Anda di halaman 1dari 10

TUGAS PARASITOLOGI

“Plasmodium falciparum”

OLEH:

Novi Sekar Kinanti (1808551040)

Elsa Nanda Ayu Pratiwi (1808551051)

Priskila Putri Mairing (1808551057)

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS UDAYANA

2019
BAB I

PENDAHULUAN

Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit Plasmodium dan


ditularkan oleh nyamuk Anopheles. Malaria merupakan masalah kesehatan
masyarakat yang dapat mempengaruhi angka kematian bayi, anak balita, ibu hamil
serta dapat menurunkan produktivitas kerja. 300-500 juta penduduk dunia menderita
malaria setiap tahunnya, 23 juta diantaranya tinggal di daerah endemis tinggi di benua
afrika. Sebanyak 1,5-2,7 juta jiwa meninggal setiap tahunnya terutama terjadi pada
anak-anak dan ibu hamil. Malaria merupakan salah satu penyakit yang menjadi
ancaman masyarakat di daerah tropis dan sub tropis terutama pada bayi, anak balita
dan ibu melahirkan. Diseluruh dunia setiap tahun ditemukan 500 juta kasus malaria
yang mengakibatkan 1 juta orang meninggal dunia (Putra, 2011).

Prevalensi nasional malaria berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2010 adalah


0,6% dimana provinsi dengan API (Annual Parasite Incidence ) di atas angka rata-
rata nasional adalah Nusa Tenggara Barat, Maluku, Maluku Utara, Kalimantan
Tengah, Bangka Belitung, Kepulauan Riau, Bengkulu, Jambi, Sulawesi Tengah,
Gorontalo, dan Aceh. Tingkat prevalensi tertinggi ditemukan di wilayah timur
Indonesia, yaitu di Papua Barat (10,6%), Papua (10,1%) dan Nusa Tenggara Timur
(4,4%).

Pada tahun 2010 di Indonesia terdapat 65% kabupaten endemis dimana hanya
sekitar 45% penduduk di kabupaten tersebut berisiko tertular malaria. Berdasarkan
hasil survei komunitas selama 2007 – 2010, prevalensi malaria di Indonesia menurun
dari 1,39 % menjadi 0,6%. Sementara itu berdasarkan laporan yang diterima selama
tahun 2000- 2009, angka kesakitan malaria cenderung menurun yaitu sebesar 3,62 per
1.000 penduduk pada tahun 2000 menjadi 1,85 per 1.000 penduduk pada tahun 2009
dan 1,96 tahun 2010. Sementara itu, tingkat kematian akibat malaria mencapai 1,3%
(Permenkes, 2013).

Secara alamiah, penularan malaria terjadi karena adanya interaksi antara agent
(parasit Plasmodium spp), host definitive (nyamuk Anopheles spp) dan host
intermediate (manusia). Karena itu, penularan malaria dipengaruhi oleh keberadaan
dan fluktuasi populasi vektor. salah satunya dipengaruhi oleh intensitas curah hujan,
serta sumber parasit Plasmodium spp. Di daerah endemis malaria tinggi, seringkali
gejala klinis pada penderita tidak muncul (tidak ada gejala klinis) meskipun parasit
terus hidup di dalam tubuhnya. Ini disebabkan adanya perubahan tingkat resistensi
manusia terhadap parasit malaria sebagai akibat tingginya frekuensi kontak dengan
parasit. Selain penularan secara alamiah, malaria juga bisa ditularkan melalui
transfusi darah atau transplasenta dari ibu hamil ke bayi yang dikandungnya.

Komponen epidemiologi malaria terdiri dari agent malaria adalah parasit


Plasmodium spp,. host malaria, ada dua jenis yaitu manusia sebagai host intermediate
atau sementara karena tidak terjadi pembiakan seksual dan nyamuk sebagai host
definitive atau tetap karena terjadi pembiakan seksual dan lingkungan yaitu yang
berpengaruh terhadap kehidupan manusia dan nyamuk vektor malaria (Hakim, 2011).
BAB II

Plasmodium falciparum

2.1 Siklus hidup

Gambar 1. Siklus hidup Plasmodium falciparum (CDC, 2019)


