Makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas kelompok pada mata kuliah Pembelajaran
Matematika II
OLEH:
KELOMPOK 3
BESSE HARNANENGSI HAR (181050701045)
SUSWANTY ALMARDOTA (181050701050)
AZHAR IBRAHIM (181050701054)
SULFIANA USE (181050701059)
ELIESER KULIMBANG (1050701048)
Upaya memfasilitasi agar kemampuan berpikir kritis siswa berkembang menjadi sangat
penting, mengingat beberapa hasil penelitian masih mengindikasikan rendahnya kemampua
berpikir kritis siswa di Indonesia. Hasil penelitian Suryanto dan Somerset (Zulkardi, 2001)
terhadap 16 SMP pada beberapa provinsi di Indonesia menunjukkan bahwa hasil tes mata
pelajaran matematika sangat rendah, terutama pada soal cerita (aplikasi matematika).
Kemampuan aplikasi merupakan bagian dari domain kognitif yang lebih rendah daripada
kemampuan analisis, sintesis dan evaluasi. Padahal ketiga kemampuan tersebut digolongkan
oleh Bloom dalam kemampuan berpikir kritis (Duron dkk, 2006).
Kemampuan kritis merupakan hal yang penting, namun kenyataan dilapangan belum
sesuai dengan yang diharapkan. Hasil TIMSS dan PISA juga mengidentifikasi bahwa
kemampuan berpikir kritis matematis siswa Indonesia masih kurang memuaskan. TIMSS atau
Trends in Mathematics and Science Study adalah sebuah riset internasional untuk mengukur
kemampuan anak anak kelaas 4 dan kelas 8 dibidang matematika dan IPA. Hal ini dapat dilihat
dari hasil data TIMSS dari tahun ke tahun sebagai berikut:
Dengan diagram hasil TIMSS untuk bidang study matematika sebagai berikut :
HASIL TIMSS
45
38
38
36
35
34
PERINGKAT
B. Kajian Teori
Berpikir kritis merupakan kemampuan yang sangat diperlukan pada zaman sekarang.
Selain itu, berpikir kritis juga memiliki manfaat dalam jangka panjang, mendukung siswa
dalam mengatur keterampilan belajar mereka, dan kemudian memberdayakan individu untuk
berkontribusi secara kreatif pada profesi yang mereka pilih. Menurut Cheng menegaskan
bahwa berpikir kritis harus menjadi dasar yang meresap dari pengalaman pendidikan semua
siswa mulai dari pra-sekolah hingga sekolah menengah atas dan perangkat di universitas serta
program terstruktur dalam berpikir kritis harus dimulai dengan mengenalkan karakter
(disposisi) yang tepat dan beralih menuju ke pengembangan kemampuan berpikir kritis.
Artinya, berbekal dengan kemampuan berpikir kritis, guru telah membantu mempersiapkan
peserta didik untuk masa depannya. Sedangkan menururt Ben-Chaim mengatakan bahwa
kemampuan berpikir kritis menjadi sangat penting agar sukses di kehidupan, sebagai langkah
perubahan untuk terus melaju dan sebagai kompleksitas serta saling meningkatkan
ketergantungan (Masrukan, 2016: 608).
Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa berpikir kritis adalah berpikir
rasional tentang sesuatu, kemudian mengumpulkan informasi sebanyak mungkin tentang
sesuatu tersebut yang meliputi metode-metode pemeriksaan atau penalaran yang akan
digunakan untuk mengambil suatu keputusan atau melakukan suatu tindakan. Seseorang yang
berpikir kritis memiliki ciri-ciri yaitu:
Matematika merupakan bagian dari ilmu yang memiliki sifat khas jika dibandingkan
dengan ilmu pengetahuan yang lain. Kekhasan pada matematika menjadikan matematika
sebagai ratu sekaligus pelayan dalam ilmu pengetahuan. Pentingnya matematika dalam
kehidupan sehari-hari menjadikan matematika sebagai salah satu mata pelajaran yang harus
dikuasai oleh setiap siswa. Menurut Lambertus matematika mempelajari tentang pola, struktur,
keteraturan yang terorganisasi, yang dimulai dari unsur-unsur yang tidak terdefinisi kemudian
ke unsur-unsur yang terdefinisi, hingga ke aksioma atau postulat dan dalil-dalil atau teorema.
