Anda di halaman 1dari 16

i

DAFTAR ISI

BAB I .............................................................................................Error! Bookmark not defined.


PENDAHULUAN .........................................................................Error! Bookmark not defined.
I. TUJUAN PRAKTIKUM ....................................................Error! Bookmark not defined.
II. DASAR TEORI ..................................................................Error! Bookmark not defined.
BAB II............................................................................................................................................. 4
TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................................................. 4
I.EVALUASI PRODUK REFEREN ....................................................................................... 4
II.STUDI PRAFORMULASI BAHAN AKTIF ...................................................................... 6
III. BAHAN TAMBAHAN ..................................................................................................... 8
IV.FORMULASI SIRUP PARACETAMOL.........................Error! Bookmark not defined.
V.PERHITUNGAN ADI (Acceptable Daily Intake) ............Error! Bookmark not defined.
BAB III ..........................................................................................Error! Bookmark not defined.
ALAT, BAHAN DAN METODE PEMBUATAN ...................................................................... 16
BAB IV ......................................................................................................................................... 18
PEMBAHASAN ........................................................................................................................... 18
BAB V .......................................................................................................................................... 25
KESIMPULAN ............................................................................................................................. 25
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................... 26
LAMPIRAN .................................................................................................................................. 27
2

BAB IV
PEMBAHASAN
Penyakit infeksi merupakan penyebab paling utama tingginya angka kesakitan (mordibity)
dan angka kematian (mortality) terutama pada negara-negara berkembang seperti halnya
Indonesia. Penyakit infeksi merupakan suatu penyakit yang disebabkan karena adanya mikroba
patogen (Darmadi, 2008). Salah satu penyebab penyakit infeksi adalah bakteri (Radji, 2011).
Menurut penelitian Rambiko (2016), bakteri patogen penyebab infeksi yang paling umum ialah
Staphylococcus aureus, Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa, Enterobacter spp, dan
Klebsiella pneumonia.
Kemampuan antibiotika dalam menghambat pertumbuhan bakteri inipun berbeda-beda.
ada yang dalam konsentrasi rendah dapat menghambat bakteri dalam jumlah banyak, ada pula
yang diperlukan konsentrasi tinggi untuk mampu menghambat pertumbuhan suatu bakteri.
Sensitivitas suatu bakteri yang satu akan berbeda dengan yang lain terhadap suatu antibiotik, ada
yang sangat sensitiv dan ada juga yang resisten serta intermediet terhadap antibiotika yang akan
digunakan (Djunaedi, 2000).
Seiring dengan berkembangnya zaman banyak bakteri yang mengalami resistensi,
berdasarkan distribusi frekuensi pola kepekaan bakteri terhadap antibiotik Amoxicilin memiliki
angka resistensi sebesar 100% mencakup bakteri Escherichia fergusonii, Vagococcus, dan
Klebsiella oxytoca. Maka ilmu pengetahuan dan teknologi pun harus dikembangkan untuk
menciptakan suatu antibiotik yang bekerja efektif dan tidak mengalami resistensi. Seorang
farmasis harus mampu mengatasi masalah tersebut dengan meciptakan formulasi sediaan yang
dapat diterima oleh pasien juga sesuai dengan persyaratan mutu yaitu aman, efektif dan stabil
untuk meningkatkan kualitas hidup pasien.
Kemudian farmasis perlu memberikan konseling mengenai obat kepada pasien secara jelas
dengan bahasa yang mudah dimengerti terutama pasien yang kurang pemahamannya akan
pemakaian obat dan hal-hal lain yang perlu diperhatikan. Seperti pada percobaan kali ini sediaan
yang diciptakan adalah dry suspension, farmasis perlu mengingatkan kepada pasien bahwa obat
yang diberikan harus ditambah dengan air dahulu, dikocok dahulu, dan obat hanya bertahan selama
7-14 hari setelah ditambahkan air.
Tugas farmasis tidak hanya sampai pada tahap tersebut, farmasis harus mengetahui sediaan
mana yang paling tepat digunakan untuk pengobatan maupun untuk keadaan pasien. Sediaan
3

