Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN (LP)

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN


PERSYARAFAN (STROKE NON HEMORAGIK)

DISUSUN OLEH :

EPRINA UTAMI

20166523025

POLTEKKES KEMENKES PONTIANAK

JURUSAN KEPERAWATAN

PRODI D-IV KEPERAWATAN PONTIANAK

TA. 2019/2020
LEMBAR PENGESAHAN

Mata Kuliah : Praktek Klinik Keperawatan 11 (Promosi Kesehatan)

Semester : VII / Ganjil

Tanggal : 2 Desember – 7 Desember 2019

Tempat : RS Bhayangka Anton Soedjarwo Pontianak

Jurusan/Prodi : Prodi D-IV Keperawatan Pontianak

Mengetahui,

Pembimbing Klinik (CI) Mahasiswa

Eprina Utami

NIM. 20166523025

Pembimbing Akademik
LAPORAN PENDAHULUAN

STROKE NON HEMORAGIK (SNH)

A. PENGERTIAN
Serangan otak merupakan istilah kontemporer untuk stroke atau cedera
serebrovaskuler yang mengacu kepada gangguan suplai darah otak secara mendadak
sebagai akibat dari oklusi pembuluh darah parsial atau total, atau akibat pecahnya
pembuluh darah otak (Chang, 2010). Stroke merupakan gangguan mendadak pada sirkulasi
serebral di satu pembuluh darah atau lebih yang mensuplai otak.Stroke menginterupsi atau
mengurangi suplai oksigen dan umumnya menyebabkan kerusakan serius atau nekrosis di
jaringan otak (Williams, 2008). Stroke diklasifikasikan menjadi dua, yaitu stroke
hemoragik (primary hemorrhagic strokes) dan stroke non hemoragik (ischemic strokes) .
Menurut Price, (2006) stroke non hemoragik (SNH) merupakan gangguan sirkulasi
cerebri yang dapat timbul sekunder dari proses patologis pada pembuluh misalnya trombus,
embolus atau penyakit vaskuler dasar seperti artero sklerosis dan arteritis yang
mengganggu aliran darah cerebral sehingga suplai nutrisi dan oksigen ke otak menurun
yang menyebabkan terjadinya infark. Sedangkan menurut Padila, (2012) Stroke Non
Haemoragik adalah cedera otak yang berkaitan dengan obstruksi aliran darah otak terjadi
akibat pembentukan trombus di arteri cerebrum atau embolis yang mengalir ke otak dan
tempat lain di tubuh.
Stroke non hemoragik merupakan proses terjadinya iskemia akibat emboli dan
trombosis serebral biasanya terjadi setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi
hari dan tidak terjadi perdarahan. Namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan
selanjutnya dapat timbul edema sekunder. (Arif Muttaqin, 2008).

B. KLASIFIKASI
Klasifikasi Stroke Non Haemoragik menurut Padila, (2012) adalah :
1. Transient Ischemic Attack (TIA)
TIA adalah defisit neurologik fokal akut yang timbul karena iskemia otak sepintas dan
menghilang lagi tanpa sisa dengan cepat dalam waktu tidak lebih dari 24 jam.
2. Reversible Iscemic Neurological Deficit (RIND)
RIND adalah defisit neurologik fokal akut yang timbul karena iskemia otak
berlangsung lebih dari 24 jam dan menghilang tanpa sisa dalam waktu 1-3 minggu.
3. Stroke in Evolution (Progressing Stroke)
Stroke in evolution adalah deficit neurologik fokal akut karena gangguan peredaran
darah otak yang berlangsung progresif dan mencapai maksimal dalam beberapa jam
sampai beberapa hari.
4. Stroke in Resolution
Stroke in resolution adalah deficit neurologik fokal akut karena gangguan peredaran
darah otak yang memperlihatkan perbaikan dan mencapai maksimal dalam beberapa
jam sampai bebrapa hari
5. Completed Stroke (infark serebri)
Completed stroke adalah defisit neurologi fokal akut karena oklusi atau gangguan
peredaran darah otak yang secara cepat menjadi stabil tanpa memburuk lagi.