Komponen matematika tersebut membentuk suatu sistem yang saling berhubungan dan
terorganisir dengan baik (Masrukan, 2016: 609).
Matematika dikenal sebagai ilmu deduktif, yang artinya proses pengerjaan matematika
harus bersifat deduktif. Matematika tidak menerima generalisasi berdasarkan pengamatan
(induktif), tetapi harus berdasarkan pada pembuktian secara deduktif. Berpikir deduktif
merupakan cara berpikir yang diawali dari pembuktian pernyataan yang bersifat umum yang
dilanjutkan dengan penarikan kesimpulan yang bersifat khusus. Tujuan dari berpikir deduktif
adalah untuk menentukan kerangka pemikiran yang koheren dan logis. Dalam penalaran
deduktif, kesimpulan yang ditarik merupakan akibat logis dari alasan-alasan yang bersifat
umum menjadi bersifat khusus. Penerapan cara berpikir deduktif ini akan menghasilkan
teorema-teorema yang selanjutnya dipergunakan untuk menyelesaikan masalah-masalah baik
dalam matematika murni maupun dalam matematika terapan (Masrukan, 2016: 609).
1. Adanya situasi yang tidak dikenal atau akrab sehingga seorang individu tidak dapat secara
langsung mengenali konsep matematika atau mengetahui bagaimana menentukan solusi
suatu masalah.
2. Menggunakan pengetahuan yang telah dimilikinya, penalaran matematika, dan strategi
kognitif.
3. Menghasilkan generalisasi, pembuktian, dan evaluasi
4. Berpikir reflektif yang melibatkan pengkomunikasian suatu solusi, rasionalisasi argumen,
penentuan cara lain untuk menjelaskan suatu konsep atau memecahkan suatu masalah dan
pengembangan studi lebih lanjut.
Facion mengungkapkan empat kecakapan berpikir kritis utama yang terlibat di dalam
proses berpikir kritis, yaitu: (Karim, 2015: 95)
1. Interpretasi
Menginterpretasi adalah memahami dan mengekspresikan makna atau signifikansi dari
berbagai macam pengalaman, situasi, data, kejadian-kejadian, penilaian, kebiasaan, atau
adat, kepercayaan-kepercayaan, aturan-aturan, prosedur atau kriteria-kriteria.
2. Analisis
Analisis adalah mengidentifikasi hubungan-hubungan inferensial yang dimaksud dan
aktual diantara pernyataan-pernyataan, pertanyaan-pertanyaan, konsep-konsep, deskripsi-
deskripsi atau bentuk-bentuk representasi lainnya yang dimaksudkan untuk
mengekspresikan kepercayaan-kepercayaan, penilaian, pengalaman-pengalaman, alasan-
alasan, informasi atau opini-opini.
3. Evaluasi
Evaluasi berarti menaksir kredibilitas pernyataan-pernyataan atau representasi-representasi
yang merupakan laporan-laporan atau deskripsi-deskripsi dari persepsi, pengalaman,
situasi, penilaian, kepercayaan atau opini seseorang, dan menaksir kekuatan logis dari
hubungan-hubungan inferensial atau dimaksud diantara pernyataan-pernyataan, deskripsi-
deskripsi, pertanyaan-pertanyaan, atau bentuk-bentuk representasi lainnya.
4. Inferensi
Inferensi berarti mengidentifikasi dan memperoleh unsur-unsur yang diperlukan untuk
membuat kesimpulan-kesimpulan yang masuk akal, membuat dugaan-dugaan dan
hipotesis, memper-timbangkan informasi yang relevan dan menyimpulkan konsekuensi-
konsekuensi dari data, situasi-situasi, pertanyan-pertanyaan atau bentuk-bentuk
representasi lainya.
