Anda di halaman 1dari 10

PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN P ANGAN V OL. 21 NO.

2 2002

Pengaruh Varietas dan Cara Pengolahan terhadap Mutu Susu Kedelai

Erliana Ginting dan Sri Satya Antarlina


Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian, Malang

ABSTRACT. The Effect of Varieties and Processing Methods on basah, demikian pula TPTnya. Namun, rendemennya relatif lebih
the Quality of Soymilk. Beany flavour detected in soymilk is dictated rendah. Penilaian terhadap warna, aroma dan rasa susu kedelai
by soybean cultivar and processing method. This study was performed berkisar antara tidak suka sampai suka dan intensitas langu dari langu
to obtain suitable varieties and appropriate processing methods in sampai netral. Dibandingkan dengan contoh susu kedelai yang dijual
order to produce good quality soymilk. The trial was carried out in the di pasaran, sifat sensoris susu kedelai yang dihasilkan relatif lebih baik
Post Harvest Laboratory of RILET within the period of October 1998 dan layak untuk dikonsumsi karena memenuhi standar mutu dari
till April 1999. Four improved varieties of soybean seed, viz. Wilis, aspek mikrobiologis. Berdasarkan kriteria sifat sensoris, kadar protein
Local Ponorogo, Burangrang and Bromo and one line of MSC 9102D.1. dan TPT susu kedelai dari varietas lokal Ponorogo yang diolah dengan
were processed into soymilk using the wet method (soaking) and the cara kering menunjukkan hasil terbaik, disusul varietas Wilis dan
dry method (mechanical dehulling). Factorial RCD was used with 2 Bromo yang juga diolah dengan cara kering. Pengolahan susu kedelai
factors and 3 replications. The first factor was soybean variety and the cara kering tampaknya prospektif untuk dikembangkan.
second was processing method. Observations included physical and
chemical characteristics of soybean seeds, as well as physical, Kata kunci: Susu kedelai, varietas, cara pengolahan, mutu.
chemical, sensorial and microbiological characteristics of soymilk

S
produced. For organoleptic test purposes, one sample of soymilk usu kedelai merupakan salah satu produk pangan
available in the market was used as a control. Soybean varieties and
processing methods significantly influenced the protein content of yang memiliki beberapa kelebihan, antara lain
soymilk, as well as the total soluble solid, yield recovery and viscosity. lebih murah dibanding susu sapi, bernilai gizi
Soymilk processed from Bromo variety using the dry method showed tinggi (susunan asam aminonya lengkap dan serasi),
the highest protein content (4,89%). The dry method gave the protein sesuai bagi penderita lactose intolerance dan tidak
content of soymilk 1.5 up to 2-fold higher than that of soymilk processed
using the wet method and also the total soluble solid were higher. The
menyebabkan alergi bagi konsumen. Dilaporkan, pro-
colour, odor and taste of soymilk processed from all treatments varied tein susu kedelai 80% mutu susu sapi dengan nilai
from unacceptable to acceptable, while the intensity of beany flavour nisbah keefisienan protein (PER) sebesar 2,3 (Winarno
varied from very high to moderate. The sensorial attributes of soymilk 1985). Oleh karena itu, susu kedelai merupakan salah
produced in this study were better than those of the control. They were
also safe for human consumption as they met the quality standard
satu sumber protein nabati yang cukup potensial untuk
requirement for microbiological aspect. Based on the criteria of dikembangkan.
sensorial attributes, protein content and total soluble solid, soymilk Tingkat konsumsi susu sapi di Indonesia relatif
processed from Local Ponorogo variety using the dry method showed rendah (6 l/kapita/tahun) (Sibuea 1998), demikian pula
the best result among all treatments, followed by Wilis and Bromo
varieties which were also processed using the dry method. It appears
konsumsi susu kedelai, terutama bila dibandingkan
that the dry method is promising as an appropriate processing method dengan di negara-negara Cina, Filipina atau Thailand
of soymilk. karena belum membudaya. Di pasaran dapat ditemu-
Key words: Soymilk, variety, processing methods, quality. kan susu kedelai dalam bentuk segar (dikemas dalam
kantong plastik dan karton) dan bubuk. Namun tingkat
ABSTRAK. Citarasa langu pada susu kedelai dipengaruhi oleh sifat perkembangan industri pengolahannya tidak sepesat
genetis biji kedelai dan cara pengolahannya. Penelitian ini bertujuan di negara-negara tetangga. Di Malaysia, susu kedelai
untuk mendapatkan varietas kedelai dan cara pengolahan yang tepat tidak hanya diproduksi oleh industri besar, tetapi juga
guna menghasilkan susu kedelai yang bermutu. Penelitian dilaksana-
kan di Laboratorium Pascapanen Balitkabi, Malang dari bulan Oktober
oleh koperasi pedesaan dan perorangan/rumah tangga
1998 sampai April 1999. Varietas unggul Wilis, Lokal Ponorogo, dalam skala kecil (Mahmud dan Kasim 1994).
Burangrang, Bromo dan 1 galur MSC 9102D1 diolah menjadi susu Salah satu penyebab kurang berkembangnya kon-
kedelai dengan cara basah (dengan perendaman) dan cara kering sumsi susu kedelai adalah karena adanya citarasa la-
(pengupasan kulit secara mekanis). Percobaan disusun dengan ran-
cangan acak lengkap faktorial, dua faktor dan tiga ulangan. Faktor
ngu (beany flavour) yang kurang disukai. Penyebab
pertama adalah varietas kedelai dan faktor kedua adalah cara peng- citarasa langu tersebut adalah senyawa yang me-
olahan susu kedelai. Pengamatan meliputi sifat fisik dan kimia biji ngandung gugus kabonil yang bersifat volatil, seperti
kedelai serta sifat fisik, kimia, sensoris dan mikrobiologis susu kedelai n-heksanal. Senyawa ini terbentuk sebagai hasil
yang dihasilkan. Sebagai pembanding, untuk uji sensoris ditambah-
kan satu contoh susu kedelai yang dijual di pasaran. Varietas kedelai
oksidasi asam lemak tidak jenuh yang terdapat pada
dan cara pengolahan nyata berpengaruh terhadap kadar protein, total biji kedelai (terutama linoleat) akibat aktivitas enzim
padatan terlarut (TPT), rendemen dan viskositas susu kedelai. Kadar lipoksigenase. Enzim ini aktif pada saat biji kedelai
protein tertinggi tampak pada susu kedelai varietas Bromo yang diolah pecah pada proses pengupasan kulit dan penggilingan
dengan cara kering (4,89%). Pengolahan cara kering menghasilkan
susu kedelai dengan kadar protein 1,5-2 kali lebih tinggi dibanding cara
karena kontak dengan udara (oksigen). Enzim lipoksi-
genase (L) yang terdiri atas L1, L2 dan L3 secara genetis

