Anda di halaman 1dari 24

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Lambang Negara Indonesia

Lambang negara Indonesia adalah Garuda Pancasila, dengan


semboyan “Bhinneka Tunggal Ika”. Sebagai lambang negara,
Garuda Pancasila dapat disebut sebagai ikon, dimana garuda
Pancasila mempunyai filosofi yang mewakili negara Indonesia.

Sumber: http://1.bp.blogspot.com/-r0HRAaJHOrc/TVbVF
dMtk8I/AAAAAAAAAA4/Hgw4nyW3OGU/s1600/Garud a+Pancasila.png

Penggambaran burung garuda pada Garuda Pancasila memiliki


spesifikasi, seperti bulu sayap yang berjumlah 17 helai, bulu ekor 8
helai, 19 helai bulu di bawah perisai, dan 45 helai bulu di leher . Angka
yang muncul pada lambang ini memberikan indikasi tentang hari
kemerdekaan dari Indonesia, yaitu 17 Agustus atau bulan ke-8 tahun
1945. Ketetapan dari jumlah bulu garuda ini dapat ditemukan pada
Lampiran Peraturan Pemerintah No. 66 Tahun 1951 pasal 3.1
1
Oentoro, Yurica. 2012. Representasi Figur Burung Garuda yang Digunakan sebagai
Lambang Negara. Jurnal Desain Komunikasi Visual Nirmana, Vol. 14, No. 1,
Warna yang terdapat pada penggunaan lambang negara Indonesia,
yaitu kuning keemasan dapat menjadikannya sebagai indeks. Warna ini
memberikan indikasi tentang keinganan negara Indonesia atau visi dan
misi Indonesia, yaitu untuk menjadi negara yang bijaksana, agung dan
dihormati oleh negara lain. Pernyataan ini dapat ditemukan pada
Penjelasan atas Peraturan Pemerintah no.66 Tahun 1951 tentang
lambang negara pasal 2 (Hidayat, 2007).2

Kepala burung garuda yang menghadap kekanan merupakan sebuah


indeks dari sifat baik. Sedangkan posisi kepala yang lurus
merupakan ikon dari sifat negara Indonesia yang tidak ambisius,
sombong, semena-mena dan memandang masalah secara lurus.
Penggambaran posisi kepala ini dipenggaruhi oleh perancang dari
lambang negara, yaitu Pantia Lencana Negara yang didominasi oleh
orang Jawa dan dikerjakan di pulau Jawa sehingga tradisi yang
digunakan adalah tradisi yang berasal dari pulau Jawa. Di dalam
tradisi pewayangan Jawa terdapat tiga istilah tentang posisi kepala.
Posisi luruh berarti menunduk ke bawah, longok berarti
memandang ke depan, dan langak berarti agak menengadah,
memandang agak ke atas. Luruh mempunyai karakter tenang, sabar,
tak tergesa-gesa segala tindakannya. Kebalikan dai karakter ini
adalah karakter dari posisi langak. Sedangkan posisi longok adalah
berada diantara kedua karakter ini (Soekatno, 1992). Secara garis
besar tokoh pewayangan di Indonesia dibagi menjadi dua, yaitu
tokoh baik dan tokoh jahat. Tokoh baik dapat pula disebut sebagai
wayang kanan dan tokoh jahat disebut sebagai wayang kiri. Tokoh
baik berada di sebelah kanan dalang dan tokoh jahat berada
disebelah kiri dalang. Tokoh kanan selalu menunjukkan sifat-sifat
keutamaan, keteladanan bagi manusia- manusia. Kepala garuda
Januari 2012: 47-64.

2
Ibid., 51.
yang menoleh lurus ke kanan ini menjadikannya sebagai indeks
yang memiliki pengertian bahwa negara Indonesia adalah sebuah
negara yang tidak tergesa-gesa ataupun ambisius dalam mengambil
keputusan dan melihat permasalah secara lurus. Selain itu negara
Indonesia juga merupakan negara yang memiliki kepercayaan,
kebaikan serta kekuatan untuk menjadi negara yang besar.3

Penggambaran kaki garuda pada lambang negara Indonesia, Garuda


Pancasila, digambarkan dari sisi depan. Ini merupakan hasil
rancangan akhir yang akhirnya disahkan pada tahun 1951. Pada
awalnya, kaki garuda digambarkan dari sisi belakang.
Penggambaran ini merupakan gambar- an dari semi-realis burung
elang jawa saat men- cengkeram makanan atau mangsanya. Namun,
kemudian Bung Karno memerintahkan pengubah- an pada
bentuknya hingga seperti sekarang ini. Alasan dari pengantian
bentuk kaki ini menurut Presiden Soekarno adalah karena berkaitan
dengan prinsip dari jati diri bangsa Indonesia yang memadukan
pandangan federalis dan pandangan kesatuan. Selain itu, menurut
Bung Karno peng- gambaran kaki dari depan dapat menampilkan
kesan yang lebih. Penggambaran kaki Garuda Pancasila sedemikian
rupa dapat menjadikannya sebagai indeks dari kesan gagah yang
inginkan Bung Karno gagah (Sahabat Museum Konfernsi Asia-
Afrika, 2011).4

Pita yang dicengkeram oleh kaki burung garuda menggunakan


warna putih yang merupakan indeks dari kejujuran, kebijaksanaan
dan kedamaian. Tulisan yang terdapat pada pita merupakan kalimat
dari bahasa Sansekerta. “Bhinneka Tunggal Ika” yang tertulis pada
pita yang dicengkeram burung garuda merupakan sebuah seloka

