Anda di halaman 1dari 7

C.

Pembangunan Pemukiman Dan Rumah Sakit Lepra Lau Simomo (1915-1918)


Pada tahun-tahun pertama pelayanan terpadu dipemukiman Lau Simomo belum
dapat terlaksana dengan baik oleh karena sulitnya sarana dan hubungan transportasi.
Walaupun ruang inap dan ruang periksa telah dibangun, namun pada saat itu Lau
Simomo belum berfungsi sebagai Rumah Sakit tetapi hanya berfungsi sebagai tempat
pemukiman saja. Guna mendapatkan pemeriksaan , pengobatan serta perawatan , para
penderita lepra dengan terpaksa harus pergi ke poliklinik kabanjahe. Pada tahun 1915
beliau dimutasikan ke resort sarinembah. Kepemimpinan pemukiman dan RS. Lepra
Lau Simomo yang selama ini dipimpin oleh Talens juga diserahterimakan kepadanya.
Karena begitu terkesan dengan kehidupa para penderita lepra. Pada masa
kepemimpinannya , Bodaan berupaya keras merealisasi pelayanan terpadu
dipemukiman dan RS.Lepra Lau Simomo dengan kata lain beliau berusaha agar
pemukiman dan RS.Lepra Lau Simomo tidak hanya berfungsi sebagai tempat
pemukiman semata , tetapi juga berfungsi sebagai Rumah Sakit.
Setelah keadaan memungkinkan Bodaan bekerja keras memindahkan segala
fasilitas yang ada dirumah sakit kabanjahe tersebut ke Lau Simomo. Zending Bodaan
semakin memiliki harapan besar bahwa keinginannya untuk membangun Pemukiman
dan RS.Lepra Lau Simomo setelah NZG mulai mengirimkan bantuan.
1. Pembangunan Rumah Sakit Lau Simomo
Selama memimpin pemukiman Lau Simomo, Bodaan disibukkan dengan
melayani dan mengurus para penderita lepra. Pada masa pelayanannya,
pemukiman Lau Simomo dibagi menjadi dua bagian dengan pembatas sebuah
aliran sungai kecil. Sebuah jalan utama yang lebar membentang keseluruh pelosok
desa dan jalan ini berakhir dibagian seberang sungai kecil tersebut. Daerah sekitar
sungai kecil ini merupakan daerah bunian lama yang ditempati pasangan suami
istri dan penderita laki-laki yang belum berkeluarga dan para duda.
2. Pengiriman Tenaga Perawat Oleh NZG
Salah satu kebutuhan yang sangat mendesak ialah kebutuhan kan tenaga
dokter atau edis baik itu di poliklinik kabanjahe terlebih lagi dipemukiman dan
RS.Lepra Lau Simomo . Biasanya para dokter yang datang bertugas ke poliklinik
kabanjahe adalah dokter- dokter yang bertugas di Rumah Sakit Sumatera Timur
sepeti : Rumah sakit, Deli Mij Medan.
Pada tahun 1914 lembaga Zending NZG pengirim dua orang tenaga perawat
dari negeri belanda yaitu ; Zr.F. Smith dan Zr.P.Wijnekes. Zr.E smith ditugaskan
untuk melayani poliklinik kabanjahe sedangkan Zr.P Wijnekes ditugaskan
dipoliklinik sibolangit. Setelah poliklinik sibolangit ditutup , guru injil P.Wijnekes
dipindahkan tugas ke Lau Simomo. Oleh , karena itu sarana tempat tinggal belum
ada maka Wijnekes menetap di kabanjahe . Beliau datang ke Lau Simomo
sebanyak tiga kali dalam seminggu.
3. Pembangunan Apotik Lau Simomo
Pada masa pelayanan Zending Talens, apotik khususnya hanya dibangun
dikabanjahe tetapi pada masa pelayanan zending bodaan di Lau Simomo tidak
hanya dibangun sebuah rumah sakit tetapi juga sebuah apotik . Pada penderita
lepra bekerja bersama-sama meratakan tanah untuk pembangunan apotik tersebut.