48
GINTING DAN A NTARLINA: VARIETAS, CARA PENGOLAHAN DAN MUTU SUSU KEDELAI

terdapat pada biji kedelai dan L 2 dilaporkan dominan Burangrang yang diperoleh dari BPTP Karang Ploso,
dalam pembentukan heksanal (Nishiba et al. 1995). Malang. Biji kedelai tersebut diolah menjadi susu
Menurut Adie (1997), kandungan enzim lipoksigenase kedelai dengan cara basah (Gambar 1) dan cara kering
bervariasi antarvarietas/galur kedelai. Selain itu, pada (Gambar 2).
biji kedelai juga terdapat senyawa-senyawa penyebab Percobaan disusun dengan menggunakan ran-
rasa pahit dan sepet yang berasal dari glikosida dan cangan acak lengkap faktorial, dua faktor dan tiga
rasa berkapur yang disebabkan oleh isoflavon dan ulangan. Faktor pertama, adalah empat varietas dan
aglikon-aglikonnya (Stauffer 1989 dalam Anonim satu galur kedelai, dan faktor kedua adalah cara peng-
1989). Warna dan kandungan protein susu kedelai di- olahan susu kedelai (basah dan kering). Pengamatan
pengaruhi oleh sifat fisik dan kimia biji kedelai yang meliputi sifat fisik biji kedelai, yakni warna, ukuran
dilaporkan berbeda antarvarietas (Indrasari dan Da- (bobot 100 biji) dan kekerasan biji (dengan hardness
mardjati 1991, Kusbiantoro 1993). Hal ini mengisyarat- tester) dan sifat kimianya (mengikuti prosedur AOACat
kan bahwa mutu susu kedelai dipengaruhi oleh jenis/ muffle furnance), protein (mikro Kjeldahl) dan lemak
varietas kedelai. (metode Soxhlet). Untuk susu kedelai, diamati ren-
Di samping sifat genetis, mutu susu kedelai juga demen (kg susu kedelai/kg biji) dan viskositasnya (de-
dipengaruhi oleh cara pengolahan. Pengolahan susu ngan viskosimeter Brookfield), komposisi kimia (air,
kedelai dapat dilakukan dengan cara basah (pe- abu dan protein) mengikuti AOAC (1990), total padatan
rendaman biji sebelum penggilingan) yang biasa terlarut/TPT dengan hand refractometer, pH dengan pH
diterapkan oleh industri skala kecil dan dengan cara meter, sifat mikrobiologis dengan Standard Plate Count
kering (pengupasan kulit biji sebelum penggilingan) Metode Spread (Fardiaz 1984 dalam Santosa et al. 1994)
yang umum dilakukan oleh industri besar. Peng- dan sifat sensorisnya (warna, aroma, rasa dan
hilangan citarasa yang tidak disukai (off-flavour) juga
telah diupayakan melalui proses pengolahan, seperti
perendaman, pengupasan biji, pemanasan dan
pemberian bahan kimia NaOH 0,1% atau NaHCO3 Biji kedelai
0,25% (Hermana 1985, Winarno 1985, Santosa et al.
1994) sekaligus sebagai upaya untuk meningkatkan
rendemen dan kandungan protein susu kedelai. Sortasi
Untuk mendapatkan susu kedelai yang memenuhi
standar mutu dan dapat diterima sifat sensorisnya,
perlu digunakan bahan dasar dari varietas kedelai yang Perendaman dalam NaHCO3 0,5% (suhu kamar, 8 jam)
sesuai, khususnya kedelai lokal, mengingat sejauh ini
industri susu kedelai masih menggunakan kedelai
impor. Pencucian
Dalam penelitian ini dikaji kesesuaian beberapa
varietas kedelai untuk diolah menjadi susu kedelai yang
Blansing (air mendidih, 5 menit)
dikombinasikan dengan cara pengolahannya. Diharap-
kan, informasi ini bermanfaat bagi para pemulia untuk
menghasilkan varietas kedelai yang sesuai dengan tujuan Air panas 80 oC Penggilingan (5 menit)
penggunaannya dan membantu pengembangan industri (1:8)
susu kedelai dengan menggunakan cara pengolahan
yang tepat serta relatif mudah untuk diterapkan. Ekstraksi/penyaringan Ampas

BAHAN DAN METODE Gula 5-7% Filtrat

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pasca-


panen Balai Penelitian Tanaman kacang-kacangan dan Pemasakan (100o C, 10 menit)
Umbi-umbian, Malang dari bulan Oktober 1998 sampai
April 1999. Bahan baku yang digunakan adalah biji dari
empat varietas kedelai, yakni Wilis, Lokal Ponorogo, Susu kedelai
Burangrang dan Bromo serta satu galur MSC 9102 D1.
Semua bahan percobaan diperoleh dari Inlitkabi Gambar 1. Proses pengolahan susu kedelai dengan cara basah.
Muneng, Probolinggo, kecuali biji kedelai varietas Sumber: Santosa et al. (1994).