termasuk faktor yang mempengaruhi efektivitas suatu obat pada suatu terapi pengobatan. Sediaan
sangat mempengaruhi suatu obat dihantarkan ke tubuh pasien sehingga mampu menghasilkan
suatu efek. Sediaan yang dipikirkan secara matang pembuatannya oleh farmasis mampu
mempertahankan stabilitas obat tersebut sehingga zat aktif tidak mudah terdegradasi melebihi
kadar seharusnya. Dewasa ini sediaan farmasi yang beredar di masyarakat sangatlah bermacam-
macam, tentu saja sebagai seorang formulator apoteker harus mampu mempertimbangkan dengan
tepat dan teliti bentuk sediaan yang akan dipilih, sebab hal ini akan sangat menentukan
keberhasilan langkah formulasi yang akan dilaksankan. Pada praktikum kali ini, sediaan likuida
dipilih berupa sirup kering yang setelah di rekontruksi akan menjadi suspensi. Dalam hal ini, obat
yang diformulasi ialah antibiotik amoxicillin yang digunakan untuk infeksi bakteri gram positif
dan gram negatif bagi penderita yang tahan penisilin.
Alasan amoxicillin dibuat dalam bentuk suspensi kering dapat dilihat secara dua aspek
yaitu secara kimia dan penggunaan farmakologisnya. Secara kimia dipengaruhi oleh stabilitas dari
Amoxicillin yang akan memberikan efekasinya pada pH 3.5-6 dan mudah terhidrolisis dengan
adanya air (Lewis, R.J. Sr.2007). Kelarutan Amoxicillin sendiri sukar larut dalam air (1:370) dan
methanol (1:2000), tidak larut dalam benzene (O'Neil, M.J. 2013). Sehingga jika dibuat dalam
bentuk suspensi kering akan dimudah untuk mengatur pH tersebut. Hal terpenting ialah menurut
penggunaan farmakologisnya sediaan ini ditunjukkan bagi pasien anak-anak yang sulit untuk
menelan tablet amoxicillin. Kerugian lain dari obat tertentu yang mempunyai rasa tidak enak bila
diberikan dalam bentuk larutan akan tidak terasa bila diberikan sebagai partikel yang tidak larut
dalam suspensi. Kebanyakan suspensi oral berupa sediaan cair dengan pembawa yang diharumkan
dan dimaniskan untuk memenuhi selera pasien (Ansel et al., 1995). Secara biaya juga akan lebih
ekonomis sebab suspensi kering dapat mengurangi bobot sediaan sehingga lebih ringan yang
membuat biaya pengiriman dapat ditekan seminimal mungkin.
Terdapat beberapa tahapan untuk memproduksi Amoxicillin dry suspension yang akan
dijabarkan pada bagian berikut ini:
1. Formulasi Sediaan Amoxicillin Dry Suspension
Salah satu hal yang harus dipertimbangkan dalam formulasi ialah alasan pemilihan bahan
tambahan yang harus disesuaikan dengan zat aktif yang digunakan. Zat tambahan haruslah
compatible dengan bahan aktif untuk memberikan efek terapeutik.
1. Bahan aktif : Amoxicillin Trihidrat
4