Sedangkan secara patogenitas menurut Tarwoto dkk, (2007) Stroke iskemik (Stroke
Non Hemoragik) dapat dibagi menjadi :

1. Stroke trombotik, yaitu stroke iskemik yang disebabkan oleh karena trombosis di arteri
karotis interna secara langsung masuk ke arteri serebri media. Permulaan gejala sering
terjadi pada waktu tidur,atau sedang istrirahat kemudian berkembang dengan
cepat,lambat laun atau secara bertahap sampai mencapai gejala maksimal dalam
beberapa jam, kadang-kadang dalam beberapa hari (2-3 hari), kesadaran biasanya tidak
terganggu dan ada kecendrungan untuk membaik dalam beberapa hari,minggu atau
bulan.
2. Stroke embolik, yaitu stroke iskemik yang disebabkan oleh karena emboli yang pada
umunya berasal dari jantung. Permulaan gejala terlihat sangat mendadak berkembang
sangat cepat, kesadaran biasanya tidak terganggu, kemungkinan juga disertai emboli
pada organ dan ada kecenderungan untuk membaik dalam beberapa hari, minggu atau
bulan.
C. ETIOLOGI
1. Trombosis (bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher).
Stroke terjadi saat trombus menutup pembuluh darah, menghentikan aliran darah ke
jaringan otak yang disediakan oleh pembuluh dan menyebabkan kongesti dan radang.
Trombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga
menyebabkan iskemia jaringan otak yang dapat menimbulkan oedema dan kongesti di
sekitarnya. Trombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau bangun
tidur.Hal ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan
darah yang dapat menyebabkan iskemia serebral.Tanda dan gejala neurologis
seringkali memburuk pada 48 jam setelah trombosis.
2. Embolisme cerebral
Emboli serebral (bekuan darah atau material lain yang dibawa ke otak dari bagian tubuh
yang lain) merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan darah, lemak
dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari thrombus di jantung yang terlepas dan
menyumbat sistem arteri serebral.Emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala timbul
kurang dari 10-30 detik
3. Iskemia
Suplai darah ke jaringan tubuh berkurang karena penyempitan atau penyumbatan
pembuluh darah

D. TANDA GEJALA
Gejala yang paling sering dijumpai pada penderita umumnya dikelompokan atas 4
macam :
1. Dystensia ( gangguan fungsi motorik ) berupa :
a. Kelumpuhan ( hemiplegi atau paraplegi )
b. Paralisis ( kehilangan total dari gangguan kekuatan motoriknya )
c. Paresis ( kehilangan sebagian kekuatan otot motoriknya )
2. Disnestasia ( gangguan fungsi sensorik ) berupa :
a. Hipoarasthesia dan Arasthesia.
b. Gangguan penciuman, penglihatan dan gangguan rasa pada lidah.
3. Dyspasia ( gangguan berbicara )
4. Dymentia ( gangguan mental ) dengan manifestasi :
a. Gangguan neurologis.
b. Gangguan psikologis.
c. Keadaan kebingungan.
d. Reaksi depresif.