49
PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN P ANGAN V OL. 21 NO. 2 2002

intensitas bau langu) dengan skala Hedonik, yaitu 1 HASIL DAN PEMBAHASAN
(sangat tidak suka) sampai 5 (sangat suka) yang me-
libatkan 20 panelis. Sebagai pembanding, ditambah-
Sifat Fisik dan Kimia Biji Kedelai
kan satu contoh susu kedelai segar yang dijual di
pasaran. Kulit biji kedelai umumnya berwarna kuning walau
terdapat sedikit perbedaan antarvarietas, seperti Wilis
berwarna kuning kehijauan. Di antara kelima varietas
kedelai, Burangrang memiliki warna biji paling kuning.
Ukuran biji kedelai tergolong kecil apabila memiliki
bobot 8-10 g/100 biji, tergolong sedang jika bobotnya
Biji kedelai
10-13 g/100 biji dan tergolong besar bila lebih dari 13
g/100 biji (Susanto dan Saneto 1994). Berdasarkan kri-
Sortasi teria tersebut, varietas Burangrang, Bromo dan galur
MSC 9102D1 termasuk berbiji besar, sedangkan va-
rietas Wilis dan Lokal Ponorogo tergolong berbiji sedang
Blansing (suhu air 90oC, 10 menit) (Tabel 1). Varietas Burangrang memiliki ukuran biji
terbesar, lebih besar varietas Bromo (sebelumnya di-
kenal dengan nama Manchuria) yang selama ini di-
Pengeringan oven (40o C, 18 jam) pasok oleh petani di daerah Pasuruan untuk bahan
baku industri susu kedelai (Nestle). Galur MSC9102D1
dan varietas Bromo menunjukkan tingkat kekerasan
Pengupasan kulit secara mekanis Kulit biji tertinggi, diikuti Wilis, Lokal Ponorogo dan Burang-
rang . Tingkat kekerasan biji berpengaruh terhadap
Air panas 80o C kemudahan proses pemisahan kulit biji kedelai secara
Penggilingan (5 menit)
(1:8) mekanis. Semakin tinggi tingkat kekerasan biji se-
makin banyak jumlah biji yang utuh terkupas (Ginting
Ekstraksi/penyaringan Ampas dan Antarlina 1998).
Kadar air biji kedelai berkisar antara 6,65-8,13%,
sementara kadar abu 5,32-6,34% bk. Varietas Burang-
Gula 5-7% Filtrat rang menunjukkan kadar abu biji tertinggi, sementara
Bromo terendah. Kadar protein biji varietas Burang-
rang paling tinggi (37,73% bk), sedangkan galur MSC
Pemasakan (100o C, 10 menit) 9102D1 memiliki kadar protein terendah (31,15% bk).
Kadar lemak biji relatif tidak berbeda antarvarietas
berkisar antara 18,93-19,92% bk.
Susu kedelai Pengamatan tersebut menunjukkan bahwa ke-
ragaman sifat fisik dan kimia biji kedelai dipengaruhi
Gambar 2. Proses pengolahan susu kedelai dengan cara kering. oleh varietas, seperti yang juga dilaporkan oleh
Sumber: Snyder dan Kwon (1987). Indrasari dan Damardjati (1991) serta Kusbiantoro
(1993). Menurut Susanto dan Saneto (1994), komposisi
kimia biji kedelai ditentukan oleh varietas, kesuburan

Tabel 1. Sifat fisik dan kimia biji beberapa varietas/galur kedelai.

Varietas/galur Bobot 100 biji Kekerasan biji Kadar air Kadar abu Kadar protein Kadar lemak
(g) (kg/biji) (%) (% bk) (% bk) (% bk)

Bromo 14,6 b 5,49 ab 7,85 b 5,32 d 36,33 c 18,93


Burangrang 16,2 a 4,66 c 6,65 d 6,34 a 39,66 a 19,08
Wilis 10,2 d 5,19 bc 6,99 c 5,86 c 37,73 b 18,99
Lokal Ponorogo 9,4 e 5,02 bc 8,13 a 6,04 b 33,92 d 19,18
MSC9102D1 12,9 c 5,97 a 6,66 d 5,96 bc 31,15 e 19,92

KK (%) 1,51 5,98 0,50 1,22 1,09 2,06

Angka selajur yang diikuti huruf sama tidak berbeda nyata pada taraf 0,05 DMRT.

50
GINTING DAN A NTARLINA: VARIETAS, CARA PENGOLAHAN DAN MUTU SUSU KEDELAI

tanah dan kondisi iklim serta cara pemupukan dan terhadap kadar abu susu kedelai tetapi tidak terdapat
pengairan (Kuntyastuti et al. 1999). interaksi antara keduanya. Susu kedelai dari varietas
Burangrang memiliki kadar abu tertinggi (0,56%),
sedangkan dari varietas Bromo terendah (0,50%)
Sifat Kimia Susu Kedelai
(Gambar 4). Hal ini berkaitan dengan kadar abu biji
kedelai yang juga tertinggi pada varietas Burangrang
Kadar Air dan terendah pada varietas Bromo (Tabel 1). Kadar
abu ditentukan oleh kadar mineral biji kedelai. Smith
Hasil analisis sidik ragam menunjukkan cara peng-
d a n C i r c l e ( 1 9 7 8 ) dalam Kusbiantoro (1993)
olahan berpengaruh nyata (P= 0,05) terhadap kadar
mengemuka- kan bahwa varietas, iklim, dan kondisi
air susu kedelai, sedangkan varietas dan interaksi
tanah mem- pengaruhi kadar mineral biji-bijian.
kedua faktor tersebut tidak berpengaruh. Hal ini
Saxena dan Singh (1997) juga melaporkan bahwa
disebabkan oleh kadar air awal biji kedelai yang relatif
kandungan mineral seperti kalsium, fosfat dan besi
tidak ber- beda, sehingga tidak menunjukkan
(Fe) bervariasi antar- varietas kedelai.
perbedaan yang nyata setelah diolah dengan cara yang
Susu kedelai yang diolah dengan cara kering me-
sama. Cara pengolahan berpengaruh karena adanya
miliki kadar abu (rata-rata 0,61%) lebih tinggi daripada
proses pe- rendaman pada cara basah yang
cara basah (rata-rata 0,45%). Hal ini erat kaitannya
mengakibatkan me- ningkatnya kadar air susu kedelai.
dengan kandungan mineral protein susu kedelai, ter-
Menurut Watanabe (1962), setelah perendaman,
utama globulin yang mengandung 0,2% senyawa fosfor
kedelai akan mempunyai bobot 2,2 kali berat
(Nash et al. 1967). Kadar protein susu kedelai yang
keringnya. Rata-rata kadar air susu kedelai yang diolah
diolah dengan cara kering lebih tinggi dibanding cara
dengan cara basah berkisar antara 91,1-94,0%,
basah (Tabel 2). Dengan demikian, fosfor yang terikat
sedangkan yang diolah dengan cara kering berkisar
pada protein juga lebih banyak, sehingga kadar abunya
antara 88,7-91,2% (Gambar 3). Dengan cara
menjadi lebih tinggi. Selain itu, saat perendaman biji
pengolahan basah, Hermana (1985) memperoleh
pada cara basah, sebagian mineral yang bersifat larut
kadar air susu kedelai sebesar 91,0%. Nisbah antara
dalam air ikut terbuang bersama air rendaman. Salah
jumlah air dan biji kedelai serta lama perendaman
satunya adalah fosfor yang merupakan komponen
berpengaruh terhadap kadar air susu kedelai yang
utama senyawa asam fitat (Reddy e t a l. 1989).
dihasilkan.
Konsekuensinya, kadar abu susu kedelai yang diolah
dengan cara basah relatif lebih rendah dibanding cara
Kadar Abu kering.
Rata-rata kadar abu susu kedelai pada penelitian
Analisis sidik ragam menunjukkan bahwa varietas
ini 0,53%, berbeda dengan hasil penelitian Hermana
dan cara pembuatan berpengaruh nyata (P=0,05)