Sikap gotong royong dalam membangun apotik tersebut didorong kesadaran dari
para penderita bahwa betapa pentingnya sebuah apotik bagi mereka.
Pada bulan Januari dan Juli setiap tahunnya diadakan kegiatan pembagian
pakaian diatas. Setiap penderita laki-laki akan memperoleh jatah sebuah baju dan
celana sedangkan untuk wanita akan memperoleh jatah sebuah baju dan abit. Pada
bukan Januari setiap orang juga akan memperoleh jatah sebuah tikar dan selimut.
Pada saat pembagian setiap penderita harus memperlihatjan barang-barang yang
lama secara satu persatu kepada para petugas. Apabila ada barang yang
kondisinya sudah sangat rusak maka barang tersebut akan dibakar , sesudah
pembagian selesai persediaan digudang telah habis akan segera diisi kembali
dengan persediaan yang baru untuk keperluan yang sama pada masa selanjutnya.
4. Pembangunan Ruangan Kebaktian
Hampir pada setiap pertemuan diadakan kebaktian, menyanyi, berdoa dan
pembacaan firman Tuhan. Pelayanan firman dilakukan secara rutin baik oleh
pendeta yang sekaligus berstatus sebagai pimpinan Lau Simomo maupun oleh
Guru Injil Bapa Samuel Ketaren serta Zr.Smith. karena dilaksanakan secara rutin
maka para penghuni Lau Simomo merasa bahwa kebaktian ini merupakan
kebutuhan mendesak dan harus dipenuhi. Untuk itu para penghuni Lau Simomo
sepakat untuk membangun sebuah gedung Gereja . gedung gereja ini dibangun
secara swakarsa. Peralatan berupa papan dan kayu broti dipersiapkan oleh NZG
sedangkan pembangunannya dilakukan oleh para penderita secara gotong royong.
5. Pembangunan Ruang Tamu
sejak menjadi penghuni Lau Simomo , para penderita diwajibkan menaati
peraturan yang melarang mereka untuk kembali kedesa asalnya walau dengan
alasan apapun . sebagai gantinya maka pimpinan Lau Simomo menganjurkan agar
anggota keluarga para penderitalah yang datang dan berkunjung ke Lau Simomo.
Para penderita sepaka untuk mendirikan sebuah bangunan yang dinamakan
“ruang tamu” . ruangan ini dibangun sedemikan rupa yaitu sebagian bangunan
berada dibagian area pemukiman sedangkan sebagian lagi diluar pemukiman.
Kedua ruangan dibatasi pagar yang memungkinkan kedua belah pihak dapat
bertatap muka dengan berseberangan tempat. Dengan dibangunya ruang tamu ini
para tamupun dapat dengan leluasa melepas rindu dan memiliki waktu berkunjung
yang lebih luang. Pembangunan ruang tamu ini telah mendukung kelancaran
aktivitas yang berlangsung di Lau Simomo.
6. Ruang Inap Para Tamu
Setelah membangun ruang tamu, para penghuni Lau Simomo juga
berkeinginan untuk membangun sebuah bangunan yang berfungsi sebagai ruang
inap bagi para anggota keluarga yang berkunjung. Bagi para anggota keluarga
yang berasal dari desa yang sanga jauh dan sangat tidak mungkin untuk pulang
langsung kembali kedesa asalnya terlebih lagi jika cuaca sedang hujan .
Atas kerjasama yang baik tidak lama kemudian motel tersebut selesai
dibangun. Dalam musyawarah berikutnya ditetapkan pula berbagai peraturan ,
sebagai berikut :
1. Tamu yang menginap diwajibkan membayar uang sewa sebesar 6 sen setiap
malam/perorang.
2. Setiap tamu diijinkan menginap selama 6 hari secara berturut-turut.
3. Pembayaran dilakukan pada kasir rumah sakit.

