1. PERBEDAAN INDIVIDU
2. Pengertian Perbedaan Individu
1. Perbedaan fisik, tingkat dan berat badan, jenis kelamin, pendengaran, penglihatan,
dan kemampuan bertindak.
2. Perbedaan sosial termasuk status ekonomi, agama, hubungan keluarga, dan suku.
3. Perbedaan kepribadian termasuk watak, motif, minat, dan sikap.
4. Perbedaan inteligensi dan kemampuan dasar.
5. Perbedaan kecakapan atau kepandaian di sekolah.
Sumber perbedaan individu dipengaruhi oleh dua faktor. Faktor-faktor tersebut adalah faktor
bawaan dan faktor lingkungan.
1. Faktor Bawaan
Faktor bawaan merupakan faktor-faktor biologis yang diturunkan melalui pewarisan genetik
oleh orangtua. Pewarisan genetik ini dimulai saat terjadinya pembuahan. Menurut Zimbardo
dan Gerig (1999) penyatuan antara sebuah sperma dan sel telur hanya menghasilkan satu
diantara milyaran kemungkinan kombinasi gen. Salah satu kromosom yaitu kromosom sex
merupakan pembawa kode gen untuk perkembangan karakteristik fisik laki-laki atau
perempuan. Kode untuk kita mendapatkan kromosom X dari ibu, dan salah satu dari
kromosom X atau Y dari ayah. Kombinasi XX merupakan kode untukperkembangan fisik
perempuan, dan kombinasi XY merupakan kode untuk perkembangan fisik laki-laki.
Meskipun rata-rata kita memiliki 50 persen gen yang sama dengan saudara kita, kumpulan
gen kita tetap khas kecuali kita adalah kembar identik. Perbedaan gen ini merupakan satu
alasan mengapa kita berbeda dengan orang lain, baik secara fisik, psikologis, maupun
perilaku, bahkan dengan saudara kita sendiri. Selebihnya adalah dipengaruhi oleh
lingkungan, karena kita pernah berada di lingkungan yang sama persis. (Zimbardo & Gerig,
1999).
2. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan adalah faktor yang mengakibatkan perbedaan individu yang berasal dari
luar diri individu. Faktor lingkungan berasal dari beberapa macam yaitu status sosial ekonomi
orang tua, pola asuh orang tua, budaya, dan urutan kelahiran.
1. Status sosial ekonomi orang tua
Meliputi tingkat pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, dan penghasilan orang tua.
Tingkat orang tua berbeda satu dengan lainnya. Meskipun tidak mutlak tingkat pendidikan ini
dapat mempengaruhi sikap orang tua terhadap pendidikan anak serta tingkat aspirasinya
terhadap pendidikan anak. Demikian juga dengan pekerjaan dan penghasilan orang tua yang
berbeda-beda. Perbedaan ini akan membawa implikasi pada berbedanya aspirasi orang tua
terhadap pendidikan anak, aspirasi anak terhadap pendidikannya, fasilitas yang diberikan
pada anak dan mungkin waktu disediakan untuk mendidik anak-anaknya. Demikian juga
perbedaan status ekonomi dapat membawa implikasi salah satunya pada perbedaan pola gizi
yang diterapkan dalam keluarga.
Merupakan pola perilaku yang digunakan untuk berhubungan dengan anak-anak. Pola asuh
yang diterapkan tiap keluarga berbeda dengan keluarga lainnya. Terdapat tiga pola asuh
dalam pengasuhan anak yaitu otoriter, permisif, dan autoritatif. Pola asuh otoriter adalah
bentuk pola asuh yang menekankan pada pengawasan orangtua kepada anak untuk
mendapatkan ketaatan atau keputuhan. Orangtua bersikap tegas, suka menghukum, dan
cenderung mengekang anak. Pola asuh permisif adalah pola asuh dimana orangtua memberi
kebebasan sebanyak mungkin kepada anak untuk mengatur dirinya, dan anak tidak dituntut
untuk bertanggung jawab dan tidak banyak dikontrol oleh orangtua. Sedangkan pola asuh
autoritatif adalah pola asuh dimana orangtua memberikan hak dan kewajiban yang sama
dalam arti saling melengkapi, anak dilatih untuk bertanggung jawab, dan menentukan
perilakunya sendiri agar dapat berdisiplin.