95
Cara basah Cara kering

93
Kadar air (%)

91

89

87

85
Bromo Burangrang Wilis L. Ponorogo MSC9102D1
Varietas kedelai

Gambar 3. Kadar air susu kedelai dari beberapa varietas/galur kedelai yang diolah
dengan cara basah dan kering.

51
PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN P ANGAN V OL. 21 NO. 2 2002

0.6 Cara basah Cara kering

0.5

0.4

Kadar abu (%) 0.3

0.2

0.1

0
Bromo Burangrang Wilis L. Ponorogo MSC9102D1
Varietas kedelai

Gambar 4. Kadar abu susu kedelai dari beberapa varietas/galur kedelai yang diolah
dengan cara basah dan kering

(1985) dan Santosa et al. (1994) masing-masing 0,7%


Tabel 2. Kadar protein dan total padatan terlarut (TPT) pada tingkat
dan 0,38%. Perbedaan ini dapat disebabkan oleh per- kadar air 90% serta nilai pH susu kedelai.
bedaan varietas kedelai dan cara pengolahan yang
digunakan pada masing-masing penelitian. Varietas Cara Kadar TPT pH
pengolahan protein (%) (%)

Kadar Protein Bromo Basah 2,24 ef 6,44 c 6,77


Kering 4,89 a 10,60 a 6,58
Interaksi varietas kedelai dengan cara pengolahan Burangrang Basah 2,19 ef 6,53 bc 6,70
Kering 4,13 b 10,67 a 6,57
berpengaruh nyata (P=0,05) terhadap kadar protein
Wilis Basah 1,97 f 5,57 d 6,70
susu kedelai (Tabel 2). Susu kedelai dari varietas Kering 4,00 bc 10,60 a 6,63
Bromo yang diolah dengan cara kering mempunyai Lokal Ponorogo Basah 2,47 e 6,68 b 6,73
kadar protein tertinggi (4,89%). Kadar protein terendah Kering 3,74 c 10,60 a 6,53
MSC9102.D.1 Basah 2,09 f 5,64 d 6,65
(1,97%) terdapat pada susu kedelai dari varietas Wilis
Kering 3,31 d 10,60 a 6,63
yang diolah dengan cara basah, walaupun tidak ber-
beda nyata dengan susu kedelai dari varietas Burang- KK (%) 6,12 1,44 1,17
rang (2,19%) dan Bromo (2,24%) yang diolah dengan Angka selajur yang diikuti huruf sama, tidak berbeda nyata pada taraf 0,05 DMRT.

cara yang sama. Susu kedelai dari varietas Bromo yang


diolah dengan cara kering lebih baik ditinjau dari kan-
dungan protein. protein (4,02% pada tingkat kadar air 90%) lebih tinggi
Perbedaan kadar protein susu kedelai antar- dibandingkan dengan cara basah (2,19%). Perbedaan
perlakuan dipengaruhi oleh tingkat kelarutan protein ini disebabkan oleh berkurangnya jumlah padatan ter-
pada proses ekstraksi. Hal ini terutama ditentukan oleh ekstrak selama proses perendaman yang dilakukan
kadar globulin biji, yakni fraksi protein kedelai yang pada cara basah. Menurut Steinkraus et al. (1965),
bersifat larut dalam air yang dilaporkan bervariasi sebanyak 1,6% padatan hilang selama perendaman,
antarvarietas (Kusbiantoro 1993). Selain itu, tingkat termasuk protein yang larut dalam air, sehingga ber-
kelarutan protein kedelai juga bervariasi menurut pH. pengaruh terhadap kadar protein akhir susu kedelai.
Pada kisaran pH 6,4-6,6, sekitar 85% protein dapat ter- Secara umum, kadar protein susu kedelai yang
ekstrak (Snyder and Kwon 1987). Pada penelitian ini, dihasilkan dengan cara basah maupun kering masih
pH susu kedelai berkisar antara 6,53-6,77 (Tabel 2), memenuhi kriteria standar mutu susu kedelai, minimum
berarti jumlah protein terekstrak diharapkan optimum 2% (SNI 1995). Bila fasilitas alat pengupas biji mekanis
untuk semua perlakuan. Namun, pengolahan cara ke- tersedia, maka cara pengolahan kering prospektif di-
ring menghasilkan susu kedelai dengan rata-rata kadar