Walaupun tidak banyak anggota Lau Simomo telah menetapkan sebagai


peraturan diatas banyak anggota keluarga yang tidak dapat mematuhi peraturan
tersebut.

7. Perbaikan Makam
Selain melakukan pembangunan diatas, Zending bodaan juga memperbaiki
jalan menuju makam dipemukimam Lau Simomo. Makam yang disebut
“pendawanen” yang merupakan salah satu cirri khs desa karo.
Pada saat pelebaran jalan menuju makam telah selesai dilakukan para penderita
mengusulkan kepada pimpinan Lau Simomo agar mengganti papan nama ditiap
makam yang terbuat dari bamboo yang disebut” bide” agar diganti dengan bahan
lain yang lbih permanent. Dengan memberikan tanda dan keterangan pada setiap
makam, maka anggota keluarga yang ingin berziarah dapat menemukannya
makam anggota keluarganya dengan mudah.
8. Pembangunan Rumah (Pondok) Baru
Pada masa pelayanannya, zending bodaan melakukan berbagai pembaharuan
baik dari sisi fisik pemukiman maupun sisi organisasi. Setelah membangun rumah
sakit, ruang tamu. Ruang inap, ruang kebaktian,s elanjutnya zending bodaan
membuka pemukiman baru ini akan dibangun rumah tempat tinggal yang baru
bagi para penghuni Lau Simomo.
Dengan dibangunnya pemkiman rumah baru ini aka Lai Simomo telah
memiliki kesai sekaligus kepala kesain. Kepala Kesain berada dibawah kekuasaan
penghulu Lau Simomo yang pada waktu itu dipegang oleh pa merkep, dengan
dibangunnya rumah baru ini para penderita yang sebelumnya harus tidur di
bangsal jika malam tiba, kini dapat tidur dirumah sendiri dengan perasaan
nyaman.
9. Kegiatan Pada Pemukiman dan Rumah Sakit Lau Simomo
Keinginan para zending untuk menjadikan Lau Simomo sebagai pemukiman
dan rumah sakit lepra kini menjadi kenyataan setelah jembatan gantung didesa
kandibata menuju kabanjahe selesai dibangun.
Sampai pada 1915 Zending Bodaan dan Zr. E smith masih bertempat tinggal
dikabanjahe karena ketiadaan rumah. Mereka mengunjungi Lau Simomo secara
rutin. Pelayanan dilakukan sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan, dengan
demikian setiap harinya di Lau Simomo secara perlahan-lahan pelayanan
kesehatan secara terpadu mulai terlaksana.
9.1 Kegiatan Pada Rumah Berngi (Bangsal)
Ruang rawat inap disebut ‘rumah berngi”, Nama ini diberikan sesuai dengan
waktu pemakaian ruangan tersebut yaitu khusus pada malam hari. Para penderita
yang harus menjalani perawatan harus tidur diruang yang telah disediakan yakni
ruang rawat inap pada malam hari. Diruangan ini para penderita menerima
perawatandan pengobatan yang diperlukan . Mereka yang tidur pada ruang inap
ini juga diberikan tugas-tugas tertetu misalnya menjaga kebersihan dan
keteraturan ruangan.
9.2 Kegiatan Pada Rumah Suari
Setelah selesai membersihkan bangsal sampai menunggu malam tiba para
penderita kembali ke pondoknya masing-masing .para penderia lepra mempunyai
istilah tersendiri akan pondoknya masing-masing. Pondok atau rumah pribadi
para penderita lepra biasanya disebut “rumah suari” yang artinya “rumah siang” .
dirumah suari para penderita melakukan akivitas lainnya seperti ; memasak
makanan, menenun, menyulam, mengayam tikar dan mencelup kain yang disebut
“ertelep “. Semuanya diilakukan pada siang hari bahkan bahkan tak jarang para
penderita menjual hasil sulamannya. Bagi para penderita yang sudah lemah
biasanya mereka hanya duduk-duduk dan mengobrol dengan sesame didepan
rumah suari sedangkans eua kebutuhannya termasuk makan siang akan dibantu
oleh para penderita lainnya yang masih kaut.
9.3 Bertani dan Beternak
Masyarakat karo sangat suka beternak . Didesa-desa Karo biasanya banyak
ditemukan hewan-hewan ternak , seperti; ayam dan babi. Akan tetapi karena
faktor kebersihan maka zending Bodaan tidak memperbolehkan para penghuni
Lau Simoomo untuk beternak babi, mereka hanya boleh memelihara ayam .
setiap pagi atau siang hari para penderita akan mengumpulkan ternaknya untuk
diberi makan dan menjual telurnya kepada penduduk setempat. Selain beternak