E. PATOFISIOLOGI
Infark serebral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak. Luasnya
infark hergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya pembuluh daralidan
adekdatnya sirkulasi kolateral terhadap area yang disuplai oleh pembuluh darah yang
tersumbat.Suplai darah ke otak dapat berubah (makin lambat atau cepat) pada gangguan
lokal (trombus, emboli, perdarahan, dan spasme vaskular) atau karena gangguan umum
(hipoksia karena gangguan pant dan jantung). Aterosklerosis sering sebagai faktor
penyebab infark pad-a otak. Trombus dapat berasal dari plak arterosklerotik, atau darah
dapat beku pada area yang stenosis, tempat aliran darah mengalami pelambatan atau terjadi
turbulensi (Muttaqin, 2008).
Trombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai emboli dalam
aliran darah.Trombus mengakihatkan iskemia jaringan otak yang disuplai oleh pembuluh
darah yang bersangkutan dan edema dan kongesti di sekitar area.Area edema ini
menyebabkan disfungsi yang lebih besar daripada area infark itu sendiri. Edema dapat
berkurang dalam beberapa jam atau kadang-kadang sesudah beberapa hari. Dengan
berkurangnya edema klien mulai menunjukkan perbaikan.Oleh karena trombosis biasanya
tidak fatal„ jika tidak terjadi perdarahan masif.Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh
embolus menyebabkan edema dan nekrosis diikuti trombosis. Jika terjadi septik infeksi
akan meluas pada dinding pembuluh darah maka akan terjadi abses atau ensefalitis, atau
jika sisa infeksi berada pada pembuluh darah yang tersumbat .menyebabkan dilatasi
aneurisma pembuluh darah. Hal ini akan menyebabkan perdarahan serebral, jika aneurisma
pecah atau ruptur (Muttaqin, 2008).
Perdarahan pada otak disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik clan hipertensi
pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan lebih sering menyebabkan
kematian di bandingkan keseluruhan penyakit serebro vaskulai; karena perdarahan yang
luas terjadi destruksi massa otak, peningkatan tekanan intrakranial dan yang lebih berat
dapat menyebabkan herniasi otak pada falk serebri atau lewat foramen magnum (Muttaqin,
2008).
Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hernisfer otak, dan
perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak. Perembesan
darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus perdarahan otak di nukleus kaudatus,
talamus, dan pons (Muttaqin, 2008).
Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang anoksia serebral: Perubahan
yang disebabkan oleh anoksia serebral dapat reversibel untuk waktu 4-6 menit. Perubahan
ireversibel jika anoksia lebih dari 10 menit.Anoksia serebral dapat terjadi oleh karena
gangguan yang bervariasi salah satunya henti jantung (Muttaqin, 2008).
Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang relatif banyak
akan mengakihatkan peningkatan tekanan intrakranial dan penurunan tekanan perfusi otak
serta gangguan drainase otak. Elernen-elemen vasoaktif darah yang keluar dan kaskade
iskemik akibat menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan saraf di area yang terkena darah
dan sekitarnya tertekan lagi (Muttaqin, 2008).
Jumlah darah yang keluar menentukan prognosis. Jika volume darah lebih dari 60
cc maka risiko kematian sebesar 93% pada perdarahan dalam dan 71% pada perdarahan
lobar. Sedangkan jika terjadi perdarahan serebelar dengan volume antara 30-60 cc
diperkirakan kemungkinan kematian sebesar 75%, namun volume darah 5 cc dan terdapat
di pons sudah berakibat fatal (Misbach, 1999 dalam Muttaqin, 2008).
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Muttaqin, (2008), pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan ialah sebagai
berikut :
1. Angiografi serebral
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik seperti perdarahan
arteriovena atau adanya ruptur dan untuk mencari sumber perdarahan seperti
aneurisma atau malformasi vaskular.
2. Lumbal pungsi
Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada carran lumbal menunjukkan
adanya hernoragi pada subaraknoid atau perdarahan pada intrakranial. Peningkatan
jumlah protein menunjukkan adanya proses inflamasi. Hasil pemeriksaan likuor
merah biasanya dijumpai pada perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang
kecil biasanya warna likuor masih normal (xantokrom) sewaktu hari-hari pertama.
3. CT scan.
Pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi henatoma, adanya
jaringan otak yang infark atau iskemia, dan posisinya secara pasti. Hasil pemeriksaan
biasanya didapatkan hiperdens fokal, kadang pemadatan terlihat di ventrikel, atau
menyebar ke permukaan otak.
4. MRI
MRI (Magnetic Imaging Resonance) menggunakan gelombang magnetik untuk
menentukan posisi dan besar/luas terjadinya perdarahan otak. Hasil pemeriksaan
biasanya didapatkan area yang mengalami lesi dan infark akibat dari hemoragik.
5. USG Doppler
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah sistem karotis).
6. EEG
Pemeriksaan ini berturuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak dari
jaringan yang infark sehingga menurunnya impuls listrik dalam jaringan otak.
7. Pemeriksaan Laboratorium:
Lumbal pungsi: pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai pada perdarahan yang
masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna likuor masih normal
(xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama.
8. Pemeriksaan darah rutin.
Pemeriksaan kimia darah: pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia. Gula darah
dapat mencapai 250 mg di dalam serum dan kemudian berangsur-angsur turun
kembali.
9. Pemeriksaan darah lengkap: untuk mencari kelainan pada darah itu sendiri.