52
GINTING DAN A NTARLINA: VARIETAS, CARA PENGOLAHAN DAN MUTU SUSU KEDELAI

kembangkan ditinjau dari kadar protein susu kedelai ngan cara kering (8,30 cps), namun tidak berbeda
yang dihasilkan. dengan susu kedelai dari varietas lokal Ponorogo yang
diolah dengan cara yang sama. Sementara nilai teren-
dah (4,20 cps) terdapat pada susu kedelai dari varietas
Total Padatan Terlarut (TPT)
Bromo yang diolah dengan cara basah. Perbedaan ini
Interaksi varietas kedelai dengan cara pengolahan disebabkan oleh perbedaan TPT susu kedelai yang
berpengaruh nyata (P=0,05) terhadap TPT susu dipengaruhi oleh kadar karbohidrat dan proteinnya
kedelai (Tabel 2). Susu kedelai dari varietas Burangrang yang bervariasi antarvarietas (Kusbiantoro 1993). Se-
yang diolah dengan cara kering memiliki TPT tertinggi lain itu, hilangnya sebagian padatan terlarut pada cara
(10,67), walaupun tidak berbeda nyata dengan susu pengolahan basah menghasilkan susu kedelai yang
kedelai dari varietas Bromo, Wilis, Lokal Ponorogo, dan nilai viskositasnya lebih rendah dibandingkan dengan
galur MSC9102D1 yang diolah dengan cara yang sama. cara kering.
TPT terendah terdapat pada susu kedelai dari varietas Menurut Koswara (1992), susu kedelai akan lebih
Wilis yang diolah dengan cara basah (5,57%), namun kental dan membentuk gumpalan saat dipanaskan bila
tidak berbeda nyata dengan galur MSC9102D1 yang kadar proteinnya > 7%, sehingga kurang disukai. Nilai
diolah dengan cara yang sama. TPT susu kedelai di- viskositas susu kedelai dari semua perlakuan relatif
tentukan oleh komponen terlarut biji, yakni karbo- dapat diterima karena kadar proteinnya hanya berkisar
hidrat dan protein, terutama globulin yang ternyata antara 1,97-4,89% (Tabel 2).
bervariasi antarvarietas (Kusbiantoro 1993).
Perbedaan TPT susu kedelai antarvarietas juga
Rendemen
dilaporkan oleh Saxena dan Singh (1997). Selain itu,
hilangnya sebagian padatan terlarut pada cara basah Rendemen susu kedelai nyata (P=0,05) di-
mengakibatkan TPT susu kedelai juga lebih rendah pengaruhi oleh interaksi antarvarietas kedelai dengan
(5,57-6,68%) dibanding- kan dengan cara kering cara pengolahan (Tabel 3). Rendemen susu kedelai
(10,60-10,67%) (Tabel 2). berkisar antara 428-631%. Perlakuan varietas lokal
Batas minimum TPT menurut standar mutu susu Ponorogo dan Burangrang dengan cara basah meng-
kedelai adalah 11,5% (SNI 1995), sedangkan di luar hasilkan rendemen tertinggi, sedangkan penggunaan
negeri ditetapkan 10% (Winarno 1985). TPT susu varietas Bromo dengan cara pengolahan kering ren-
kedelai yang diolah dengan cara kering mendekati nilai demen paling rendah. Perbedaan kadar air biji, tingkat
standar tersebut, sedangkan yang diolah dengan cara kelarutan komponen biji dalam air, dan kemudahan
basah, nilainya jauh di bawah nilai standar tersebut. ekstraksinya mempengaruhi nilai rendemen susu ke-
delai (Lim et al. 1990).
Pengolahan dengan cara basah memberikan ren-
Nilai pH
demen lebih tinggi dibanding cara kering (Tabel 3). Hal
Cara pengolahan berpengaruh nyata (P=0,05) ter- ini disebabkan oleh peningkatan kadar air biji kedelai
hadap pH susu kedelai, namun varietas dan interaksi akibat perlakuan perendaman, sehingga berat akhir
antarkedua perlakuan tidak berpengaruh. Proses pe-
rendaman dalam larutan basa (0,5% NaHCO3) dengan
Tabel 3. Nilai viskositas, rendemen dan total koloni mikroba susu
pengolahan cara basah mengakibatkan pH susu ke- kedelai.
delai rata-rata lebih tinggi (6,71) daripada cara kering
(6,59). Nilai pH rata-rata susu kedelai berkisar antara Total
6,53-6,77 (Tabel 2), sesuai dengan standar mutu susu Varietas Cara Viskositas Rendemen mikroba
pengolahan (cps) (%) (cfu/g)
kedelai yang mensyaratkan pH antara 6,5-7,0 (SNI
1995). Bromo Basah 4,20 f 585 ab 46
Kering 6,57 c 428 d 18
Burangrang Basah 4,87 e 620 a 410
Sifat Fisik Susu Kedelai Kering 6,57 c 566 b 170
Wilis Basah 5,50 d 589 ab 17
Kering 8,30 a 469 cd 59
Viskositas Lokal Ponorogo Basah 7,57 b 631 a 32
Kering 8,27 a 495 c 23
Interaksi varietas kedelai dan cara pengolahan ber- MSC9102D1 Basah 4,37 f 571 b 2
pengaruh nyata (P=0,05) terhadap viskositas susu ke- Kering 7,50 b 510 c 1
delai (Tabel 3). Nilai viskositas tertinggi ditunjukkan KK (%) 2,23 4,63 -
oleh susu kedelai dari varietas Wilis yang diolah de- Angka selajur yang diikuti huruf sama, tidak berbeda nyata pada taraf 0,05 DMRT.

53
PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN P ANGAN V OL. 21 NO. 2 2002

susu kedelai meningkat. Perbedaan rendemen antar- delai diharapkan dapat membunuh mikroorganisme
varietas pada cara pengolahan yang sama disebabkan patogen dan organisme nonpatogen.
oleh perbedaan kadar protein biji, terutama globulin Pada penelitian ini, cara pengolahan dianggap
(Kusbiantoro 1993). Biji varietas Wilis mengandung lebih berpengaruh terhadap jumlah mikroba di-
29% globulin, sedangkan kadar globulin varietas/galur banding varietas. Namun, hasil uji t menunjukkan
lainnya belum diteliti. Keragaman rendemen susu ke- bahwa total koloni mikroba susu kedelai yang diolah
delai antarvarietas juga dilaporkan oleh Saxena dan dengan cara basah (101 cfu/g) tidak berbeda nyata
Singh (1997). dengan cara kering (54 cfu/g). Kecenderungan lebih
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ren- tingginya jumlah koloni mikroba pada cara basah ke-
demen susu kedelai berkorelasi negatif dengan kadar mungkinan disebabkan oleh adanya kontaminasi yang
protein dengan nilai r = 0,84 (Gambar 5). Hal ini sesuai berasal dari air rendaman. Secara umum tampak
dengan penelitian Kusbiantoro (1993) yang menyata- bahwa jumlah koloni mikroba tiap perlakuan (Tabel 3)
kan bahwa peningkatan rendemen yang diikuti dengan masih berada di bawah nilai maksimum standar mutu
peningkatan berat susu kedelai akan menurunkan susu kedelai. Jumlah koloni mikroba ini juga relatif
kadar proteinnya per satuan berat. lebih kecil dibandingkan dengan hasil penelitian San-
Secara ekonomis, susu kedelai yang dibuat dengan tosa et al. (1994), yaitu 320 cfu/g susu kedelai.
cara basah lebih menguntungkan daripada cara kering
karena rendemennya lebih tinggi. Namun ditinjau dari
Sifat Sensoris Susu Kedelai
nilai gizinya, susu kedelai yang dibuat dengan cara
kering memiliki kadar protein hampir dua kali lebih
tinggi dibanding cara basah (Tabel 2). Oleh karena itu, Warna
bila diterapkan dalam industri pangan, susu kedelai
Skor penilaian warna susu kedelai bervariasi dari
yang diolah dengan cara kering dapat dijual dengan
2,8 (netral) hingga 4,2 (suka) (Tabel 4). Skor tertinggi
harga lebih tinggi.
tampak pada galur MSC9102D1 yang diolah dengan
cara basah maupun kering dan Wilis dengan peng-
Sifat Mikrobiologis Susu Kedelai olahan cara kering. Sementara kontrol (salah satu
contoh susu kedelai yang dijual di pasaran) paling tidak
Analisis jumlah mikroba dilakukan untuk me- disukai warnanya. Perbedaan penilaian ini tampak
ngetahui apakah susu kedelai aman untuk dikonsumsi. dipengaruhi oleh warna biji masing-masing varietas
Di Indonesia, total koloni mikroba yang diijinkan untuk kedelai. Selain itu, penilaian juga dapat pengaruhi oleh
susu kedelai adalah 200/ml (SNI 1995), sementara di kebiasaan panelis yang membandingkan warna susu
luar negeri batas toleransinya 300/g (Winarno 1985). kedelai dengan susu sapi yang berwarna putih, se-
Proses pemasakan filtrat pada pengolahan susu ke- hingga tingkat penerimaannya didasarkan pada warna