1. Budaya
Merupakan pikiran, akal budi, hasil karya manusia, atau dapat juga didefinisikan sebagai adat
istiadat. Adanya nilai-nilai dalam masyarkat memberitahu pada anggotanya tentang apa yang
baik dan atau penting dalam masyarakatnya. Nilai-nilai tersebut terjabarkan dalam suatu
norma-norma. Norma masing-masing masyarakat berbeda, maka perilaku yang muncul dari
anggota masing-masing masyarakat berbeda satu dengan lainnya.
1. Urutan kelahiran
1. Bidang-bidang Perbedaan
2. Perbedaan Kognitif
Bahasa merupakan salah satu kemampuan individu yang sangatpenting dalam kehidupan.
Kemampuan tiap individu dalam berbahasa berbeda-beda. Kemampuan berbahasa merupakan
kemampuan seseorang untuk menyatakan pemikirannya dalam bentuk ungkapan kata dan
kalimat yang penuh makna, logis, dan sistematik. Kemampuan berbahasa sangat di pengaruhi
oleh faktor kecerdasan dan faktor lingkungan serta faktor fisik (organ bicara).
Perbedaan latar belakang dan pengalaman mereka masing-masing dapat memperlancar atau
memperhambat prestasinya, terlepas dari potensi untuk menguasai bahan.
5. Perbedaan Bakat
Bakat merupakan kemampuan khusus yang dibawa sejak lahir. Kemampuan tersebut akan
berkebang dengan baik apabila mendapatkan rangsangan dan pemupukan secara tepat
sebaliknya bakat tidak berkembang sama, maka lingkungan tidak memberikan kesempatan
untuk berkembang, dalam arti ada rangsangan dan pemupukan yang menyentuhnya.
Istilah jenis kelamin dan gender sering dipertukarkan dan dianggap sama. Jenis kelamin
merujuk kepada perbedaan biologis dari laki-laki dan perempuan, sementara gender
merupakan aspek psikososial dari laki-laki dan perempuan berupa perbedaan antara laki-laki
dan perempuan yang dibangun secara sosial budaya. Perbedaan gender termasuk dalam hal
peran, tingkah laku, kecenderungan, sifat, dan atribut lain yang menjelaskan arti menjadi
seorang laki-laki atau perempuan dalam kebudayaan yang ada.
8. Perbedaan Kepribadian
Kepribadian adalah pola perilaku dan cara berpikir yang khas yang menetukan penyesuaian
diri seseorang terhadap lingkungan (Atkinson, dkk, 1996). Kepribadian sesesorang dapat kita
tinjau melalui dua model yaitu model big five dan model brigg-myers.
Gaya belajar adalah pola perilaku spesifik dalam menerima informasi baru dan
mengembangkan ketrampilan baru, serta proses menyimpan informasi atau keterampilan baru
(Sarasin, 1999). Menurut Horne (2005) terdapat beberapa model atau pendektan gaya belajar:
1. Modalitas belajar
2. Belajar dengan otak kiri otak kanan
3. Belajar social
4. Lingkungan belajar
5. Emosi belajar
6. Belajar kongkrit dan abstrak
7. Belajar global dan analitik
8. Multiple intelligence
1. INTELEGENSI
2. Pengertian Intelegensi
Menurut David Wechsler , intelegensi adalah kemampuan untuk bertindak secara terarah,
berpikir secara rasional, dan menghadapi lingkungannya secara efektif. Secara garis besar
dapat disimpulkan bahwa intelegensi adalah suatu kemampuan mental yang melibatkan
proses berpikir secara rasional. Oleh karena itu, intelegensi tidak dapat diamati secara
langsung, melainkan harus disimpulkan dari berbagai tindakan nyata yang merupakan
manifestasi dari proses berpikir rasional itu. Dari penjelasan diatas dapat diketahui bahwa
sesungguhnya yang dimaksud dengan intelegensi adalah kemampuan berpikir secara rasional.
jadi, bukan tingginya nilai akademik yang menentukan keputusan bahwa seseorang itu tinggi
secara intelegensi melainkan kecakapan seseorang dalam melakukan berbagai hal serta
kemampuannya berpikir secara rasional itulah yang sebetulnya menentukan.
Penelitian membuktikan bahwa korelasi nilai tes IQ dari satu keluarga sekitar 0,50.