3
Ibid.
4
Ibid.
yang berasal dari Kitab Sutasoma yang dikarang oleh Empu
Tantular, yang artinya adalah: Meskipun berbeda-beda tetapi satu
jua. Hal tersebut melambangkan bersatunya keaneka- ragaman ras,
suku, adat-istiadat, budaya, bahasa dan agama yang dimiliki bangsa
Indonesia dari Sabang sampai ke Merauke, ke dalam negara
Kesatuan Republik Indonesia. Di dalam Penjelas- an atas Peraturan
Pemerintah no.66 Tahun 1951 tentang lambang negara pasal 5
dijelaskan ten- tang semboyan ini. Penulisan kalimat “Bhinneka
Tunggal Ika” pada pita yang dicengkeram di kaki burung garuda
merupakan sebuah indeks pada lambang negara Garuda Pancasila.
Indeks ini mengartikan bahwa bangsa Indonesia terdiri dari
berbagai macam suku atau ras. Namun dengan adanya perbedaan
ini tidak membuat negara Indonesia menjadi terpecah belah, tetapi
menjadi- kan sebuah negara yang bersatu baik dalam tujuan
maupun kehidupan bernegara.5

Pada dada Garuda Pancasila terdapat sebuah perisai. Perisai yang


berada di dada burung garuda ini merupakan sebuah ikon sekaligus
indeks. Perisai merupakan sebuah ikon karena perisai di dada burung
garuda memiliki kemiripan dengan bentuk perisai pada umumnya.
Sedangkan indeks adalah karena perisi pada lambang negara
Indonesia memiliki indikasi sebagai sebuah senjata untuk melindungi
negara dari pengaruh atau dampak negatif yang akan masuk ke dalam
negara Indonesia. Perisai adalah tameng, merupa- kan alat
kelengkapan perang prajurit jaman dulu yang berfungsi melindungi
tubuh dari serangan senjata tajam lawan dalam perang. Di dalam
Penjelasan atas Peraturan Pemerintah no.66 Tahun 1951 tentang
lambang negara pasal 4 dijelaskan tentang penggunaan perisai atau
temeng pada lambang negara. Pada perisai yang berada di dada
burung garuda terdapat 3 warna yang berbeda, yaitu merah, putih
dan hitam. Ketiga warna ini merupakan indeks yang memiliki arti
5
Ibid., 52.
yang berbeda antara yang satu dan yang lain. Warna merah
menandakan semangat dan ke- beranian. Warna merah di sini sama
dengan penggunaan warna merah pada bendera nasional Indonesia,
yaitu untuk melambangkan keberani- an. Sama halnya dengan
warna putih, warna ini merupakan warna yang sama yang
digunakan dalam bendera nasional Indonesia. Warna putih
memberikan arti tentang kejujuran, kebijksanaan, kesucian dan
kesempurnaan. Sedangkan warna hitam memberikan kesan
kemakmuran, keelegan- an, kekuatan, kesungguhan dan
kerendahan hati.6

Perisai yang terdapat di dada burung garuda merupakan perisai


yang melambangkan Panca- sila. Penggunaan perisai Pancasila
dalam lambang negara Indonesia merupakan ide dari Presiden
Soekarno. Beliau mengatakan bahwa hendaknya lambang negara
mencerminkan pandangan hidup bangsa, dasar negara Indonesia, di
mana sila-sila dari dasar negara, yaitu Pancasila divisualisasikan
dalam lambang negara. Di dalam perisai terbagi menjadi lima
bagian yang merupakan ikon tiap sila dari Pancasila. Penataan
bagian dari sila-sila disusun sedemikian rupa, karena kelima sila
dari Pancasila saling berhubungan dan merupakan sebuah kesatuan
dari pandangan hidup bangsa Indonesia. 7

Peletakan sila pertama berada di tengah karena bintang, yang


merupakan ikon dari sila pertama, memiliki empat sudut yang
menunjuk keempat sila lainnya, karena setiap sila-sila dalam
Pancasila harus selalui dijiwai oleh Ketuhanan Yang Maha Esa.
Menurut Moh. Hatta sebagai orang yang terlibat dalam perumusan
Pancasila, berpendapat bahwa dengan adanya Ketuhanan Yang
Maha Esa, barulah bangsa dapat bertahan maju ke depan untuk
membangun generasi penerus yang bermartabat dan ber-
6
Ibid.
7
Ibid.
prikemanusiaan, yang digambarkan dengan sila kedua. Setelah itu
membangun persatuan Indo- nesia, karena hanya dengan bersatu
dan per- paduan bangsa Indonesia menjadi kuat dan langkah
berikutnya adalah membangun negara yang demokratis dalam
permusyawaratan/ per- wakilan. Sehingga secara bersama-sama
bangsa Indonesia dapat mewujudka keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia. Menurut salah satu perancang dari lambang
negara, yaitu Sultan Hamid II, menjelaskan bahwa konsep yang
digunakan adalah “Thawaf” yang berarti gilir balik. Maksud dari
konsep yang digunakan Sultan Hamid II ini adalah perisai dari
Garuda Pancasila dibaca dari tengah, kemudian melingkar dari
simbol rantai melawan arah jarum jam. Thawaf merupakan istilah
yang digunakan pada ide pacasila, yaitu mengikuti gerakan yang
berlawan arah dengan jarum jam. Thawaf ini merupakan istilah
yang berasal dari bahasa Kalimantan, yang berarti membuat
kembali/membangun/ vermogen yang ada tujuannya pada sasaran
yang jelas, yaitu masyarakat adil dan makmur yang berdampingan
dengan rukun dan damai.8