G. PENATALAKSANAAN
1. Bantuan kepatenan jalan nafas, ventilasi dengan bantuan oksigen.
2. Pembatasan aktivitas/ tirah baring.
3. Penatalaksanaan cairan dan nutrisi.
4. Obat-obatan seperti anti Hipertensi, Kortikosteroid, analgesik.
5. EKG dan pemantauan jantung.
6. Pantau Tekanan Intra Kranial ( TIK ).
7. Rehabilitasi neurologik.

H. KOMPLIKASI
Setelah mengalami stroke pasien mungkin akan mengalmi komplikasi, komplikasi
ini dapat dikelompokan berdasarkan:
1. Berhubungan dengan immobilisasi ,infeksi pernafasan, nyeri pada daerah tertekan,
konstipasi dan thromboflebitis.
2. Berhubungan dengan paralisis, nyeri pada daerah punggung, dislokasi sendi,
deformitas dan terjatuh
3. Berhubungan dengan kerusakan otak ,epilepsi dan sakit kepala.
4. Hidrocephalus
5. Individu yang menderita stroke berat pada bagian otak yang mengontrol respon
pernapasan atau kardiovaskuler dapat meninggal.
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Menurut Muttaqin, (2008) anamnesa pada stroke meliputi identitas klien, keluhan utama,
riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga, dan
pengkajian psikososial.
1. Identitas Klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan,
alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register, dan
diagnosis medis.

2. Keluhan utama
Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongau kesehatan adalah kelemahan
anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat berkomunikasi, dan penurunan
tingkat kesadaran.

3. Riwayat penyakit sekarang


Serangan stroke hemoragik sering kali berlangsung sangat mendadak, pada saat klien
sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan
kejang sampai tidak sadar, selain gejala kelumpuhan separuh badan atau gangguan
fungsi otak yang lain.
Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran disebabkan perubahan
di dalam intrakranial.Keluhari perubahan perilaku juga umum terjadi. Sesuai
perkembangan penyakit, dapat terjadi letargi, tidak responsif, dan konia.

4. Riwayat penyakit dahulu


Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes melitus, penyakit
jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-
obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, dan kegemukan. Pengkajian
pemakaian obat-obat yang sering digunakan klien, seperti pemakaian obat
antihipertensi, antilipidemia, penghambat beta, dan lainnya. Adanya riwayat merokok,
penggunaan alkohol dan penggunaan obat kontrasepsi oral. Pengkajian riwayat ini
dapat mendukung pengkajian dari riwayat penyakit sekarang dan merupakan data
dasar untuk mengkaji lebih jauh dan untuk memberikan tindakan selanjutnya.

5. Riwayat penyakit keluarga


Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes melitus, atau
adanya riwayat stroke dari generasi terdahulu.

6. Pengkajian psikososiospiritual
Pengkajian psikologis klien stroke meliputi bebera pa dimensi yang memungkinkan
perawat untuk rnemperoleh persepsi yang jelas mengenai status emosi, kognitif, dan
perilaku klien.Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien juga penting untuk
menilai respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran
klien dalam keluarga dan masyarakat serta respons atau pengaruhnya dalam kehidupan
sehari-harinya, baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat.