Gambar 1. Struktur kimia amoxicillin

Dengan nama kimia (6R)-6-[α-D-(4 Hydroxyphenyl) glycylamino] penicullanic acid


dan rumus molekul C16H19N3O6S Amoxicillin memiliki berat molekul 365.4 g/mol. Berdasarkan
Farmakope Indonesia V Amoxicillin mengandung tidak kurang dari 90% C16H19N3O6S, dihitung
terhadap zat anhidrat. Mempunyai potensi yang setara dengan tidak kurang dari 900ηg/mg
C16H19N3O6S dihitung terhadap zat anhidrat.
Amoxicillin memiliki pemerian serbuk hablur putih, praktis tidak berbau merupakan
derivate penicillin tahan asam namun tidak tahan terhadap penisilinase dan engalami hidrolisis
sehingga mendegradasi produksi cincin β-lactam, tidak stabil terhadap paparan cahaya, terurai
pada suhu 30°-35° C namun merupakan antibiotik dengan spektrum luas untuk infeksi pada
saluran nafas, saluran empedu, dan saluran kemih, gastroenteris, meningitis dan infeksi karena
Salmonella typi seperti demam tipoid. Amoxicillin aktif melawan bakteri gram positif yang tidak
menghasilkan β-laktamase dan aktif melawan gram negative karena obat tersebut dapat menembus
pori-pori dalam membrane fosfolipid luar.
Amoxicillin yang digunakan pada praktikum kali ini adalah amoxicillin trihidrat.
Amoxicillin trihidrat dipilih karena memiliki kelarutan yang lebih baik dari amoxicillin.
Amoxicillin merupakan antibiotik spectrum luas dan bersifat stabil terhadap asam. Amoxicillin
diserap di saluran cerna sebanyak 70-90% dan tidak dipengaruhi oleh kondisi lambung atau
makanan. Amoxicillin digunakan sebagai obat pilihan untuk infeksi yang disebabkan oleh bakteri
enterococus, bakteri fragilus dan juga efektif terhadap bakteri penghasil enzim penisilinase
misalnya Stretococcus (pengobatan dikombinasi dengan ctavilanat), N gonnorhoe (pengobatan
dikombinasi dengan probenezid) dan E.coli (pengobatan dikombinasikan dengan davililane).
5

Dibandingkan dengan ampisillin, amoxicillin merupakan pilihan karena diabsorbsi lebih


baik daripada ampisillin yang seharusnya diberikan secara parenteral. Amoxicillin diabsorbsi
dengan cepat dan baik pada saluran pencernaan, tidak tergantung adanya makanan. Amoxicillin
memiliki efek samping diare yang lebih minimal dari ampisillin. Amoxicillin terutama dieksresikan
dalam bentuk tidak berubah di dalam urin. Eksresi amoxicillin dihambat dengan pemberian
bersamaan dengan probenesid sehingga memperpanjang efek terapi.
Sediaan suspensi kering dipilih karena amoxicillin sukar sekali larut dalam air dan pelarut-
pelarut lainnya. Pembuatan dry suspension juga akan mengurangi bobot akhir sediaan sehingga
untuk pengiriman dapat menekan biaya seminimal mungkin. Bentuk kering akan lebih stabil
dibandingkan bentuk larutan karena sediaan larutan akan mudah untuk terhidrolisis.
2. Bahan Tambahan
 PGA
Acacia adalah eksudat bergetah kering yang diperoleh dari batang dan cabang Acacia
senegal (Linne) Willdenow atau spesies terkait lainnya dari Acacia (keluarga leguminosae) yang
tumbuh terutama di wilayah Sudan dan Senegal di Afrika. Kulit pohon diinsisi dan eksudat
dibiarkan mengering di kulit. Eksudat kering kemudian dikumpulkan, diproses untuk
menghilangkan kulit kayu, pasir, dan pengubah partikulat lainnya. PGA sering digunakan dalam
formulasi farmasi oral dan topikal sebagai agen pensuspensi dan pengemulsi, dan sering
dikombinasi dengan tragacanth. Akasia juga digunakan dalam kosmetik, permen, produk
makanan, dan perasa kering. PGA relatif aman karena WHO belum menetapkan asupan harian
akasia yang dapat diterima sebagai bahan tambahan makanan dan obat-obatan karena kadar yang
diperlukan untuk mencapai efek yang diinginkan tidak dianggap mewakili bahaya bagi kesehatan.
Viskositas larutan akasia bervariasi tergantung pada sumber bahan, pemrosesan,
kondisi penyimpanan, pH, dan keberadaan garam. Berdasarkan literatur rata-rata viskositas larutan
akasia 100mPas (100cP) dalam air 30% b/v pada 2080C. Viskositas meningkat perlahan hingga
sekitar 25% b/v konsentrasi dan menunjukkan perilaku Newton. Di atas konsentrasi ini, viskositas
meningkat dengan cepat. Peningkatan suhu atau pemanasan larutan yang lama menghasilkan
penurunan viskositas karena depolimerisasi atau aglomerasi partikel. Gum arab jauh lebih mudah
larut dalam air dibanding hidrokoloid lainnya. Menurut Alinkolis (1989), gum arab dapat
digunakan untuk pengikatan flavor, bahan pengental, pembentuk lapisan tipis dan pemantap
emulsi. Gum arab akan membentuk larutan yang tidak begitu kental dan tidak membentuk gel pada
6

