DISUSUN OLEH :
EPRINA UTAMI
20166523025
JURUSAN KEPERAWATAN
TA. 2019/2020
LEMBAR PENGESAHAN
Mengetahui,
Eprina Utami
NIM. 20166523025
Pembimbing Akademik
LAPORAN PENDAHULUAN
FRAKTUR
b. Derajat II
1) Laserasi > 1 cm
2) Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, flap/avulse
3) Fraktur kontinuitif sedang
4) Kontaminasi sedang
c. Derajat III
Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas, meliputi struktur kulit, otot, dan
neurovascular serta kontaminasi derajat tinggi. Fraktur derajat III terbagi atas :
a) IIIA : Fragmen tulang masih dibungkus jaringan lunak
b) IIIB : Fragmen tulang tak dibungkus jaringan lunak terdapat pelepasan
lapisan periosteum, fraktur kontinuitif
c) IIIC : Trauma pada arteri yang membutuhkan perbaikan agar bagian
distal dapat diperthankan, terjadi kerusakan jaringan lunak hebat.
B. Etiologi
Fraktur disebabkan oleh trauma di mana terdapat tekanan yang berlebihan pada tulang
yang biasanya di akibatkan secara langsung dan tidak langsung dan sering berhubungan
dengan olahraga, pekerjaan atau luka yang di sebabkan oleh kendaraan bermotor.
Penyebab patah tulang paling sering di sebabkan oleh trauma terutama pada anak-
anak, apabila tulang melemah atau tekanan ringan.
Menurut Mansoer 2007 adapun penyebab fraktur antara lain :
1. Trauma Langsung, yaitu fraktur terjadi di tempat dimana bagian tersebut mendapat
ruda paksa misalnya benturan atau pukulan pada anterbrachi yang mengakibatkan
fraktur.
2. Trauma Tak Langsung, yaitu suatu trauma yang menyebabkan patah tulang ditempat
yang jauh dari tempat kejadian kekerasan.
3. Fraktur Patologik
Stuktur yang terjadi pada tulang yang abnormal (kongenital,peradangan, neuplastik
dan metabolik)
Menurut Carpenito adapun penyebab fraktur antara lain :
1. Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan.
Fraktur demikian demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah
melintang atau miring.
2. Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari tempat
terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam
jalur hantaran vektor kekerasan.
3. Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan dapat berupa
pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari ketiganya, dan
penarikan.
Etiologi dari fraktur menurut Price dan Wilson (2006) ada 3 yaitu :
1. Cidera atau benturan
2. Fraktur patologik
Fraktur patologik terjadi pada daerah-daerah tulang yang telah menjadi lemah oleh
karena tumor, kanker dan osteoporosis.
3. Fraktur beban
Fraktur beban atau fraktur kelelahan terjadi pada orang- orang yang baru saja
menambah tingkat aktivitas mereka, seperti baru di terima dalam angkatan bersenjata
atau orang- orang yang baru mulai latihan lari.
C. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinik dari faktur :
1. Nyeri terus-menerus dan bertambah beratnya sampai tulang diimobilisasi. Spasme
otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai almiah yang di rancang utuk
meminimalkan gerakan antar fregmen tulang.
2. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tidak dapat di gunakan dan cenderung bergerak
secara alamiah (gerak luar biasa) bukanya tetap rigid seperti normalnya. Pergeseran
fragmen tulang pada fraktur lengan dan tungkai menyebabkan deformitas (terlihat
maupun teraba) ekstermitas yang bisa diketahui membandingkan ekstermitas yang
normal dengan ekstermitas yang tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi
normal otot bergantung pada integritas tulang tempat melekatnya otot.
3. Pada fraktur panjang terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi
otot yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur. Fragmen sering saling
melingkupi satu samalain sampai 2,5-5 cm (1-2 inchi).
4. Saat ekstermitas diperiksa dengan tangan teraba adanya derik tulang dinamakan
krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya (uji krepitus
dapat mengaibatkan kerusakan jaringan lunak yang lebih berat).