5
Kadar protein (%)

3
y = -0.0129x + 10.149
2 r = 0.84
1

0
400 450 500 550 600 650
Rendemen (%)

Gambar 5. Hubungan antara kadar protein dengan rendeman susu kedelai.

54
GINTING DAN A NTARLINA: VARIETAS, CARA PENGOLAHAN DAN MUTU SUSU KEDELAI

yang paling mendekati susu sapi. Hasil penelitian Skor penilaian rasa susu kedelai berkisar dari 2,4
Saxena dan Singh (1997) juga melaporkan bahwa susu (tidak suka) hingga 4,0 (suka) (Tabel 4). Skor rasa
kedelai yang diolah dari varietas PK-472 paling disukai tertinggi tampak pada susu kedelai dari varietas lokal
karena warnanya paling putih dan tidak terdeteksi cita- Ponorogo yang diolah dengan cara kering, diikuti oleh
rasa langu. varietas Bromo baik dengan cara kering maupun ba-
sah. Skor terendah ditunjukkan oleh varietas Burang-
rang yang diolah dengan cara kering, diikuti kontrol.
Aroma
Perbedaan ini terutama disebabkan oleh masih ter-
Skor penilaian aroma susu kedelai berkisar dari 2,2 deteksinya citarasa langu pada susu kedelai, meskipun
(tidak suka) hingga 3,7 (suka) (Tabel 4). Skor aroma bila dibandingkan dengan kontrol sudah jauh lebih
tertinggi ditunjukkan oleh susu kedelai dari varietas baik. Selain itu, sebagian besar panelis mengomentari
MSC9102D1 dan lokal Ponorogo yang diolah dengan adanya rasa ikutan (after taste) pahit, sehingga mem-
cara basah dan kering, diikuti varietas Bromo dan Wilis. pengaruhi skor penilaian. Rasa pahit ini dapat di-
Skor terendah tampak pada susu kedelai kontrol. sebabkan oleh senyawa saponin yang terdapat pada
Perbedaan varietas dan cara pengolahan dapat me- biji kedelai yang relatif tahan panas (Iyer et al. 1989),
nyebabkan perbedaan skor aroma. sehingga tidak seluruhnya dapat dihilangkan pada saat
Tabel 4 memberi gambaran bahwa varietas ke- pemasakan susu kedelai. Kombinasi perendaman dan
delai lebih berpengaruh terhadap penilaian aroma susu pemanasan dilaporkan lebih efektif menghilangkan se-
kedelai dibanding cara pengolahan. Hal ini tampak dari nyawa tersebut.
skor aroma yang sama untuk kedua cara pengolahan Pengolahan susu kedelai cara kering (tanpa
pada varietas kedelai yang sama. Pengolahan cara perendaman) memberi skor penilaian rasa yang relatif
kering tampak mempunyai efektivitas yang sama sama dengan cara basah pada varietas yang sama. Hal
dalam mengurangi aroma langu dengan cara basah, ini dapat disebabkan oleh adanya penghilangan kulit
walaupun tanpa proses perendaman dalam NaHCO3. biji pada cara pengolahan kering. Dilaporkan, kulit biji
Diduga, cara kering akan menjadi lebih efektif bila kedelai mengandung 27% saponin A (Stauffer 1989
dikombinasikan dengan penggunaan NaHCO3. dalam Anonim 1989).
Menurut Bourne et al. (1976) dalam Santosa et al. Selain itu, rasa pahit dan berkapur (chalky) sebagai
(1994), ion Na efektif memperbaiki citarasa susu rasa ikutan (after taste) dapat juga disebabkan oleh
kedelai, meski mekanismenya belum jelas. Cara ini senyawa isoflavon, bentuk dominan senyawa fenol
dapat dilakukan pada saat blansing, di mana air yang dalam biji kedelai. Daidzein dan genestein merupakan
digunakan sebagai media blansing diganti dengan komponen utama isoflavon yang dihasilkan oleh ak-
larutan 0,5% NAHCO3, seperti yang dilakukan oleh tivitas enzim beta galaktosidase, terutama pada saat
Johnson dan Snyder (1978). perendaman biji kedelai (Matsuura et al. 1989). Penam-
bahan senyawa GDL (glucono delta lactone) 0,15%
pada air rendaman dapat mengurangi 10-20% senyawa
Rasa
fenol yang ikut terekstrak dalam susu kedelai karena
dapat menghambat kerja enzim beta galaktosidase
Tabel 4. Tingkat kesukaan terhadap warna, aroma, rasa dan inten-
(Saxena and Singh 1997). Meski pengaruh penambahan
sitas langu susu kedelai. GDL tidak diamati dalam penelitian ini, tetapi peng-
gunaannya dipertimbangkan untuk memperbaiki
Skor kesukaan citarasa susu kedelai.
Varietas Cara Warna Aroma Rasa Intensitas
pengolahan langu
Intensitas Langu
Bromo Basah 3,1 3,4 3,5 3,6
Kering 3,0 3,6 3,6 2,9 Skor intensitas langu susu kedelai berkisar dari 1,9
Burangrang Basah 3,7 3,0 2,8 3,1 (langu) hingga 3,6 (netral) (Tabel 4). Susu kedelai dari
Kering 3,5 2,8 2,4 2,6 varietas Bromo (cara basah) memberikan intensitas
Wilis Basah 3,7 3,5 3,4 3,4
Kering 4,1 3,1 3,8 3,0 langu terendah, diikuti lokal Ponorogo (cara kering),
Lokal Pomorogo Basah 3,8 3,7 3,2 3,3 sedangkan kontrol paling tinggi. Hal ini menunjukkan
Kering 3,9 3,6 4,0 3,5 bahwa proses pengolahan dengan perendaman dan/
MSC9012.D.1 Basah 4,2 3,7 3,6 3,0
Kering 4,1 3,6 3,6 2,8 atau pemanasan dapat memperbaiki citarasa susu
Kontrol Basah 2,8 2,2 2,8 1,9 kedelai, tetapi tidak sepenuhnya dapat menghilangkan
Skor penilaian warna, aroma dan rasa mulai dari 1 (sangat tidak suka) sampai 5 (sangat citarasa langu. Varietas kedelai yang defisit enzim lipok-
suka), sedang untuk intensitas langu mulai dari 1 (sangat langu) sampai 5 (tidak langu). sigenase L1, L2 atau L3 merupakan salah satu solusi

