Anda di halaman 1dari 16

A.

B.Nama : Nuraisyah Lubis


C.NIM : 530030726
D.Mata Kuliah : Metodologi Penelitian Pendidikan Matematika
(MPMO5203.01)

DISKUSI 8
METODE EKSPERIMEN LANJUTAN
DALAM RANCANGAN PENELITIAN PENDIDIKAN

1. RANCANGAN KUASI EKSPERIMEN


Penelitian eksperimen kuasi adalah penelitian yang dilaksanakan dengan
menggunakan seluruh subjek dalam kelompok belajar (intact group) untuk diberi perlakuan
(treatment) dan bukan menggunakan subjek yang diambil secara acak. Penggunaan
rancangan ini bertujuan untuk memperoleh informasi yang merupakan perkiraan bagi
informasi yang dapat diperoleh dengan eksperimen yang sebenarnya dalam keadaan yang
tidak memungkinkan untuk mengontrol dan/atau memanipulasikan semua variabel yang
relevan.
Ciri-ciri rancangan eksperimen kuasi adalah:
a. Manipulasi eksperimen hanya pada variabel bebas.
b. Tidak ada pemilihan secara acak untuk kelompok dan atau
c. Tidak ada kelompok kontrol

Tujuan penelitian experimen kuasi untuk memperkirakan kondisi eksperimen murni dalam
keadaan tidak memungkinkan untuk mengontrol dan atau memanipulasi semua variabel
yang relevan. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan hubungan sebab akibat dengan
cara melibatkan kelompok kontrol disamping kelompok eksperimen, namun pemilahan
kedua kelompok tersebut tidak dengan teknik random.
Penelitian eksperimental semu bertujuan untuk menjelaskan hubungan-
hubungan,mengklarifikasi penyebab terjadinya suatu peristiwa, atau keduanya.Bentuk
desain eksperimen ini merupakan pengembangan dari true experimental design, yang sulit
dilaksanakan. Desain ini mempunyai kelompok kontrol, tetapi tidak dapat berfungsi
sepenuhnya untuk mengontrol variabel-variabel luar yang mempengaruhi pelaksanaan
eksperimen. Walaupun demikian, desain ini lebih baik dari pre-experimental design. Quasi
Experimental Design digunakan karena pada kenyataannya sulit medapatkan kelompok
kontrol yang digunakan untuk penelitian.

Dalam suatu kegiatan administrasi atau manajemen misalnya, sering tidak mungkin
menggunakan sebagian para karyawannya untuk eksperimen dan sebagian tidak. Sebagian
menggunakan prosedur kerja baru yang lain tidak. Oleh karena itu, untuk mengatasi
kesulitan dalam menentukan kelompok kontrol dalam penelitian, maka dikembangkan
desain Quasi Experimental. Desain eksperimen model ini diantarnya sebagai berikut:
a. Time Series Design
Dalam desain ini kelompok yang digunakan untuk penelitian tidak dapat dipilih secara
random. Sebelum diberi perlakuan, kelompok diberi pretest sampai empat kali dengan
maksud untuk mengetahui kestabilan dan kejelasan keadaan kelompok sebelum diberi
perlakuan. Bila hasil pretest selama empat kali ternyata nilainya berbeda-beda, berarti
kelompok tersebut keadaannya labil, tidak menentu, dan tidak konsisten. Setelah
kestabilan keadaan kelompok dapay diketahui dengan jelas, maka baru diberi
treatment/perlakuan. Desain penelitian ini hanya menggunakan satu kelompok saja,
sehingga tidak memerlukan kelompok kontrol.

Hasil pretest yang baik adalah O1 = O2 = O3 = O4= O5 dan hasil perlakuan yang baik
adalah O6 = O7 = O8 = O9=O10. Penelitian dapat pula diterapkan dengan membagi dalam
dua group, yang satu diberi perlakuan sedangkan yang lain tidak.