5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal terjadi sebagai akibat trauma dari
pendarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini baru bisa terjadi setelah beberapa jam
atau hari setelah cidera.
Fraktur
Resiko syok
E.(hipovolemik)
Patofisiologis
F. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut (PERMENKES RI, 2014) pemeriksaan diagnosik meliputi :
1. Foto polos
Umumnya dilakukan pemeriksaan dalam proyeksi AP dan lateral, untuk menentukan
lokasi, luas dan jenis fraktur.
2. Pemeriksaan radiologi lainnya
Sesuai indikasi dapat dilakukan pemeriksaan berikut, antara lain : radioisotope
scanning tulang, tomografi, artrografi, CT-scan, dan MRI, untuk memperlihatkan
fraktur dan mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
3. Pemeriksaan darah rutin dan golongan darah
Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun (perdarahan bermakna pada
sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multiple). Peningkatan sel darah putih adalah
respon stress normal setelah trauma.
4. Kreatinin : Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal.
5. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah.
H. Komplikasi
Komplikasi awal fraktur
1. Syok
Syok terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas kapiler
yang bias menyebabkan menurunnya oksigenasi. Hal ini biasanya terjadi pada fraktur,
pada kondisi tertentu terjadi syok neurogenic pada fraktur femur karena rasa sakit yang
hebat pada pasien
2. Kerusakan arteri
Pecahnya arteri karena trauma bias ditandai oleh; tidak adanya nadi; CRT (Capillary
Refill Time) menurun; sianosis distal; hematoma yang lebar; serta dingin pada
ekstremitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi pembidaian; perubahan posisi
pada yang sakit; tindakan reduksi dan pembedahan
3. Sindrom kompartemen
Adalah suatu kondisi dimana terjebaknya otot, tulang, saraf dan pembuluh darah dalam
jaringan parut akibat suatu pembengkakan dari edema atau hematoma yang menekan
otot, syaraf, dan pembuluh darah. Kondisi sindrom kompartemen akibat komplikasi
fraktur hanya terjadi pada fraktur yang dekat dengan persendian dan jarang terjadi pada
bagian tengah tulang. Tanda khas untuk sindrom kompartemen adalah 5 P (pain/ nyeri
local, pallor/ pucat, parestesi/tidak ada sensasi, pulslessness/ tidak ada denyut nadi ,
perubahan nadi , perfusi yang kurang baik pada bagian distal, CRT > 3 detik pada
bagian distal kaki, paralysis/kelumpuhan tungkai)
4. Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma ortopedik
infeksi dimulai pada kulit (superfisial) dan masuk ke dalam. Hal ini biasanya terjadi
karena kasus fraktur terbuka, tapi bias juga karena penggunaan bahan lain dalam
pembedahan seperti pin (ORIF dan OREF) atau plat.
5. Avaskular Nekrosis
Terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau terganggu yang bias menyebabkan
nekrosis tulang dan diawali dengan adanya Volkmanns ischemia.
6. Sindrom emboli lemak
Adalah suatu komplikasi serius yang sering terjadi pada fraktur tulang panjang. FES
terjadi karena sel –sel lemak yang dihasilkan sumsum tulang kuning masuk pada aliran
darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam darah rendah yang ditandai dengan
gangguan pernapasan, takikardi, hipertensi, takipneu, dan demam.
Komplikasi lama
1. Delayed union
Kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk
menyatu kembali / tersambung dengan baik. Ini disebabkan karena penurunan suplai
darah ke tulang. Delayed union adalah fraktur yang tidak sembuh setelah selang waktu
3- 5 bulan (3 bulan untuk anggota gerak atas dan 5 bulan untuk anggota gerak bawah
2. Non union
Apabila fraktur tidak sembuh dalam waktu antara 6-8 bulan dan tidak terjadi
konsolidasi sehingga dapat pseudoartrosis . pseudoartrosis dapat terjadi dengan infeksi
maupun tidak dengan infeksi.