Sila pertama dalam Pancasila berbunyi Ketuhan- an yang Maha


Esa. Sila ini digambarkan dengan sebuah ikon dari bentuk bintang
yang memiliki 5 sudut. Bintang menurut pemikiran kuno me-
lambangkan sebagai simbol dari harapan, keber- untungan atau
keabadian. Bintang digunakan sebagai ikon dari sila pertama adalah
karena bintang dapat melambangkan sifat-sifat dari Tuhan, selain
letaknya tinggi di angkasa cahaya- nya menyinari alam raya. Hal ini
melambangkan sifat-sifat Tuhan yang diyakini bangsa Indonesia,
selain Tuhan Yang Maha Esa, Maha Tinggi, Maha Pemurah dan
Pengasih, Maha Kuasa dan Maha Bijaksana. Bintang ini terletak
dalam sebuah perisai kecil-hitam, melambangkan bahwa ber-
ketuhanan Yang Maha Esa itu jelasnya menurut ajaran agama

8
Ibid.
masing-masing yang dianut/ diyakini, bahwa agama itu ibarat
perisai, lambang pertahanan agar manusia dapat selamat hidup di
dunia dan di akhirat kelak. Warna kuning yang digunakan sebagai
warna dari bintang merupakan warna asli dari bintang. Warna ini
merupakan indeks dari penerangan, kemurahan hati dan ketuhanan.9

Pada bagian kanan bawah perisai terukir gambar rantai. rantai


merupakan rangkaian gelang yang saling bertautan, dalam berbagai
bentuk dan dari bermacam-macam bahan, untuk berbagai keguna- an.
Rantai mempunyao banyak ukuran, dari yang sangat kecil, misalnya
rantai kalung untuk per- hiasan, sampai rantai yang sangat besar,
misalnya rantai jangkar kapal. Rantai secara umum merupakan sebuah
simbol persatuan, pengikat atau efek rantai yang misterius dan
propaganda. Ketika sebuah rantai terhubung antar ujungnya maka
akan menjadi sebuah simbol dari keabadian. Secara umum simbol
rantai mengimplikasikan tentang ingatan dan komunikasi. Dalam
artian yang lebih luas lagi, rantai berhubungan dengan simbol dari
ikatan dan pertalian, jalinan dan ikatan.10

Sila kedua dalam Pancasila berbunyi Kemanusian yang adil dan


beradab. Sila ini digambarkan dengan bentuk ikon rantai yang
terdiri dari 8 rantai persegi, dan 9 rantai bundar. Rantai persegi dan
rantai bundar merupakan ikon dari laki-laki dan perempuan. Rantai
yang terdiri atas dua bentuk persegi dan lingkar, melambangkan
umat manusia sebagai makhluk Tuhan terdiri dari dua jenis: pria
dan wanita. Sedangkan cincin wujudnya lingkaran tak berpangkal
dan tak berujung melambangkan ikatan abadi, lambang hubungan
keluarga pria-wanita turun-temurun, tiada putus- putusnya serta
lambang hubungan umat manusia di seluruh dunia adalah
keturunan Adam dan Hawa serta satu sama lain bersaudara. Di
dalam Penjelasan atas Peraturan Pemerintah no.66 Tahun 1951
9
Ibid., 53.
10
Ibid.
tentang lambang negara pasal 4 dijelaskan tentang ikon dari sila
kedua tersebut. Warna pada rantai menggunakan warna kuning
yang merupakan indeks dari kejujuran, adil dan bermoral.11

Pohon adalah salah satu simbol tradisional yang paling esensial. Tidak
jarang simbol pohon diguna- kan secara umum walaupun terkadang
beberapa orang menggunakan spesies pohon secara khusus. Dalam
arti yang paling umum, simbolisme pohon menunjukkan kehidupan
kosmos, yaitu konsis- tensi, pertumbuhan, proliferasi, generatif dan
proses regeneratif. Singkatnya pohon melambang- kan kehidupan
yang tak ada habis-habisnya, dan karena itu dianggap sebagai simbol
keabadian. Pohon menjadi simbol dari realitas yang absolut, yaitu
pusat dunia. Karena pohon memiliki bentuk panjang dan vertikal,
simbolisme pusat dari dunia dinyatakan dengan sumbu axis atau
sumbu yang mengarah ke atas atau vertikal. Pohon yang akarnya
berada di bawah tanah dan cabang- cabangnya naik ke langit,
melambangkan kenaikan.12

Sila ketiga dalam Pancasila berbunyi Persatuan Indonesia. Sila ini


dilambangkan dengan ikon pohon beringin. Pohon beringin
melambangkan persatuan Indonesia, lambang kebangsaan/
nasionalisme patriotisme Indonesia, karena pohon beringin terdapat
di seluruh tanah air kita, pohon yang besar kokoh akarnya
menghuma dan dahan serta daunnya rindang dapat dipakai tempat
berteduh dan berlindung, melukiskan tempat perumahan bangsa-
negara, tempat bernaung sebagai rumah-tangga besar bangsa
Indonesia. Warna yang ditentukan untuk ikon dari sila ketiga ini
adalah pohon beringin dengan warna hijau dan kontur hitam. Warna
hijau dan hitam pada gambar pohon beringin ini merupakan sebuah
indeks. Warna hijau untuk menandakan kesuburan, kehidupan,
harapan, kesegaran dan keberuntungan. Sedangkan warna hitam
11
Ibid.
12
Ibid.
menunjukkan kekuatan, kesuburan tanah dan kemakmuran, selain
sebagai pemberi kesan tiga dimensi pada pohon beringin.Pada
bagian kiri atas perisai terdapat gambar kepala banteng.13

Dalam berbagai budaya, banteng merupakan simbol dari suatu


kepentingan yang besar. Banteng memiliki kekuatan yang sangat
besar dan hebat sehingga banteng merupakan simbol dari kekuatan
dan semangat. Tanduk dari banteng dapat melambangkan bulan
sabit, karena bentuk tanduk yang mirip dengan bentuk dari bulan
sabit.14

