Anda di halaman 1dari 29

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Industri batik telah berkembang menjadi sektor usaha yang ramah
lingkungan seiring semakin meningkatnya penggunaan zat warna alam pada kain
tersebut. Hal ini juga menjadikan batik sebagai produk yang bernilai ekonomi
tinggi. Bahkan, pengembangan zat warna alam turut mengurangi import zat warna
sintetik. Sehingga diperlukan bahan untuk pembuatan zat pewarna alami untuk
mendukung industri batik.
Untuk itu, perlu dibuat pewarna alami yang mudah dan praktis dalam
penggunaannya. Tanaman yang dapat menghasilkan pewarna alami ialah :
tanaman Tarum, Pinang, Safflower, Kunyit, Suji, kulit Manggis, Angsana,
kesumba, akar mengkudu, secang, getah gambir, dan jati. Salah satunya tanaman
yang dimanfaatkan yaitu biji kesumba (bixa orellana). pewarna alami dapat
diperoleh dengan cara pembuatan zat warna alamibixin dari biji kesumba
menggunakan proses ekstraksi dan bagaimana kondisi optimumnya serta
aplikasinya dalam makanan. Ekstraksi merupakan suatu metode untuk
mengeluarkan komponen tertentu dari zat padat atau zar cair dengan pelarut
(solvent).Biji tanaman kesumba berbentuk bulat telur dan mempunyai selaput
berwarna merah. Selaput biji kesumba mempunyai manfaat sebagai pewarna
alami, karena di dalam selaput biji kesumba memiliki kandungan bixin. Kesumba
dikenal juga dengan nama kunyit jawa, galenggem, paparada, atau galuga. Biji
kesumba berbentuk bulat . Warna bijinya bergaris hijau yang terdapat dalam buah
kotak berbulu. Biji ini terasa pahit (paryanto,2009). Pemanfaatan biji kesumba
saat ini masih terbatas, padahal biji kesumba mengandung zat warna yang dapat
dimanfaatkan sebagai zat warna alami warna merah, juga dapat memberikan
warna kuning (biksin) (Suryowinoto, 1997; Delbasish, 2007).
Penelitian ini sudah pernah dilakukan oleh Paryanto dan Agus Parwanto
dengan bahan baku biji kesumba dan pelarut NaOH, dan menghasilkan pelarut
yang terbaik pada suhu 900C dengan serbuk sebanyak 9,8 gram.

1
2

1.2 Rumusan Masalah


Untuk memperoleh zat warna alami dapat dilakukan dengan proses
ekstraksi. Ekstraksi dipengaruhi oleh beberapa faktor yang diantaranya
temperartur dan konsentrasi. Pada temperatur berapakah dan pada konsentrasi
berapakah dapat menghasilkan zat warna alami tekstil yang sesuai dengan standar.
Oleh karena itu pada penelitian ini akan memanfaatkan biji kesumba dijadikan
sebagai pewarna alami industri batik.

1.3 Tujuan Penelitian


Penelitian ini bertujuan untuk pembuatan zat warna dari biji kesumba
dengan menentukan temperatur dan konsentrasi pelarut dalam menghasilkan zat
warna alami yang sesuai dengan standar agar diperoleh hasil yang terbaik.

1.4 Batasan Masalah


Penelitian ini akan dilakukan dengan cara mengeringkan biji buah
kesumba dan diproses dengan di ekstraksi dan distilasi. Bahan baku yang
digunakan ialah biji kesumba.

1.5 Manfaat Penelitian


Beberapa manfaat dari penelitian ini adalah
1. Memanfaatkan biji kesumba
2. Mendapatkan zat warna alami
3. Menambah pengetahuan tentang pemanfaatan dari biji kesumba

2
3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Biji Kesumba


Warna merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam menarik
kesan awal penerimaan konsumen terhadap suatu produk. Pada umumnya jenis
produk yang terdapat di pasar menggunakan pewarna sintetis. Pemakaian pewarna
sintetis secara terus-menerus dapat mengganggu kesehatan karena memiliki efek
samping yaitu bersifat toksik atau karsinogenik. Industri yang menggunakan
pewarna sintetis untuk mewarnai produknya dan membuang limbah pewarna
berupa sisa maupun bekas cucian peralatan secara sembarangan dapat mencemari
lingkungan. Adapun bentuk biji kesumba dan pemakaian warna pada kain batik
dapat dilihat pada gambar 2.1.

(a) (b)

Gambar 2.1 (a). bentuk biji kesumba (b). Aplikasi warna pada kain batik

Sebagai alternatif pewarna sintetis dapat digunakan tanaman-tanaman


yang berpotensi dijadikan sebagai pewarna alami yang ramah lingkungan. Di
Indonesia terdapat sekitar 62 jenis tanaman yang berpotensi dijadikan sebagai
pewarna alami, salah satunya adalah biji kesumba keling.