7. Pemeriksaan Fisik
Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan-keluhan klien,
pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian
anamnesis.Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan secara per sistem (B1-B6) dengan
fokus pemeriksaan fisik pada pemeriksaan B3 (Brain) yang terarah dan dihubungkan
dengan keluhan-keluhan dari klien.
a. B1 (Breathing)
Pada inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak
napas, penggunaan otot bantu napas, dan peningkatan frekuensi pernapasan.
Auskultasi bunyi napas tambahan seperti ronkhi pada klien dengan peningkatan
produksi sekret dan kemampuan batuk yang menurun yang sering didapatkan pada
klien stroke dengan penurunan tingkat kesadaran koma. Pada klien dengan tingkat
kesadaran compos mends, pengkajian inspeksi pernapasannya tidak ada kelainan.
Palpasi toraks didapatkan taktil premitus seimbang kanan dan kiri.Auskultasi
tidak didapatkan bunyi napas tambahan.
b. B2 (Blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskular didapatkan renjatan (syok
hipovolemik) yang sering terjadi pada klien stroke.Tekanan darah biasanya terjadi
peningkatan dan dapat terjadi hipertensi masif (tekanan darah >200 mmHg).

c. B3 (Brain)
Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologis, bergantung pada lokasi
lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak
adekuat, dan aliran darah kolateral (sekunder atau aksesori).Lesi otak yang rusak
tidak dapat membaik sepenuhnya.Pengkajian B3 (Brain) merupakan pemeriksaan
fokus dan lebih lengkap dibandingkan pengkajian pada sistem lainnya.
d. B4 (Bladder)
Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinensia urine sementara
karena konfusi, ketidakmampuan mengomunikasikan kebutuhan, dan
ketidakmampuan untuk mengendalikan kandung kemih karena kerusakan kontrol
motorik dan postural. Kadang kontrol sfingter urine eksternal hilang atau
berkurang.Selama periode ini, dilakukan kateterisasi intermiten dengan teknik
steril. Inkontinensia urine yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas.
e. B5 (Bowel)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual
muntah pada fase akut. Mual sampai muntah disebabkan oleh peningkatan
produksi asam lambung sehingga menimbulkan masalah pemenuhan nutrisi. Pola
defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus. Adanya
inkontinensia alvi yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas.
f. B6 (Bone)
Stroke adalah penyakit UMN dan mengakibatkan kehilangan kontrol
volunter terhadap gerakan motorik. Oleh karena neuron motor atas menyilang,
gangguan kontrol motor volunter pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan
kerusakan pada neuron motor atas pada sisi yang berlawanan dari otak. Disfungsi
motorik paling umum adalah hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena lesi
pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh,
adalah tanda yang lain. Pada kulit, jika klien kekurangan 02 kulit akan tampak
pucat dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit akan buruk. Selain itu, perlu
juga dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang menonjol karena
klien stroke mengalami masalah mobilitas fisik. Adanya kesulitan untuk
beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi, serta
mudah lelah menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan istirahat.

8. Pengkajian Tingkat Kesadaran


Kualitas kesadaran klien merupakan parameter yang paling mendasar dan
parameter yang paling penting yang membutuhkan pengkajian.Tingkat keterjagaan
klien dan respons terhadap lingkungan adalah indikator paling sensitif untuk disfungsi
sistem persarafan.Beberapa sistem digunakan untuk membuat peringkat perubahan
dalam kewaspadaan dan keterjagaan. Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien
stroke biasanya berkisar pada tingkat letargi, stupor, dan semikomatosa.Jika klien
sudah mengalami koma maka penilaian GCS sangat penting untuk menilai tingkat
kesadaran klien dan bahan evaluasi untuk pemantauan pemberian asuhan.