Sila keempat pada Pancasila berbunyi kerakyatan yang dipimpin


oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawarahan/perwakilan..
Sila ini menggunakan ikon dengan bentuk kepala banteng. Kepala
banteng, lambang dari sila keempat atau prinsip Kedaulatan Rakyat
dalam Negara Hukum yang Demokratis, karena banteng sebagai
salah satu binatang (fauna) Indonesia dan binatang yang kuat serta
tangkas, tak mau mengganggu, tapi apabila dia diganggu/ dilukai
akan berontak/mengamuk. Hal ini melam- bangkan kekuatan,
kedaulatan rakyat Indonesia seluruhnya atas Negara RI yang gagah
berani karena kebenaran. Warna yang digunakan dalam ikon
kepala banteng adalah warna hitam dan putih. Selain untuk
memberikan kesan tiga dimensi kedua warna ini memiliki indeks
yang lain. Warna putih memberikan indeks tentang kejujuran,
kebijaksanaan dan kedamaian. Sedang- kan warna hitam sebagai
indeks memberikan kesan kuat, martabat, kesungguhan dan keren-
dahan hati.15

Sila kelima dan terakhir dalam Pancasila berbunyi keadilan sosial


bagi seluruh rakyat Indonesia. Sila ini dilambangkan dengan ikon
13
Ibid., 54.
14
Ibid.
15
Ibid.
padi dan kapas. Padi adalah simbol dari seluruh bangsa tentang
kebahagian, harapan, panen dan kelimpahan. Padi dan kapas
merupakan tanaman yang terdapat dan hidup subur di tanah air
Indonesia. Padi melukiskan pangan, makanan pokok orang- orang
Indonesia, sedangkan kapas melukiskan bahan pakaian rakyat
Indonesia. Padi dan kapas melambangkan sandang dan pangan,
merupakan bahan kemakmuran lahiriah sebagai sarana
kemakmuran batiniah, padi dan kapas melam- bangkan keadilan
dan kemakmuran seluruh rakyat Indonesia yang menjadi tujuan
Bangsa dan Negara RI (Hidayat, 2007). Di dalam Penjelasan atas
Peraturan Pemerintah no.66 Tahun 1951 tentang lambang negara
pasal 4 dijelaskan tentang ikon dari sila terakhir ini. Warna yang
terdapat pada ikon terakir Pancasila ini adalah warna putih, hijau
dan kuning. Warna-warna ini merupakan indeks yang terdapat
pada gambar padi dan kapas ini. Warna hijau pada gambar ini
memberikan indikasi tentang kesuburan, kesegar- an dan
kehidupan. Warna putih memberikan indikasi tentang kedamaian
dan kesempurnaan. Yang terakhir adalah warna kuning yang
memberikan indikasi tentang warna dari padi yang matang.16

2.2 Tujuan Adanya Lambang Negara


Indonesia memiliki identitas nasional yang menjadi ciri khas bangsa
Indonesia. Salah satu identitas nasional bangsa Indonesia adalah lambang
negara Indonesia yakni Garuda Pancasila.

Lambang negara tersebut memiliki makna filosofis dan historis bagi


Indonesia. Burung Garuda memiliki makna filosofis dan merupakan serapan
dari nilai-nilai mitologis burung Garuda dalam kebudayaan Hindu. Garuda
memiliki paruh, sayap, ekor, dan cakar yang melambangkan kekuatan dan
tenaga pembangunan. Perisai di dada burung Garuda terbagi atas lima ruang
yang masing-masing mewujudkan ikon tiap sila dari Pancasila yang saling

16
Ibid.
berhubungan dan merupakan sebuah kesatuan dari pandangan hidup bangsa
Indonesia. Pita yang dicengkeram burung Garuda berwarna putih yang
merupakan simbol kejujuran, kebijaksanaan dan kedamaian. Tulisan
“Bhinneka Tunggal Ika” berarti keragaman budaya yang berbeda tidak
menghalangi kesepakatan untuk menjadi negara dan bangsa Indonesia .17

Tujuan suatu negara memiliki lambang negara adalah sebagai indentitas


nasional, untuk menerangkan jati diri bangsa sesuai dengan ciri-ciri diri,
golongan, kelompok, komunitas yang melekat pada kelompok yang lebih
besar atau bangsa yang diikat oleh kesamaan fisik (budaya, agama, dan
bahasa) dan non fisik ( cita-cita dan tujuan).18

2.3 Proses Penetapan Lambang Negara


Pada tanggal 13 Juli 1945, dalam rapat Panitia Perancangan Undang-Undang
Dasar 1945. Salah seorang anggota Panitia bernama Parada Harahap
mengusulkan tentang lambang negara. Tanggal 16 November 1945 baru
dibentuk Panitia Indonesia Raya. Panitia ini bertugas menyelidiki arti
lambang-lambang dalam peradaban bangsa Indonesia sebagai langkah awal
untuk mempersiapkan bahan kajian tentang lambang negara. Panitia
Indonesia Raya diketuai oleh Ki Hajar Dewantara dengan sekretaris umum
Muhammad Yamin.19 Panitia tersebut belum dapat menyelesaikan tugas
akibat terjadinya peristiwa 3 Juli 1946 yang melibatkan Muhammad Yamin .

Tahun 1947 Menteri penerangan mengadakan sayembara lambang negara.