3
4

Tanaman kesumba keling (Bixa orellana) merupakan tanaman yang


berasal dari Brazil. Di Indonesia sendiri tanaman ini terdapat di Jawa, Madura,
Sulawesi Selatan dan Ambon. Tanaman kesumba termasuk tanaman liar, tetapi
saat ini sudah banyak yang menjadikan tanaman ini sebagai tanaman hias di
pekarangan, pagar/ pembatas kebun, maupun ditanam di pinggir jalan.
Warna bijinya bergaris hijau yang terdapat dalam buah kotak berbulu. Biji
ini terasa pahit (paryanto, 2009). Pemanfaatan biji kesumba saat ini masih
terbatas padahal dalam biji kesumba terdapat zat warna yang dapat dimaanfaatkan
lebih lanjut menjadi warna alami. Zat warna alami pada biji kesumba dapat
digunakan sebagai zat pewarna merah, misalnya seperti untuk lipstick juga dapat
memberikan warna kuning seperti mentega dan keju karena dapat menghasilkan
warna kuning alami (biksin). (Suryowinoto, 1997)
Zat kimia yang terkandung dalam batang dan daun Kesumba keling
diantaranya: tanin, kalsium oksalat, saponin dan lemak. Selain itu juga pada akar,
daun dan bijinya mengandung zat warna biksin, orelin, glukosida, zat samak dan
damar. Biji kesumba selain mengandung bixin. Sebagai komponen utama, juga
mengandung norbixin. Hasil penelitian membuktikan, bixin dan norbixin
berpotensi sebagai antioksidan, memiliki potensi aktivitas antimutagenik dan
antigenotoksik, sehingga berpotensi sebagai anti kanker. Hasil analisis toksikologi
WHO menunjukkan, pewarna ini aman dikonsumsi dan tidak berakibat toksik
bagi tubuh. (Enny kriswayanti,2014).

2.2 Macam-macam Bahan Pewarna Alami Kain Batik dari Tumbuhan


1. Biji Buah Pinang
Pohon Pinang, pohon yang paling umum dan tersebar di berbagai tempat
di Indonesia ini juga merupakan bahan pewarna alami untuk batik. Pohonnya
cukup tinggi dengan batang yang kecil dan kurus tanpa adanya cabang atau
ranting. Lebih mirip seperti pohon kelapa tetapi tidak ada gerigi di pohonnya.
Biji buah dari pohon pinang yang sudah tua dapat dimanfaatkan sebagai
bahan pewarna alami kain batik. Caranya adalah dengan menumbuk biji pinang
sampai halus lalu dicampur dengan air untuk menjadi larutan pewarna. Bahan

4
5

pembuatan warna alami batik dari biji buah Pinang ini sudah lama diterapkan oleh
masyarakat Papua pada kain batik tradisional mereka, yaitu batik Papua. Dan pada
penerapannya, batik ini menghasilkan warna coklat kemerahan dan warna hitam
pada kain batik. Adapun bentuk buah pinang dan pemakaian warna pada kain
batik dapat dilihat pada gambar 2.2.

(a) (b)
Gambar 2.2(a) gambar biji buah pinang (b) Aplikasi warna pada kain batik

2. Akar Tanaman Mengkudu


Tanaman Mengkudu, biasanya tanaman ini sangat terkenal sebagai
tanaman obat tradisional yang diambil dari manfaat buah mengkudu. Tetapi siapa
yang menyangka, bahwa akar tanaman ini juga mempunyai manfaat lainnya yaitu
sebagai bahan pewarna alami pada kain batik. Dari akar tanaman mengkudu ini,
terciptalah bahan pewarna alami batik berwarna merah tua atau merah kecoklatan.
Adapun bentuk akar tanaman mengkudu dan pemakaian warna pada kain dapat
dilihat pada gambar 2.3

5
6

3. Kulit Buah Manggis


Buah Manggis, merupakan salah satu buah yang paling dicari karena
memiliki daging buah yang enak dan sangat segar. Kulit dari buah manggis juga
bermanfaat sebagai obat tradisional. Selain itu, kulit buah manggis juga ternyata
dapat dimanfaatkan sebagai bahan pewarna alami kain batik. Kulit buah Manggis
dapat menghasilkan warna merah keunguan, merah, dan juga biru. Cara untuk
membuatnya adalah dengan menumbuk kulit buah manggis hingga halus. Lalu
rendam dengan larutan etanol (salah satu jenis alcohol). Setelah itu dikeringkan
sebelum siap untuk dijadikan sebagai bahan pewarna alami kain batik. Adapun
bentuk kulit buah manggis dan pemakaian warna pada kain batik dapat dilihat
pada gambar 2.4