Tabel Indikator Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa
Indikator Umum Indikator
Menginterpretasi Memahami masalah yang ditunjukkan dengan menulis diketahui
maupun yang ditanyakan soal dengan tepat
Menganalisis Mengidentifikasi hubungan-hubungan antara pernyataan,
pertanyaan, dan konsep yang diberikan dalam soal yang ditunjukkan
dengan membuat model matematika dengan tepat dan memberi
penjelasan dengan tepat
Mengevaluasi Menggunakan strategi yang tepat dalam menyelesaikan soal,
lengkap dan benar dalam melakukan perhitungan.
Menginferensi Membuat kesimpulan dengan tepat
Menurut Soejadi (Yuhasriati: 2012) karakteristik dari matematika, yaitu: (1) memiliki
objek yang abstrak, (2) bertumpu pada kesepakatan, (3) berpola pikir deduktif, (4) memiliki
simbol-simbol yang kosong arti, (5) memperhatikan semesta pembicaraan, (6) konsisten
dalam sistemnya. Berikut ini akan diuraikan masing-masing karakteristik matematika:
Beberapa contoh soal berpikir kritis yang dikutip dari Furqoni (2016) diuraikan sebagai
berikut:
Gambar I adalah gambar sebuah benada berbentuk prisma segitiga sama sisi ABC.DEF
dengan AB = BC = CA = 10cm dan AD = BE = CF = 30cm.
Gambar II adalah gambar prisma pada gambar I yang dipotong/diiris dari titik F melalui
titik P dan Q, dengan titik P dan Q berturut-turut adalah titik tengah dari AD dan BE.
Terdapat pernyataan bahwa: “Sudut F pada segitiga FDE sama besar dengan sudut F pada
segitiga FPQ.” Apakah kamu setuju dengan pernyataan tersebut? Jelaskan jawabanmu!
c. Soal yang memuat indikator menginterpretasi dan menganalisis:
SOAL:
Diketahui kubus ABCD.EFGH dengan panjang rusuk 12 cm. Titik P terletak pada
perpanjangan rusukCD sehingga CD : DP = 3 : 2. Tentukan jarak titik P terhadap bidang
BCGF.
2. Contoh Rubrik Penskoran Soal Uraian yang Memuat Indikator Interpretasi, Analisis,
dan Evaluasi
SOAL:
Ayah memiliki dua lembar brosur penjualan motor “Honda” dari dua dealer yang berbeda. Ada
sebuah sepeda motor yang ingin dibeli ayah dan memiliki harga yang sama di kedua dealer itu.
Dealer pertama memberlakukan diskon 10% dari harga barang yang telah dikenai pajak 5%
terlebih dahulu. Sedangkan, dealer kedua memberlakukan pajak 5% dari harga barang yang
telah dikenai diskon 10% terlebih dahulu. Ayah berpendapat bahwa dealer pertama
memberikan harga yang lebih murah. Apakah kamu setuju dengan pendapat ayah? Berikan
alasanmu!
Tabel. Contoh Pedoman Penskoran Soal Uraian
Jawaban Skor
Misalkan harga sepeda motor itu adalah x. 4
Analisis
Maka, harga sepeda motor di kedua dealer itu sama. Sehingga, ayah salah
4
ketika mengatakan bahwa dealer pertama memberikan harga yang lebih murah
Inferensi
TOTAL 20
Hal ini sesuai dengan penelitian Hawa Liberna Unversitas Indrapasta PGRI dengan
judul “Peningkataan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa melalui Penggunaan
Metode Improve pada Materi Sistem Persamaan Linear Dua Variabel”
Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa hasil belajar matematika rata-rata baik karena
terdapat 75% siswa mendapat nilai diatas 60, yaitu yang KKM yang digunakan oleh SMPN 248
Jakarta. Perhitungan penelitian kemampuan berpikir kritis matematis SMPN 248 Jakarta diperoleh
nilai rata – rata adalah 47.71, nilai modus adalah 46.19 median adalah 44.25, standar deviasi adalah
7.65, nilai maksimum adalah 61, nilai minimum adalah 31. Dari hasil hasil perhitungan diatas
menunjukkan bahwa kemampuan berpikir kritis matematis rata – rata baik.