9. Pengkajian Fungsi Serebral


Pengkajian ini meliputi status mental, fungsi intelektual, kemampuan bahasa, lobus
frontal, dan hemisfer.
a. Status Mental
Observasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara, ekspresi wajah, dan
aktivitas motorik klien. Pada klien stroke tahap lanjut biasanya status mental klien
mengalami perubahan.
b. Fungsi Intelektual
Didapatkan penurunan dalam ingatan dan memori, baik jangka pendek maupun
jangka panjang.Penurunan kemampuan berhitung dan kalkulasi.Pada beberapa
kasus klien mengalami brain damage yaitu kesulitan untuk mengenal persamaan
dan perbedaan yang tidak begitu nyata.
c. Kemampuan Bahasa
Penurunan kemampuan bahasa tergantung daerah lesi yang memengaruhi fungsi
dari serebral.Lesi pada daerah hemisfer yang dominan pada bagian posterior dari
girus temporalis superior (area Wernicke) didapatkan disfasia reseptif, yaitu klien
tidak dapat memahami bahasa lisan atau bahasa tertulis.Sedangkan lesi pada
bagian posterior dari girus frontalis inferior (area Broca) didapatkan disfagia
ekspresif, yaitu klien dapat mengerti, tetapi tidak dapat menjawab dengan tepat
dan bicaranya tidak lancar.Disartria (kesulitan berbicara), ditunjukkan dengan
bicara yang sulit dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung
jawab untuk menghasilkan bicara.Apraksia (ketidakmampuan untuk melakukan
tindakan yang dipelajari sebelumnya), seperti terlihat ketika klien mengambil sisir
dan berusaha untuk menyisir rambutnya.

10. Pengkajian Saraf Kranial


Menurut Muttaqin, (2008) Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan saraf kranial I-X11.
a. Saraf I: Biasanya pada klien stroke tidak ada kelainan pada fungsi penciuman.
b. Saraf II. Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori primer di antara
mata dan korteks visual. Gangguan hubungan visual-spasial (mendapatkan
hubungan dua atau lebih objek dalam area spasial) sering terlihat pada Mien
dengan hemiplegia kiri. Klien mungkin tidak dapat memakai pakaian tanpa
bantuan karena ketidakmampuan untuk mencocokkan pakaian ke bagian tubuh.
c. Saraf III, IV, dan VI. Jika akibat stroke mengakibatkan paralisis, pada Satu sisi
otot-otot okularis didapatkan penurunan kemampuan gerakan konjugat unilateral
di sisi yang sakit.
d. Saraf V. Pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis saraf trigenimus,
penurunan kemampuan koordinasi gerakan mengunyah, penyimpangan rahang
bawah ke sisi ipsilateral, serta kelumpuhan satu sisi otot pterigoideus internus dan
eksternus.
e. Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris, dan otot
wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat.
f. Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.
g. Saraf IX dan X. Kemampuan menelan kurang baik dan kesulitan membuka mulut.
h. Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.
i. Saraf XII. Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan fasikulasi, serta indra
pengecapan normal.

11. Pengkajian Sistem Motorik


Stroke adalah penyakit saraf motorik atas (UMN) dan mengakibatkan kehilangan
kontrol volunter terhadap gerakan motorik. Oleh karena UMN bersilangan, gangguan
kontrol motor volunter pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan kerusakan pada UMN
di sisi ng berlawanan dari otak.
a. Inspeksi Umum. Didapatkan hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena lesi pada
sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh adalah
tanda yang lain.
b. Fasikulasi. Didapatkan pada otot-otot ekstremitas.
c. Tonus Otot. Didapatkan meningkat.

B. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul, yaitu :
1. Perfusi jaringan cerebral tidak efektif b.d O2 otak menurun
2. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidakmampuan untuk
mengabsorpsi nutrient
3. Hambatan mobilitas fisik b.d penurunan kekuatan otot.
4. Risiko kerusakan integritas kulit b.d faktor risiko : lembab
5. Gangguan komunikasi verbal b.d. kerusakan neuromuscular, kerusakan sentral bicara
Diagnosa
No Tujuan (NOC) Intervensi (NIC) Rasional
Keperawatan

