah
berbagai informasi yang memberi gambaran mengenai jumlah dan jenis bahan
makanan yang dimakan setiap hari oleh satu orang dan memberikan ciri khas untuk
suatu kelompok masyarakat tertentu. Pola makan disuatu daerah dapat berubah-ubah
sesuai dengan perubahan beberapa faktor atau kondisi setempat :
a. Faktor yang berhubungan dengan persediaan bahan makanan yang termasuk
faktor geografis, kesuburan tanah berkaitan dengan produksi bahan makanan,
daya perairan, kemajuan teknologi, transportasi, distribusi, dan persediaan suatu
daerah.
b. Faktor sosio-ekonomi dan kebiasaan yang berhubungan dengan konsumen yang
memegang peranan penting dalam pola konsumsi peduduk.
c. Bantuan atau subsidi terhadap bahan-bahan tertentu.

4. Hubungan Pendapatan Keluarga dengan Status Gizi Anak

Pendapatan merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap pencapaian


status gizi. Pendapatan seseorang berpengaruh terhadap kemampuan orang tersebut
memenuhi kebutuhan makanan sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan oleh tubuh
(Notoatmodjo, 2010 : 10).

Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap status gizi anak dibagi menjadi dua
faktor, yaitu langsung dan tidak langsung. Faktor langsung yaitu asupan makanan dan
penyakit infeksi, sedangkan faktor tidak langsung adalah ketersediaan dan pola konsumsi
alam rumah tangga, perawatan ibu dan anak, pelayanan kesehatan da lingkungan, tingkat
pendidikan penegtahuan gizi dan jumlah anggota keluarga.

Pentinganya asupan nutrisi yang terpenuhi bagi anak sekolah sebagai pertumbuhan
dan metabolisme tubuh yang optimal. Jika asupan bergizi tidak terpenuhi, pada keadaan
kronis dapat menyebabkan pertumbuhan terganggu hingga perubahan metabolisme
dalam otak tidak berfungsi normal. Maka, pendapatan sangat berperan penting dalam
pemenuhan kebutuhan nutrisi bagi anak. Semakin tinggi pendapatan keluarga maka
semakin tinggi kemampuan keluarga untuk membeli aneka kebutuhan keluarga termasuk
kebutuhan bahan makanan serta akan semakin mempertimbangkan kualitas yang baik.

11
Pendapatan keluarga juga berhubungan dengan status ekonomi keluarga yang juga
merupakan salah satu faktor mempengaruhi status gizi anak.

B. Kerangka Konsep
Keberadaan pendapatan orang tua yang diperoleh dari semua pendapatan anggota
yang digabung menjadi satu. Apabila jumlah keluarga banyak dan masingmasing telah
mempunyai penghasilan sendiri maka dimungkinkan keluarga itu mempunyai tingkat
pendapatan yang lebih baik. Sumber pendapatan bisa di peroleh dari kerja pokok dan kerja
sampingan. Apabila pendapatan keluarga itu cukup diharapkan konsumsi pangan juga akan
meningkat.

Pekerjaan dan jumlah


anggota keluarga. 1. Makanan anak
2. Penyakit infeksi
(Mulyanto Sumardi dan
3. Ketahanan pangan dikeluarga
Hans Dieter Ever, 1982: 98)
4. Pola pengasuhan anak
5. Pelayanan kesehatan dan kesehatan
lingkungan
6. Tingkat ekonomi
7. Pendidikan
8. Sosial budaya atau kebiasaan.
Menurut Soekirman dalam Waryana (2010)
Pendapatan Keluarga

Status Gizi Anak Sekolah

12
C. Hipotesis
Hipotesis dari penelitian ini yaitu ada hubungan tingkat pendapatan keluarga dengan
status gizi di SDN Karangsuko 01 kecamatan Pagelaran.

13
Daftar Pustaka

Almatsier, S. (2010). Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama

Ananda, F. R. 2015. Analisis Pengaruh Sosial Ekonomi Terhadap Penegluaran Konsumsi


Keluarga Miskin (Studi pada Masyarakat Pesisir di Desa Gisikcemandi dan Desa
Tambakcemandi di Kecamatan Sedati Kabupaten Sidoarjo). Sidoarjo : Jurnal Ilmiah
Mahasiswa FEB Universitas Brawijaya.

Anzarkusuma, Indah Suci, Erry Yudhya Mulyani, dkk. 2014. Status Gizi Berdasarakan Pola
Makan Anak Sekolah Dasar di Kecamatan Rajeg Tangerang. Artikel Hasil Penelitian
Program Studi Ilmu Gizi : Universitas Esa Unggul. Vol. 1, No. 2 : hal 135 - 148

Aufa, Safarul, dkk. 2013. Pengaruh Pendapatan Per Kapita, Pertumbuhan Penduduk, dan
Tingkat Upah Terhadap Biaya Hidup di Indonesia. Jurnal Ilmu Ekonomi Pascasarjana
Universitas Syiah Kuala. Vol. 1, No. 1: hal 64-76

Depkes RI. 1995

Depkes. 2011. Riset Kesehatan Dasar 2010. Jakarta.

Depkes. 2014. Riset Kesehatan Dasar 2013. Jakarta.

Hong, Lie Goan. 1985. Pola Makan di Indonesia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia (hal 73 –
86)

Khomsan, Ali. 2003. Pangan dan Gizi untuk Kesehatan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Muslimah, Hayatun. 2015. Hubungan Antara Tingkat Sosial Ekonomi dengan Status Gizi
Siswa Sekolah Dasar Sokowaten Baru Kecamatan Banguntapan Bantul. Yogyakarta: FIK
– Universitas Negeri Yogyakarta

Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan Edisi Revisi. Jakarta: Rineka Cipta.

Oktafiana, R, Meda Wahini. 2016. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi Anak Usia
Sekolah pada Keluarga Atas dan Bawah (Kasus di Desa Sidoharjo, Kabupaten Ponorogo).
E-Jurnal Boga. Vol. 5, No. 3: hal 110-117, Edisi Yudisium Periode September 2016.

Sebataraja. L. Oenzil.F. Asterina, 2014. Hubungan Status Gizi dengan Status Sosial Ekonomi
Keluarga Murid Sekolah Dasar di Daerah Pusat dan Pinggiran Kota Padang. Padang :
Jurnal Kesehatan Andalas. Available at : (http://portalgaruda.org/ article)

14
Sumardi, Mulyanto dan Hans Dieter Ever 1982. Kemiskinan dan Kebutuhan Pokok. Jakarta:
Rajawali

Supariasa, I. D, dkk. 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC (hal 59 – 62)

Waryana. 2010. Gizi Reproduksi. Yogyakarta: Pustaka Rihama

Wijayanto, Bayu. 1999. Monitoring Perubahan Struktur Ekonomi Rakyat pada Basis Rumah
Tangga Pedesaan: Studi Kasus di Kabupaten Boyolali Jawa Tengah. Jawa Tengah: Fakultas
Ekonomi - Universitas Kristen Satya Wacana

15

Anda mungkin juga menyukai