zending Bodaan juga mengijinkan para penghuni Lau Simomo beternak burung
merpati. Kandang burung diletakkan di tengah-tengah pemukiman dan jika cuaca
tidak panas biasanya para penghuni duduk bersantai-santai dibawah kandang
merpati tersebut.
9.4 Penghijauan
Seluruh tanah disekitar areal pemukiman akan ditanami bibit “ndokum” yang
telah disediakan sebanyak 2000 batang , setiap penderita wajib menanam bibit ini
dengan cara menggali tanah terlebih dahulu sedalam 3 meter kemudian tanah
yang telah digali dimasukkan tanah hitam yang subur. Penanaman 2000 batang
pohon kayu ini dimaksudkan agar diareal pemukiman Lau Simomo terdapat
hutan-hutan kecil disebut “pulo-pulo kuta” .
9.5 Pembinaan Mental
Umumnya para penderita menjadikan kondisi fisik mereka yang cacat dan
lemah sebagai dalil agar terhindar dari pekerjaan. Oleh karena itu zending Bodaan
berupaya beliau mengajak dan membujuk para penderita yang tidak mau bekerja
agar mau dan tak jarang zending bodaan dan pengurus Lau Simomo juga kut
bekerja . dengan cara ini para penderita akan mau diajak untuk bekerja ekstra,
dari berbagai pekerja yang ada, para pengurus juga harus dapat memilih
pekerjaan mana yang akan didahulukan sebelum memberikan penjelasa akan
pentingnya pekerjaan itu dan manfaat yang akan dirasakan oleh para penghuni.
9.6 Pembagian Jatah Rutin
Pembagian jatah beras dilakukan tersendiri pada hari lain dan bertempat di
pintu masuk desa. Setiap kamar di bangsal mempunyai pimpinan atau ketua yang
biasanya disebut “ orang yang paling tua” . pada saat hari pembagian jatah beras
berlangsung, maka para pemimpin atau ketua dari tiap bangsal akan pergi besama
dengan kepala desa. Dengan cara yang sama mereka juga akan memperoleh jatah
mingguan berupa garam, sirih dan tembakau. Mereka juga akan memperoleh
jatah lauk pauk berpa ikan sebanyak 2 kali dalam setiap sebulannya dan jatah
daging 1 kali dalam sebulan.
9.7 Peran Aktif Pemerintah Local
Pada masa pelayanan Bodaan , pemerintah local semakin menunjukkan peran
aktifnya dalam mendukung keberadaan pemukiman dan rumah sakit lepra Lau
Simomo dengan memberikan dana bantuan. Semua biaya operasional Lau
Simomo dibebankan kepada pemerintah local yaitu ; pemerintah tanah karo ,
pemerintah deli , pemerintah serdang, pemerintah langkat, pemerintah
simalungun.
9.8 Refleksi Solidaritas Sosial Dan Sistem Kekerabatan
Para penderita yang tida diterima sangat kecewa karena tidak tahu harus
kemana lagi untuk mengadukan nasibnya, para Penghuni lama sangat memahami
kekecewaan mereka, didorong oleh belas kasih para penghuni lama kemudian
mengajak para penderita lepra yang baru untuk menginp dipondok-pondok
mereka. Mereka merelakan pondoknya menjadi persinggahan bagi penderita baru
tersebut. Mereka hidup dari persediaan makanan seadanya, walaupun demikian
mereka tetap menikmati hidup dengan bahagia dan rasa syukur.
9.9 Membangun Kebersamaan Dalam Budaya Runggu
Runggu dalah suatu sistem musyawarah dalam masyarakat karo. NZG dalam
pelayanan nya berusaha menghilangkan sifat ketergantungan para penderita ,
mereka dibina agar menjadi masyarakat yang mandiri. Dalam beberapa hal
mereka harus dapat memebela diri tanpa bantuan orang lain dan semua harus
diawali dengan” runggu” yaitu bertukar pikiran untuk menyamakn karsa dan kata
dalam membangun kerjasama yang efektif dengan prinsip Diakonia Usaha
Bersama (DUB).
9.10 Pembangunan Jambur
Jambur digunakan masyarakt setempat sebagai tempat bersenda gurau
dengan sesame, berbincang-bincang , merokok dan bermain catur. Setelah rencana
disepakati maka seluru penghuni Lau Simomo bergotong royong membangun
jambur . setelah pembangunan jambur selesai diadakanlah pesta peresmian pada
Mei 1918 . untuk mengenang peristiwa tersebut pada tiang kayu bagian depan
jambur ditulis tanggal peresmian , pada bagian tiang lain dari tiang jambur
dituliskan peresmian Lau Simomo, yakni 25 agustus 1906.

Anda mungkin juga menyukai