(a) (b)

Gambar 2.4 (a) gambar kulit buah manggis (b) Aplikasi warna pada kain batik

2.3 Jenis-jenis Pewarna dan Perbedaaanya


Pakaian , tas, sepatu, rambut, makanan dan minuman merupakan beberapa
benda disekitar kita yang memiliki beragam warna-warni yang cantik, sehingga
membuat kita yang melihatnya tertarik untuk memilikinya. Tapi sebagian besar
dari kita tidak tahu dan tidak mau tahu tentang, jenis dari zat warna yang
digunakan pada benda-benda tersebut, apakah aman bagi kesehatan dan
bagaimana efeknya jika zat warna ini masuk ke dalam tubuh kita. Oleh karena itu,
berikut adalah info mengenai zat pewarna khususnya pewarna pada kain.

6
7

Secara umum, zat pewarna terbagi atas 2 jenis yaitu pewarna alami yang aman
dan pewarna sintetik yang sebagian besar dari jenis ini berbahaya jika dikonsumsi.

2.2.1.1 Pewarna Alami


Pewarna alami merupakan zat warna yang berasal dari ekstrak tumbuhan
(seperti bagian daun, bunga, biji), hewan dan mineral yang telah digunakan sejak
dahulu sehingga sudah diakui bahwa aman jika masuk kedalam tubuh. Pewarna
alami yang berasal dari tumbuhan mempunyai berbagai macam warna yang
dihasilkan, hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti jenis tumbuhan, umur
tanaman, tanah, waktu pemanenan dan faktor-faktor lainnya. Oleh karena
itu, Food and Drugs Administration (FDA) Amerika Serikat menggolongkan zat
warna alami ke dalam golongan zat pewarna yang tidak perlu mendapat sertifikasi
atau dianggap masih aman. Jenis-jenis zat pewarna alami yang banyak digunakan
dalam industri pangan antara lain ialah zat pewarna asal tanaman, seperti
karotenoid, antosianin klorofil dan curcumin. (Gulrajani, 1992; Noonan, 1975)
Keuntungan dalam penggunaan pewarna alami adalah tidak adanya efek
samping bagi kesehatan. Selain itu, beberapa pewarna alami juga dapat berperan
sebagai bahan pemberi flavor, zat antimikrobia, dan antioksidan. Namun
penggunaan zat pewarna alami dibandingkan dengan zat pewarna sintetis
memiliki kekurangan, yaitu pewarnaannya yang lemah, kurang stabil dalam
berbagai kondisi, aplikasi kurang luas dan cenderung lebih mahal.
2.2.1.2 Pewarna sintetis
Karena kekurangan yang dimiliki oleh zat pewarna alami, beberapa
produsen memilih untuk menggunakan pewarna sintesis. Zat pewarna sintesis
merupakan zat warna yang berasal dari zat kimia, yang sebagian besar tidak dapat
digunakan sebagai pewarna makanan karena dapat menyebabkan gangguan
kesehatan terutama fungsi hati di dalam tubuh kita.
Proses pembuatan zat warna sintesis biasanya melalui penambahan asam
sulfat atau asam nitrat yang sering kali terkontaminasi oleh arsen atau logam berat
lain yang bersifat racun. Pada pembuatan zat pewarna organic sebelum mencapai
produk akhir,harus melalui suatu senyawa antara dulu yang kadang-kadang

7
8

berbahaya dan sering kali tertinggal dalam hasil akhir, atau berbentuk senyawa-
senyawa baru yang berbahaya. Untuk zat pewarna yang dianggap aman,
ditetapkan bahwa kandungan arsen tidak boleh lebih dari 0,00014 persen dan
timbal tidak boleh lebih dari 0,001 persen, sedangkan logam berat lainnnya tidak
boleh ada, Minimnya pengetahuan produsen mengenai zat pewarna untuk bahan
pangan, menimbulkan penyalahguanaan dalam penggunaan zat pewarna sintetik
yang seharusnya untuk bahan non pangan digunakan pada bahan pangan. Hal ini
diperparah lagi dengan banyaknya keuntungan yang diperoleh oleh produsen yang
menggunakan zat pewarna sintetik (harga pewarna sintetik lebih murah
dibandingkan dengan pewarna alami ). Ini sungguh membahayakan kesehatan
konsumen, terutama anak-anak yang sangat menyukai bahan pangan yang
berwarna-warni.(Jones,1983)
Contoh-contoh zat pewarna sintesis yang digunakan antara lain indigoten, allura
red, fast green, tartrazine.Kelarutan pewarna sintetik ada dua macam yaitu:
1. Dyes Merupakan zat warna yang larut air dan diperjual belikan dalam bentuk
granula, cairan, campuran warna dan pasta. Biasanya digunakan untuk mewarnai
minuman berkarbonat, minuman ringan, roti, kue-kue produk susu, pembungkus
sosis, dan lain-lain.
2. Lakes Merupakan pigmen yang dibuat melalui proses pengendapan dari
penyerapan dye pada bahan dasar, biasa digunakan pada pelapisan tablet,
campuran adonan kue, cake dan donat.