Kemungkinan hasil penelitian dari desain ini ditunjukkan pada gambar berikut.
Dari gambar terlihat bahwa terdapat berbagai kemungkinan hasil penelitian yang
menggunakan desain time series. Hasil penelitian yang paling baik adaah ditunjukkan pada
grafik A. hasil pretest menunjukkan keadaan kelompok stabil dan konsisten (O1 = O2 =
O3 = O4) setelah diberi perlakuan keadaannya meningkat secara konsisten (O5 = O6 = O7
= O7 = O8). Grafik B memperlihatkan ada pengaruh perlakuan terhadap kelompok yang
sedang dieksperimen, tetapi setelah itu kembali lagi pada posisi semula. Jadi pengaruh
perlakuan hanya sebagai contoh : pada waktu penataran, pengetahuan dan ketrampilannya
kembali seperti semula. Grafik memperlihatkan pengaruh luar lebih berperan dari pada
pengaruh perlakuan, sehingga grafiknya naik terus. Grafik D menunjukkan keadaan
kelompok tidak menentu.

b. Nonequivalent Control Group Design


Desain ini hampir sama dengan pretest-posttest control group design, hanya pada desain
ini kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol tidak dipilih secara random. Dalam
desain ini, baik kelompok eksperimental maupun kelompok kontrol dibandingkan,
kendati kelompok tersebut dipilih dan ditempatkan tanpa melalui random. Dua kelompok
yang ada diberi pretes, kemudian diberikan perlakuan, dan terakhir diberikan postes.
Jika peneliti akan menbandingkan beberapa perlakuan (metode) untuk mendapatkan hasil
yang lebih akurat maka digunakan comparison group design seperti pada gambar di
bawah ini.

c. Conterbalanced Design
Desain ini semua kelompok menerima semua perlakuan, hanya dalam urutan perlakuan
yang berbeda-beda, dan dilakukan secara random.
d. Factorial Design
Desain Faktorial selalu melibatkan dua atau lebih variabel bebas (sekurang-kurangnya
satu yang dimanipulasi). Desain faktorial secara mendasar menghasilkan ketelitian
desain true-eksperimental dan membolehkan penyelidikan terhadap dua atau lebih
variabel, secara individual dan dalam interaksi satu sama lain. Tujuan dari desain ini
adalah untuk menentukan apakah efek suatu variabel eksperimental dapat
digeneralisasikan lewat semua level dari suatu variabel kontrol atau apakah efek suatu
variabel eksperimen tersebut khusus untuk level khusus dari variabel kontrol, selain itu
juga dapat digunakan untuk menunjukkan hubungan yang tidak dapat dilakukan oleh
desain eksperimental variabel tunggal.

Pada desain ini semua kelompok dipilih secara random, kemudian masing-masing diberi
pretest. Kelompok untuk penelitian dinyatakan baik, bila setiap kelompok dinilai
pretestnya sama. Jadi O1 = O3 = O5 = O7. Dalam hal ini variabel moderatornya adalah
Y1 dan Y2.

Contoh: Dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh prosedur kerja baru terhadap
kepuasan pelayanan pada masyarakat, untuk itu dipilih empat kelompok secara random.
Variabel moderatornya adalah jenis kelamin, yaitu laki-laki (Y1) dan perempuan (Y2).