Siklus hidup Plasmodium terdiri dari siklus sporogoni (siklus seksual)
yang terjadi pada nyamuk dan siklus skizogoni (siklus aseksual) yang terdapat
pada manusia. Siklus ini dimulai dari siklus sporogoni yaitu ketika nyamuk
mengisap darah manusia yang terinfeksi malaria yang mengandung
plasmodium pada stadium gametosit. Setelah itu gametosit akan membelah
menjadi mikrogametosit (jantan) dan makrogametosit (betina). Keduanya
mengadakan fertilisasi menghasilkan ookinet. Ookinet masuk ke lambung
nyamuk membentuk ookista. Ookista ini akan membentuk ribuan sprozoit yang
nantinya akan pecah dan sprozoit keluar dari ookista. Sporozoit ini akan
menyebar ke seluruh tubuh nyamuk, salah satunya di kelenjar ludah nyamuk.
Dengan ini siklus sporogoni telah selesai.
Siklus skizogoni terdiri dari 2 siklus, yaitu siklus eksoeritrositik dan
siklus eritrositik. Dimulai ketika nyamuk menggigit manusia sehat. Sporozoit
akan masuk kedalam tubuh manusia melewati luka tusuk nyamuk. Sporozoit
akan mengikuti aliran darah menuju ke hati, sehingga menginfeksi sel hati dan
akan matang menjadi skizon. Siklus ini disebut siklus eksoeritrositik.
Selanjutnya, skizon akan pecah mengeluarkan merozoite yang akan masuk ke
aliran darah sehingga menginfeksi eritrosit dan siklus eritrositik dimulai saat
merozoit berubah morfologi menjadi tropozoit belum matang lalu matang dan
membentuk skizon lagi yang pecah dan menjadi merozoit lagi. Diantara bentuk
tropozoit tersebut ada yang menjadi gametosit dan gametosit inilah yang
nantinya akan dihisap lagi oleh nyamuk. Begitu seterusnya akan berulang-ulang
terus. Gametosit tidak menjadi penyebab terjadinya gangguan klinik pada
penderita malaria, sehingga penderita dapat menjadi sumber penularan malaria
tanpa diketahui (karier malaria) (CDC, 2019).
2.2 Morfologi
Fase dalam Bentuk sel darah
Gambar Bentuk parasit
Darah merah
Sel darah merah Sitoplasma tipis; terdapat 1
tidak membesar; atau 2 titik chromatin kecil
titik Maurer
Cincin (dengan pewarnaan
tertentu)

Sel darah merah Sitoplasma tebal; pigmen


tidak membesar; gelap
titik Maurer
Tropozoit (dengan pewarnaan
tertentu)

Sel darah merah Dewasa = 8 sampai 24


tidak membesar; merozoite kecil; pigmen
titik Maurer gelap, mengelompok
Skizon (dengan pewarnaan menjadi satu
tertentu)

Bentuknya tidak Berbentuk sabit atau sosis;