Sedangkan di antara 2 anak kembar, korelasi nilai tes IQnya sangat tinggi, sekitar 0,90. Bukti
lainnya adalah pada anak yang diadopsi. IQ mereka berkorelasi sekitar 0,40 – 0,50 dengan
ayah dan ibu yang sebenarnya, dan hanya 0,10 – 0,20 dengan ayah dan ibu angkatnya.
Selanjutnya bukti pada anak kembar yang dibesarkan secara terpisah, IQ mereka tetap
berkorelasi sangat tinggi, walaupun mungkin mereka tidak pernah saling kenal.
2. Faktor lingkungan
Walaupun ada ciri-ciri yang pada dasarnya sudah dibawa sejak lahir, ternyata
lingkungan sanggup menimbulkan perubahan-perubahan yang berarti. Intelegensi tentunya
tidak bisa terlepas dari otak. Perkembangan otak sangat dipengaruhi oleh gizi yang
dikonsumsi. Selain gizi, rangsangan-rangsangan yang bersifat kognitif emosional dari
lingkungan juga memegang peranan yang amat penting.
Dalam intelgensi akan ditemukan faktor-faktor tertentu yang para ahli sendiri belum terdapat
pendapata yang sama seratus persen. Berikut ini beberapa pendapat para ahli mengenai
faktor-faktor dalam intelegensi:
Dr. Howard Gardner mengusulkan dalam bukunya, Frames of Mind: The Theory of Multiple
intellegences (1983), bahwa kecerdasan memiliki tujuh komponen. Diantaranya:
1. Kecerdaasan linguistic-verbal
Kecerdasan ini mengacu pada kemampuan untuk menyusun pikiran yang jelas dan mampu
menggunakan kemampuan ini secara kompeten melalui kata-kata untuk mengungkapkan
pikiran-pikiran ini dalam berbicara, membaca, dan menulis. Mereka membawakan dirinya
dengan baik secara verbal dan kelihatannya selalu mengetahui hal yang tepat untuk
dikatakan. Kecerdasan ini sangat dihargai dalam dunia modern karena orang- orang
cenderung untuk menilai orang lain dari cara bicara dan menulis. Kemampuan berbicara
sering merupakan salah satu aspek paling penting yang digunakan ketika seorang sedang
membentuk kesan pertama.
2. Kecerdasan matematis-logis
Kecerdasan visual-spesial adalah kecerdasan yang dimiliki oleh arsitek, insinyur mesin,
seniman, fotografer, pilot, navigator, pemahat, dan penemu.
4. Kecerdasan ritmik-musikal
5. Kecerdasan kinestetik
Kecerdasan fisik adalah kemampuan menggunakan dengan baik pikiran dan tubuh secara
serempak untuk mencapai segala segala tujuan yang diinginkan. Ini serupa dengan
keterampilan yang pada umumnya mirujuk sebagai keterampilan psikomotor, yang
menggabungkan interprestasi mental dengan tanggapan fisik.
6. Kecerdasan interpersonal
7. Kecerdasan intrapersonal
Kecerdasan intrapersonal adalah kecerdasan mengenai diri sendiri. Kecerdasan ini adalah
kemampuan untuk memahami diri sendiri dan bertanggung jawab atas kehidupannya sendiri.
Orang-orang yang berkecerdasan intrapersonal tinggi cenderung menjadi pemikir yang
tercermin pada apa yang mereka lakukan dan terus-menerus membuat penilaian diri. Mereka
selalu bersentuhan dengan pemikiran, gagasan,dan impian mereka dan mereka juga
memiliki kemampuan untuk mengarahkan emosi mereka sendiri sedemikian rupa untuk
memperkaya dan membimbing kehidupan mereka sendiri.
BAKAT
1. Pengertian Bakat
Menurut Suryabrata (2006) prestasi akademik adalah hasil belajar terakhir yang dicapai oleh
siswa dalam jangka waktu tertentu, yang mana di sekolah prestasi akademik siswa biasanya
dinyatakan dalam bentuk angka atau simbol tertentu. Kemudian dengan angka atau simbol
tersebut, orang lain atau siswa sendiri akan dapat mengetahui sejauhmana prestasi akademik
yang telah dicapai. Dengan demikian, prestasi akademik di sekolah merupakan bentuk lain
dari besarnya penguasaan bahan pelajaran yang telah dicapai siswa, dan rapor bisa dijadikan
hasil belajar terakhir dari penguasaan pelajaran tersebut.