3. Mal union
Keadaan dimana fraktur sembuh pada saatnya tetapi terdapat deformitas yang
berbentuk angulasi, varus/valgus, pemendekan, atau menyilang misalnya fraktur
radius ulna.
I. Penatalaksanaan
Prinsip penanganan fraktur meliputi reduksi, imobilisasi, dan pengembalian fungsi dan
kekuatan.
1. Rekognisi (Pengenalan)
Riwayat kecelakaan, derajat keparahan, harus jelas untuk menentukan diagnosa dan
tindakan selanjutnya. Contoh, pada tempat fraktur tungkai akan terasa nyeri sekali dan
bengkak. Kelainan bentuk yang nyata dapat menentukan diskontinuitas integritas
rangka.
2. Reduksi fraktur (setting tulang)
Mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan rotasi anatomis. Reduksi
tertutup dilakukan dengan mengembalikan fragmen tulang ke posisinya dengan
manipulasi dan traksi manual. Reduksi terbuka dilakukan dengan pendekatan bedah,
fragmen tulang direduksi alat fiksasi interna (ORIF) dalam bentuk pin, kawat, sekrup,
plat, paku, atau batangan logam untuk mempertahankan fragmen tulang dalam
posisinya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi.
3. Retensi (Imobilisasi fraktur)
Setelah fraktur direduksi fragmen tulang harus diimobilisasi atau dipertahankan dalam
posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat
dilakukan dengan fiksasi eksterna (OREF) meliputi : pembalutan, gips, bidai, traksi
kontinu pin, dan tehnik gips atau fiksator ekterna. Implan logam dapat digunakan untuk
fiksasi interna (ORIF) yang berperan sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi
fraktur yang dilakukan dengan pembedahan.
4. Rehabilitasi (Mempertahankan dan mengembalikan fungsi)
Segala upaya diarahkan pada penyembuhan tulang dan jaringan lunak. Latihan
isometric dan setting otot diusahakan untuk meminimalkan atrofi disuse dan
meningkatkan aliran darah. Partisipasi dalam aktivitas hidup sehari-hari diusahakan
untuk memperbaiki kemandirian fungsi dan harga diri.
2. Data Objektif
a. Pemeriksaan Fisik
Dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk
mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis).
1) Keadaan umum : baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda, seperti :
a) Kesadaran penderita : apatis, sopor, koma, gelisah, kompos mentis
tergantung pada keadaan klien.
b) Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang, berat dan pada
kasus fraktur biasanya akut.
c) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun
bentuk.
2) Pemeriksaan head-to-toe :
a) Kepala
Tidak ada gangguan yaitu, normo cephalik, simetris, tidak ada penonjolan,
tidak ada nyeri kepala.
b) Mata
Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (karena tidak terjadi
perdarahan).
c) Hidung
Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping hidung.
d) Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi atau nyeri
tekan.
e) Mulut dan Gigi
Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan, mukosa mulut
tidak pucat.
f) Leher
Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan, reflek menelan ada.
g) Thoraks
Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris.
h) Paru
(1) Inspeksi
Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya tergantung pada riwayat
penyakit klien yang berhubungan dengan paru.
(2) Palpasi
Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama.
(3) Perkusi
Suara ketok sonor, tak ada erdup atau suara tambahan lainnya.
(4) Auskultasi
Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau suara tambahan lainnya
seperti stridor dan ronchi.
i) Jantung
(1) Inspeksi
Tidak tampak iktus jantung.
(2) Palpasi
Nadi meningkat, iktus tidak teraba.
(3) Auskultasi
Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur.
j) Abdomen
(1) Inspeksi
Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.
(2) Palpasi
Tugor baik, tidak ada defands muskuler, hepar tidak teraba.
k) Perkusi
Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan.
l) Auskultasi
Peristaltik usus normal 20 kali/menit.
m) Inguinal-Genetalia-Anus
Tak ada hernia, tak ada pembesaran lymphe, tak ada kesulitan BAB.
n) Kulit
Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma meningkat, bengkak, oedema,
nyeri tekan.
o) Ekstermitas
Kekuatan otot, adanya oedema atau tidak, suhu akral, dan ROM.
b. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan Radiologi
2) Pemeriksaan Laboratorium
a) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan
tulang.
b) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan
osteoblastik dalam membentuk tulang.
c) Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase (LDH-5),
Aspartat Amino Transferase (AST), Aldolase yang meningkat pada tahap
penyembuhan tulang.