2.3 Perbedaan antara pewarna alami dan pewarna buatan


Bahan pewarna alami maupun buatan digunakan untuk memberi warna
yang lebih menarik pada makanan. Biasanya orang menggunakan bahan pewarna
alami karena lebih aman dikonsumsi daripada bahan pewarna buatan. Bahan alami
tidak memiliki efek samping atau akibat negatif dalam jangka panjang. Adapun
pewarna buatan dipilih karena memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan
zat pewarna alami. Tabel berikut ini menunjukkan perbedaan kedua jenis pewarna
tersebut.

8
9

Tabel 2.1 Perbedaan pewarna alami dan buatan


Pewarna alami Pewarna buatan
Lebih aman dikonsumsi. Kadang-kadang memiliki efek negatif
tertentu
Warna yang dihasilkan kurang stabil, Dapat mengembalikan warna asli,
mudah berubah oleh pengaruh tingkat kestabilan warna lebih tinggi, tahan
keasaman tertentu lama, dan dapat melindungi vitamin
atau zat-zat makanan lain yang peka
terhadap cahaya selama penyimpanan.
Untuk mendapatkan warna yang bagus Praktis dan ekonomis
diperlukan bahan pewarna dalam
jumlah banyak.
Warna yang dihasilkan lebih beraneka
Keanekaragaman warnanya terbatas ragam.
Tingkat keseragaman warna kurang Keseragaman warna lebih baik.
baik
Kadang-kadang memberi rasa dan Biasanya tidak menghasilkan rasa dan
aroma yang agak mengganggu aroma yang mengganggu
(sumber: Fitri Z, 2009)

2.3 Ekstraksi
Ekstraksi merupakan proses pemisahan bahan dari campurannya dengan
menggunakan pelarut yang sesuai. Proses ekstraksi dihentikan ketika tercapai
kesetimbangan antara konsentrasi senyawa dalam pelarut dengan konsentrasi
dalam sel tanaman. Setelah proses ekstraksi, pelarut dipisahkan dari sampel
dengan penyaringan.(Mc Cabe, smith, dan harriot,1993). Ekstrak awal sulit
dipisahkan melalui teknik pemisahan tunggal untuk mengisolasi senyawa tunggal.
Oleh karena itu, ekstrak awal perlu dipisahkan ke dalam fraksi yang memiliki
polaritas dan ukuran molekul yang sama. Secara garis besar, ada dua macam
pemisahan.

9
10

1. Ekstraksi padat-cair
Ekstraksi padat cair merupakan metode penyarian senyawa dari tumbuhan
dimana sampelnya berupa material padat. Ekstraksi padat-cair secara umum
terdiri dari maserasi, refluktasi, sokhletasi, dan perkolasi. Metode yang digunakan
tergantung pada sifat senyawa yang kita inginkan. Jika senyawa rentan terhadap
pemanasan maka metode maserasi dan perkolasi yang kita pilih, jika tahan
terhadap pemanasan maka metode refluktasi dan sokletasi yang digunakan.
 Maserasi merupakan proses ekstraksi menggunakan pelarut diam atau dengan
beberapa kali pengocokan yang dilakukan pada suhu ruangan. Pada dasarnya
sampel direndam dalam pelarut dan sekali-kali dilakukan pengocokan,
perendaman dilakukan 24 jam dan selanjutnya pelarut diganti dengan pelarut
baru.
 Perkolasimerupakan ekstraksi dengan menggunakan pelarut yang selalu baru
sampai sempurna (exhaustive extraction) yang umumnya dilakukan pada suhu
ruangan. Prosedurnya begini: sampel di rendam dengan pelarut, selanjutnya
pelarut (baru) dilalukan (ditetes-teteskan) secara terus menerus sampai warna
pelarut tidak lagi berwarna atau tetap bening yang artinya sudah tidak ada lagi
senyawa yang terlarut.
 Refluksmerupakan ekstraksi dengan pelarut yang dilakukan pada titik didih
pelarut tersebut, selama waktu tertentu dan sejumlah pelarut tertentu dengan
adanya pendingin balik (kondensor). Umumnya dilakukan tiga sampai lima kali
pengulangan proses pada residu pertama, sehingga termasuk proses ekstraksi
sempurna. Prosedurnya: masukkan sampel dalam wadah, pasangkan kondensor,
panaskan. Pelarut akan menguap sebagai senyawa murni dan kemudian
terdinginkan dalam kondensor, turun lagi ke wadah, mengekstraksi lagi dan begitu
terus.
 Ekstraksi dengan alat Soxhlet (Leaching) merupakan ekstraksi dengan pelarut
yang selalu baru, umumnya dilakukan menggunakan alat khusus sehingga terjadi
ekstraksi konstan dengan adanya pendingin balik (kondensor). Disini sampel
disimpan dalam alat Soxhlet dan tidak dicampur langsung dengan pelarut dalam
wadah yang di panaskan, yang dipanaskan hanyalah pelarutnya, pelarut

