Anda di halaman 1dari 5

MATEMATIKA YUNANI

Matematika Yunani merujuk pada matematika yang ditulis di dalam bahasa Yunani antara tahun
600 SM sampai 300 M.[28] Matematikawan Yunani tinggal di kota-kota sepanjang Mediterania
bagian timur, dari Italia hingga ke Afrika Utara, tetapi mereka dibersatukan oleh budaya dan
bahasa yang sama. Matematikawan Yunani pada periode setelah Iskandar Agung kadang-
kadang disebut Matematika Helenistik.
Matematika Yunani lebih berbobot daripada matematika yang dikembangkan oleh kebudayaan-
kebudayaan pendahulunya. Semua naskah matematika pra-Yunani yang masih terpelihara
menunjukkan penggunaan penalaran induktif, yakni pengamatan yang berulang-ulang yang
digunakan untuk mendirikan aturan praktis. Sebaliknya, matematikawan Yunani menggunakan
penalaran deduktif. Bangsa Yunani menggunakan logika untuk menurunkan simpulan dari
definisi dan aksioma, dan menggunakan kekakuan matematika untuk membuktikannya.[29]
Matematika Yunani diyakini dimulakan oleh Thales dari Miletus (kira-kira 624 sampai 546 SM)
dan Pythagoras dari Samos (kira-kira 582 sampai 507 SM). Meskipun perluasan pengaruh
mereka dipersengketakan, mereka mungkin diilhami oleh Matematika Mesir dan Babilonia.
Menurut legenda, Pythagoras bersafari ke Mesir untuk mempelajari matematika, geometri, dan
astronomi dari pendeta Mesir.
Thales menggunakan geometri untuk menyelesaikan soal-soal perhitungan ketinggian piramida
dan jarak perahu dari garis pantai. Dia dihargai sebagai orang pertama yang menggunakan
penalaran deduktif untuk diterapkan pada geometri, dengan menurunkan empat akibat wajar
dari teorema Thales. Hasilnya, dia dianggap sebagai matematikawan sejati pertama dan pribadi
pertama yang menghasilkan temuan matematika.[30] Pythagoras mendirikan Mazhab Pythagoras,
yang mendakwakan bahwa matematikalah yang menguasai semesta dan semboyannya adalah
"semua adalah bilangan".[31] Mazhab Pythagoraslah yang menggulirkan istilah "matematika", dan
merekalah yang memulakan pengkajian matematika. Mazhab Pythagoras dihargai sebagai
penemu bukti pertama teorema Pythagoras,[32] meskipun diketahui bahwa teorema itu memiliki
sejarah yang panjang, bahkan dengan bukti keujudan bilangan irasional.
Eudoxus (kira-kira 408 SM sampai 355 SM) mengembangkan metode kelelahan, sebuah rintisan
dari Integral modern. Aristoteles (kira-kira 384 SM sampai 322 SM) mulai menulis
hukum logika. Euklides (kira-kira 300 SM) adalah contoh terdini dari format yang masih
digunakan oleh matematika saat ini, yaitu definisi, aksioma, teorema, dan bukti. Dia juga
mengkaji kerucut. Bukunya, Elemen, dikenal di segenap masyarakat terdidik di Barat hingga
pertengahan abad ke-20.[33] Selain teorema geometri yang terkenal, seperti teorem
Pythagoras, Elemen menyertakan bukti bahwa akar kuadrat dari dua adalah irasional dan
terdapat tak-hingga banyaknya bilangan prima. Saringan Eratosthenes (kira-kira 230 SM)
digunakan untuk menemukan bilangan prima.
Archimedes (kira-kira 287 SM sampai 212 SM) dari Syracuse menggunakan metode
kelelahan untuk menghitung luas di bawah busur parabola dengan penjumlahan barisan tak
hingga, dan memberikan hampiran yang cukup akurat terhadap Pi.[34] Dia juga
mengkaji spiral yang mengharumkan namanya, rumus-rumus volume benda putar, dan sistem
rintisan untuk menyatakan bilangan yang sangat besar.