3) Pemeriksaan lain-lain
a) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas : didapatkan
mikroorganisme penyebab infeksi.
b) Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama dengan
pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi.
c) Elektromyografi : terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan
fraktur.
d) Arthroscopy : didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma
yang berlebihan.
e) Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada
tulang.
f) MRI : menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.
B. Diagnosa Keperawatan
Nanda, 2016
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera.
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan integritas struktur tulang,
program pembatasan gerak.
3. Resiko infeksi.
4. Resiko syok hipovolemik.
5. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan nyeri ekstermitas.
6. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan imobilisasi fisik.
C. Intervensi
Nanda, 2016
No. Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan
1. Nyeri akut NOC : NIC:
berhubungan dengan Pain level Pain management
agen cidera Pain control a. Lakukan pengkajian nyeri
Comfort level secara komprehensif
Kriteria Hasil termasuk lokasi,
a. Mampu mengontrol karakteristik, durasi,
nyeri (tahu penyebab frekuensi, kualitas dan
nyeri, mampu faktor presipitasi
menggunakan tehnik b. Observasi reaksi
nonfarmakologi untuk nonverbal dari
mengurangi nyeri, ketidaknyamanan
mencari bantuan) c. Gunakan tehnik
b. Melaporkan bahwa komunikasi terapeutik
nyeri berkurang dengan untuk mengetahui
menggunakan pengalaman nyeri pasien
managemen nyeri d. Kaji kultur yang
c. Mampu mengenali nyeri mempengaruhi respon
(skala, intensitas, nyeri
frekuensi dan tanda e. Evaluasi pengalaman nyeri
nyeri) masa lampau
d. Menyatakan rasa f. Evaluasi bersama pasien
nyaman setelah nyeri dan tim kesehatan lain
berkurang tentang ketidakefektifan
kontrol nyeri masa lampau
g. Bantu pasien dan keluarga
untuk mencari dan
menemukan dukungan
h. Kontrol lingkungan yang
dapat mempengaruhi nyeri
seperti suhu ruangan,
pencahayaan dan
kebisingan
i. Kurangi faktor presipitasi
nyeri
j. Pilih dan lakukan
penanganan nyeri
(farmakologi,
nonfarmakologi dan
interpersonal)
k. Kaji tipe dan sumber nyeri
untuk menentukan
intervensi
l. Ajarkan tentang teknik
nonfarmakologi
m. Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri
n. Evaluasi keefektifan
kontrol nyeri
o. Tingkatkan istrihat
p. Kolaborasikan dengan
dokter jika ada keluhan
dan tindakan nyeri tidak
berhasil
q. Monitor penerimaan
pasien tentang manajemen
nyeri
Analgesic administration
a. Tentukan lokasi, karakter,
kualitas, dan derajat nyeri
sebelum pemberian obat
b. Cek intruksi dokter tentang
jenis obat, dosi, dan
frekuensi
c. Cek riwayat alergi
d. Pilih analgesic yang
diperlukan atau kombinasi
dari analgesic ketika
pemberian lebih dari satu
e. Tentukan pilihan analgesic
tergantung tipe dan
beratnya nyeri
f. Tentukan analgesic
pilihan, rute pemberian,
dan dosis optimal
g. Pilih rute pemberian secara
IV, IM untuk pengobatan
nyeri secara teratur
h. Monitor vital sign sebelum
dan sesudah pemberian
anlgesik pertama kali
i. Berikan analgesic tepat
waktu terutama saat nyeri