10
11

terdinginkan dalam kondensor dan pelarut dingin inilah yang selanjutnya


mengekstraksi sampel.

2. Ekstraksi cair-cair
Merupakan pemisahan suatu zat dalam larutan oleh pelarut lain yang tidak
dapat bercampur dimana terjadi suatu proses kesetimbangan dan berlaku hukum
distribusi. Tipe pemisahan ini memindahkan zat terlarut dari satu pelarut ke
pelarut lain. Cara ini dapat digunakan untuk memisahkan produk reaksi atau suatu
larutan. Dalam hal ini pelarut yang digunakan harus tidak saling bercampur, jika
kedua pelarut saling bercampur maka tidak dapat digunakan. Pemilihan pelarut
pengekstrak amatlah penting, karena akan menentukan apakah zat-zat terlarut
tertinggal dalam corong pisah atau terbawa pelarut yang dikeluarkan.

11
12

Tahap - tahap ekstraksi


1. Mencampur bahan ekstraksi dengan pelarut dan membiarkannya saling
berkontak. Dalam hal ini terjadi perpindahan massa dengan cara difusi pada
bidang antarmuka bahan ekstraksi dan pelarut. Dengan demikian terjadi ekstraksi
yang sebenarnya, yaitu pelarutan ekstrak.
2. Memisahkan larutan ekstrak dari rafinat, kebanyakan dengan cara
penjernihan atau filtrasi.
3. Mengisolasi ekstrak dari larutan dan mendapatkan kembali pelarut, umumnya
dilakukan dengan menguapkan pelarut. Dalam hal-hal tertentu, larutan ekstrak
dapat langsung diolah lebih lanjut atau dioalh setelah dipekatkan.

Faktor- faktor yang harus diperhatikan antara lain sebagai berikut;


1 Ukuran partikel
Ukuran partikel mempengaruhi laju ekstraksi dalam beberapa hal.
Semakin kecil ukurannya, semakin besar luas permukaan antara padat dan cair;
sehingga laju perpindahannya menjadi semakin besar. Dengan kata lain, jarak
untuk berdifusi yang dialami oleh zat terlarut dalam padatan adalah kecil.

2 Zat pelarut
Larutan yang akan dipakai sebagai zat pelarut seharusnya merupakan
pelarut pilihan yang terbaik dan viskositasnya harus cukup rendah agar dapat
dapat bersikulasi dengan mudah. Biasanya, zat pelarut murni akan diapaki pada
awalnya, tetapi setelah proses ekstraksi berakhir, konsentrasi zat terlarut akan naik
dan laju ekstraksinya turun, pertama karena gradient konsentrasi akan berkurang
dan kedua zat terlarutnya menjadi lebih kental. Adapun pelarut yang sering
diguanakan yaitu Etanol, Metanol, Aquadest, Aceton, NaOH.
3 Temperatur
Dalam banyak hal, kelarutan zat terlarut (pada partikel yang diekstraksi) di
dalam pelarut akan naik bersamaan dengan kenaikan temperature untuk
memberikan laju ekstraksi yang lebihtinggi.

12
13

5. Pengadukan fluida
Pengadukan pada zat pelarut adalah penting karena akan menaikkan proses
difusi, sehingga menaikkan perpindahan material dari permukaan partikel ke zat
pelarut.
Pemilihan juga diperlukan tahap-tahap lainnya. pada ektraksi padat-cair
misalnya, dapat dilakukan pra-pengolahan (pengecilan) bahan ekstraksi atau
pengolahan lanjut dari rafinat (dengan tujuan mendapatkan kembali sisa-sisa
pelarut).
Pemilihan pelarut pada umumnya dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut ini :
1. Selektivitas
Pelarut hanya boleh melarutkan ekstrak yang diinginkan, bukan
komponen-komponen lain dari bahan ekstraksi. Dalam praktek, terutama pada
ekstraksi bahan-bahan alami, sering juga bahan lain (misalnya lemak, resin) ikut
dibebaskan bersama-sama dengan ekstrak yang diinginkan. Dalam hal itu larutan
ekstrak tercemar yang diperoleh harus dibersihkan, yaitu misalnya di ekstraksi
lagi dengan menggunakan pelarut kedua.

