Anda di halaman 1dari 7

PENELITIAN EVALUASI

Menurut Suharsimi Arikunto (2007) menyebutkan bahwa evaluasi merupakan kegiatan


untuk mengumpulkan informasi tentang bekerjanya sesuatu, yang selanjutnya informasi
tersebut digunakan untuk menentukan alternatif yang tepat dalam mengambil keputusan.
Sedangkan penelitian menurut Donald Ary, pengertian penelitian adalah penerapan dari
pendekatan ilmiah pada suatu pengkajian masalah dalam memperoleh informasi yang
berguna dan hasil yang dapat dipertanggungjawabkan. Jadi penelitian evaluasi adalah
prosedur ilmiah yang sistematis yang dilakukan untuk mengukur hasil program (efektivitas
suatu program) sesuai dengan tujuan yang direncanakan, dengan cara mengumpulkan,
menganalisis, dan mengkaji pelaksanaan program yang dilakukan secara objektif.

MODEL-MODEL PENELITIAN EVALUASI

Model–model penelitian evaluasi dibagi menjadi tujuh , diantaranya:

1. Model Evaluasi CIPP

Model evaluasi CIPP adalah model evaluasi yang tujuannya untuk mengambil
keputusan dalam merencanakan, melaksanakan, dan mengembangkan suatu
program (Fuddin, 2007). Model CIPP merupakan singkatan (akronim) dari contect
evaluation, input evaluation, process evaluation, dan product evaluation yang
dikembangkan oleh Daniel Stufflebeam dan kawan-kawannya pada tahun 1968 di
Ohio State University dan berorientasi pada pengambilan keputusan.

Context evaluation to serve planning decision. Konteks evaluasi ini membantu


merencanakan keputusan, menentukan kebutuhan yang akan dicapai oleh program
dan merumuskan tujuan program. Input evaluation, structuring decision. Evaluasi
ini menolong mengatur keputusan, menentukan sumber-sumber yang ada, alternatif
apa yang diambil, apa rencana dan strategi untuk mencapai kebutuhan. Bagaimana
prosedur kerja untuk mencapainya. Process evaluation, to serve implementing
decision. Evaluasi proses untuk membantu mengimplementasi keputusan. Sampai
sejauh mana rencana telah diterapkan? Apa yang yang harus direvisi? Begitu
pertanyaan tersebut terjawab, prosedur dapat dimonitor, dikontrol, dan diperbaiki.
Product evaluation, to serve recycling decision. Evaluasi produk untuk menolong
keputusan selanjutnya. Apa hasil yang telah dicapai? Apa yang dilakukan setelah
program berjalan?.

2. Model Evaluasi UCLA

Model ini hampir sama dengan model CIPP. Alkin mendefinisikan evaluasi sebagai
suatu proses meyakinkan keputusan, memilih informasi yang tepat, mengumpulkan
dan menganalisis informasi sehingga dapat melaporkan ringkasan data yang berguna
bagi pembuat keputusan dan memilih beberapa alternatif.

System assessment, yang memberikan informasi tentang keadaan atau posisi


sistem. System assessment berfungsi memberikan informasi mengenai keadaan atau
profil program. Program plannin, membantu pemilihan program tertentu yang
mungkin akan berhasil memenuhi kebutuhan program. Program implementation
yang menyiapkan informasi apakah program sudah diperkenalkan kepada kelompok
tertentu yang tepat seperti yang direncanakan. Program improvement, yang
memberikan informasi tentang bagaimana program berfungsi, bagaimana program
bekerja, atau berjalan, Apakah menuju pencapaian tujuan, adakah hal-hal atau
masalah-masalah baru yang muncul tak terduga. Program improvement, berfungsi
memberikan informasi tentang bagaimana program tersebut bermanfaat dan
bagaimana program dapat dilaksanakan. Program certification, yang memberi
informasi tentang nilai atau guna program.
3. Model Evaluasi Formatif & Sumatif

Evaluasi formatif digunakan untuk memperoleh data bagi keperluan revisi program,
sedangkan evaluasi sumatif dibuat untuk menilai kegunaan suatu program. Pada
evaluasi sumatif fokus evaluasi ditujukan pada variabel-variabel yang dipandang
penting dan berkaitan dengan kebutuhan pengambilan keputusan.