Treatment/perlakuan (prosedur kerja baru) dicobakan pada kelompok eksperimen


pertama yang telah diberi pretest (O1 = kelompok laki-laki) dan kelompok eksperimen
ke dua yang telah diberi pretest (O5 = kelompok perempuan). Pengaruh perlakuan (X)
terhadap kepuasan pelayanan untuk kelompok laki-laki = (O2 – O1) – (O4 – O3).
Pengaruh perlakuan (prosedur kerja baru) terhadap nilai penjualan barang untuk
kelompok perempuan = (O6 – O5) – (O8 – O7). Bila terdapat perbedaan pengaruh
prosedur kerja bar terhadap kepuasaan masyarakat antara kelompok kerja pria dan
wanita, maka penyebab utamanya adalah bukan (karena treatment yang diberikan sama),
tetapi karena adanya variabel moderator, yang dalam hal ini adalah jenis kelamin. Pria
dan wanita menggunakan prosedur kerja baru yang sama, tempat kerja yang sama
nyamannya, tetapi pada umunya, kelompok wanita lebih ramah dalam memberikan
pelayanan, sehingga dapat meningkatkan kepuasan masyarakat.
Langkah-langkah Penelitian Eksperimen:
Menurut Sukardi (2003), pada umumnya, penelitian eksperirnental dilakukan dengan
menempuh langkah-langkah seperti berikut :
a. Melakukan kajian secara induktif yang berkait erat dengan permasalahan yang hendak
dipecahkan.
b. Mengidentifikasi dan mendefinisikan masalah.
c. Melakukan studi literatur dan beberapa sumber yang relevan, memformulasikan
hipotesis penelitian, menentukan variabel, dan merumuskan definisi operasional dan
definisi istilah.
d. Membuat rencana penelitian yang didalamnya mencakup kegiatan:
e. Mengidentifikasi variabel luar yang tidak diperlukan, tetapi memungkinkan terjadinya
kontaminasi proses eksperimen.
1) Menentukan cara mengontrol.
2) Memilih rancangan penelitian yang tepat.
3) Menentukan populasi, memilih sampel (contoh) yang mewakili serta memilih
sejumlah subjek penelitian.
4) Membagi subjek dalam kelompok kontrol maupun kelompok eksperimen.
5) Membuat instrumen, memvalidasi instrumen dan melakukan studi pendahuluan agar
diperoleh instrumen yang memenuhi persyaratan untuk mengambil data yang
diperlukan.
6) Mengidentifikasi prosedur pengumpulan data. dan menentukan hipotesis.

Kelebihan dan Kelemahan Rancangan Penelitian Eksperimen


a. Kelebihan Penelitan Eksperimen
Penelitian eksperimental mempunyai dua kelebihan, yaitu (Christensen, 2001, dalam
Mulandari, tanpa tahun):
1) Kemampuan untuk membuktikan ada tidaknya hubungan sebab-akibat yang
dihasilkan pada penelitian eksperimen lebih kuat atau bahkan paling kuat
dibandingkan penelitian non-eksperimental. artinya, variabel terikat yang terjadi
atau muncul dalam penelitian eksperimen hanya disebabkan oleh variabel bebas dan
bukan oleh faktor-faktor lainnya.
2) Kemampuan untuk memanipulasi secara tepat satu atau lebih veriabel yang
diinginkan peneliti
b. Kelemahan Penelitian Eksperimen
Adapun kelemahan-kelemahan dari rancangan penelitian eksperimental, yaitu:
1) Penelitian eksperimental sulit untuk digeneralisasikan dalam kehidupan sehari-
hari.Hal ini disebabkan oleh kondisi penelitian eksperimental yang sangat
terkontrol (buatan), sehingga situasinya tidak seperti dalam kehidupan sehari-hari
(artificiality of experiments).
2) Pelaksanaan penelitian eksperimental umumnya membutuhkan waktu yang relatif
lebih lama.
3) Unethical
Bahwa dalam penelitian eksperimental, terutama pada eksperimen sungguhan dan
semu, ada dampak kurang baik pada pengetahuan, psikologi, dan moral subjek
(kelompok kontrol) akibat tidak diberikan perlakukan yang sama dengan kelompok
eksperimen. Sementara itu, peneliti yang memberikan perlakuan pada kelompok
eksperimen dalam jangka waktu tertentu cenderung tidak memperhatikan kondisi
dan kebutuhan subjek penelitian, sehingga fisik dan psikologi subjek penelitian
dapat terganggu.

Contoh penelitian eksperimen


1. Contoh riset eksperimental tanpa kontrol group
Pemerintah daerah berminat menerapkan kebijakan transmigrasi penduduk suatu
desa yang memiliki tingkat kepadatan dan kemiskinan yang tinggi. Sebelum
menerapkan kebijakan tersebut, survey di lakukan untuk mengetahui pendapat
masyarakat. Riset eksperimental di lakukan dengan cara menerapkan treatment atau
eksperimen kepada partisipan penelitian, lalu mengevaluasi hasilnya.