2. Kelarutan
Pelarut sedapat mungkin memiliki kemampuan melarutkan ekstrak yang
besar (kebutuhan pelarut lebih sedikit).

3. Kemampuan tidak saling bercampur


Pada ekstraksi cair-cair pelarut tidak boleh (atau hanya secara terbatas)
larut dalam bahan ekstraksi.

4. Kerapatan
Terutama pada ekstraksi cair-cair, sedapat mungkin terdapat perbedaaan
kerapatan yaitu besar amtara pelarut dan bahan ekstraksi. Hal ini dimaksudkan
agar kedua fasa dapat dengan mudah dipisahkan kembali setelah pencampuran
(pemisahan dengan gaya berat). Bila beda kerapatan kecil, seringkali pemisahan

13
14

harus dilakukan dengan menggunakan gaya sentrifugal (misalnya dalam


ekstraktor sentrifugal).

5. Reaktifitas
Pada umumnya pelarut tidak boleh menyebabkan perubahan secara kimia
pada komponen-komponen bahan ekstraksi. Sebaliknya dalam hal-hal tertentu
diperlukan adanya reaksi kimia (misalnya pembentukan garam) untuk
mendapatkan selektivitas yang tinggi. Seringkali ekstraksi juga disertai dengan
reaksi kimia. Dalam hal ini bahan yang akan dipisahkan mutlak harus berada
dalam bentuk larutan.

6. Titik didih
Karena ekstrak dan pelarut biasanya harus dipisahkan dengan cara
penguapan, destilasi atau rektifikasi, maka titik didih kedua bahan it tidak boleh
terlalu dekat, dan keduanya tidak membentuk aseotrop. ditinjau dari segi
ekonomi, akan menguntungkan jika pada proses ekstraksi titik didih pelarut tidak
terlalu tinggi (seperti juga halnya dengan panas penguapan yang rendah).

2.4 Uv-Vis Spectrophotometer


Spektrofotometer adalah alat untuk mengukur transmitan atau absorban
suatu sampel sebagai fungsi panjang gelombang. Merupakan alat yang terdiri dari
spektrometer dan fotometer, spektrofotometer menghasilkan sinar dari spectrum
dengan panjang gelombang tertentu dan fotometer adalah alat pengukur intensitas
cahaya yang ditransmisikan atau yang di absorbsi. Spektrofotometer sering
digunakan karena kemampuannya dalam menganalisa begitu banyak senyawa
kimia serta kepraktisannya dalam hal preparasi sampel. Konsentrasi larutan
dianalisis akan sebanding dengan jumlah sinar yang diserap oleh zat yang terdapat
dalam larutan tersebut (Balai teknologi,2017)
Untuk analisa bixin menggunakan spektrofotometer UV-Vis, bixin akan
menghasilkan absorbansi maksimal pada panjang gelombang 470 nm
(Paryanto,2009).

14
15

2.5 Spesifikasi Produk


Biji kesumba selain mengandung bixin sebagai komponen utama, juga
mengandung norbixin. Hasil penelitian membuktikan bixin dan norbixin
berpotensi sebagai antioksidan, memiliki potensi antimutagenik dan
antigenotosik, sehingga berpotensi sebagai antikanker (Paryanto,2010). Bixin
memiliki titih didih 198oC .
Bixin larut dalam pelarut organik seperti etanol, cloroform, aseton, etil
asetat dan natrium hidroxida yang dapat memberikan warna kuning hingga merah.
Bixin akan mengalami degradasi saat dipanaskan dan akan berubah menjadi
norbixin saat terdapat garam sodium (Na) atau potassium (K) berlebih (Smith,
2006).
Warna pigmen bixin biasanya berwarna orange hinga merah, pada pH
rendah pewarna bixin ini berwarna orange dan pada pH tinggi pewarna bixin ini
berwarna merah. Pada konsentrasi pigmen bixin juga sangat berperan dalam
pembentukan warna.Setelah Pemberian Serbuk Pewarna dari Pigmen Selaput Biji
Kesumba Keling (Bixa orellana) menunjukkan bahwa pada selaput biji buah
kesumba (Bixa orellana ) mempunyai kandungan bixin dan norbixin yang
bermanfaat sebagai pewarna alami (Suparmi,dkk,2011).
Tabel 2.2 komposisi biji kesumba.
Lapisan Kandungan
Biji terdalam (kernel) Minyak, substansi lilin, abu, mineral,
dan komponen alkaloid
Kulit biji Selulosa, dan tannin
Lapisan Terluar (aril) Pigmen, air, dan sedikit minyak.
(Sitompul, 2012; Ribeiro, 2004)