kepekatan yang biasa digunakan (paling tinggi 50%). Viskositas akan meningkat sebanding
dengan peningkatan konsentrasi (Tranggono dkk, 1991). Gum arab mempunyai gugus
arabinogalactan protein (AGP) dan glikoprotein (GP) yang berperan sebagai pengemulsi dan
pengental (Gaonkar,1995). Hui (1992) menambahkan bahwa gum arab merupakan bahan
pengental emulsi yang efektif karena kemampuannya melindungi koloid dan sering digunakan
pada pembuatan roti. Gum arab memiliki keunikan karena kelarutannya yang tinggi dan
viskositasnya rendah.
 Na benzoat

Gambar 2. Struktur kimia sodium benzoat

Sodium benzoate berbentuk butiran putih atau kristal, bubuk sedikit higroskopis. Tidak
berbau, atau dengan sedikit aroma benzoin dan memiliki rasa manis dan asin yang tidak
menyenangkan.Sodium benzoate digunakan terutama sebagai pengawet antimikroba dalam
kosmetik, makanan, dan obat-obatan. Konsentrasi yang digunakan adalah 0,02-0,5% dalam obat-
obatan oral, 0,5% dalam produk parenteral, dan 0,1-0,5% dalam kosmetik. Kegunaan natrium
benzoat sebagai pengawet dibatasi oleh efektivitasnya pada rentang pH yang sempit. Natrium
benzoat digunakan dalam preferensi untuk asam benzoat dalam beberapa keadaan, karena
kelarutannya yang lebih besar. Namun, dalam beberapa aplikasi mungkin memberikan rasa yang
tidak menyenangkan pada suatu produk. Sodium benzoate juga telah digunakan sebagai pelumas
tablet pada konsentrasi 2-5% b/b.
7

 Sakarin Na

Gambar 3. Struktur kimia sakarin na


Sakarin adalah agen pemanis intens yang digunakan dalam minuman, produk
makanan, dan produk kebersihan mulut seperti pasta gigi dan obat kumur. Dalam formulasi
sediaan farmasi oral, digunakan pada konsentrasi 0,02-0,5% b/b. Sakarin telah digunakan dalam
formulasi tablet kunyah sebagai zat pemanis. Sakarin dapat digunakan untuk menutupi beberapa
karakteristik rasa yang tidak menyenangkan atau untuk meningkatkan sistem rasa. Kekuatan
pemanisnya sekitar 300-600 kali dari sukrosa.
Sakarin berbentuk kristal putih tidak berbau atau bubuk kristal putih. Sakarin memiliki
rasa yang sangat manis, dengan rasa pahit yang pada tingkat penggunaan normal dapat dideteksi
oleh sekitar 25% dari populasi. Aftertaste dapat ditutup dengan memadukan sakarin dengan
pemanis lainnya. Sakarin stabil dalam kisaran kondisi normal yang digunakan dalam formulasi.
Dalam bentuk curah itu tidak menunjukkan dekomposisi yang dapat dideteksi dan hanya ketika
terkena suhu tinggi (12580C) pada pH rendah (pH 2) selama lebih dari 1 jam apakah dekomposisi
yang signifikan terjadi. Produk dekomposisi yang terbentuk adalah asam benzoat (amonium-o-
sulfo), yang tidak manis. Stabilitas sakarin dalam air sangat baik. Sakarin harus disimpan dalam
wadah tertutup di tempat yang kering.
 Melon flavour
Sediaan suspensi perlu diberi perasa agar bau dan rasa pahit dapat ditutupi,
memberikan daya tarik tersendiri bagi pasien yang ingin mengonsumsinya, selain itu rasa melon
merupakan rasa buah-buahan yang disukai anak-anak. Perasa ini lebih dipilih karena berbasis air
sehingga lebih homogen jika suspensi di rekontruksi.
8

 NaOH ( Natrium Hidroksida )