Permintaan membuat rancangan lambang negara dilakukan melalui
organisasi seni lukis seperti SIM, Pelukis Rakyat, PTPI, dan KPP.20 Namun
sayang sekali, menurut Oesman Efendi, kebanyakan pelukis kurang

17
(Alrianingrum, S. 2014: 54).
18
Alifia, Nabiela Rizki, dkk. Garuda Pancasila Sebagai Lambang Negara Indonesia. 2012.
Direktorat Pendidikan Tingkat Persiapan Bersama IPB. Hal:
19
Tempo, 3 Maret 1979, Garuda Pancasila, Siapa Penciptanya, hlm. 30.
20
Majalah Indonesia No 4 Th II April 1954,
Tanda Lambang Negara, hlm 21-30
memahami hukum-hukum kesejarahan dan pengertian tentang tanda lambang
negara. Kesalahan terbesar dari sayembara tersebut adalah tidak adanya
penjelasan tentang lambang ini dari pemerintah kepada para pelukis.21

Berikut ini adalah beberapa gambar hasil rancangan para seniman tentang
lambang negara yang masuk pada tahun 1947.

Sumber: Majalah Indonesia No.4 Tahun II April 1954

Berdasarkan artikel yang oleh Oesman Efendi, di dlam 12 usulan gambar di


atas tidak memiiki pemenang karena semua gambar dianggap tidak
memenuhi syarat lambang negara yang bernilai seni tinggi dan memiliki
historis sejarah bangsa.22

Tahun 1950 Priyono selaku staf kementrian melakukan Sayembara Lambang


Negara. Sayembara ini dipilih dua gambar rancangan terbaik, yakni
rancangan gambar milik Sultan Hamid II dan rancangan gambar dari
Muhammad Yamin. Rancangan Gambar Sultan Hamid II menampilkan

21
Haris Purnomo, 2006, Katalog Pameran “Di Bawah Sayap Garuda (Under The Wings of
Garuda)”, Mahameru Offset Printing.

22
Virdianti, Puput. Proses penetapan garuda pancasila sebagai lambang negara
indonesia tahun 1949-1951. AVATARA, e-Journal Pendidikan Sejarah. Volume 2, No. 2,
Juni 2014.
simbol-simbol yang untuk melambangkan Pancasila. Sultan Hamid II
membuat sketsa awal perisai yang dibagi menjadi lima ruang. Dalam
rancangannya terdapat dua buah perisai yaitu di dalam dan di luar dengan
garis agak tebal yang membelah perisai untuk melambangkan garis
khatulistiwa di perisai itu.23
Sumber : Kementrian Luar Negeri & Museum Konferensi Asia Afrika, Sejarah
Lambang Negara Indonesia, Jakarta, 2012.

Sultan Hamid II mempersiapkan rancangan lambang negara dalam bentuk


dasar burung Garuda yang memegang perisai Pancasila. Sultan Hamid II
membuat sketsa berdasarkan masukan gambar Ki Hajar Dewantara. Sultan
Hamid II membandingkan simbol Gaeuda yang dipakai sebagai salah satu
simbol kerajaan Sintang Kalimantan Barat, tetapi hanya sebagai
perbandingan antara bentuk burung Garuda yang berada di candi-candi
Jawa dengan yang di luar Jawa.24
Sketsa Burung Garuda Masukan dari Ki Hajar Dewantara

Sumber: Kementrian Luar Negeri & Museum Konferensi Asia Afrika,


Sejarah Lambang Negara Indonesia, Jakarta, 2012.
Selain mempersiapkan sendiri lambang negara rancangannya, Muhammad
Yamin juga banyak memberikan masukan kepada Sultan Hamid II.
Masukan dari Muhammad Yamin tersebut diantaranya adalah mengenai
makna bunga teratai yang kemudian dipakai Sultan Hamid II untuk dasar
dudukan burung Garuda pada sketsa awal yang dibuat oleh Sultan Hamid
II.25
Sketsa 1

23
Ibid., 61.
24
Ibid.
25
Ibid.
Dalam sketsa ini bentuk perisai belum menyerupai jantung, ujung perisai
terlihat tumpul dan di dalam perisai hanya terdapat empat ruang. Masing-
masing ruang berisi gambar kepala banteng, keris, padi dan pohon
beringin. Sudah terdapat garis tebal yang membelah perisai sebagai simbol
garis khatulistiwa.26

Sketsa 2

Dalam sketsa kedua ini digambarkan kepala burung Garuda menghadap


kedepan. Bentuk perisai sudah seperti jantung tetapi masih memiliki
kesamaan seperti sketsa pertama. Ruang di dalam perisai masih
berjumlah empat. Bentuk sayap berbeda dari sketsa pertama, dalam
sketsa ini ujung sayap dibuat tumpul.27
Sketsa 3, 4, 5.

Sketsa 3, 4, dan 5 ini merupakan usulan Sultan Hamid II untuk RIS.

26
Ibid.
27
Ibid.
Garuda berada di dalam lingkaran bertuliskan Republik Indonesia
Serikat. Sketsa nomor 5 bentuk burung Garuda sudah berbeda dengan
sketsa- sketsa sebelumnya. Gambar perisai pada gambar rancangan ini
sudah terbagi menjadi lima ruang. Sama seperti sketsa nomor 4, tulisan
Republik Indonesia Serikat juga dituliskan menggunakan huruf Arab
Pegon, namun tulisan berada di tengah garis sedikit berubah karena
pengurangan satu lingkaran dalam.28
Sketsa 6

Sketsa 6 menampilkan gambar yang berbeda dengan sketsa sebelumnya,


karena lingkaran bertuliskan Republik Indonesia Serikat dihilangkan.
Secara umum bentuk burung Garuda tidak mengalami perubahan.
Perubahan yang terdapat pada mahkota burung Garuda yang terlihat lebih
sederhana. Semula bentuk kepala burung Garuda memakai mahkota
kemudian berubah menjadi seperti memakai surban.29