55
PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN P ANGAN V OL. 21 NO. 2 2002

Tabel 5. Skor masing-masing perlakuan untuk pemilihan perlakuan Berdasarkan kriteria tersebut, skor masing-masing
terbaik.
perlakuan disajikan pada Tabel 5.
Varietas Cara Sifat Protein TPT Total Total skor tertinggi tampak pada susu kedelai dari
pengolahan sensoris skor varietas lokal Ponorogo yang diolah dengan cara ke-
ring, diikuti varietas Wilis dan Bromo yang juga diolah
Bromo Basah 6,80 0,56 1,61 8,97
Kering 6,55 1,22 2,65 10,42 dengan cara kering. Varietas lokal Ponorogo lebih baik
Burangrang Basah 6,30 0,55 1,63 8,48 ditinjau dari sifat sensorisnya, sementara varietas
Kering 5,65 1,03 2,67 9,35 Bromo dan Wilis lebih baik ditinjau dari kadar protein.
Wilis Basah 7,00 0,49 1,39 8,88 Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Adie (1997) yang
Kering 7,00 1,00 2,65 10,65
Lokal Ponorogo Basah 7,15 0,62 1,67 9,44 melaporkan bahwa kandungan enzim lipoksigenase
Kering 7,50 0,94 2,65 11,09 relatif lebih rendah pada biji kedelai varietas lokal Po-
MSC9012D1 Basah 7,10 0,52 1,41 9,03 norogo dibanding varietas Wilis. Varietas Burangrang,
Kering 6,40 0,83 2,65 9,88 memiliki kandungan protein dan TPT yang lebih baik,
namun masih perlu diperbaiki sifat sensorisnya. Peng-
olahan susu kedelai cara kering juga memiliki kadar
protein dan TPT yang lebih baik dibanding cara basah,
untuk menghilangkan citarasa langu pada susu kedelai sehingga prospektif untuk diterapkan, khususnya di
(Kitamura et al. 1995 dalam Adie 1997). Hasil evaluasi tingkat industri skala kecil.
beberapa koleksi kedelai di Indonesia menunjukkan,
bahwa tidak satupun varietas/galur yang bebas enzim
lipoksigenase (Adie 1997). Disisi lain, banyak kon-
sumen di Cina dan Thailand menyukai citarasa langu KESIMPULAN
tersebut karena merupakan ciri khas susu kedelai. 1. Biji kedelai varietas lokal Ponorogo yang diolah
Oleh karena itu, pengembangan pengolahan susu dengan cara kering menghasilkan susu kedelai
kedelai harus disesuaikan dengan preferensi yang paling baik mutunya berdasarkan sifat
konsumennya. sensoris, kadar protein dan total padatan terlarut
Secara umum, skor penilaian panelis terhadap (TPT), diikuti oleh varietas Wilis dan Bromo yang
warna, aroma dan citarasa susu kedelai masih rendah. juga diolah dengan cara kering.
Hal ini tampaknya mewakili konsumen Indonesia yang 2. Pengolahan susu kedelai dengan cara kering
belum terbiasa mengkonsumsi susu kedelai. Namun tampaknya prospektif diterapkan karena meng-
bila dibandingkan dengan kontrol, susu kedelai hasil hasilkan susu kedelai dengan kadar protein dan
penelitian ini lebih disukai sifat sensorisnya. Hal ini TPT 1,5-2 kali lebih tinggi dibanding cara basah.
menunjukkan bahwa varietas dan cara pengolahan Sifat sensorisnya juga relatif sama, namun ren-
yang digunakan relatif lebih baik dibandingkan dengan demennya lebih rendah dibanding cara basah.
contoh susu kedelai yang ada di pasaran sehingga 3. Susu kedelai yang ada di pasaran memiliki peluang
memberi peluang untuk memperbaikinya. untuk diperbaiki mutunya melalui pemilihan
varietas kedelai dan teknologi pengolahan yang
Pemilihan Perlakuan Terbaik sesuai, sehingga warna, aroma dan rasanya lebih
disukai.
Pemilihan perlakuan terbaik didasarkan pada total
skor tertinggi parameter yang dianggap penting dalam
pengolahan susu kedelai. Standar mutu susu kedelai
SARAN
(SNI 1995) hanya menentukan kriteria sifat kimia
(kandungan protein dan TPT) dan mikrobiologis, Perlu diteliti pengaruh blansing biji kedelai dalam
sementara sifat sensoris yang sangat penting dalam larutan NaHCO3 pada pengolahan susu kedelai cara
menentukan penerimaan konsumen tidak tercantum kering guna memperbaiki sifat sensoris varietas
di dalamnya. Oleh karena itu, dalam penelitian ini sifat kedelai yang prospektif untuk diolah menjadi susu
sensoris digunakan sebagai kriteria utama dengan kedelai, seperti Burangrang dan Bromo yang ukuran
bobot penilaian 50%, diikuti oleh kriteria kandungan bijinya besar dan kadar proteinnya tinggi.
protein 25% dan TPT 25%. Kriteria jumlah koloni
mikroba tidak dimasukkan dalam perhitungan skor
karena tidak terdapat perbedaan antarperlakuan. UCAPAN TERIMA KASIH