NaOH dengan pemerian putih, putih, keras, rapuh, dan menunjukkan pecahan hablur.
Jika terpapar diudara akan cepat menyerap karbon dioksida dan lembab. Massa melebur berbentuk
pelet kecil, serpihan atau batang bentuk lain. Dengan kelarutan mudah larut dalam air dan dalam
etanol. Pada kali ini digunakan sebagai bahan tambahan pada sediaan suspensi kering amoxicillin
dengan kemampuannya yang dapat menstabilkan pH atau pengatur pH pada sediaan, agar pH tetap
terjaga sesuai yang diinginkan selama sediaan dalam masa penyimpanan hingga sediaan siap untuk
digunakan.
 Asam Sitrat

Struktur kimia Asam Sitrat


Dengan rumus kimia C6H8O7hablur tidak berwarna atau serbuk putih, tidak berbau,
rasa sangat asam, agak higroskopis, merapuh dalam udara kering dan panas. Dengan kelarutannya
dalam kurang dari 1 bagian air dalam 1,5 bagian etanol p 95% , sukar larut dalam eter p. memiliki
PH 4,5. Pada kali ini digunakan sebagai buffer pada sediaan suspensi kering amoxicillin,
penambahan buffer pada kali ini bertujuan untuk menstabilkan pH atau pengatur pH pada sediaan,
agar pH tetap terjaga sesuai yang diinginkan selama sediaan dalam masa penyimpanan hingga
sediaan siap untuk digunakan, asam sitrat dapat digunakan sebagai buffer dalam rentang sebesar
0,1 – 2 %
 Tween 60

Polisorbat 60 adalah hasil


kondensasi stearat dari sorbitol dan
anhidranya dengan
etilenoksiada,merupakan ester oleat
Struktur kimia Tween 60 dari sorbitol dan anhidrida yang
9

berkopolimerisasi dengan lebih kurang 20 molekul etilena oksida untuk tiap molekul sorbitol dan
anhidrida sorbitol. Polyoxyethylene 60 sorbitan monoleat atau lebih dikenal sebagai Tween 60
merupakan cairan kental, buram, kuning, bau agak harum atau bau minyak. Pada suhu lebih dari
24 derajat menjadi cairan jernih seperti minyak. Kelarutan : larut dalam air, minyak biji kapas,
praktis tidak larut dalam minyak mineral, dapat campur dalam dengan aseton P dan dengan dioksan
P. Bobot per milliliter kurang lebih 1,10 gram, bilangan asam tidak lebih dari 2,0. Tween 80 dapat
digunakan sebagai zat pengemulsi, surfaktan nonionik, zat penambah kelarutan, zat pembasah, zat
pendispersi atau pensuspensi dengan harga CMC adalah 0,0014. Pada praktikum kali ini, kami
menggunakan bahan tambahan Tween 60, dimana Tween 60 telah digunakan secara luas dalam
bidang kosmetik, produk makanan, dan sediaan farmasetika baik dalam penggunaan secara
peroral, parenteral maupun topikal dan tergolong zat yang nontoksik dan iritan. Menurut WHO,
pemakaian perhari untuk Tween maksimal 25 mg/kg BB. Dengan mekanisme kerja sebagai salah
satu surfaktan yang dapat digunakan sebagai zat pengemulsi, surfaktan non ionik, zat penambah
kelarutan, zat pembasah, dan zat pensuspensi, dimana bahan tambahan ini dapat bekerja sebagai
bahan tambahan yang berfungsi sebagai zat pendispersi, pencampuran partikel padat kedalam
pembawa. Pembasahan pertikel padat untuk mendapakan disperse yang stabil.

2. Sistem Sedimentasi Sediaan Suspensi Amoxicillin Trihidrat


Pada proses pembuatan sediaan suspensi terdapat dua macam sistem diantarnya sistem
flokulasi dan sistem deflokulasi. Seorang farmasis terutama Reasearch and Development (RnD)
dalam bidang industri mempertimbangkan bagaimana partikel atau bahan obat terdispersi ke dalam
media cair untuk memilih metode yang akan digunakan (Chasanah, 2010). Flokulasi dan
deflokulasi merupakan peristiwa memisahnya fase terdispersi dan fase pendispersi dalam rentang
waktu yang berbeda.
Partikel obat dalam sistem terflokulasi merupakan agregat yang bebas dalam ikatan lemah
sehingga sedimentasi akan terjadi dengan lebih cepat dibandingkan sistem deflokulasi dan partikel
mengendap sebagai flok atau kumpulan partikel. Namun, sedimen dalam keadaan bebas hal ini
membuat sediaan tidak membentuk cacking serta mudah terdispersi kembali ke bentuk semula.
Sistem ini kurang disukai karena sedimentasi terjadi dengan cepat dan terbentuk lapisan yang
jernih diatasnya (Chasanah, 2010).
10