Disini, pemerintah daerah melakukan eksperimen dengan cara mempertontonkan


film tentang keberhasilan para transmigran untuk menstimulasi keinginan mereka
agar mau pindah. Riset eksperimental di lakukan dengan cara menyelenggarakan
pre-test atau survey terlebih dahulu sebelum partisipan menonton film. Kemudian
partisipan yang sama di survey lagi setelah menonton film.

Analisis data di lakukan dengan cara melihat adakah perbedaan sikap antara
sebelum dan sesudah eksperimen di lakukan. Jika terjadi perubahan, maka nonton
film tentang keberhasilan transmigran bisa di jadikan sebuah intervensi untuk
mendukung kebijakan transmigrasi agar berjalan mulus.

Riset eksperimen tanpa kontrol grup artinya hanya kelompok warga desa yang akan
menjadi subjek kebijakan saja yang di survey kdan di intervensi. Model penelitian
memiliki kekurangan pada tingginya bias hasil analisis.

Untuk mengurangi bias semacam ini, model penelitian eksperimen di kembangkan


dengan melibatkan kelompok pembanding atau kontrol group. Misalnya, dengan
melakukan survey warga desa lain yang memiliki karakteristik serupa.
2. Contoh riset eksperimental dengan control group
Pemerintah akan menerapkan kebijakan tentang pengangguran konsumsi rokok.
sekelompok perokok yang mengonsumsi lebih dari lima batang perhari di
kumpulkan. Kemudian mereka di bagi ke dalamn dua kelompok, yaitu kelompok
eksperimen dan kelompok pembanding.

Eksperimen yang di lakukan adalah dengan mempertontonkan gambar atau foto-


foto tentang penyakit akibat merokok. Hipotesis yang di rumuskan menyatakan
bahwa memperlihatkan foto-foto atau gambar penyakit akibat merokok kepada
perokok dapat mengurangi jumlah konsumsi rokok mereka per hari.
2. RANCANGAN FAKTORIAL
A. Pengertian
Rancangan faktorial digunakan apabila eksperimen terdiri atas dua faktor atau lebih.
Desain faktorial memungkinkan kita melakukan kombinasi antar level faktor. Pada tiap
kombinasi faktor, jumlah replikasi yang dilakukan sebanyak n. Dalam desain faktorial,
jumlah level di tiap level faktor dan atau jumlah replikasi yang dilakukan mungkin tidak
sama. Desain faktorial seperti ini sering disebut unbalanced desain faktorial.

B. Ciri-ciri Desan Rancangan Faktorial


Eksperimen faktorial mempunyai ciri-ciri khusus, diantaranya:
1. Terdiri dari beberapa faktor (perlakuan).
2. Setiap faktor terdiri dari beberapa taraf.
3. Setiap faktor diselidiki secara bersamaan.
4. Penamaan rancangan dengan cara menambahkan perkalian antara banyak taraf
faktor yang satu dengan banyak taraf faktor yang lain.

C. Jenis-jenis Desain Rancangan Faktorial


1. Rancangan faktorial 2k yaitu analisis rancangan faktorial yang menyangkut k buah
faktorial (perlakuan) dengan tiap faktor hanya terdiri dari 2 buah taraf atau ulangan.
Misalnya desain eksperimen dengan 2 faktor, A dan B, yang masing-masing terdiri
atas 2 taraf maka akan ditulis sebagai rancangan faktorial 22. Jadi jika 3 faktor, maka
23, dan seterusnya.
2. Rancangan faktorial 3k yaitu analisis rancangan faktorial yang menyangkut k buah
faktor (perlakuan) dengan tiap faktor hanya terdiri dari 3 buah taraf atau ulangan.

Rancangan faktorial tersarang yaitu analisis dengan sifat bahwa taraf faktor yang
satu tersarang dalam faktor lain sehingga tidak akan terjadi interaksi antara 2 faktor.
Karenanya jika faktor A yang bertaraf a buah dan faktor B yang bertaraf b buah membentuk
suatu eksperimen tersarang, tidak akan diperoleh suku interaksi AB dalam model
matematisnya.
3. RANCANGAN SUBJEK TUNGGAL

Eksperimen subjek tunggal (single subject experimental), merupakan eksperimen


yang dilakukan terhadap subjek tunggal. Metode eksperimen subjek tunggal, dalam
penelitian ini digunakan karena jumlah subjek yang diteliti satu subjek. Metode ini sebagai
alat ukur dari perlakuan yang diberikan terhadap perubahan perilaku dari subjek yang perlu
diobservasi secara detail dan cermat. Pola-pola subjek tunggal adalah adaptasi dari pola
dasar rangkaian waktu (time series designs).