1 Perfusi jaringan Tujuan (NOC) : Intervensi (NIC)


cerebral tidak
efektifb.d O2 otak Gangguan perfusi 1. Pantau TTV tiap 1. Peningkatan tekanan
menurun jaringan dapat jam dan catat darah sistemik yang
tercapai secara hasilnya diikuti dengan
optimal. penurunan tekanan
darah diastolik
Kriteria hasil : merupakan tanda
1. Mampu peningkatan TIK. Napas
mempertahan tidak teratur
kan tingkat menunjukkan adanya
kesadaran peningkatan TIK.
2. Fungsi
sensori dan 2. Mampu mengetahui
2. Kaji respon tingkat respon motorik
motorik
motorik terhadap pasien.
membaik
perintah sederhana.
3. Pantau status 3. Mencegah/menurunkan
neurologis secara atelectasis.
teratur.
4. Dorong latihan 4. Menurunkan statis vena.
kaki aktif/ pasif.
5. Kolaborasi 5. Menurunkan resiko
pemberian obat terjadinya komplikasi
sesuai indikasi

2 Ketidakseimbang Tujuan (NOC) : Intevensi (NIC) :


an nutrisi: kurang
dari kebutuhan 1. Status gizi 1. Pengelolaan
tubuh b.d 2. Asupan gangguan makanan
ketidakmampuan makanan 2. Pengelulaan nutrisi
untuk 3. Cairan dan 3. Bantuan menaikkan
mengabsorpsi zat gizi BB
nutrient Kritria evaluasi: Aktivitas keperawatan :
1. Motivasi klien
1. Menjelaskan 1. Tentukan motivasi mempengaruhi dalam
komponen klien untuk mengubah perubahan nutrisi.
kedekatan kebiasaan makan
diet
2. Nilai 2. Ketahui makanan 2. Makanan kesukaan klien
laboratorium kesukaan klien untuk mempermudah
a. (mis,trnsferin 3. Rujuk kedokter untuk pemberian nutrisi.
,albumin,dan menentukan 3. Merujuk kedokter untuk
eletrolit) penyebab perubahan mengetahui perubahan
3. Melaporkan nutrisi klien serta untuk proses
keadekuatan 4. Bantu makan sesuai penyembuhan.
tingkat giji dengan kebutuhan 4. Membantu makan untuk
4. Nilai klien mengetahui perubahan
laboratorium 5. Ciptakan lingkungan nutrisi serta untuk
(mis:trasferin yang menyenangkan pengkajian.
,albomen dan untuk makan 5. Menciptakan lingkungan
eletrolit untuk
5. Toleransi kenyamananistirahat klien
terhadap gizi serta utk ketenangan
yang dalam ruangan/kamar.
dianjurkan.

3 Hambatan Tujuan (NOC): Intevensi (NIC) :


mobilitas fisik b.d
penurunan Klien diminta 1. Terapi aktivitas,
kekuatan otot menunjukkan ambulasi
tingkat mobilitas, 2. Terapi aktivitas,
ditandai dengan mobilitas sendi.
indikator berikut 3. Perubahan posisi
(sebutkan nilainya
1 - 5 : Aktivitas Keperawatan :
ketergantungan 1. Ajarkan klien tentang
(tidak dan pantau 1. Mengajarkan klien tentang
berpartisipasi) penggunaan alat. dan pantau penggunaan
membutuhkan alat bantu mobilitas klien
bantuan orang lain lebih mudah.
atau alat
membutuhkan 2. bantu mobilitas. 2. Membantu klien dalam
bantuan orang lain, proses perpindahan akan
mandiri dengan membantu klien latihan
pertolongan alat dengan cara tersebut.
bantu atau mandiri
penuh).
Kriteria Evaluasi : 3. Ajarkan dan bantu 3. Pemberian penguatan
klien dalam proses positif selama aktivitas
1. Menunjukkan perpindahan. akan mem-bantu klien
penggunaan semangat dalam latihan.
alat bantu 4. Berikan penguatan 4. Mempercepat klien dalam
secara benar positif selama mobilisasi dan
dengan beraktivitas. mengkendorkan otot-otot.
pengawasan.
2. Meminta
bantuan untuk
beraktivitas 5. Dukung teknik latihan 5. Mengetahui perkembngan
mobilisasi jika ROM mobilisasi klien sesudah
diperlukan. latihan ROM
3. Menyangga
BAB 6. Kolaborasi dengan
4. Menggunakan tim medis tentang
kursi roda mobilitas klien
secara efektif.

