Anda di halaman 1dari 4

2.5.

Fraksinasi dengan Kromatografi Kolom

Sebelum dilakukan fraksinasi perlu dilakukan preparasi dengan melarutkan ekstrak


dengan metanol sebab reagen ini memiliki struktur molekul kecil yang mampu menembus semua
jaringan tanaman untuk menarik seluruh senyawa aktif keluar. Tidak hanya itu, menurut Waji
dan Sugrani (2009), metanol hampir dapat melarutkan seluruh senyawa organik baik polar
maupun non polar dan metanol mudah menguap, sehingga mudah dipisahkan dari
ekstrakquercetin yang bersifat non-polar (Down, 2013), kemudian dihidrolisis dengan HCl 57%
dan panas 70℃ untuk memutus ikatan antara quercetin dengan gugus gula sebab senyawa target
masih berbentuk rutin.

Pada praktikum fraksinasi dilakukan dengan kromatografi kolom sebab ada beberapa
keuntungan dalam kromatografi, Menurut Alimin (2007), keuntungan pemisahan dengan metode
kromatografi adalah:
- Dapat digunakan untuk sampel atau konstituen yang sangat kecil
- Cukup selektif terutama untuk senyawa-senyawa organik multikomponen
- Relatif murah dan sederhana karena umumnya tidak memerlukan alat yang mahal dan
rumit

Namun terdapat beberapa kerugian dari penggunaan kromatografi kolom, diantaranya: Untuk
mempersiapkan kolom dibutuhkan kemampuan teknik dan manual, metode ini sangat
membutuhkan waktu yang lama (time consuming)

Untuk dapat diperoleh pemisahan yang sempurna perlu dilakukan pemilihan fase diam
dan fase gerak yang tepat dan sesuai dengan mempertimbangkan faktor polaritas dan kelarutan
senyawa target (Rubiyanto, 2017). Fase diam yang dipilih ialah berupa silika gel. Silika gel
merupakan fase diam yang paling sering digunakan untuk pemisahan produk alam. Permukaan
silika gel mengandung gugus silanol. Gugus hidroksil ini adalah pusat aktif dan berpotensi dapat
membentuk ikatan hirogen yang kuat dengan senyawa yang dipisahkan. Silika gel membentuk
ikatan hidrogen terutama dengan donor H seperti alkohol, fenol, amina, amida, dan asam
karboksilat (Palleros, 2000). Pada umumnya, semakin kuat kemampuan ikatan hidrogen suatu
senyawa, semakin kuat akan tertahan oleh silika gel. Seberapa kuat senyawa tertahan dalam
silika gel tergantung pada polaritas fase gerak. Semakin kuat kemampuan ikatan hidrogen suatu
solven, semakin baik eluen untuk mengelusi senyawa polar yang teradsorb pada kolom silika gel.
Pengembangan kolom biasanya meliputi peningkatan prosentase polar solven selama
kromatografi berlangsung (Cannel, 1998).

Eluen yang terpilih berupa eluen dengan kepolaran bertingkat yaitu kloroform : aseton :
asam formiat (150:33:17) dimana dengan eluen ini hasil KLT menunjukkan isolat quercetin
mempunyai harga Rf yang mirip dengan pembandingnya (qurcetin standar), hal yang sama juga
ditunjukkan oleh penelitian sebelumnya oleh Indraswari (2003) yaitu Isolasi Quercetin Pada
Herba Phyllanthus niruri Linn. Ditinjau dari prinsip kromatografi kolom sendiri, seharusnya
fraksi quercetin akan keluar terlebih dahulu bersama dengan eluen yang bersifat non polar dan
senyawa yang bersifat polar akan tertahan sebab memiliki afinitas yang kuat dengan silika gel.