Penghapusan tulisan Republik Indonesia Serikat ini kemungkinaan karena


para pemimpin/tokoh perancang lambang negara memang mempersiapkan
lambang negara untuk Republik Indonesia. Para tokoh perancang lambang
negara memiliki keyakinan bahwa suatu hari nanti RIS akan kembali
menjadi RI, sehingga rancangan lambang negara dibuat dalam 2 versi
gambar. Rakyat Indonesia menganggap pembentukan negara federal tidak
berdasarkan landasan konsepsional karena negara federal itu bermula
kepada usaha Belanda untuk menghancurkan Republik Indonesia hasil
Proklamasi 17 Agustus 1945. Pembentukannya RIS ditentang oleh
sebagian besar rakyat Indonesia. Muncul gerakan Republiken yang kuat

28
Ibid.
29
Ibid.
yang berhasrat menegakkan kembali Negara Kesatuan Republik
Indonesia.11 Rancangan lambang negara dengan menghilangkan lingkaran
bertuliskan Republik Indonesia Serikat (RIS) menjadi solusi dengan
harapan RI akan kembali terbentuk.30

Selain Sultan Hamid II yang membuat rancangan gambar Lambang


Negara dengan menampilkan figur Garuda, Muhammad Yamin juga
membuat rancangan gambar Lambang Negara dan perisai. Rancangan
perisai dari Muhammad Yamin dominan dengan simbol-simbol hewan
seperti banteng, air, matahari dan pohon (kelapa) yang dipadukan dalam
perisai.31

Sumber: Kementrian Luar Negeri & Museum Konferensi Asia Afrika, Sejarah
LambangNegara Indonesia, Jakarta, 2012.

Rancangan gambar lambang negara Muhammad Yamin berupa gambar


Bulan Sabit yang menyerupai tanduk banteng lambang perjuangan rakyat
Indonesia. Tujuh garis di air melambangkan tujuh kepulauan Indonesia.
Dua pohon kelapa berarti kemakmuran Indonesia di darat dan di laut.
Berdasar pada filosofi setia pada kebiasaan kuno seperti tradisi- tradisi
budaya bangsa menghasilkan bentuk candrasangkala (khronogram) yang
berbunyi “Matahari dilingkari kelapa dan bumi atau bulan”. Makna
12
candrasengkala ini menunjukkan tahun 1881 Saka atau 1949 Masehi.
Rancangan Mohammad Yamin ini disebut Matahari – Bulan tahun
Syamsiah – Kamariah (Arab) atau Surya – Candra (Sansekerta).

30
Ibid 63.
31
Ibid.
Rancangan gambar dari Muhammad Yamin ini dapat dilihat pada gambar
dibawah ini.32

Sumber: Kementrian Luar Negeri & Museum Konferensi Asia Afrika,


Sejarah Lambang Negara Indonesia, Jakarta, 2012.

Muhammad Yamin menawarkan konsep lambang negara hanya untuk


RIS, hal ini terlihat dari makna gambar matahari dilingkari kelapa dan
bumi atau bulan yang menunjukkan tahun 1881 Saka atau 1949 Masehi.
Tahun yang menunjukkan hari kelahiran Republik Indonesia Serikat.
Jelas rancangan yang dibuat Muhammad Yamin ini hanya ditujukan
sebagai lambang negara RIS. Panitia lambang negara selanjutnya
menetapkan 2 gambar rancangan Sultan Hamid II dan Muhammad Yamin
sebagai 2 gambar rancangan terbaik hasil sayembara tahun 1949.33

Pada sayembara yang dilakukan tahun 1949 mucul tokoh pelukis Lekra
bernama Basuki Resobowo. Basuki Resobowo juga mengaku
mengirimkan lukisannya dan merasa menang dalam sayembara tersebut. 34
Penyataan Basuki Resobowo tersebut diperkuat oleh pernyataan Hilarion
Widyatmoko. Menurut Hilarion Widyatmoko yang pernah bertemu
Basuki Resobowo di Aachen (kota kecil di Jerman) mengungkapkan
pernyataan bahwa Basuki Resobowolah yang membuat Lambang
NegaraIndonesia.35

Hesri Setiawan juga menjelaskan tentang kemungkinan bahwa Basuki

32
Ibid.
33
Ibid.
34
Asvi Warman Adam, Menguak Misteri Sejarah, Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2010, hlm
212.
35
Puput Virdianti, Op. Cit., 63.
Resobowo punya andil dalam perancangan lambang negara. Basuki
Resobowo adalah murid Taman Siswa terpandai yang memiliki bakat
menggambar dengan bagus. Kedekatan hubungan Basuki Resobowo
dengan Ki Hajar Dewantara di Taman Siswa sangat dekat, sehingga besar
kemungkinan Basuki Resobowo yang memenangi sayembara lambang
negara waktu itu.36

Ki Nanang Rekto Wulanjaya sebagai cucu Ki Hajar Dewantara juga


memiliki penjelasan tentang kemungkinan yang memenangkan sayembara
adalah Basuki Resobowo. Alasan pemenangan karena Ki Hajar Dewantara
yang memerintahkan Basuki Resobowo untuk membuat sketsa simbol
Garuda. Keterlibatan Basuki Resobowo sebagai seniman LEKRA
membuat namanya sengaja disamarkan.37

Kedekatan Basuki Resobowo dengan Ki Hajar Dewantara di Perguruan


Taman Siswa mendorong Basuki Resobowo berperan sebagai visualiser
konsep lambang negara. Keterlibatan Basuki Resobowo diawali dari
Panitia Indonesia Raya sebagai embrio rancangan lambang negara yang
diketuai Ki Hajar Dewantara. Tahun 1949 melalui sayembara Lambang
Negara, konsep Basuki Resobowo juga diseleksi ulang atau
19
dikembangkan lagi oleh Panitia Lambang Negara. Indikasi peran serta
Basuki Resobowo dalam usulan rencana lambang negara akhirnya
menjadi hilang dengan diterimanya hasil rancangan Sultan Hamid II dan
Muhammad Yamin.38