Berdasarkan uraian dari beberapa pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa prestasi
akademik adalah hasil atau pencapaian yang diperoleh siswa dari aktivitas belajar, yang
dinyatakan dalam bentuk angka atau simbol tertentu.
Menurut Ahmadi dan Supriyono (2004), faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi akademik
antara lain:
1. Faktor internal
2. Faktor jasmaniah (fisiologi), yang termasuk faktor ini misalnya penglihatan,
pendengaran, struktur tubuh.
3. Faktor psikologis, terdiri atas:
4. Faktor intelektif yang meliputi:
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia bakat adalah dasar kepandaian, sifat, dan bawaan.
Adapun menurut beberapa ahli lain seperti, misalnya Kartini Kartono mengatakan bakat
mencakup segala factor yang ada pada individu sejak awal pertama dari kehidupannya yang
kemudian menumbuhkan perkembangan keahlian, kecajapan, dan keterampilan khusus
tertentu.
1. Bakat umum yaitu merupakan kemampuan yang berupa potensi dasar yang bersifat
umum, artinya setiap orang memiliki.
2. Bakat khusus yaitu merupakan kemampuan yang berupa potensi khusus, artinya tidak
semua orang memiliki misalnya bakat seni, memimpin, berceramah, olahraga.
1. Bakat Verbal, yaitu bakat tentang konsep-konsep yang diungkapkan dalam bentuk
kata-kata.
2. Bakat Numerikal, yaitu bakat tentang konsep-konsep bentuk angka.
3. Bakat Bahasa (Linguistik), yaitu bakat tentang pengenalan analitis bahasa (ahli sastra)
misalnya untuk jurnalistik, stenografi, penyiaran, editing, hukum, pramuniaga, dan
lain-lainnya.
1. Bakat Kecepatan, Ketelitian, Klerikal, yaitu bakat tentang tugas tulis menulis, ramu-
meramu untuk laboratorium, kantor, dan dalam kerohanian.
2. Bakat Relasi Ruang (Spasial), yaitu bakat untuk mengamati, menceritakan pola dua
dimensi atau berpikir dalam tiga dimensi. Mempunyai kepekaan yang tajam terhadap
detail visual dan dapat menggambarkan sesuatu dengan begitu hidup, melukis atau
membuat sketsa ide secara jelas, serta dengan mudah menyesuaikan orientasi dalam
ruang tiga dimensi.
3. Bakat Mekanik, yaitu bakat tentang prinsip-prinsip umum IPA, tata kerja mesin,
perkakas, dan alat-alat lainnya.
4. Bakat Abstrak, yaitu bakat yang bukan kata, maupun angka tetapi berbentuk pola,
rancangan, diagram, ukuran-ukuran, bentuk-bentuk dan posisi-posisinya.
5. Bakat Skolastik yaitu, kombinasi kata-kata (logika) dan angka-angka termasuk di
dalamnya kemampuan dalam penalaran, mengurutkan, berpikir dalam pola sebab-
akibat, menciptakan hipotesis, mencari keteraturan konseptual atau pola numeric,
pandangan hidupnya umumnya bersifat rasional.
1. GAYA BELAJAR
Menurut Fleming dan Mills (1992), gaya belajar merupakan kecenderungan siswa
untuk mengadaptasi strategi tertentu dalam belajarnya sebagai bentuk tanggung
jawabnya untuk mendapatkan satu pendekatan belajar yang sesuai dengan tuntutan
belajar di kelas/sekolah maupun tuntutan dari mata pelajaran.
Willing (1988) mendefinisikan gaya belajar sebagai kebiasaan belajar yang disenangi
oleh pembelajar. Keefe (1979) memandang gaya belajar sebagai cara seseorang dalam
menerima, berinteraksi, dan memandang lingkungannya. Dunn dan Griggs (1988)
memandang gaya belajar sebagai karakter biologis bawaan.
Gaya belajar atau learning style adalah suatu karakteristik kognitif, afektif dan perilaku
psikomotoris, sebagai indikator yang bertindak yang relatif stabil untuk pebelajar merasa
saling berhubungan dan bereaksi terhadap lingkungan belajar (NASSP dalam Ardhana dan
Willis, 1989 : 4).