Desain penelitian eksperimen subjek tunggal dapat dibedakan menjadi dua


kelompok, yaitu kelompok grup design dan design subjek tunggal (single subjek design)
(Sunanto, 2006: 41). Desain kelompok memfokuskan pada data yang berasal dari kelompok
individu, sedangkan desain subjek tunggal memfokuskan pada data individu sebagai sampel
penelitian.

Hasil eksperimen disajikan dan dianalisis berdasarkan subjek secara individual


(Sukmadinata, 2005:209). Metode penelitian eksperimen subjek tunggal merupakan suatu
desain eksperimen sederhana yang dapat menggambarkan dan mendeskripsikan perbedaan
setiap individu disertai dengan data kuantitatif yang disajikan secara sederhana dan
terperinci.

Karakteristik desain subjek tunggal yang memperoleh validitas internal yang


berbeda dari teknik yang ,meliputi desain konteks menyatakan bahwa karakteristik
terpenting dari desain subjek tunggal sebagai berikut:

a. Pengukuran terpercaya. Desain subjek tunggal biasanya meliputi banyak pengamatan


terhadap perilaku sebagai teknik pengumpulan data. Ini penting bahwa kondisi
pengamatan seperti waktu dan lokasi, yang distandarisasi, pengamatan haruslah dilatih
dengan baik agar bias dipercaya atau bias jadi prasangka, dan perilaku yang teramati bias
diidentifikasi secara operasional.
b. Pengukuran berulang. Karakteristik yang jelas dari subjek tunggal adalah bahwa aspek
tunggal perilaku ini diukur beberapa kali, dengan cara yang sama hanya ada sekali
pengukuran, yaitu sebelum dan sesudah diberi perlakuan. Perlakuan berulang mengontrol
variasi normal yang diketahui selama interval waktu yang pendek, menyediakan
deskripsi perilaku dengan jelas dan lugas.
c. Deskripsi kondisi ketepatan, deskripsi rinci dari seluruh kondisi perilaku diamati harus
ada. Deskripsi ini membolehkan aplikasi studi terhadap individu lain untuk memperkuat
validitas internal dan eksternal.
d. Kondisi perlakuan dan basis, durasi dan stabilitas. Prosedur yang lazim adalah untuk
setiap kondisi haruslah mempunyai waktu dan jumlah pengamatan yang sama.
e. Aturan variable tunggal ini penting untuk mengubah satu variable selama perlakuan pada
fase riset subjek tunggal dan variable yang diubah harus dijelaskan dengan tepat.