4. Model Evaluasi Responsif

Responsive evaluation menekankan pada metode inkuiri subjektif untuk


meningkatkan pemahaman yang mendalam terhadap concern, issue dan hal yang
berhubungan lainnya. Ada 4 fase yang diidentifikasi pleh Egon Guba dan Yvonna
Lincoln dalam evaluasi responsive:

a. Inisiasi dan organisasi evaluasi. Dalam tahap ini stakeholder diidentifkasi.

b. Identifikasi isu dan concern kunci, melalui wawancara dengan stakeholder.

c. Pengumpulan informasi yang berguna, melalui berbagai cara seperti observasi


natural, interview, kuisioner, dan tes terstandar.

d. Melaporkan hasil secara efektif dan member rekomendasi. Adversarial

5. Goal Oriented Evaluation Model

Model ini merupakan model yang muncul paling awal. Yang menjadi obyek pada
model ini adalah tujuan dari program yang sudah ditetapkan jauh sebelum program
dimulai. Evaluasi ini dilakukan secara berkelanjutan, terus-menerus, men-cek sejauh
mana tujuan tersebut sudah terlaksana dalam proses pelaksanaan program. Secara
umum model evaluasi ini memberikan penekanan terhadap produktivitas dan
akuntability dalam suatu aktifitas. Model ini juga sering dipergunakan untuk
mengukur pencapaian dan kemajuan peserta didik. Model ini menepikan dimensi
proses dalam pelaksanaan evaluasi. Model ini sering mengutarakan pertanyaan
seperti apakah peserta didik dapat mencapai suatu sasaran dengan baik?, apakah
para dosen dapat menjalankan pekerjaanya dengan baik? Untuk membentuk ujian
pencapaian, Tyler, menggariskan beberapa prosedur yang perlu diikuti, yaitu:

a. Mengenal pasti sasaran program yang hendak dijalankan.

b. Menguraikan setiap tujuan dalam bentuk tingkah laku dan isi kandungan.

c. Mengenal pasti situasi dimana tujuan yang hendak digunakan.

d. Menentukan arah untuk mewakili situasi

e. Menentukan arah untuk mendapatkan hasil.

Tyler mendefinisikan evaluasi sebagai perbandingan antara hasil yang dikehendaki


dengan hasil yang sebenarnya. Pendekatan Tyler memberikan dasar pada
pengukuran tingkah laku dalam suatu tujuan yang dibentuk dan mendasarkan
kepada hasil pembelajaran dari input pengajaran. Tyler telah membuat beberapa
perubahan dalam konsepnya mengenai penilaian. Perubahan ini dikembangkan
dalam definisi penilaiannya awal yaitu penilaian dalam program yang dibuat dengan
membandingkan konsep program dengan dasar yang relevan untuk memantapkan
perencanaan program. Termasuk didalamnya:

e. Penilaian di tingkat implementasi

f. Penilaian dalam monitoring yang berkelanjutan dalam suatu program.


Menurut Tyler (1951 dalam Azizi, 2008), penilai harus menilai tingkah laku peserta
didik, pada perubahan tingkah laku yang dikehendaki dalam pendidikan. Selain itu
evaluasi mesti dibuat pada akhir program. Dalam model ini, langkah pertama adalah
mengenali tujuan suatu program. Setelah tujuan program diketahui, indikator-
indikator pencapaian tujuan dan alat pengukuran diketahui pasti. Hasil kajian akan
dibandingkan dengan tujuan program dan keputusan dibuat level pencapaian yang
diperoleh. Menurut Tyler, apabila tujuan program tidak tercapai sepenuhnya, ini
membawa implikasi sama bahwa program pembelajaran lemah atau juga bahwa
tujuan yang dipilih tidak sesuai.

6. Goal Free Evaluation Model

Model evaluasi yang dikembangkan oleh Michael Scriven tahun 1972 ini dapat
dikatakan berlawanan dengan model pertama yang dikembangkan oleh Tyler. Jika
dalam model yang dikembangkan oleh Tyler, evaluator terus-menerus memantau
tujuan, yaitu sejak awal proses terus melihat sejauh mana tujuan tersebut sudah
dapat dicapai, dalam model goal free evaluation (evaluasi lepas dari tujuan) justru
menoleh dari tujuan. Menurut Michael Scriven, dalam melaksanakan evaluasi
program evaluator tidak perlu memperhatikan apa yang menjadi tujuan program.
Yang perlu diperhatikan dalam program tersebut adalah bagaimana kerjanya
program, dengan jalan mengidentifikasi penampilan-penampilan yang terjadi, baik
hal-hal yang positif (yaitu hal yang diharapkan) maupun hal-hal negatif (yang
sebetulnya memang tidak diharapkan).

Alasan mengapa tujuan program tidak perlu diperhatikan karena ada kemungkinan
evaluator terlalu rinci mengamati tiap-tiap tujuan khusus. Jika masing-masing tujuan
khusus tercapai, artinya terpenuhi dalam penampilan, tetapi evaluator lupa
memperhatikan sejauh mana masing-masing penampilan tersebut mendukung
penampilan akhir yang diharapkan oleh tujuan umum maka akibatnya jumlah
penampilan khusus ini tidak banyak manfaatnya.