15
16

Spesifikasi yang diinginkan di pasaran dunia mengikuti spesifikasi yang


terdapat pada Tabel 2.2
Tabel 2.2 Spesifikasi zat kimia alami dipasaran dunia
Spesifikasi Batas Maksimum
Kadar Air 7%
Kadar Abu 1%
Logam Kelabu (As) 3 ppm
Logam Berat (Pb) 0.004%
Kadar Getah -
Zat Asam -
Karbon Asin -
(sumber:www.sciencelab.com 2010)

2.6 Destilasi
Distilasi atau penyulingan adalah suatu metode pemisahan bahan kimia
berdasarkan perbedaan kecepatan atau kemudahan menguap (volatilitas) bahan.
Dalam penyulingan, campuran zat dididihkan sehingga menguap, dan uap ini
kemudian didinginkan kembali ke dalam bentuk cairan. Zat yang memiliki titik
didih lebih rendah akan menguap lebih dulu. Jenis-jenis destilasi adalah sebagai
berikut:
1. Distilasi Sederhana
Pada distilasi sederhana, dasar pemisahannya adalah perbedaan titik didih yang
jauh atau dengan salah satu komponen bersifat volatil. Jika campuran dipanaskan
maka komponen yang titik didihnya lebih rendah akan menguap lebih dulu. Selain
perbedaan titik didih, juga perbedaan kevolatilan, yaitu kecenderungan sebuah
substansi untuk menjadi gas. Distilasi ini dilakukan pada tekanan atmosfer.
Aplikasi distilasi sederhana digunakan untuk memisahkan
campuran air dan alkohol.

16
17

Gambar 2.2 destilasi sederhana

2. Distilasi Fraksionasi
Fungsi distilasi fraksionasi adalah memisahkan komponen-komponen cair,
dua atau lebih, dari suatu larutan berdasarkan perbedaan titik didihnya. Distilasi
ini juga dapat digunakan untuk campuran dengan perbedaan titik didih kurang
dari 20 °C dan bekerja pada tekanan atmosfer atau dengan tekanan rendah.
Aplikasi dari distilasi jenis ini digunakan pada industri minyak mentah, untuk
memisahkan komponen-komponen dalam minyak mentah Perbedaan distilasi
fraksionasi dan distilasi sederhana adalah adanya kolom fraksionasi. Di kolom ini
terjadi pemanasan secara bertahap dengan suhu yang berbeda-beda pada setiap
platnya. Pemanasan yang berbeda-beda ini bertujuan untuk
pemurnian distilat yang lebih dari plat-plat di bawahnya. Semakin ke atas,
semakin tidak volatilcairannya.

17
18

Gambar 2.3 Destilasi Fraksionasi

3. Distilasi Uap
Distilasi uap digunakan pada campuran senyawa-senyawa yang
memiliki titik didih mencapai 200 °C atau lebih. Distilasi uap dapat menguapkan
senyawa-senyawa ini dengan suhu mendekati 100 °C dalam tekanan
atmosfer dengan menggunakan uap atau air mendidih. Sifat yang fundamental
dari distilasi uap adalah dapat mendistilasi campuran senyawa di bawah titik didih
dari masing-masing senyawa campurannya. Selain itu distilasi uap dapat
digunakan untuk campuran yang tidak larut dalam air di semua temperatur, tapi
dapat didistilasi dengan air. Aplikasi dari distilasi uap adalah untuk mengekstrak
beberapa produk alam seperti minyak eucalyptus dari daun eucalyptus, minyak
sitrus dari lemon atau jeruk, dan untuk ekstraksi minyak parfum dari tumbuhan.
Campuran dipanaskan melalui uap air yang dialirkan ke dalam campuran dan
mungkin ditambah juga dengan pemanasan. Uap dari campuran akan naik ke atas
menuju ke kondensor dan akhirnya masuk ke labu distilat.

Gambar 2.4 Destilasi Uap

18
19

4. Distilasi Vakum
Distilasi vakum biasanya digunakan jika senyawa yang ingin didistilasi
tidak stabil, dengan pengertian dapat terdekomposisi sebelum atau mendekati titik
didihnya, atau campuran yang memiliki titik didih di atas 150 °C. Metode distilasi
ini tidak dapat digunakan pada pelarut dengan titik didih yang rendah
jika kondensornya menggunakan air dingin, karena komponen yang menguap
tidak dapat dikondensasi oleh air. Untuk mengurangi tekanan digunakan pompa
vakum atau aspirator. Aspirator berfungsi sebagai penurun tekanan pada sistem
distilasi ini.