56
GINTING DAN A NTARLINA: VARIETAS, CARA PENGOLAHAN DAN MUTU SUSU KEDELAI

Penulis menyampaikan terima kasih kepada Sdr. S. Kusbiantoro, B. 1993. Sifat fisikokimia dan karakteristik protein
kedelai (Glycine Max (L.) Merril) dalam hubungannya dengan
R. Yuni Mulyaningtyas, Suprapto dan Kus Setiarjo yang mutu tahu yang dihasilkan. Thesis S2 Program Pascasarjana
telah membantu pelaksanaan penelitian ini. Peng- IPB. Bogor.
hargaan juga disampaikan kepada Ibu Rodiah (BPTP Lim, B.T., J.M. DeMan and R.I. Buzzel. 1990. Yield and quality of tofu
Karang Ploso) atas pemberian biji kedelai varietas as affected by soybean and soymilk characteristics. Calcium
suplhate coagulant. J. Food Sci. 55(4):1088-1092.
Burangrang dan Ir. Sumartini, MS atas bantuannya Mahmud, T.Y.T dan A.A.Kasim. 1994. Processing and marketing of
menganalisis mikroba susu kedelai. fresh soybean milk for income and employment generation in
the Klang Valley, Malaysia. Palawija News 9(1):9-15.
Matsuura, M., A. Obata, dan D. Fukushima. 1989. Objectionable flavor
of soy milk developed during the soaking of soybeans and its
DAFTAR PUSTAKA control. J. Food Sci. (54):602-605.
Nash, A.M., A.C. Eldridge dan W.J. Wolf. 1967. Fractionation and
Adie, M.M. 1997. Identifiasi enzim lipoksigenase pada beberapa characterization of the alcohol extractables associated with
genotipe kedelai. Zuriat 8:78-83. soybean proteins-non protein components. J. Agr. Food Chem.
Anonim. 1989. Perkembangan pengolahan produk kedelai di Jepang. 15:102-108.
Warta Kedelai Gizi II(3):1-8. Nishiba, Y., S. Furata, M. Hajika, K. igita dan I. Suda. 1995. Hexanal
AOAC. 1990. Official methods of analysis of association of official accumulation and DETBA value in homogenate of soybean
analytical chemist. AOAC Int. Washington D.C. seeds lacking two or three lipoxygenase isozymes. J. Agric. Food
Ginting, E. dan S.S. Antarlina. 1998. Pengaruh beberapa varietas dan Chem. 33:738-741.
perlakuan pendahuluan terhadap kualitas tepung kedelai. Reddy, N.R., S.K. Sathe dan D.K Salunkhe. 1989. Phytates. Dalam D.K.
Dalam S. Raharjo, D.W. Marseno dan W. Supartono (Eds). Salunkhe dan S.S. Kadam (Eds). CRC handbook of world food
Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pangan dan Gizi. legumes: nutritional chemistry, processing technology and
Yogyakarta, 15 Desember 1998. p. 444-453. utilization. Vol. I. CRC Press, Inc. Boca Raton. Florida. p. 163-188.
Hermana. 1985. Pengolahan kedelai menjadi berbagai bahan Santoso, B.A.S., E.Y. Purwani dan S. Rijanti. 1994. Susu kedelai
makanan. Dalam S. Somaatmadja, M. Ismunadji, Sumarno, M. campuran dan cara penyimpanannya pada suhu rendah. Media
Syam, S.O. Manurung dan Yuswadi (Eds). Kedelai. Puslit- Penelitian Sukamandi. 15:12-17.
bangtan. Bogor. p. 441-469. Saxena, S. dan G. Singh. 1997. Suitability of new soybean cultivars in
Indrasari, S.D. dan D.S. Damardjati. 1991. Sifat fisik dan kimia varietas the production of soy milk. J. Food. Sci. Technol. 34(2):150-152.
kedelai dan hubungannya dengan rendemen dan mutu tahu. Sibuea, P. 1998. Pilih mana, susu sapi dan susu kedelai. Kompas, 8
Media Penelitian Sukamandi. 9:43-50. Februari 1998.
Iyer, V., S.S. Kadam dan D.K. Salunkhe. 1989. Cooking. Dalam D.K. SNI, 1995. Standar nasional Indonesia untuk susu kedelai. SNI 01-
Salunkhe dan S.S. Kadam (Eds). CRC handbook of world food 3830-1995. Dewan Standar Nasional. Jakarta. 4 p.
legumes: nutritional chemistry, processing technology and Snyder, H.E dan T.W. Kwon. 1987. Soybean utilization. Van Nostrand
utilization. Vol. III. CRC Press, Inc. Boca Raton. Florida. p. Reinhold. New York. p. 226.
145-162. Steinkraus, K.H., C.Y. Lee dan F.A. Buck. 1965. Soybean fermentation
Johnson, K.W. dan H.E. Snyder. 1978. Soymilk: A comparison of by the ontjom mold Neurospora. Food Tech. 19.
processing methods on yields and composition. J. Food Sci. Susanto, T dan B. Saneto. 1994. Teknologi pengolahan hasil pertanian.
(43):349-353. Bina Ilmu. Surabaya.
Koswara, 1992. Teknologi pengolahan kedelai menjadi makanan Watanabe, T. 1962. Study of water extracted protein of soybean. J. Agr.
bermutu. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta. Chem. Soc. Japan (36):890-895.
Kuntyastuti, H., S.S. Antarlina, E. Ginting. dan J.S. Utomo. 1999. Winarno, F.G. 1985. Pengolahan kedelai menjadi minyak dan bahan-
Pengaruh pemupukan dan pengairan terhadap kadar protein bahan industri. Dalam S. Somaatmadja, M. Ismunadji,
dalam biji kedelai. Dalam F.R. Zakaria, M. Astawan, S. Koswara Sumarno, M. Syam, S.O. Manurung dan Yuswadi (Eds). Kedelai
dan M.T. Suhartono (Eds). Prosiding Seminar Nasional Pulslitbangtan. Bogor. p. 483-508.
Teknologi Pangan. Jakarta, 12-13 Oktober 1999. p. 228-236.

57

Anda mungkin juga menyukai