Lirikan keatas bila berbicara, berbicara dengan cepat. Bagi siswa yang bergaya belajar
visual, yang memegang peranan penting adalah mata / penglihatan ( visual ), dalam hal ini
metode pengajaran yang digunakan guru sebaiknya lebih banyak / dititikberatkan pada
peragaan / media, ajak mereka ke obyek-obyek yang berkaitan dengan pelajaran tersebut,
atau dengan cara menunjukkan alat peraganya langsung pada siswa atau menggambarkannya
di papan tulis. Anak yang mempunyai gaya belajar visual harus melihat bahasa tubuh dan
ekspresi muka gurunya untuk mengerti materi pelajaran. Mereka cenderung untuk duduk di
depan agar dapat melihat dengan jelas. Mereka berpikir menggunakan gambar-gambar di
otak mereka dan belajar lebih cepat dengan menggunakan tampilan-tampilan visual, seperti
diagram, buku pelajaran bergambar, dan video. Di dalam kelas, anak visual lebih suka
mencatat sampai detil-detilnya untuk mendapatkan informasi.
Lirikan kekiri/kekanan mendatar bila berbicara, berbicara sedang saja. Siswa yang
bertipe auditori mengandalkan kesuksesan belajarnya melalui telinga (alat pendengarannya ),
untuk itu maka guru sebaiknya harus memperhatikan siswanya hingga ke alat
pendengarannya. Anak yang mempunyai gaya belajar auditori dapat belajar lebih cepat
dengan menggunakan diskusi verbal dan mendengarkan apa yang guru katakan. Anak
auditori dapat mencerna makna yang disampaikan melalui tone suara, pitch (tinggi
rendahnya), kecepatan berbicara dan hal-hal auditori lainnya. Informasi tertulis terkadang
mempunyai makna yang minim bagi anak auditori mendengarkannya. Anak-anak seperi ini
biasanya dapat menghafal lebih cepat dengan membaca teks dengan keras dan mendengarkan
kaset.
Penampilan rapi
Mudah terganggu oleh keributan
Belajar dengan mendengarkan dan mengingat apa yang didiskusikan dari pada yang
dilihat
Senang membaca dengan keras dan mendengarkan
Menggerakkan bibir mereka dan mengucapkan tulisan di buku ketika membaca
Biasanya ia pembicara yang fasih
Lebih pandai mengeja dengan keras daripada menuliskannya
Lebih suka gurauan lisan daripada membaca komik
Mempunyai masalah dengan pekerjaan-pekerjaan yang melibatkan Visual
Berbicara dalam irama yang terpola
Dapat mengulangi kembali dan menirukan nada, berirama dan warna suara
Lirikan kebawah bila berbicara, berbicara lebih lambat. Anak yang mempunyai gaya
belajar kinestetik belajar melalui bergerak, menyentuh, dan melakukan. Anak seperti ini sulit
untuk duduk diam berjam-jam karena keinginan mereka untuk beraktifitas dan eksplorasi
sangatlah kuat. Siswa yang bergaya belajar ini belajarnya melalui gerak dan sentuhan.
Berbicara perlahan
Penampilan rapi
Tidak terlalu mudah terganggu dengan situasi keributan
Belajar melalui memanipulasi dan praktek
Menghafal dengan cara berjalan dan melihat
Menggunakan jari sebagai petunjuk ketika membaca
Merasa kesulitan untuk menulis tetapi hebat dalam bercerita
Menyukai buku-buku dan mereka mencerminkan aksi dengan gerakan tubuh saat
membaca
Menyukai permainan yang menyibukkan
Tidak dapat mengingat geografi, kecuali jika mereka memang pernah berada di
tempat itu
Menyentuh orang untuk mendapatkan perhatian mereka Menggunakan kata-kata yang
mengandung aksi
1. KEPRIBADIAN
Memahami kepribadian setiap siswa di dalam kelas adalah sesuatu hal paling penting. Ada
banyak kombinasi dari dua aspek tersebut, terutama di bidang kepribadian.
Dalam riset yang diadakan untuk mengembangkan teori pembelajaran-sosialnya, Rotter dan
para pengikutnya telah mempelajari subyek-subyek manusia saja. Dengan menggunakan
beragam teknik, Rotter memfokuskan pada orang-orang normal, anak-anak dan siswa
perguruan tinggi. Teorinya didasarkan pada pendekatan eksperimental yang cermat dan
terkontrol-baik terhadap psikologi yang merupakan karakteristik gerakan behavioris. Teori
kepribadian Rotter berasal dari laboratorium dan bukan klinik.