teratur mengikuti chromatin mengelompok
parasit menjadi satu
Gametosit (macrogametocyte) atau
menyebar
(microgametocyte);
pigmen gelap mengumpul.
Tabel 1. Morfoligi Plasmodium falciparum (Adhinata, 2016)
2.3 Pengobatan
a. Pengobatan malaria tanpa komplikasi
Lini pertama pengobatan malaria falciparum adalah:
Lini pertama = Artesunat + Amodiakuin + Primakuin
Setiap kemasan Artesunat + Amodiakuin terdiri dari 2 blister, yaitu
blister amodiakuin terdiri dari 12 tablet @ 200 mg = 153 mg amodiakuin
basa, dan blister artesunat terdiri dari 12 tablet @ 50 mg. Obat kombinasi
diberikan per-oral selama tiga hari dengan dosis tunggal harian yaitu
Amodiakuin basa = 10 mg/kgbb dan Artesunat = 4 mg/kgbb. Primakuin
tidak boleh diberikan kepada ibu hamil, bayi <1 tahun, dan penderita
defisiensi G6-PD 2
Pengobatan lini kedua malaria falciparum diberikan, jika pengobatan
lini pertama tidak efektif dimana ditemukan: gejala klinis tidak memburuk
tetapi parasit aseksual tidak berkurang (persisten) atau timbul kembali
(rekrudesensi).
Lini kedua = Kina + Doksisiklin atau Tetrasiklin + Primakuin
Kina diberikan per-oral, 3 kali sehari dengan dosis 10 mg/kgbb/kali
selama tujuh hari. Doksisiklin diberikan 2 kali per-hari selama tujuh hari,
dengandosis orang dewasa adalah 4 mg/Kgbb/hari, sedangkan untuk anak
usia 8-14 tahun adalah 2 mg/kgbb/hari. Doksisiklin tidak diberikan pada
ibu hamil dan anak usia <8 tahun. Bila tidak ada doksisiklin, dapat
digunakan tetrasiklin. Tetrasiklin diberikan 4 kali perhari selama tujuh hari,
dengan dosis 4-5 mg/kgbb/kali Seperti halnya doksisiklin, tetrasiklin tidak
boleh diberikan pada anak dengan umur di bawah. 8 tahun dan ibu hamil.
Pengobatan dengan primakuin diberikan seperti pada lini pertama.
b. Pengobatan malaria dengan komplikasi
Pengobatan malaria berat (komplikasi) ditujukan pada pasien yang
datang dengan manifestasi klinis berat termasuk yang gagal dengan
pengobatan lini pertama. Apabila fasilitas tidak atau kurang
memungkinkan, maka penderita dipersiapkan untuk dirujuk ke rumah sakit
atau fasilitas pelayanan yang lebih lengkap. Penatalaksanaan kasus malaria
berat pada prinsipnya meliputi:
1) Tindakan umum
2) Pengobatan simptomatik
3) Pemberian obat anti malaria
4) Penanganan komplikasi
Pemberian obat anti malaria berat dapat diberikan artesunate
parenteral dan artemeter intramuscular. Artesunat parenteral
direkomendasikan untuk digunakan di Rumah Sakit atau Puskesmas
perawatan, sedangkan artemeter intramuskular direkomendasikan untuk di
lapangan atau Puskesmas tanpa fasilitas perawatan. Obat ini tidak boleh
diberikan pada ibu hamil trimester 1 yang menderita malaria berat.
Artesunat parenteral tersedia dalam vial yang berisi 60 mg serbuk
kering asam artesunik dan pelarut dalam ampul yang berisi 0,6 ml natrium
bikarbonat 5%. Untuk membuat larutan artesunat dengan mencampur 60
mg serbuk kering artesunik dengan larutan 0,6 ml natrium bikarbonat 5%.
Kemudian ditambah larutan Dextrose 5% sebanyak 3-5 ml. Artesunat
diberikan dengan loading dose secara bolus: 2,4 mg/kgbb per-iv selama ± 2
menit, dan diulang setelah 12 jam dengan dosis yang sama. Selanjutnya
artesunat diberikan 2,4 mg/kgbb per-iv satu kali sehari sampai penderita
mampu minum obat. Larutan artesunat ini juga bisa diberikan secara
intramuskular (i.m.) dengan dosis yang sama. Bila penderita sudah dapat
minum obat, maka pengobatan dilanjutkan dengan regimen artesunat +
amodiakuin + primakuin.
Artemeter intramuskular tersedia dalam ampul yang berisi 80 mg
artemeter dalam larutan minyak Artemeter diberikan dengan loading dose:
3,2mg/kgbb intramuskular Selanjutnya artemeter diberikan 1,6 mg/kgbb
intramuskular satu kali sehari sampai penderita mampu minum obat. Bila
penderita sudah dapat minum obat, maka pengobatan dilanjutkan dengan
regimen artesunat + amodiakuin + primakuin. Obat alternatif malaria berat
yaitu kina dihidroklorida parenteral ( Fitriany, 2018).
2.4 Cara deteksi
1. Diagnosa malaria klinis (clinical presumptive diagnosis)
Diganosis malaria klinis atau clinical presumptive diagnosis adalah
diagnose malaria berdasarkan pada pemeriksaan penderita secara klinis,
pada umumnya terdiri dari pemeriksaan gejala demam (berkala), panas,
tingkat kesadaran, pusing dll gejaja khas malaria yang sering kali tidak
sama antara satu daerah dengan daerah lainnya. Pengalaman tenaga medis
yang melakukan diagnose sangat menentukan tepat atau tidaknya diagnose,
sehingga diagnose klinis tidak bisa dijadikan acuan utama dalam
pengobatan malaria sebab tingkat kesalahannya cukup tinggi (Hakim,
2011).
2. Pemeriksaan dengan mikroskop
Diagnose berdasarkan pemeriksaan laboratorium berdasarkan
pemeriksaan sediaan darah tepi yang telah diwarnai dan diperiksa dibawah
mikroskop. Tujuannya untuk mengetahui keberadaan parasit Plasmodium
falciparum, menentukan spesiesnya serta menghitung kepadatannya
(Hakim, 2011).
3. Pemeriksaan polymerase chain reaction (PCR)
Seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi,
pemeriksaan laboratorium bukan hanya berdasarkan pemeriksaan
mikroskopis, tapi lebih jauh lagi dilakukan dengan pemeriksaan
keberadaan antibodi anti parasit Plasmodium falciparum yang berdasarkan
deteksi enzyme-linked immunosorbent assays (ELISA) melalui
pemeriksaan polymerase chain reaction (PCR) (Hakim, 2011)
4. Pemeriksaan dengan tes diagnostik cepat (Rapid Diagnostic Test)
Mekanisme kerja tes ini berdasarkan deteksi antigen parasit malaria
dengan menggunakan metoda imunokromatografi, dalam bentuk dipstik.
Tes ini sangat bermanfaat pada unit gawat darurat, pada saat terjadi
kejadian luar biasa dan di daerah terpencil yang tidak tersedia fasilitas lab
serta untuk survey tertentu. Hal yang penting lainnya adalah penyimpanan
RDT ini sebaiknya dalam lemari es tetapi tidak dalam freezer pendingin
(Fitriany, 2018).
2.5 Pencegahan
Upaya pencegahan malaria adalah dengan meningkatkan kewaspadaan
terhadap risiko malaria, mencegah gigitan nyamuk, pengendalian vektor dan
kemoprofilaksis. Pencegahan gigitan nyamuk dapat dilakukan dengan
menggunakan kelambu berinsektisida, repelen, kawat kasa nyamuk, dan
menghilangkan kesempatan nyamuk berkembangbiak (Kemenkes, 2017).
Kemoprofilaksis bertujuan untuk mengurangi resiko terinfeksi malaria
sehingga bila terinfeksi maka gejala klinisnya tidak berat. Kemoprofilaksis ini
ditujukan kepada orang yang bepergian ke daerah endemis malaria dalam waktu
yang tidak terlalu lama, seperti turis, peneliti, pegawai kehutanan dan untuk
kelompok atau individu yang akan bepergian/tugas dalam jangka waktu yang
lama (Fitriany, 2018).
Obat yang digunakan untuk kemoprofilaksis adalah doksisiklin dengan
dosis 100mg/hari. Obat ini diberikan 1-2 hari sebelum bepergian, selama berada
di daerah tersebut sampai 4 minggu setelah kembali. Tidak boleh diberikan
pada ibu hamil dan anak dibawah umur 8 tahun dan tidak boleh diberikan lebih
dari 6 bulan (Kemenkes, 2017).
BAB III