Hal ini sesuai dengan penelitian Mega Achdisty Noordyana STKIP Garut dengan
judul “Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa melalui Pendekatan
Metacognitive Instruction”
Hal ini sesuai dengan penelitian Ali Syahbana Universitas Muhammadiyah Bengkulu
dengan judul “Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa SMP melalui
Pendekatan Contextual Teaching and Learning”
Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa Hasil analisis data melalui uji statistik
menunjukkan bahwa adanya perbedaan yang signifikan pada peningkatan kemampuan
berpikir kritis matematis siswa yang memperoleh pembelajaran matematika dengan
pendekatan CTL dibandingkan dengan siswa yang memperoleh pembelajaran matematika
dengan pendekatan konvensional. Ini menunjukkan bahwa dengan pendekatan CTL dapat
meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematis siswa SMP Negeri 17 Palembang.
Hal ini sesuai dengan penelitian Dasa Ismaimuza FKIP Universitas Tadulako Palu
dengan judul “Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Ditinjau dari Pngetahuan Awal
Siswa”
5. Pengembangan E-Modul
Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa pada uji coba siklus 1, tergolong sedang,
berarti belum sesuai dengan harapan. Berdasarkan hasil pengamatan, hal ini terjadi karena
dalam mengikuti perkuliahan, utamanya perkuliahan online banyak mahasiswa mengalami
kendala teknis dan belum tahu fitur-fitur yang tersedia dalam portal elearning yang dalam
hal ini digunakan learning management system (LMS) moodle. Dengan perbaikan tersebut
kembali diadakan uji coba siklus 2 untuk topik Suku Banyak. Hasil tes keterampilan
berpikir kritis menunjukkan terjadi peningkatan baik secara kuantitas maupun kualitas
yaitu dari rata-rata 27,6 (sedang) menjadi 31,4 (tinggi). Hasil ini telah memenuhi indikator
keberhasilan yang ditetapkan.
6. Pembelajaran dengan Scaffolding
Hal ini sesuai dengan artikel Ary Woro Kurniasih FMIPA UNNES dengan judul
“Scaffolding sebagai Alternatif Upaya Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis
Matematika”
Hasil tulisannya mengatakan bahwa salah satu upaya yang perlu dikembangkan oleh
guru agar kemampuan berpikir kritis siswa dalam belajar matematika dapat ditingkatkan
adalah dengan pemberian scaffolding. Scaffolding dapat diberikan kepada siswa dapat
berupa memodelkan perilaku tertentu (modeling of desired behaviors), menyajikan
penjelasan (offering explanations), mengundang partisipasi siswa (inviting student
participation), verifikasi dan klarifikasi pemahaman siswa (verifying and clarifying student
understandings), dan mengajak siswa memberikan petunjuk/kunci (inviting students to
contribute clues). Pada prinsipnya scaffolding diberikan kemudian pemberian scaffolding
dikurangi dan pada akhirnya dihilangkan setelah siswa benarbenar memperoleh
pemahaman.
Hal ini sesuai dengan artikel Desti Haryani Universitas Palangkaraya dengan judul
“Pembelajaran Matematika dengan Pemecahan Masalah untuk Menumbuhkembangkan
Kemampuan Berpikir Kritis Siswa”
Hal ini sesuai dengan penelitian Enung Sumaryati & Utari Sumarno STKIP Siliwangi
Bandung dengan judul “Pendekatan Induktif-Deduktif dengan Strategi Think-Pair-Square-
Share untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Berpikir Kritis serta Disposisi
Matematis Siswa SMA”
Cabrera, G.A.(1992).A Framework for Evaluting the Techng of Critical Thingking. Dalam R.N
Cassel (ed). Education.113 (1),59-63.
Depdiknas. (2006). Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi Sekolah Menengah
Atas. Jakarta : Depdiknas.