4 Risiko kerusakan Tujuan (NOC) : 1. Anjurkan pasien 1. Kulit bisa lembap dan
integritas kulit b.d untuk menggunakan mungkin merasa tidak
factor risiko : lembap Tissue Integrity : pakaian yang longgar. dapat beristirahat atau
Skin and Mucous perlu untuk bergerak
Membranes 2. Hindari kerutan pada 2. Menurunkan terjadinya
Kriteria Hasil : tempat tidur risiko infeksi pada
3. Jaga kebersihan kulit bagian kulit
1. Integritas kulit agar tetap bersih dan 3. Cara pertama untuk
yang baik bisa kering mencegah terjadinya
dipertahankan 4. Mobilisasi pasien infeksi
(sensasi, (ubah posisi pasien) 4. Mencegah terjadinya
elastisitas, setiap dua jam sekali komplikasi selanjutnya
temperatur, 5. Monitor kulit akan 5. Mengetahui
hidrasi, adanya kemerahan perkembangan terhadap
pigmentasi) 6. Oleskan lotion atau terjadinya infeksi kulit
2. Tidak ada minyak/baby oil pada 6. Menurunkan pemajanan
luka/lesi pada derah yang tertekan terhadap kuman infeksi
kulit 7. Kolaborasi pemberian pada kulit
3. Menunjukkan antibiotic sesuai 7. Menurunkan risiko
pemahaman indikasi terjadinya infeksi
dalam proses
perbaikan kulit
dan mencegah
terjadinya
sedera berulang
4. Mampu
melindungi kulit
dan
mempertahanka
n kelembaban
kulit dan
perawatan alami
5 Gangguan Tujuan (NOC): Intervensi (NIC) :
komunikasi verbal
b.d. kerusakan Komunikasi dapat 1. Lakukan komunikasi 1. Mencek komunikasi klien
neuromuscular, berjalan dengan dengan wajar, bahasa apakah benar-benar tidak
kerusakan sentral baik jelas, sederhana dan bisa melakukan
bicara bila perlu diulang komunikasi
Kriteria hasil : 2. Dengarkan dengan 2. Mengetahui bagaimana
a. Klien dapat tekun jika pasien kemampuan komunikasi
mengekspres mulai berbicara klien tsb
ikan perasaan 3. Berdiri di dalam 3. Mengetahui derajat
lapang pandang /tingkatan kemampuan
b. Memahami pasien pada saat berkomunikasi klien
maksud dan bicara 4. Menurunkan terjadinya
pembicaraan 4. Latih otot bicara komplikasi lanjutan
orang lain secara optimal 5. Keluarga mengetahui &
5. Libatkan keluarga mampu
c. Pembicaraan
dalam melatih mendemonstrasikan cara
pasien dapat
komunikasi verbal melatih komunikasi
dipahami
pada pasien verbalpd klien tanpa
6. Kolaborasi dengan bantuan perawat
ahli terapi wicara 6. Mengetahui
perkembangan
komunikasi verbal klien
DAFTAR PUSTAKA

Herdman, T.Heather (2011).NANDA International Diagnosis Keperawatan Definisi dan


Klasifikasi 2009-2011. Penerbit Buku Kedokteran (EGC). Jakarta

Doengoes, Marilyn dkk .2012 .Rencana Asuhan Keperawatan . Jakarta: E G C

Muttaqin, Arif. 2008 .Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Persyarafan. Jakarta: Salemba Medika.

Padila. 2012. Buku Ajar: Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha Medika.

Price, SA dan Wilson, 2006.Patofisiologi: Konsep klinis proses- proses penyakit ed. 6 vol.1.
Jakarta: EGC.

Tarwoto, 2007.Keperawatan Medikal Bedah: Gangguan Sistem Persyarafan . Jakarta: Sagung


Seto.

William, Lippicont .2008 .Nursing: Memahami Berbagai Macam Penyakit . Jakarta: Indeks.

Wilkinson, Judith .2013 .Diagnosis NANDA Intervensi NIC Kriteria Hasil NOC. Jakarta: EGC .

Anda mungkin juga menyukai