Keterlibatan Basuki Resobowo ini memang masuk akal. Panitia Lambang


Negara kemungkinan hanya memberikan ide dan masukan tentang simbol-
simbol. Sementara ada seniman yang ditugaskan sebagai visualiser untuk
menuangkan ide dan masukan-masukan para anggota Panitia Lambang
Negara dalam sebuah gambar. Dilihat dari sketsa gambar yang dihasilkan

36
Ibid., 64.
37
Ibid.
38
Ibid.
jelas terlihat sentuhan-sentuhan seniman yang kecil kemungkinannya jika
sketsa tersebut dihasilkan dari kalangan non seniman.39

Selanjutnya sesuai dengan pesan dari Presiden Soekarno yang berbunyi


“hendaknya lambang negara tersebut melambangkan pandangan hidup
bangsa, dasar negara Indonesia atau ide Pancasila”.21, beberapa anggota
Panitia Lambang Negara lain juga ikut mencoba mengajukan berbagai
usulan visualisasi simbol sila-sila Pancasila. Visualisasi ini mampu
dipresentasikan dalam bentuk Perisai Pancasila yang dikenal seperti
sekarang ini. Adapun visualisasi simbol sila-sila Pancasila yang
dikemukakan oleh beberapa anggota Panitia Lambang Negara dapat
dilihat di bawah ini:40

Sumber: Data olahan penulis dari Kementrian Luar Negeri & Museum Konferensi Asia
Afrika, Sejarah Lambang Negara Indonesia, Jakarta, 2012.

Selanjutnya hasil rancangan gambar lambang negara tersebut bisa


diterima oleh anggota panitia Lambang Negara, demikian juga dengan
lambang negara rancangan Muhammad Yamin. Rancangan Lambang
Negara karya Sultan Hamid II dan Muhammad Yamin diserahkan kepada
Perdana Menteri RIS Mohammad Hatta untuk diajukan kepada
pemerintah dan dibawa dalam sidang Parlemen RIS untuk dipilih.41

Menurut keterangan Mohammad Hatta dalam buku Bung Hatta


Menjawab, untuk melaksanakan keputusan sidang kabinet tersebut
menteri Priyono melaksanakan sayembara lambang negara pada tahun

39
Ibid.
40
Ibid.
41
Ibid., 65.
1949. Hasil sayembara lambang negara itu ada dua rancangan lambang
negara yang terbaik yaitu dari Sultan Hamid II dan Muhammad Yamin.
Dalam proses selanjutnya yang diterima oleh pemerintah adalah adalah
hasil rancangan Sultan Hamid II. Adapun yang dari Muhammad Yamin
ditolak, karena ada sinar-sinar matahari dan menampakkan sedikit banyak
disengaja atau tidak terpengaruh oleh Jepang.42

Berdasarkan keterangan dari Bapak Nanang R. Hidayat, “ada


kemungkinan pada saat itu Sultan Hamid II hanya melanjutkan gambar
atau desain yang sebelumnya telah masuk dari sayembara yang
dilaksanakan pada tahun 1947 dan 1949. Sedangkan Muhammad Yamin
memberikan saran atau alternatif gambar/desain lain berupa gambar
Matahari – Bulan tahun Syamsiah – Kamariah (Arab) atau Surya – Candra
(Sansekerta).” 43

Tanggal 10 Februari 1950 rancangan lambang negara karya Sultan Hamid


II berupa burung Elang Rajawali Garuda Pancasila diterima dalam sidang
Parlemen RIS. Sehari kemudian lambang negara tersebut diresmikan pada
sidang Kabinet RIS 11 Februari 1950 yang dipimpin oleh perdana menteri
RIS, Mohammad Hatta. Usulan pertama yang disetujui pada saat itu masih
menampilakan bentuk kepala Elang Rajawali yang masih gundul. Hal
tersebut juga diperkuat oleh A. G.Pringgodigdo 27 yang hadir pada saat
peresmian garuda sebagai lambang negara. Dalam bukunya Sekitar
Pantjasila yang menyebutkan bahwa berdasarkan atas pasal 3 Konstitusi
itu pada tanggal 11 Februari 1950 Pemerintah RIS telah menetapkan
Lambang Negara RIS, yang berupa lukisan Burung Garuda dan Perisai
yang terbagi dalam 5 buah ruang, yang mengingatkan pada Pancasila.
Pada waktu itu Burung Garuda kepalanya “Gundul” tidak pakai
“Jambul”.44

42
Ibid.
43
Ibid., 66.
44
Ibid.
Lambang negara ditetapkan oleh Kabinet RIS, tanggal 15 Februari 1950.
Presiden Soekarno memperkenalkan untuk pertamakalinya lambang
negara tersebut kepada khalayak umum di Hotel Des Indes – Jakarta.
Tanggal 17 Februari 1950 lambang Garuda ini disahkan oleh Parlemen
RIS berdasarkan ikhtisar Parlemen nomor 2 pada tanggal 20 Februari
1950. Sosialisasi internal Lambang Negara hasil usulan Sultan Hamid II
yang telah diresmikan tahun 1950 dapat langsung dilihat di dalam ruang
sidang Parlemen RIS (sekarang Gedung Pancasila) Jakarta. Gambar
lambang negara tersebut diperkenalkan Soekarno dalam acara sidang
Parlemen RIS pertama yang dibuka oleh Presiden Soekarno.45