Duron, R. (2006). Critical Thinking Framework for any Discipline. International Jornal of
Teaching and Learning in Higher Education, 17(1),160-166.
Eny Sulistiani & Masrukan. 2016. Pentingnya Berpikir Kritis dalam Pembelajaran Matematika
untuk Menghadapi Tantangan MEA. Makalah disajikan dalam Seminar Nasional
Matematika X Universitas Negeri Semarang, 2016.
Fardani, Zuhur. 2017. Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dalam Pembelajaran
Matematika untuk Membangun Karakter Bangsa, (Online), (https://www.researchgate.net/,
diakses 23 April 2019)
Furqoni, Tejo. 2016. Pengembangan Soal Matematika untuk Mengukur Kemampuan Berpikir
Kritis Siswa SMA. Skripsi tidak diterbitkan. Universitas Negeri Yogyakarta.
Harian Kompas.(5 Desember 2013). Skor PISA: Posisi Indonesia Nyaris Jadi Juru Kunci.
Haryani, Desti. 2011. Pembelajaran Matematika dengan Pemecahan Masalah untuk
Menumbuhkembangkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa. Prosiding Seminar Nasional
Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA Universitas Negeri Yogyakarta. (Online).
(https://core.ac.uk/, diakses pada 23 April 2019)
Ismaimuza, Dasa. 2011. Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Ditinjau dari Pengetahuan Awal
Siswa. Jurnal Pendidikan Matematika, (Online), Vol. 2, No. 1, (http://ojs.uho.ac.id/, diakses
23 April 2019)
Karim & Normaya. 2015. Kemampuan Berpikir Kritis Siswa dalam Pembelajaran Matematika
dengan Menggunakan Model Jucama di Sekolah menengah Pertama. EDU-MAT Jurnal
Pendidikan Matematika, (Online), Vol. 3, No. 1, (https://ppjp.ulm.ac.id/journal/, diakses 23
April 2019)
Kurniasih, Ary Woro. 2012. Scaffolding sebagai Alternatif Upaya Meningkatkan Kemampuan
Berpikir Kritis Matematika. Jurnal Kreano, Vol. 3, No. 2, (https://journal.unnes.ac.id/,
diakses 23 April 2019)
Libena, Hawa. 2013. Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa Melalui
Penggunaan Metode Improve pada Materi Sistem Persamaan Linear Dua Variabel. Jurnal
Formatif, (Online), Vol. 2, No. 3, Hal. 190-197, (https://journal.lppmunindra.ac.id/, diakses
pada 23 April 2019)
Noer, S.H.(2009). Penngkatan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa SMP melalui
Pembelajaran Berbasis Masalah. Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan
Matematika Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UNY, Volume 3, 473-483.
Noordyana, Mega Achdisty. 2016. Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa
melalui Pendekatan Metacognitive Istruction. Jurnal Mosharafa, (Online), Vol. 5, No. 2,
(https://journal.institutpendidikan.ac.id/, diakses 23 April 2019)
Rahmi, Rahmi. 2013. Menciptakan Pembelajaran Matematika yang Kreatif dan Menyenangkan.
Jurnal Pelangi, (Online), Vol. 6, No. 1, (https://ejournal.stkip-pgri-sumbar.ac.id/, diakses 29
April 2019)
Suarsana, I. M & Mahayukti, G. A. 2013. Pengembangan E-Modul Berorientasi Pemecahan
Masalah untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis Mahasiswa. Jurnal Pendidikan
Indonesia, (Online), Vol. 2, No. 2, (https://ejournal.undiksha.ac.id/, diakses 23 April 2019)
Syahbana, Ali. 2012. Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa SMP Melalui
Pendekatan Contextual Teaching and Learning. Jurnal Edumatica, (Online), Vol. 2, No. 1,
(https://online-journal.unja.ac.id/, diakses 23 April 2019)
Yuhasriati. 2012. Pendekatan Reakistik dalam Pembelajaran Matematika. Jurnal Peluang,
(Online), Vol. 1, No. 1, (http://jurnal.unsyiah.ac.id/, diakses 27 April 2019)