Single subjek desain menyediakan struktur untuk mengevaluasi kinerja individu


bukan kelompok. Sedangkan desain mengidentifikasi kelompok-pengaruh variabel terhadap
kinerja rata-rata sejumlah besar siswa, desain single-subjek mengidentifikasi pengaruh
variabel di sebuah perilaku tertentu dari seorang siswa tertentu. Desain seperti ini memantau
kinerja individu selama manipulasi variabel independen (s).
Single-subjek desain ulang memerlukan tindakan dari variabel dependen. Kinerja
individu yang perilakunya sedang dipantau dicatat mingguan, sehari-hari, atau bahkan lebih
sering selama tiap waktu. Kinerja individu kemudian dapat dibandingkan dalam kondisi
percobaan yang berbeda, manipulasi variabel independen. Setiap individu dibandingkan
hanya untuk dirinya sendiri, meskipun intervensi dapat direplikasi dengan beberapa individu
lain dalam desain yang sama. Single-subjek penelitian menekankan signifikansi klinis bagi
seorang individu daripada signifikansi statistik antara kelompok-kelompok. Jika hasil
intervensi dalam perbaikan, diamati dan terukur, ini disebut berfungsi sebagai
meningkatkan, hasil percobaan dianggap memiliki signifikansi klinis.
Analisis perilaku terapan umum tidak menganggap hasil penelitian berdasarkan
tunggal sukses intervensi. Ketika hubungan fungsional dibentuk antara independen variabel
(intervensi) dan variabel dependen (perilaku) untuk satu individu, mengulangi penelitian
intervensi yang sama dilakukan menggunakan berbagai individu dan variabel dependen
yang berbeda. Intervensi lebih sering suatu terbukti efektif, kepercayaan lebih umum
diperoleh tentang hasil intervensi.
Ketika guru menggunakan pujian secara sistematis meningkatkan perilaku siswa
terhadap soal matematika. Peningkatan tidak hanya hasil matematika tetapi juga perilaku
akademik dan sosial lainnya dengan banyak siswa lebih meyakinkan. Menggunakan
replikasi sistematis, diterapkan analis perilaku secara bertahap mengidentifikasi prosedur
dan teknik yang efektif dengan banyak siswa. Lain-lain kemudian dapat mengadopsi
prosedur dan teknik dengan cukup keyakinan bahwa mereka akan bekerja.
Sidman (1960) menyarankan bahwa kesalahan untuk melihat penelitian subjek tunggal hanya
sebagai dunia kecil dari penelitian kelompok. Berulang ukuran dari variabel dependen jika
variabel independen adalah diterapkan dan dihapus menunjukkan kontinuitas sebab dan akibat
dan hubungan dari satu titik data ke yang lain yang tidak akan terlihat ketika membandingkan
pengaruh variabel independen di seluruh kelompok yang terpisah.

Pengukuran Baseline

Tahap pertama dari rancangan subjek tunggal melibatkan pengumpulan dan pencatatan
baseline data. Baseline Data adalah ukuran tingkat perilaku (variabel dependen) seperti itu
terjadi secara alami, sebelum intervensi. Kazdin (1982,1998) menyatakan bahwa baseline data
melayani dua fungsi. Pertama, data baseline melayani fungsi deskriptif. Data ini
menggambarkan tingkat kinerja siswa yang ada. Bila data yang digambarkan, mereka
memberikan gambaran kemampuan siswa perilaku saat ini untuk menyelesaikan masalah atau
kemamuan aslinya banyak bicara. Tujuannya dapat membantu guru dalam memverifikasi atau
mengurangi dan meningkatkan perilakunya (banyak bicara).

Kedua, data baseline melayani fungsi “prediktif " Baseline data berfungsi sebagai dasar untuk
memprediksi tingkat kinerja untuk waktu dekat jika intervensi tersebut tidak diberikan
"(Kazdin, 1982, hal 105) Untuk menilai keberhasilan intervensi (yang independen variabel),
guru harus tahu apa kinerja murid seperti sebelum intervensi. Baseline data melayani tujuan
yang sama dengan sebuah pretest. "predikasi dicapai dengan memproyeksikan ke masa depan
kelanjutan kinerja baseline " (hal. 105). Hal ini melawan proyeksi bahwa dampak intervensi
dinilai.

Tahap awal sesi berlanjut untuk beberapa saat sebelum fase intervensi dimulai. Dalam banyak
kasus, setidaknya lima dasar titik data dikumpulkan dan diplot. Sejauh mana pengumpulan data
dasar dipengaruhi oleh karakteristik tertentu dari titik data.

Karena data dasar yang akan digunakan untuk menilai keefektifan intervensi guru, penting
bahwa baseline menjadi stabil, menyediakan sampel yang representatif terjadinya perilaku
yang alami. Kestabilan data dasar dinilai oleh dua karakteristik: variabilitas dari titik-titik data
dan kecenderungan di titik data. Variabilitas data mengacu pada fluktuasi dalam kinerja siswa.
"Sebagai aturan umum, semakin besar variabilitas dalam data, semakin sulit untuk menarik
kesimpulan tentang efek intervensi "(Kazdin, 1982, hal 109) dan untuk membuat proyeksi
tentang kinerja yang akan datang. Ketika baseline tidak stabil, hal pertama yang harus diperiksa
adalah definisi perilaku target. Tidak stabilnya baseline menunjukkan bahwa definisi
operasional perilaku target tidak cukup deskriptif untuk memungkinkan keakuratan dan
konsisten perekaman atau karena kolektor datanya tidak konsisten pada prosedur pengumpulan
data.