hebat
j. Evalusi efektivitas
analgesic, tanda dan gejala
2. Hambatan mobilitas NOC: NIC
fisik berhubungan Joint movement : active Exercise therapy :
dengan kekuatan dan Mobility level ambulation
tahanan sekunder Self care : ADLs a. Monitoring vital sign
akibat fraktur Transfer perfoormance sebelum/sesudah latihan
Kriteria hasil: respon pasien saat latihan
a. Klien meningkat dalam b. Konsultasikan dengan
aktivitas fisik terapi fisik tentang rencana
b. Mengerti tujuan dari ambulansi sesuai dengan
peningkatan mobilitas kebutuhan
c. Memverbalisasikan c. Bantu klien untuk
perasaan menggunakan tongkat saat
dalammeningkatkan berjalan dan cegah
kekuatan dan terhadap cidera
kemampuan berpindah d. Ajarkan pasien atau tenaga
d. Memperagakan kesehatan lain tentang
penggunaan alat bantu teknik ambulansi
untuk mobilisasi e. Kaji kemampuan pasien
(walker) dalam mobilisasi
f. Latih pasien dalam
pemenuhan kebutuhan
ADLs secara mandiri
sesuai kemampuan
g. Damping dan bantu pasien
saat mobilisasi dan bantu
penuhi kebutuhan ADLs
pasien
h. Berikan alat bantu jika
pasien memerlukan
i. Ajarkan pasien bagaimana
merubah posisi dan
berikan bantuan jika
diperlukan
3. Resiko infeksi NOC NIC
Immune status Infection Control
Knowledge : infection a. Bersihkan lingkungan
control setelah dipakai pasien lain
Risk control b. Pertahankan teknik isolasi
Kriteria hasil c. Batasi pengunjung bila
a. Klien bebas dari tanda perlu
dan gejala infeksi d. Instruksikan pada
b. Mendeskripsikan proses pengunjung untuk
penularann penyakit, mencuci tangan saat
factor yang berkunjung meninggalkan
mempengaruhi pasien
penularan serta e. Gunakan sabun
penatalaksanaannya antimikroba untuk cuci
c. Menunjukkan tangan
kemampuan untuk f. Cuci tangan setiap
mencegah timbulnya sebelum dan sesudah
infeksi tindakan keperawatan
d. Jumlah leukosit dalam g. Gunakan baju, sarung
batas normal tangan sebagai alat
e. Menunjukkan perilaku penlindung
hidup sehat h. Pertahankan lingkunan
aseptic selama
pemasangan alat
i. Ganti letak IV perifer dan
line central dan dressing
sesuai dengan petunjuk
umum
j. Gunakan kateter
intermiten untuk
menurunkan infeksi
kandung kencing
k. Tingkatkan intake nutrisi
l. Berikan terapi antibiotic
bila perlu
Infection protection
a. Monitor tanda dan gejala
infeksi sistemik dan local
b. Monitor hitung granulosit,
WBC
c. Monitor kerentanan
terhadap infeksi
d. Batasi pengunjung
e. Pertahankan teknik aspesis
pada pasien yang beresiko
f. Pertahankan teknik isolasi
k/p
g. Berikan perawatan kulit
pada area epidema
h. Inspeksi kulit dan
membrane mukosa
i. Terhadap kemerahan,
panas, dan drainase
j. Inspeksi kondisi
luka/insisi bedah
k. Dorong masukkan nutrisi
yang cukup
l. Dorong masukan cairan
m. Dorong istirahat
n. Instruksikan pasien untuk
minum antibiotic sesuai
resep
o. Ajarkan pasien dan
keluarga tanda dan gejala
infeksi
p. Ajarkan cara menghindari
infeksi
q. Laporkan kecurigaan
infeksi
r. Laporkan kultur positif
4. Resiko syok NOC NIC
hipovolemik Syok prevention Syok prevention
Syok management a. Monitor status sirkulasi
Kriteria hasil BP, warna kulit, suhu
a. Nadi dalam batas yang kulit, denyut jantung, HR,
diharapkan dan ritme, nadi perifer, dan
b. Irama jantung dalam kapiler refill
batas yang diharapkan b. Monitor tanda inadekuat