Dilain hal dalam sistem deflokulasi, partikel deflokulasi mengendap perlahan-lahan dan
akhirnya membentuk cake yang keras dan sukar terdispersi kembali, hal ini disebabkan oleh
ukuran partikel sangat kecil, hingga membentuk ikatan yang erat dan padat. Kondisi deflokulasi
membuat partikel suspensi dalam keadaan terpisah satu dengan yang lain, dan masing-masing
partikel mengendap secara terpisah. Metode ini lebih banyak disukai karena tidak terjadi lapisan
yang bening (berkabut) dan terbentuk endapan secara perlahan (Chasanah, 2010).
Kecenderungan partikel untuk terflokulasi dipengaruhi oleh kekuatan tarikan dan
penolakan diantara partikel. Bila penolakan cukup kuat, partikel-partikel tetap terdipersi dan
sebaliknya maka akan terjadi koagulasi. Misalnya: suspensi partikel-partikel tanah liat bila
ditambah NaCl dalam jumlah yang semakin besar maka kekuatan penolakan semakin berkurang
dan akhirnya kekuatan penolakan tersebut tidak bisa lagi melawan kekuatan tarikan London ( Van
Der Waals ) sehingga sistem menjadi terflokulasi. Kemudian, kecepatan sedimentasi dan flokulasi
suspensi dipengaruhi oleh : Ukuran partikel, Interaksi partikel, Berat Jenis partikel dan medium,
serta Kekentalan fase kontinyu
Menurut Ansel et al (1995) untuk mendapatkan suspensi yang baik, perlu diperhatikan hal-
hal sebagai berikut :
a. Fase dispersi mengendap secara lambat, dan jika mengendap tidak boleh membentuk cake
yang keras serta dapat segera terdispersi kembali menjadi campuran yang homogen jika
digojog.
b. Ukuran partikel tersuspensi tetap konstan selama waktu penyimpanan.
c. Suspensi tidak boleh terlalu kental agar dapat dituang dengan mudah melalui botol atau dapat
mengalir melalui jarum injeksi (Ansel et al., 1995).
Berdasarkan hal tersebut maka kelompok kami membuat sediaan suspensi kering
Amoxicillin trihidrat dengan sistem flokulasi terkontrol, yaitu dengan menganggap serbuk
terbasahi dan didispersi dengan baik, sehingga mencegah pembentukan cake yang sukar
didispersikan kembali dan mengontrol kecepatan sedimentasi yang terjadi. Alasan kedua mengapa
digunakan sistem flokulasi terkontrol ialah sistem ini sendiri memiliki tujuan dimana karakteristik
partikel yang berkelompok lebih cocok untuk suspensi oral yang diinginkan untuk diabsorbsi ke
sirkulasi sistemik (Lachman, 1994). Setelah serbuk dibasahi dan didispersi dengan baik, maka
selanjutnya diarahkan dengan berbagai cara agar menghasilkan flokulasi yang terkontrol. Bahan
11