Dari uraian ini jelaslah bahwa yang dimaksud dengan "evaluasi lepas dari tujuan"
dalam model ini bukannya lepas sama sekali dari tujuan tetapi hanya lepas dari
tujuan khusus. Model ini hanya mempertimbangkan tujuan umum yang akan dicapai
oleh program, bukan secara rinci per komponen.
7. Discrepancy Model

Provus mendefinisikan evaluasi sebagai alat untuk membuat pertimbangan


(judgement) atas kekurangan dan kelebihan suatu objek berdasarkan diantara
standar dan kinerja. Model ini juga dianggap menggunakan pendekatan formatif dan
berorientasi pada analisis system. Standar dapat diukur dengan menjawab
pertanyaan bagaimana program berjalan. Sementara pencapaiannya ada;ah lebih
kepada apakah yang sebenarnya terjadi. Evaluator hanya boleh membantu dengan
membentuk dan menjelaskan peranan standar dan pencapaian. Dalam model
evaluasi ini, kebanyakan informasi yang diperoleh berbeda dan dikumpulkan dengan
beberapa cara, yaitu (Azizi, 2008):

a. Merencanakan bentuk penilaian, menentukan kemantapan suatu program.

b. Penilaian input, bertujuan membantu pihak pengurus dengan memastikan


sumber yang diperlukan mencukupi.

c. Proses penilaian, memastikan aktivitas yang dirancang berjalan dengan lancer


dan memiliki mutu seperti yang diharapkan.

d. Penilaian hasil, judgement di tahap pencapaian suatu hasil yang direncanakan.

Menurut Provus evaluasi adalah untuk membangun dan affirmatif, tidak untuk
menghakimi. Model Evaluasi Discrepancy/ Pertentangan ( Provus, 1971) adalah suatu
model evaluasi program yang menekankan pentingnya pemahaman sistem sebelum
evaluasi. Kapan saja kita sedang mencoba untuk mengevaluasi sesuatu, ditekankan
bahwa kita harus mempunyai pemahaman tepat dan jelas atas hal yang dievaluasi,
untuk menetapkan standar.

Model ini merupakan suatu prosedur problem-solving untuk mengidentifikasi


kelemahan (termasuk dalam pemilihan standar) dan untukmengambil tindakan
korektif. Di dalam kasus suatu sistem yang kompleks seperti suatu proyek, obyek
evaluasi bisa belum jelas dan sukar untuk dipahami. Klarifikasi obyek evaluasi obyek
adalah sangat perlu untuk membuat evaluasi terlaksana.
Dengan model ini, proses evaluasi pada langkah-langkah dan isi kategori sebagai
cara memfasilitasi perbandingan capaian program dengan standar, sementara pada
waktu yang sama mengidentifikasi standar untuk digunakan untuk perbandingan di
masa depan.Argumentasi Provus, bahwa semua program memiliki daur hidup (life
cycle). Karena program terdiri atas langkah-langkah pengembangan, aktivitas
evaluasi banyak diartikan adanya integrasi pada masing-masing komponennya.

a. Dalam definition stage (tahap definisi), staf program mengorganisir a) gambaran


tujuan, proses, atau aktivitas dan kemudian b) menggambarkan sumber daya
yang diperlukankan. Harapan atau standar ini adalah dasar dimana evaluasi
berkelanjutan tergantung.

b. Dalam installationstage (langkah instalasi), desain/ definisi program menjadi


standar baku untuk diperbandingkan dengan penilaian operasi awal program.
Gagasannya adalah untuk menentukan sama dan sebangun, sudah atau
tidaknya program telah diterapkan sebagaimana desainnya.

c. Dalam product stage (tahap proses), evaluasi ditandai dengan pengumpulan


data untuk menjaga keterlaksanaan program. Gagasannya adalah untuk
memperhatikan kemajuan kemudian menentukan dampak awal, pengaruh, atau
efek.

d. Dalam productstage (tahap produk), pengumpulan data dan analisa yang


membantu ke arah penentuan tingkat capaian sasaran dari outcome. Dalam
tahap 4 ini pertanyaannya adalah “Apakah sasaran program telah dicapai?"
Harapannya adalah untuk merencanakan follow up jangka panjang pemahaman
atas dampak.

e. (optional) tahap cost-benefit menunjukkan peluang untuk membandingkan hasil


dengan yang dicapai oleh pendekatan lain yang serupa.

Anda mungkin juga menyukai