Gambar 2.1. Langkah-Langkah Pemisahan Dengan Kromatografi Kolom

Untuk preparasi kolom, terdapat 2 metode: basah dan kering. Namun pada praktikum ini,
digunakan cara basah. Prinsip pada metode basah yaitu disiapkan bubur (slurry) dengan
mencampurkan eluen pada serbuk fasa diam dan dimasukkan melalui dinding kolom secara
kontinyu dengan hati-hati, supaya tidak ada gelembung udara. Langkah pertama untuk fraksinasi
dengan kromatografi kolom silika gel sebanyak 100 kali bobot ekstrak yaitu 30 gram silika,
silika yang dibuat bubur tidak seluruhnya melainkan sedikit-sedikit saja terlebih dahulu
ditambahkan dengan eluen  2 cm diatas permukaan silika gel, dikocok pelan hingga merata.
Pada bagian bawah kolom kromatografi telah diberi glass wool, tujuan penambahan glass wool
ialah agar permukaan dasar silika memiliki tingi yang sama sehingga ketika penuangan eluen
turun dengan kecepatan gradien yang sama.

Tahapan yang dilakukan pada shift C2-1 sedikit berbeda dengan buku panduan, dimana
sebelum penuangan dilakukan penuangan bubur silika kolom diisi terlebih dahulu dengan eluen,
agar saat bubur dituangkan gelembung udara yang terperangkap bersama silika dapat keluar
menuju eluen sehingga tidak terjadi cracking. Hal yang perlu dilakukan juga ialah dinding luar
kolom kromatografi disemprot terlebih dahulu dengan etanolyang berfungsi untuk meredam
panas dan ketika proses penuangan eluen pun jika terlihat gelembung udara permukaan luar
kolom harus diketuk untuk menghilangkan gas yang dapat menimbulkan retak pada kolom.

Kolom yang telah dituang dengan bubur silika ditekan pada bagian atasnya untuk
mempercepat pemampatan. Kolom tersebut kemudian didiamkan selama 1 hari untuk
memampatkan dan melihat ada tidaknya keretakan, hal ini menjadi sangat krusial sebab jika
terjadi keretakan proses kecepatan pemisahan pada sisi yang berbeda akan berbeda pula sehingga
dapat menimbulkan bias.

Apabila kolom tidak retak, tambahkan eluen 0,5 cm diatas


permukaan silika gel, dilirkan eluen dan tampung sebanyak  50
ml dalam Erlenmeyer (eluen ini belum membawa zat kimia
tanaman sehingga dapat dibuang). Selanjutnya kran dibuka dan
diatur penetesannya (1 tetes/detik) dan ditampung dalam vial atau
tabung yang telah diberi nomor masing-masing vial 25 ml (10
vial).

Pada setiap vial dengan kelipatan 10 dilakukan uji KLT


apabila menghasilkan Rf dan profil noda yang sama vial-vial
tersebut digabung. Penetesan dihentikan apabila vial sudah tidak
Gambar 2.2. Sistem Kromatografi
Kolom Dasar memberikan noda saat diuji KLT.
Alimin. 2007. Analisis Kuantitatif. Jakarta: Erlangga

Indraswari, Yunlar. 2003. Isolasi Quercetin Pada Herba Phyllanthus niruri Linn. Surabaya.
repository.unair.ac.id.

Cannell, R.J.P. 1998. Natural Produk Isolation. Totowa: Humana Press.

Down, Steve. 2013. Phenolics fest: Polar and nonpolar phenols in wine by 2D LC.
https://www.separationsnow.com/details/ezine/13e8f1d831f/Phenolics-fest-Polar-
andnonpolar-phenols-in-wine-by-2D-LC.html?tzcheck=1&tzcheck=1&tzcheck=1.
(Diakses pada 23 November 2019 pukul 06:31 WIB)

Palleros, D. R. 2000. Experimental Organic Chemistry. New York: John Willey and Sons.

Rubiyanto, Dwiarso. 2017. Metode Kromatografi: Prinsip Dasar, Praktikum dan Pendekatan
Pembelajaran Kromatografi Edisi 1. Sleman: CV Budi Utama

Waji, Resi A., Andis Sugrani. 2009. Flavonoid (Quercetin). Makassar: FMIPA UNHAS

Anda mungkin juga menyukai