MATEMATIKA EROPA
di ambang abad ketiga belas muncul Leonardo Fibonacci, ahli matematika paling
berbakat dari abad pertengahan. juga dikenal sebagai Leonardo dari Pisa (atau Leonardo
Pisano). Leonardo dari Pisa yang lebih dikenal dengan julukan Fibonacci (artinya anak
Bonaccio).Bonaccio sendiri artinya anak bodoh, tapi dia bukan orang bodoh karena
jabatannya adalah seorang konsul yang wewakili Pisa.Jabatan yang dipegang ini membuat dia
sering bepergian.Bersama anaknya, Leonardo, yang selalu mengikuti ke negara mana pun dia
melakukan lawatan.
Fibonacci menulis buku Liber Abaci setelah terinspirasi pada kunjungannya ke Bugia,
suatu kota yang sedang tumbuh di Aljazair. Ketika ayahnya bertugas di sana, seorang ahli
matematika Arab memperlihatkan keajaiban sistem bilangan Hindu-Arab. Sistem yang mulai
dikenal setelah jaman Perang Salib.Kalkulasi yang tidak mungkin dilakukan dengan
menggunakan notasi (bilangan) Romawi.Setelah Fibonacci mengamati semua kalkulasi yang
dimungkinkan oleh sistem ini, dia memutuskan untuk belajar pada matematikawan Arab yang
tinggal di sekitar Mediterania.Semangat belajarnya yang sangat mengebu-gebu membuat dia
melakukan perjalanan ke Mesir, Syria, Yunani, Sisilia.
Tahun 1202 dia menerbitkan buku Liber Abaci dengan menggunakan – apa yang
sekarang disebut dengan aljabar, dengan menggunakan numeral Hindu-Arabik. Buku ini
memberi dampak besar karena muncul dunia baru dengan angka-angka yang bisa
menggantikan sistem Yahudi, Yunani dan Romawi dengan angka dan huruf untuk
menghitung dan kalkulasi.
Dalam buku itu diuraikan penyelesaian persamaan kuadrat dengan metode letak salah
dan penyelesaian secara aljabar. Salah satu soal menarik pada buku tersebut yang terkenal
sekarang adalah barisan Fibonacci, yakni 1,1,2,3,5,8,....m,n,m+n,...

Pada tahun 1220 dan tahun 1225 ia menulis 2 buku tentang matematika, karena
kepintarannya kaisar Frederik II mengundangnya ke istana untuk mengikuti pertandingan
matematika. dan pada abad ke 13 muncul juga pengembangan rumus nisbah emas. Nisbah
emas sendiri mempunyai kaitan dengan baris Fibonacci.
Nisbah emas sudak dikenal sejak jaman Pythagoras. Disebutkan bahwa alam
tampaknya diatur oleh nisbah emas. “Kesaktian” nisbah ini mendasari arsitektur bangunan
jaman dahulu, khususnya di Yunani. Bentangan pilar dan tinggi Panthenon merupakan
perbandingan hasil nisbah emas.
Perhatikan hasil pembagian bilangan-bilangan pada deret Fibonacci di bawah ini.

1/1; 2/1; 3/2; 5/3; 8/5; 13/8; 21/13; 34/21; 55/34; 89/55; 144/89…

Bilangan hasil pembagian menunjukkan sesuatu yang istimewa sehingga disebut dengan
seksi emas (golden section). Nama ini mirip dengan nisbah emas.