c. Frekunsi napas dalam oksigenasi jaringan
batas yang diharapkan c. Monitor suhu dan
d. Irama pernapasan dalam pernafasan
batas yang diharapkan d. Monitor input dan output
e. Natrium serum dbn e. Pantau nilai labor:
f. Kalium serum dbn HB, HT, AGD, dan
g. Klorida serum dbn elektrolit
h. Kalsium serum dbn
i. Magnesium serum dbn f. Monitor hemodinamik
j. PH darah serum dbn invasi yang sesuai
Hidrasi g. Monitor tanda dan gejala
Indicator asites
a. Mata cekung tidak h. Monitor tanda awal syok
ditemukan i. Tempatkan pasien pada
b. Demam tidak ditemukan posisi supine, kaki elevasi
c. TD dbn untuk peningkatan preload
d. Hematokrit dbn dengan tepat
j. Lihat dan pelihara
kepatenan jalan napas
k. Berikan cairan IV dan atau
oral yang tepat
l. Berikan vasodilator yang
tepat
m. Ajarkan keluarga dan
pasien tentang tanda dan
gejala datangnya syok
n. Ajarkan keluarga dan
pasien tentang langkah
untuk mengatasi gejala
syok
Syok management
a. Monitor fungsi neurologis
b. Monitor fungsi renal (e.g
BUN dan Cr Lavel)
c. Monitor tekanan nadi
d. Monitor status cairan,
input, output
e. Catat gas darah arteri dan
oksigen di jaringan
f. Monitor EKG
g. Memanfaatkan
pemantauan jalur arteri
untuk meningkatkan
akurasi pembacaan
tekanan darah
h. Menggambarkan gas darah
arteri dan memonitor
jaringan oksigenasi
i. Memantau tren dalam
parameter hemodinamik
(misalnya CPV, MAP,
tekanan kapiler
pulmonal/arteri)
j. Memantau factor penentu
pengiriman jaringan
oksigen (misalnya PaO2
kadar haemoglobin SaO2,
CO) jika ada
k. Memantau tingkat
karbondioksida sublingual
dan/atau tonometry
5. Ketidakefektifan NOC NIC
perfusi jaringan Circulation status Peripheral sensation
perifer berhubungan Tissue perfusion : cerebral management
dengan nyeri Kriteria hasil a. Monitor adanya daerah
ekstermitas Mendemonstrasikan status tertentu yang hanya peka
sirkulasi yang ditandai terhadap
dengan: panas/dingin/tajam/tumpul
b. Monitor adanya paretese
a. Tekanan systole dan c. Instruksikan keluarga
diastole dalam rentang untuk mengobservasi kulit
yang diharapkan jika ada lesi atau laserasi
b. Tidak ada ortostatik d. Gunakan sarung tangan
hipertensi untuk proteksi
c. Tidak ada tanda-tanda e. Batasi gerakan pada
peningkatan tekanan kepala, leher, dan
intracranial (tidak lebih punggung
dari 15 mmHg) f. Monitor kemampuan BAB
Mendemonstrasikan g. Kolaborasi pemberian
kemampuan kognitif yang analgetik
ditandai dengan: h. Monitor adanya
a. Berkomuniakasi dengan tromboplebitis
jelas adn sesuai dengan i. Diskusikan mengenai
kemampuan penyebab perubahan
b. Menunjukkan perhatian, sensasi
konsentrasi dan orientasi
c. Memproses informasi
d. Membuat keputusan
dengan benar
Menunjukkan fungsi sensori
motori cranial yang utuh :
tingkat kesadaran membaik,
tidak ada gerakan-gerakan
involunter
Anlie. 2013. Manajemen Perioperatif Pada Pasien Fraktur Multiple. (Online). Available :
https://www.scribd.com/doc/119623462/Manajemen-Perioperatif-pada-Pasien-Fraktur-
Multipel (diakses pada tanggal 01 Desember 2019)
Heather, Herdman. 2012. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2012-2014. Jakarta:
EGC.
Kusuma, Hardhi. 2016. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis NANDA
NIC-NOC. Yogyakarta : MediAction.