yang dapat digunakan untuk menghasilkan flokulasi ialah elektrolit, surfaktan dan polimer
(Ratnasari, 2019).
Elektrolit bekerja sebagai zat yang memflokulasi dengan cara mengurangi tahanan elektrik
antar partikel sehingga terjadi pengurangan zeta potensial dan pembentukan jembatan antara
partikel-partikel yang berdekatan. Jembatan antar partikel ini dapat menyebabkan ikatan antar
partikel memiliki struktur yang longgar. Elektrolit yang dapat digunakan antara lain adalah, KCl,
dan NaCl (XueMei, 2012).
Kedua ialah surfaktan, zat ini telah digunakan untuk menghasilkan flokulasi dari partikel
yang tersuspensi, baik dari jenis nonionik maupun ionik. Pada praktikum digunakan tween 80 yang
merupakan surfaktan ionik sehingga flokulasi terjadi melalui netralisassi muatan partikel. Struktur
yang panjang dari surfaktan nonionik dapat diadropsi oleh lebih dari satu partikel, sehingga
terbentuk struktur flokulat yang longgar (Hauner, 2017).
Selanjutnya menurut Hauner (2017) polimer merupakan suatu senyawa berantai panjang
dengan bobot molekul yang tinggi dan mengandung gugus-gugus aktif di sepanjang rantainya. Zat
ini bekerja sebagai zat pemflokulasi karena sebagian rantainya diadsorbsi pada permukaan
partikel, dengan bagian yang tersisa mengarah ke medium dispersi dan menjadi jembatan
perlekatan dengan partikel lainnya, yang pada akhirnya terbentuk flokulasi. Beberapa polimer
merupakan polielektrolit yang dapat terionisasi dalam medium air. Kemampuan ionisasi
tergantung pada pH dan kekuatan ion dari medium dipersi. Polimer ini dapat bekerja membentuk
medan elektrostatik dan memberi efek sterik sebagai koloid pelindung yang mencegah partikel
bergabung dengan kuat. Sifat seperti ini ditunjukkan oleh polimer linear misalnya CMC Na, dan
dapat menjadi agen pemflokulasi.
3. Formulasi Sediaan Sespensi Kering Amoxicillin yang Direncanakan Dibandingkan Saat
Praktikum
Pada saat praktikum dipilih formulasi 2 seperti pada tabel 1 untuk digunakan:
Jumlah Jumlah bahan
No Bahan Fungsi Persentase Bahan dalam dalam 1
botol 60 mL batch/600 mL
Amoxicillin
1 Zat Aktif 2,875 % 1,725 gram 17,25 gram
Trihidrat
2 PGA Suspending agent 2,5 % 0, 375 gram 3,75 gram
12

3 Sakarin Pemanis 0,6 % 0,36 gram 3,6 gram


4 Tween 80 Pembasah 0,5 % 0,3 gram 3 gram
5 Na Benzoat Pengawet 0,3 % 0,18 gram 1,8 gram
6. Orange Flavour Perasa 0,2 % 0,12 gram 1,2 gram
Asam sitrat Dapar, Pengawet, dan
6 0,192 % 0.1152 gram 1.152 gram
monohidrat Penambah rasa
8 NaOH Dapar 0,099 % 0,0594 gram 0,594 gram
9 Aquadest Pelarut - Ad 60 mL Ad 600 mL
Kemudian pada saat praktikum didapatkan hasil penimbangan dan revisi sebagai
berikut:
Jumlah Jumlah bahan
No Bahan Fungsi Persentase Bahan dalam dalam 1
botol 60 mL batch/600 mL
Amoxicillin
1 Zat Aktif 2,886 % 1,7318 gram 17,27 gram
Trihidrat
2 PGA Suspending agent 0,0634 % 0, 3804 gram 3,76 gram
3 Sakarin Pemanis 0,6 % 0,36 gram 3,6 gram
4 Tween 80 Pembasah 0,495 % 0,2973 gram 3,06 gram
5 Na Benzoat Pengawet 0,3 % 0,1810 gram 1,81 gram
6. Melon Flavour Perasa 0,15 % 0,09 gram 0,87 gram
Asam sitrat Dapar, Pengawet, dan
6 0,064 % 0,0383 gram 0,399 gram
monohidrat Penambah rasa
8 NaOH Dapar 0,032 % 0,0193 gram 0,1985 gram
9 Aquadest Pelarut 91,67 % 55 mL 383 mL
Jumlah PGA pada praktikum diturunkan menjadi 0,0634 % agar sediaan tidak terlalu
kental untuk memudahkan penuangan serta Tween 80 menjadi 0,495 % agar tidak menimbulkan
busa pada suspensi Amoxicillin.
4. Uji Evaluasi Sediaan Paracetamol Drops

valent
13

5. Titik Kritis Prosedur Sediaan Amoxicillin Suspension


Pada saat uji kelembaban, didapatkan hasil mencapai 6,55. Hal tersebut tidak sesuai
teoritis dimana seharusnya < 2%. Kemungkinan dikarenakan pewarna yang ditambahkan terlalu
banyak sehingga dapat memengaruhi kelembaban dari granul. Maka solusinya yaitu harus
diperhatikan dan diperhitungkan kembali pada saat penambahan bahan tambahan seperti pewarna.
14