MATEMATIKA INDIA

Peradaban terdini anak benua India adalah Peradaban Lembah Indus yang mengemuka di
antara tahun 2600 dan 1900 SM di daerah aliran Sungai Indus. Kota-kota mereka teratur secara
geometris, tetapi dokumen matematika yang masih terawat dari peradaban ini belum
ditemukan.[39]
Matematika Vedanta dimulakan di India sejak Zaman Besi. Shatapatha Brahmana (kira-kira abad
ke-9 SM), menghampiri nilai π,[40] dan Sulba Sutras (kira-kira 800–500 SM) yang merupakan
tulisan-tulisan geometri yang menggunakan bilangan irasional, bilangan prima, aturan
tiga dan akar kubik; menghitung akar kuadrat dari 2 sampai sebagian dari seratus ribuan;
memberikan metode konstruksi lingkaran yang luasnya menghampiri persegi yang
diberikan,[41] menyelesaikan persamaan linear dan kuadrat; mengembangkan tripel
Pythagoras secara aljabar, dan memberikan pernyataan dan bukti numerik untuk teorema
Pythagoras.
Pāṇini (kira-kira abad ke-5 SM) yang merumuskan aturan-aturan tata bahasa
Sanskerta.[42] Notasi yang dia gunakan sama dengan notasi matematika modern, dan
menggunakan aturan-aturan meta, transformasi, dan rekursi. Pingala (kira-kira abad ke-3 sampai
abad pertama SM) di dalam risalahnya prosody menggunakan alat yang bersesuaian
dengan sistem bilangan biner. Pembahasannya tentang kombinatorika meter bersesuaian
dengan versi dasar dari teorema binomial. Karya Pingala juga berisi gagasan dasar
tentang bilangan Fibonacci (yang disebut mātrāmeru).[43]
Surya Siddhanta (kira-kira 400) memperkenalkan fungsi trigonometri sinus, kosinus, dan balikan
sinus, dan meletakkan aturan-aturan yang menentukan gerak sejati benda-benda langit, yang
bersesuaian dengan posisi mereka sebenarnya di langit.[44] Daur waktu kosmologi dijelaskan di
dalam tulisan itu, yang merupakan salinan dari karya terdahulu, bersesuaian dengan rata-
rata tahun siderik 365,2563627 hari, yang hanya 1,4 detik lebih panjang daripada nilai modern
sebesar 365,25636305 hari. Karya ini diterjemahkan ke dalam bahasa Arab dan bahasa
Latin pada Zaman Pertengahan.
Aryabhata, pada tahun 499, memperkenalkan fungsi versinus, menghasilkan
tabel trigonometri India pertama tentang sinus, mengembangkan teknik-teknik
dan algoritme aljabar, infinitesimal, dan persamaan diferensial, dan memperoleh solusi seluruh
bilangan untuk persamaan linear oleh sebuah metode yang setara dengan metode modern,
bersama-sama dengan perhitungan astronomi yang akurat berdasarkan
sistem heliosentris gravitasi.[45] Sebuah terjemahan bahasa Arab dari
karyanya Aryabhatiya tersedia sejak abad ke-8, diikuti oleh terjemahan bahasa Latin pada abad
ke-13. Dia juga memberikan nilai π yang bersesuaian dengan 62832/20000 = 3,1416. Pada
abad ke-14, Madhava dari Sangamagrama menemukan rumus Leibniz untuk pi, dan,
menggunakan 21 suku, untuk menghitung nilai π sebagai 3,14159265359.

MATEMATIKA JAWA
Siapapun sepakat bahwa matematika banyak digunakan dalam berbagai disiplin ilmu.
Matematika adalah pelayan dan ratu bagi ilmu-ilmu lain. Dalam matematika kita banyak
menemukan lambang-lambang yang tidak banyak ditemukan dan dipergunakan dalam
kehidupan setiap hari. Obyek kajian matematika abstrak. Menurut Frans Susilo, S.J seperti yang
dikutip Supatmono dalam bukunya Matematika Asyik, ciri-ciri matematika adalah :
1. Matematika bukanlah ilmu yang memiliki kebenaran mutlak. Kebenaran dalam matematika
adalah kebenaran nisbi yang tergantung pada kesepakatan yang disetujui bersama.
2. Matematika bukanlah ilmu yang tidak bisa salah. Sebagai ilmu yang dibentuk dan dikembangkan
oleh manusia, tentu matematika tidak lepas dari kesalahan dan keterbatasan. meskipun
demikian, melalui kesalahan-kesalahan itulah matematika didorong dan dipacu untuk terus
tumbuh dan berkembang.
3. Matematika bukanlah kumpulan angka, simbol dan rumus yang tidak ada kaitannya dengan
dunia nyata. Justru sebaliknya, matematika tumbuh dan berakar dari dunia nyata.
4. Matematika bukanlah teknik pengerjaan yang perlu hanya dihafal saja sehingga siap pakai untuk
menyelesaikan soal-soal. Dalam matematika, keindahan bukan semata-mata hanya ditentukan
dari hasil akhir tetapi justru dari latar belakang dan proses yang mengantar sampai terjadinya
hasil akhir tersebut.
5. Obyek dari matematika adalah unsur-unsur yang bersifat sosial-kultural-historis, yaitu milik
bersama seluruh umat manusia, sebagai salah satu sarana yang dipergunakan manusia untuk
mengembangkan segi-segi tertentu dalam perikehidupan manusiawinya dan yang terbentuk
melalui proses panjang menyejarah yang membentuk wajah matematika itu sendiri.
Selain ciri-ciri di atas, Yansen Marpaung (Supatmono, 2009:9)mengatakan bahwa matematika
memiliki sekurang-kurangnya dua ciri penting:
1. Matematika secara historis berkembang bukan secara deduktif, tetapi empiris induktif. Dalam
perkembangannya para ahli kemudian menggunakan metode deduksi untuk mempelajari
matematika. Dengan menggunakan metode ini pula para ahli mulai gencar mempertanyakan
kembali teorema-teorema yang sudah ada dengan menggugat aksioma-aksioma sebelumnya
sehingga matematika maju dan berkembang dengan sangat pesat.
2. Aksioma-aksioma dalam matematika bersifat konsisten. Dengan demikian teorema-teorema
yang diturunkan dari aksioma-aksioma sebelumnya tidak mengalami pertentangan satu dengan
yang lain.