Untuk memahami teori pembelajaran-sosial Rotter, kita harus lebih dahulu mendeskripsikan
prinsip-prinsip yang terbangun. Empat konsep pokok adalah potensi perilaku, harapan, nilai
penguatan, dan situasi psikologis. Dua konsep luas akan didiskusikan, yakni: kebebasan
gerakan dan level tujuan kecil.
Potensi Perilaku
Potensi perilaku mengacu pada kemungkinan bahwa perilaku tertentu akan terjadi dalam
sebuah situasi tertentu. Kemungkinan itu harus ditentukan dengan referensi pada penguatan
atau rangkaian penguatan yang bisa mengikuti perilaku itu. Terdapat persamaan dengan
pandangan-pandangan Skinner dalam konsep ini; Rotter berusaha untuk memprediksi
kemungkinan bahwa seseorang akan berperilaku dalam hal tertentu dengan keberadaan
variabel-variabel khusus. Formulasi Rotter berjalan melebihi formulasi Skinner di mana ia
memunculkan variabel-variabel internal dan kognitif, selain variabel-variabel lingkungan,
untuk memprediksi perilaku itu.
Konsep Rotter atas potensi perilaku adalah relatif. Beliau berusaha untuk memprediksi
kemungkinan kejadian perilaku khusus yang berhubungan dengan perilaku lain yang dapat
ditampakkan oleh individu dalam situasi itu. Apa yang menyebabkan individu untuk
menyeleksi satu perilaku bukan lainnya? Pilihannya didasarkan pada kesan subyektif
seseorang terhadap situasi itu. Potensi perilaku dipengaruhi tidak hanya oleh apa yang ada di
luar (seleksi kesadaran dari alternatif-alternatif perilaku yang tersedia dari sudut pandang
persepsi kami atas situasi itu).
Definisi Rotter mengenai perilaku berbeda dari definisi Skinner. Skinner hanya berhadapan
dengan kejadian-kejadian yang diobservasi secara obyektif. Pandangan Rotter mengenai
perilaku tidak hanya mencakup tindakan-tindakan yang dapat diobservasi secara langsung,
namun juga tindakan-tindakan yang tidak dapat diobservasi secara langsung – proses internal
dan kognitif kami. Bagi Rotter, proses-proses tersebut mencakup variabel “rasionalisasi,
penindasan, alternatif-alternatif pertimbangan, perencanaan, dan reklasifikasi” yang dianggap
bukan sebagai perilaku oleh para behavioris yang lebih ekstrim.
Rotter menegaskan, perilaku internal atau implisit dapat diobservasi dan diukur melalui cara-
cara tak langsung, seperti penarikan kesimpulan dari perilaku yang jelas.
Perhatikan perilaku dalam menguji solusi alternatif terhadap sebuah masalah. Perilaku ini
dapat ditarik kesimpulannya dari observasi perilaku subyek yang berusaha untuk
menyelesaikan sebuah tugas yang diberikan. Jika, misalnya, subyek itu membutuhkan waktu
berlebih untuk memecahkan masalah daripada yang mereka butuhkan untuk menyelesaikan
masalah awal, maka Rotter merasakan bahwa hal ini adalah bukti perilaku yang
mempertimbangkan solusi-solusi alternatif.
Investigasi obyektif atas aktivitas kognitif dan internal adalah sulit. Rotter mengakui hal ini,
namun ia juga percaya bahwa prinsip-prinsip yang mengatur kejadian perilaku implisit itu
tidaklah berbeda dari prinsip yang mengatur perilaku yang diobservasi secara jelas dan
langsung. Dan kita harus ingat bahwa variabel-variabel internal dan eksternal adalah
diperlukan untuk menentukan potensi perilaku itu.
Expectancy(pengharapan)
Expectancy (pengharapan) merupakan konsep utama yang kedua dari Rotter, menjelaskan
tentang kepercayaan individu bahwa dia berperilaku secara khusus pada situasi yang
diberikan yang akan diikuti oleh penguatan yang telah diprediksikan. Kepercayaan ini
berdasarkan pada pola atau probabilitas atau kemungkinan penguatan yang akan terjadi.
Tingkat harapan ini ditentukan oleh beberapa factor.
Konsep ketiga dari teori Rotter adalah nilai penguatan(reinforcement value), yang mana
merupakan penjelasan mengenai tingkat pilihan untuk satu reinforcement sebagai ganti yang
lain. Jika seseorang berada pada situasi yang sama dimana situasi ini memungkinkan dapat
terjadinya satu dari beberapa reinforcement, berapa banyak orang-orang yang akan memilih
satu reinforcement sebagai ganti yang lain??