Pengukuran Intervensi

Komponen kedua dari setiap single subjek desain adalah serangkaian tindakan berulang-ulang
subjek kinerja di bawah kondisi perlakuan atau intervensi. Independen variabel (perlakuan atau
intervensi) diperkenalkan, dan pengaruhnya pada tergantung variabel (kinerja siswa) diukur
dan dicatat. Kecenderungan dalam perlakuan menunjukkan efektivitas perlakuan guru atau
peneliti dengan panduan dalam menentukan perlunya perubahan dalam prosedur intervensi.

Baseline ketika sudah di dapat, langkah selanjutnya melakukan intervensi, lalu di ukur dengan
tujuan apakah salah atau bener intervensi yang dilakukan. Jika intervensinya salah maka di
ubah.

Kontrol Eksperimental

Kontrol Eksperimental adalah usaha peneliti untuk memastikan bahwa perubahan yang terjadi
pada variable dependen, secara nyata berhubungan dengan manipulasi variable independen
dengan kata lain terdapat hubungan fungsional diantara keduanya. Peneliti ingin
menghilangkan kemungkinan ada hal-hal yang lain yang menyebabkan untuk perubahan
perilaku. contoh: guru melakukan system behavioral untuk mengurangi perilaku yang distruktif
(perilaku pengganggu) setelah tiga siswa yang mengganggu tiga tempat, dia tidak benar-benar
yakin bahwa system yang barulah yang menyebabkan turunnya level gangguan.. Dalam hal ini
tiga siswa tadi merupakan tiga siswa tadi adalah variable confounding. Kemudian siswa
dikeluarkan, setelah itu guru menerapkan sistem behavioral. Kemudian setelah diterapkan
siswa di dalam kelas ternyata diam. Guru tidak tau apakah itu karena guru yang menerapkan
sistemnya ataukah karena siswanya dikeluarkan tadi.

Desain dalam chapter ini terdiri dari beberapa tingkat control eksperimental, salah satunya
dikenal dengan nama desain pembelajaran dan desain penelitian. Desain pembelajaran tidak
perlu membahas hubungan fungsional waluapun begitu desain itu dapat digunakan untuk
kepentingan pembelajaran setiap kali. Sedangkan desain penelitian, perlu control
eksperimental yang lebih ketat sehingga memungkinkan guru atau peneliti mengasumsikan
adanya hubungan eksperimental. Para peneliti biasanya melakukan control eksperimental
dengan mengulangi intervensi beberapa kali dan mengobservasi dampaknya terhadap variable
dependen setiap kali intervensi tersebut di ulang.

a) AB DESIGN

Desain AB adalah desain single-subjek dasar. Setiap desain yang lebih kompleks
sebenarnya merupakan perluasan satu sederhana. Penunjukan AB mengacu pada dua fase
dari desain: A, atau dasar, fase B, atau intervensi, tahap. Selama Fasa A, awal dikumpulkan
dan dicatat. Setelah baseline stabil telah didirikan, intervensi diperkenalkan, dan tahap B
dimulai. Pada tahap ini, data intervensi busur dikumpulkan dan dicatat. Guru dapat
mengevaluasi kenaikan atau penurunan persentase, jumlah, atau durasi dari perilaku target
selama fase intervensi dan membandingkannya dengan fase awal. Dengan menggunakan
informasi ini untuk membuat kesimpulan tentang efektivitas intervensi, guru dapat membuat
keputusan tentang melanjutkan, mengubah, atau membuang intervensi.

Aplikasi Design

Dasar Desain AB tidak sering ditemukan dalam literatur penelitian karena tidak bisa menilai
untuk hubungan fungsional. Desain tidak menyediakan untuk replikasi dalam suatu
percobaan yang membentuk hubungan fungsional. Schoen dan Nolen (2004) menggunakan
rancangan AB untuk menggambarkan hasil intervensi yang dirancang untuk mengurangi
perilaku off-task seorang anak kelas enam dengan ketidakmampuan belajar.