KESIMPULAN

Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit Plasmodium


falciparum dan ditularkan oleh nyamuk Anopheles. Siklus hidup Plasmodium
falciparum terdiri dari siklus sporogoni (siklus seksual) yang terjadi pada
nyamuk dan siklus skizogoni (siklus aseksual) yang terdapat pada manusia.
Morfologi dari Plasmodium falciparum yaitu cincin, tropozoit, skizon, dan
gametosit. Infeksi malaria dapat diobati dengan dua cara yaitu pengobatan
malaria tanpa komplikasi yaitu secara lini pertama dan lini kedua serta
pengobatan malaria dengan komplikasi yaitu dapat diberikan dengan
artesunat parenteral dan artemeter intramuscular. Obat alternatif malaria berat
juga dapat diberikan dengan kina dihidroklorida parenteral. Infeksi malaria
dapat dideteksi menggunakan 4 cara yaitu dengan diagnosa malaria klinis
(clinical presumptive diagnosis), pemeriksaan dengan mikroskop,
pemeriksaan polymerase chain reaction (PCR), dan pemeriksaan dengan tes
diagnostik cepat (Rapid Diagnostic Test). Upaya pencegahan malaria
dilakukan dengan meningkatkan kewaspadaan terhadap risiko malaria,
mencegah gigitan nyamuk, pengendalian vektor dan kemoprofilaksis.
DAFTAR PUSTAKA

Adhinata, F.D., Suryani, E., dan Diegahayu, E. 2016. Identification of Parasite


Plasmodium SP. on Thin Blood Smears With Rule-Based Method. Jurnal
Itsmart. 5(1) : 16 – 24

CDC/Centers for Disease Control and Prevention. 2019. Plasmodium falciparum.


Laboratory Diagnosis of Malaria.
http://www.cdc.gov/malaria/about/biology/index.html. [akses : 27
Oktober 2019].

Fitriany, J., dan Sabiq, A. 2018. Malaria. Jurnal Averrous. 4(2).

Hakim, Lukman. Malaria: Epidemiologi dan Diagnosis. Aspirator. 3(2): 107-116.

Kemenkes RI. 2017. Buku Saku Penatalaksanaan Kasus Malaria. Jakarta :


Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Menkes RI. 2013. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 5 Tahun
2013 Tentang Pedoman Tata Laksana Malaria.

Putra, Teuku Romi Imansyah. 2011. Malaria dan Permasalahannya. Jurnal


Kedokteran Syiah Kuala. 11(2): 103-114.

Anda mungkin juga menyukai