MATEMATIKA MUSLIM

Dalam sebuah seminar di Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, Fahmi memberikan
gambaran bahwa sesungguhnya di dalam Al-Quran terkandung rahasia-rahasia yang harus
dipikirkan oleh umat manusia, salah satunya adalah rahasia angka dalam Al-Quran. Ia
menjelaskan bahwa angka yang paling sering banyak muncul di dalam Al-Quran adalah angka
19, yang didapat dari berbagai perhitungan, misalnya adalah jumlah dari bacaan basmalah yang
berjumlah 19 huruf. Dari kesimpulannya, angka 19 adalah sebuah aksioma dalam Al-Quran.[2]
Berdasarkan Matematika Islam, Fahmi Basya memperlihatkan hubungan antara
gerakan sholat gerhana dengan posisi gerhana. Dari sana didapatkan bahwa ruku dapat
didefinisikan sebagai gerakan 90 derajat. Jika ruku adalah 90 derajat, sujud adalah 135 derajat,
dan berdiri tegak adalah nol derajat, dalam satu rakaat seseorang telah menyelesaikan satu
putaran penuh atau 360 derajat. Selain itu, bacaan takbir yang diucapkan pada 29 kali salat
tarawih dan witir ditambah salat Ied maka akan ditemukan bilangan 1786, yang jika dibagi 19
adalah 94. Angka 94 juga menjadi jumlah kalimat takbir dalam lima kali salat dalam sehari. Bagi
Fahmi, riset yang mendalam terhadap fenomena-fenomena menarik ini akan dapat memperkuat
rasa iman kepada Allah.[2]
Dalam buku "Matematika Islam 3", KH Fahmi Basya menyatakan bahwa
Candi Borobudur adalah peninggalan Nabi Sulaiman di tanah Jawa. Ia menyebutkan beberapa
ciri-ciri Candi Borobudur yang menjadi bukti sebagai peninggalan Nabi Sulaiman, seperti hutan
atau negeri Saba, makna Saba, nama Sulaiman, buah maja yang pahit, dipindahkannya
kekuasaan Saba ke wilayah kekuasaan Nabi Sulaiman, bangunan yang tidak terselesaikan oleh
para jin, tempat berkumpulnya Ratu Saba, dan lain-lain.[3] Melalui hitungan matematika Islam dan
Sain Alquran yang dipahaminya, KH Fahmi Basya memaparkan 40 fakta-fakta eksak daya
jelajah para Nabi yang ternyata sampai ke Nusantara.[4]
Nabi Sulaiman memerintahkan untuk membentuk gedung besar dan patung-patung. Patung-
patung yang beribu-ribu jumlahnya adalah Candi Borobudur, sedangkan bangunan yang besar-
besar adalah Candi Prambanan. Saba di Indonesia adalah Wonosobo. Dalam Al-Qur’an, Saba
ditumbuhi pohon yang sangat banyak. Lalu Nabi Sulaiman memerintahkan burung Hud-Hud
mengirim surat ke Ratu Saba, kediamannya di Candi Ratu Boko, yaitu 36 kilometer dari
Borobudur. Surat itu berupa pelat emas dan pernah ditemukan di sebuah kolam di Candi Ratu
Boko. Namun, pekerjaan jin belum selesai dikarenakan mereka tahu Nabi Sulaiman telah wafat
sehingga mereka menghentikan pekerjaannya. Di Borobudur, terdapat patung yang belum
selesai, yaitu Unfinished Solomon.[3]

Anda mungkin juga menyukai