Lambang Garuda dalam Sidang Parlemen RIS Pertama

Bentuk lambang garuda baru mengalami perubahan/penyempurnaan


sebagai Lambang Negara Republik Indonesia akhir Februari 1950.
Presiden Soekarno memberikan saran untuk menyempurnakan kembali
bagian kepala burung Elang Rajawali Garuda Pancasila yang terlihat
“gundul” lebih mirip elang pada lambang negara Amerika Serikat. Tujuan
penyempurnaan kepala garuda agar tidak terlihat “gundul” adalah dengan
menambahkan jambul di kepala garuda Indonesia, sehingga ada
perbedaan dengan Bald Eagle, lambang negara Amerika. Inisiatif
“jambul” di kepala Garuda sesuai dengan jenis burung Elang Rajawali
yang ada di wilayah Jawa.46

45
Arsip Nasional Indonesia, dalam bentuk video rekaman, Courtesy Youtube Kementrian Luar
Negeri – Museum Asia Afrika diunduh 29 Oktober 2013.
46
Puput Virdianti, Op. Cit., 66.
Presiden Soekarno kembali memberi masukan dengan mengkritisi bentuk
cakar kaki yang mencengkeram pita berisi seloka Bhinneka Tunggal Ika.
Pada gambar awal, cakar kaki terlihat menghadap ke belakang dan terlihat
terbalik. Penyempurnaan dilakukan dengan merubah bentuk cakar kaki
untuk menghadap ke depan. Hasil penyempurnaan ini nantinya dapat
dilihat seperti pada lambang garuda yang kita kenal seperti gambar
lambang negara sekarang ini. Menanggapi kritikan/masukan Presiden
Soekarno tersebut, maka Sultan Hamid II dalam transkipnya mengatakan
bahwa, untuk menyempurnakan bentuk rancangan lambang negara,
Sulatan Hamid II meminta bantuan kepada D. Ruhl Jr.47
Perbaikan bentuk cakar kaki Garuda

Tanggal 20 Maret 1950 bentuk final gambar lambang negara yang telah
diperbaiki kemudian mendapat disposisi atau persetujuan dari Presiden
Soekarno. Disposisi ini dapat dilihat pada tulisan tangan Presiden
Soekarno di catatan sketsa lambang garuda hasil perbaikan D. Ruhl Jr.48

Berdasarkan rancangan D. Ruhl Jr. yang mendapat disposisi Presiden


Soekarno pada tanggal 20 Maret 1950, selanjutnya Presiden Soekarno
memerintahkan Dullah untuk melukis kembali rancangan gambar

47
Ibid., 67.
48
Ibid.
tersebut. Dullah bertugas memperbaiki kesempurnaan lambang garuda
dengan menambahkan jambul pada kepala Garuda, serta merubah bentuk
cakar kaki Garuda yang semula mencengkeram pita dari ke belakang
dirubah menjadi dari depan pita.49

Lukisan atau rancangan penyempurnaan lambang negara hasil finishing


yang dilukiskan kembali oleh Dullah telah mendapat koreksi dari
Presiden Soekarno. Lambang negara yang disempurnakan Dullah
membawa hasil akhir rancangan burung garuda seperti dibawah ini.50
Finishing Gambar Garuda oleh Dullah

Sumber: Sekretaris Pribadi Sultan Hamid II, Max Yusuf Alkadrie, 11 Februari 2014

Presiden Soekarno kemudian memerintahkan Sultan Hamid II selaku


koordinator Panitia Lambang Negara untuk memberikan skala ukuran
dan tata warna pada lambang negara tersebut. Skala ukuran ini dapat
dilihat pada PP No. 66 Tahun 1951. Sultan Hamid II membuat skala
ukuran ini bertujuan agar ada kebakuan skala ukuran dan ketentuan
warna sehingga ada keseragaman yang bersifat resmi.51

Tanggal 17 Agustus 1951 Presiden Soekarno dan Perdana Menteri


Sukiman Wirjosandjoyo menetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 66
Tahun 1951 tentang lambang negara. PP Nomor 66/1951 pada pasal 2, 3
telah juga ada ketetapan tentang warna, perbandingan ukuran dan bentuk
lambang negara. Hasil akhir inilah yang kemudian oleh Pemerintah di
bawah Undang-undang Dasar Sementara 1950 berdasarkan Pasal 3 ayat
49
Sudarmaji, Dullah Raja Realisme
Indonesia, Bali: Sanggar Pejeng,
1988, hlm. 27.
50
Puput Virdianti, Op. Cit., 67.
51
Ibid.
(3) menjadi lampiran resmi dalam Peraturan Pemerintah No. 66 tahun
1951 (pasal 6). Lampiran resmi ini menjadi dasar dan ukuran baku
tentang teknik, cara dan pewarna jika membuat lambang negara. 52
Lambang Negara pada lampiran PP No. 66 Tahun 1951 (Pasal 6)

Tanggal 17 Agustus 1951 Lambang negara diresmikan pemakaiannya di


seluruh Negara Kesatuan Republik Indonesia. Melalui menteri
penerangan, gambar lambang negara ini disebar-luaskan ke seluruh
pelosok tanah air. Tanggal 28 November 1951, PP. No. 66 Tahun 1951
tentang Lambang negara akhirnya diundangkan oleh Menteri Kehakiman:
M. Nasroen. Penetapan PP nomor 66/1951 sebagai dasar peraturan dan
tata perundang-undangan dapat dilihat pada Lembaran Negara Nomor 111
dan penjelasannya dalam Tambahan Lembaran Negara Nomor 176 Tahun
1951. Sejak saat itu secara yuridis formal gambar lambang negara seperti
yang terlampir dalam PP No. 66 Tahun 1951 secara resmi menjadi
lambang negara kesatuan Republik Indonesia.53

52
Ibid.
53
Ibid., 68.

Anda mungkin juga menyukai