BAB V
KESIMPULAN

1. Pada praktikum kali ini, amoksisilin lebih dipilih sebagai bahan aktif dalam sediaan dry
suspensi karena sukar sekali larut dalam air dan pelarut-pelarut lainnya. Bentuk kering akan
lebih stabil dibandingkan bentuk larutan karena sediaan larutan akan mudah untuk
terhidrolisis.
2. Dipilih kemasan 60ml dikarenakan lebih efisien dibandingkan dengan kemasan botol yang
lebih kecil dengan pertimbangan perhitungan dosis sbb:
a. Kandungan : 125mg/5ml
b. Pemakaian : 3 x sehari
c. Lama pengobatan : ±2-4 hari
3. Pada prosedur evaluasi uji pH, didapatkan nilai 5,94. pH ini diterima dikarenakan sesuai
dengan rentang spesifikasi sediaan, yaitu pH 5,0-7,5
4. Pada prosedur evaluasi uji viskositas, sediaan dry suspensi amoksisilin memiliki nilai
viskositas sebesar 115 mPas diuji dengan menggunakan spindle nomor 3. Viskositas
suspensi menurut SNI adalah 37 mPas - 396 mPas, sehingga bahwa viskositas sediaan yang
dibuat memenuhi persyaratan SNI.
15

DAFTAR PUSTAKA

Alinkolis, J. J. 1989. Candy Technology. The AVI Publishing Co. Westport-Connecticut.


Allen, L. V., 2009, Handbook of Pharmaceutical Excipients,Sixth Edition, Rowe R. C., Sheskey,
P. J., Queen, M. E., (Editor), London, Pharmaceutical Press and American Pharmacists
Assosiation.
Anief, Moh.1996. Ilmu Meracik Obat, Teori dan Praktik. Yogyakarta: Gajah Mada University
Press.
Ansel, H. C., et.al., 1995, Pharmaceutical Dossage Forms and Drug Delivery System, 6 ed, 253-
256, 269, Williams and Willins Malvern, USA.
Chasanaha, Nur., et al., 2010, Formulasi Suspensi Doksisiklin Menggunakan Suspending Agent
Pulvis Gummi Arabici: Uji Stabilitas Fisik Dan Daya Antibakteri. Surakarta: Fakultas
Farmasi, Universitas Muhammadiyah Surakarta.
DepKes RI. 2014. Farmakope Indonesia V. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI
Gaonkar, A. G. 1995. Inggredient Interactions Effects on Food Quality. Marcell Dekker, Inc., New
York.
Hauner,Ines.M, et al., 2017, The Dynamic Surface Tension of Water. The Journal of Physical
Chemistry Letters.
Hui, Y. H. 1992. Encyclopedia of Food Science and Technology. Volume II. John Willey and Sons
Inc, Canada.
Lachman, L., Liebermann, H.A., dan. Kanig, J.I. (1994). Teori and Praktek Farmasi Industri
II. Edisi III. Jakarta: UI Press. Hal. 996,1001.
Ratnasari, Lina., 2019, Konsep Flokulasi dan Deflokulasi dalam Sediaan Farmasi. Majalah
Farmasetika, 4 (3), 87-91 https://doi.org/10.24198/farmasetika.v4i3.22860. Bandung:
Program Studi Sarjana Farmasi, Fakultas Farmasi, Universitas Padjadjaran
Rowe, R. C., Sheskey, P. J., dan Quinn, M. E. 2009. Handbook of Pharmaceutical Excipients. 6th
Edition. UK: Pharmaceutical Press and American Pharmaceutical Association.
Sweetman, S.C., 2009, Martindale The Complete Drug Reference, Thirty Sixth Edition,
Pharmaceutical Press, New York.
Tranggono, S., Haryadi, Suparmo, A. Murdiati, S. Sudarmadji, K. Rahayu, S. Naruki, dan M.
Astuti. 1991. Bahan Tambahan Makanan (Food Additive). PAU Pangan dan Gizi
UGM, Yogyakarta.
16

XueMei Sun.” Research of Simulation on the Rffect of Suspension Damping on


Vehicle Ride” (2012).

Anda mungkin juga menyukai