Menggambarkan penurunan jumlah menit dia off-task dari awal melalui fase intervensi.
Bagaimanapun orang tidak bisa, mengasumsikan hubungan fungsional antara variabel
dependen (off-task perilaku) dan variabel independen (self-manajemen checklist) karena
desain AB tidak menyediakan untuk manipulasi berulang (penggunaan dan penghapusan)
dari variabel independen.

Kelebihan dan Kelemahan


Keuntungan utama dari desain AB adalah kesederhanaannya. Guru berarti cepat
membandingkan perilaku siswa sebelum dan sesudah pelaksanaan beberapa intervensi atau
prosedur instruksional, membuat instruksi yang lebih sistematis.
Kerugian dari desain AB adalah tidak dapat digunakan untuk membuat asumsi yaitu
hubungan fungsional. Meskipun data mungkin menunjukkan peningkatan atau penurunan
dalam perilaku selama fase intervensi, sehingga menunjukkan efektivitas intervensi, desain
ini tidak menyediakan untuk replikasi dari prosedur. Oleh karena itu, desain AB rentan
terhadap variabel pengganggu atau peristiwa kebetulan.

b) REVERSAL DESIGN (A-B-A-B DESIGN)

Desain pembalikan digunakan untuk menganalisis efektivitas independen tunggal variabel.


Sering disebut sebagai desain ABAB, desain ini melibatkan sekuensial aplikasi dan
penarikan intervensi untuk memverifikasi efek intervensi terhadap perilaku. Dengan
berulang kali membandingkan data baseline data yang dikumpulkan selama aplikasi dari
strategi intervensi, peneliti dapat menentukan apakah suatu hubungan fungsional ada antara
variabel dependen dan independen.

Variasi Design
Variasi dari desain pembalikan dapat ditemukan dalam literatur. Variasi pertama tidak tidak
melibatkan perubahan dalam struktur desain, tetapi hanya lebih pendek basis awal periode
(A). Ini format desain sesuai ketika masa dasar panjang tidak etis, seperti ketika perilaku
berbahaya, atau tidak meminta, seperti dalam kasus seorang mahasiswa yang tidak mampu
melakukan perilaku target gelar apapun.
Sebuah variasi kedua dari desain pembalikan menghilangkan garis awal seluruhnya. Variasi
BAB dianggap jika perilaku target jelas bukan dalam repertoar siswa. Ketika desain ini
digunakan, hubungan fungsional antara variabel dependen dan independen dapat
ditunjukkan hanya pada intervensi kedua (tahap B).

“A” “B” “A” “B”


Baseline Intervention Baseline Intervention

Kelebihan dan Kelemahan


Kelebihan dari desain ini sebagai menunjukkan aplikasi sebelumnya, desain pembalikan
menawarkan keuntungan kesederhanaan dan kontrol eksperimental. Ini menyediakan
analisis tepat dari efek variabel bebas tunggal pada variabel dependen tunggal.
Kelemahan utama dari desain ini adalah kebutuhan untuk menarik intervensi yang efektif
untuk menentukan apakah ada hubungan fungsional. Bahkan jika perilaku target tidak
berbahaya atau tidak dapat diubah, guru seperti kelihatan bodoh atau tidak berhasil menarik
intervensi.

Referensi:

https://www.alisadikinwear.wordpress.com/2017/01/20/rancangan-faktorial-factorial-
design/ diakses pada tanggal 15 April 2020
https://www.idpengertian.com/pengertian-penelitian-eksperimen/ diakses pada tanggal 15
April 2020
https://www.eurekapendidikan.com/2017/01/contoh-penelitian-beberapa-bentuk.html
diakses pada tanggal 5 April 2020
https://www.infosarjana.com/2015/10/kelebihan-dan-kelemahan-rancangan.html diakses
pada tanggal 5 April 2020
https://www.perpusku.com/2016/06/pengertian-karakteristik-jenis-metode-penelitian-
eksperimental.html diakses pada tanggal 15 April 2020

Anda mungkin juga menyukai