Orang-orang membedakan bentuk daripada penguatan yang mereka temukan. Sekalipun tidak
ada keraguan setiap orang akan setuju bahwa membaca buku ini adalah reinforcement yang
tinggi. Kamu akan berbeda dengan teman sekelasmu mengenai berapa banyak kamu memilih
aktifitas lain dan reinforcement yang dibawa aktifitas itu. Beberapa anak akan memilih disco
dan yang lainnya akan memilih sympony. Beberapa anak akan memilih football dan yang
lainnya akan memilih soccer. Setiap orang menemukan penguatan yang berbeda nilainya
pada aktifitas yang berbeda-beda.
Pilihan ini berasal dari pengalaman kita yang menghubungkan reinforcement masa lalu
dengan yang terjadi saat ini. Berdasarkan hubungan ini, berkembang pengharapan untuk
masa depan. Karena itulah terdapat hubungan antara konsep pengharapan dan nilai penguatan
(Reinforcement value).
Situasi Psikologis
Situasi psikologis adalah konsep dasar keempat dari teori sosial belajar Rotter, dan ini
merupakan hal yang penting dalam menentukan perilaku. Rotter percaya bahwa kita secara
terus menerus memberikan reaksi pada lingkungan internal maupun lingkungan eksternal
kita. Selanjutnya masing-masing lingkungan ini secara konstan saling mempengaruhi yang
lain. Kita tidak hanya merespon stimulus eksternal saja tetapi juga kedua lingkungan.
Penggabungan inilah yang disebut Rotter dengan situasi psikologis. Situasi dipertimbangkan
secara psikologis karena kita mereaksi lingkungan ini berdasarkan pola-pola persepsi kita
terhadap stimulus eksternal.
Dalam teori Allport antisipasi-antisipasi adalah penting dalam membantu untuk menentukan
siapa dan apakah kita ini,dalam membentuk identitas-diri kita. Mereka mengetahui diri
mereka dan menerima keterbatasan-keterbatasan mereka dan tidak terpukul oleh keterbatasan
itu. Tampak jelas bahwa kalau sehat memiliki suatu gambaran diri dan identitas diri yang
kuat,merasakan suatu perasaan harga diri,dapat memberi cinta secara terbuka dan tanpa
syarat,merasa aman secara emosional,dan memiliki tujuan-tujuan serta suatu perasaan akan
maksud yang memberi arti dan arah kepada kehidupan. Allport dapat memberikan kebenaran-
kebenaran kekal didukung oleh pengetahuan kita tentang kehidupan pria-wanita,wanita-
wanita historis dan kontemporer,yang telah memperlihatkan sifat-sifat dan atribusi yang
dilukiskan dengan begitu semangat.
1. TEMPERAMEN
2. Pengertian
Kecerdasan siswa juga dipengaruhi oleh tempramen, karena kecerdasan itu menurut Santrok
dalam slavin (1997), aspek mempengaruhi perkembangan itu adalah keturunan/genetik.
Temperamen individu sukar diubah atau dididik, tidak dapat dipengaruhi oleh kemauan atau
kata hati individu yang bersangkutan.
Anak yang memiliki tipe sanguinis misalnya lebih bersemangat dalam belajar jika
dibandingkan anak yang flegmatis. Anak yang melankolis cenderung lebih menyukai hal-hal
yang teortis dibandingkan praktis. Hal ini tentu berpengaruh terhadap proses belajar anak.
Guru di tuntut mampu mengenali anak sepenuhnya, sehingga dapat membantu perkembangan
anak sesuai keadaan dirinya. Selain itu, Kaitan proses belajar sangat erat dengan tempramen
karana yang mempengaruhi semangat belajar siswa adalah tempramen. Kecerdasan siswa
juga dipengaruhi oleh tempramen, karena kecerdasan itu menurut Santrok dalam slavin
(1997), aspek mempengaruhi perkembangan itu adalah keturunan/genetik.
DAFTAR BACAAN
Abu Ahmadi, Widodo Suriyono. 2004. Psiliologi Belajar. Jakarta: Rinka Cipta, 2004. Cet 2
Mengembangkan Berbagai Komponen Kecerdasan. PT. Indeks.