19
20

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.2 Tempat dan Waktu


Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Teknik Kimia Universitas
malikussaleh Lhokseumawe.

3.3 Alat dan Bahan


3.3.1 Peralatan
Alat yang digunakan pada penelitian ini meliputi:
1. Seperangkat Alat Ekstraksi
2. Pisau
3. Statif
4. Termometer
5. Stop Watch
6. Penjepit
7. Hot Plate
8. Gelas Ukur

3.3.2 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini meliputi:
1. biji kesumba
2. Etanol
3. Aquades
3.3 Variabel Percobaan
Adapun variabel percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah:

3.3.1 Variabel Tetap


1. Waktu Ekstraksi :2 jam
2. Volume Etanol : 100 ml
3. Waktu Evaporasi : 150 menit
4. Berat Sampel : 50 gr

20
21

3.3.2 Variabel bebas


1. Temperatur Ekstraksi (oC) : 60, 70, dan 80
2. Konsentrasi Etanol (%) : 70, 80, dan 90

2.3.3 variabel Terikat


1. Analisa Kadar Bixin
2. Analisa Kadar Abu
3. Yield

3.4 Prosedur Penelitian


Adapun prosedur penelitian yang digunakan untuk pembuatan zat warna alami
dari biji kesumba adalah sebagai berikut:

3.4.1 Tahap persiapan bahan baku


Persiapan bahan baku untuk operasi ekstraksi dilakukan sebagai berikut yaitu
mengeringkan biji kesumba dengan cara dijemur hingga kering, kemudian
memecah biji kesumba dengan ukuran 80 mesh dan berat sampel 50 gr.

3.4.2 Tahap Ekstraksi


Tahap ini dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1. Ekstraksi dilakukan dengan peralatan ekstraksi soklet.
biji kesumba kemudian dimasukkan kedalam tangki ekstraksi dengan
menggunakan pelarut Etanol sebanyak 100 ml.
2. Temperatur ekstraksi yang digunakan 60, 70 dan 80 selama 2 jam.
3. Ekstraksi dilakukan sampai sampel berwarna pucat, dan ekstrak yang telah
diekstraksi didinginkan dan selanjutnya dievaporasi.

3.4.3 Tahap Destilasi


Tahap ini dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1. Ekstrak yang diperoleh dimasukkan kedalam labu evaporator.

21
22

2. Ekstrak dievaporasi selama 150 menit pada suhu 60oC


3. Ekstrak kental yang diperoleh dikeringkan didalam oven hingga terbentuk
butiran warna bubuk pada suhu 60oC hingga konstan.

3.5 Tahap analisa


3.5.1 Kadar abu
Sampel ditimbang seberat 2 gram dan dimasukkan kedalam cawan porselin.
Kemudian dimasukkan kedalam tanur listrik dengan suhu 400oC. Sampel menjadi
abu berwarna putih, setelah 1 jam sampel ditimbang kembali. Kadar abu dihitung
dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :
(𝐴−𝐵 )
Kadar Abu = × 100 %
𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙

Di mana:
A = Berat sampel sebelum diovenkan (awal)
B = Berat sampel setelah diovenkan (akhir)
3.5.2 Yield
Sampel yang diperoleh yang sudah dikeringkan dalam oven pada suhu
40oC dan didinginkan kemudian ditimbang. Untuk menhitung yield sampel dapat
dihitung dengan rumus.
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑘𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔
%Yield = X 100%
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑏𝑎𝑘𝑢

3.5.3 Analisa Kadar Bixin


Untuk analisa bixin menggunakan spektrofotometer UV-Vis, bixin akan
menghasilkan absorbansi maksimal pada panjang gelombang 470 nm .
Adapun langkah-langkah untuk mengetahui absorbansi bixin sebagai
berikut:
1. Nyalakan spektofotometer dan tunggu hingga 10-15 menit
2. lakukan pengaturan pada spektofotometer dengan cara menekan
tombol set dan atur sesuai panjang gelombang yang diinginkan dan tekan
tombol set sekali lagi untuk menyimpan hasil settingan

22
23

1. Masukkan kuvet yang berisi aquadest ke dalam spektofotometer dan tekan


tombol blank
2. Masukkan kuvet yang berisi sampel
3. Tunggu hingga pembacaan gelombang pada layar penunjuk berhenti dan
menunjukkan angka yang tetap

23
24

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Tabel 4.1 Data hasil Volume pelarut Etanol 100 ml
NO Konsentrasi Temperatur Kadar Kadar bixin Yield

Etanol Ekstraksi Abu (%) (ppm) (%)

1 70 60 1.78 165,9751 0.6144

70 1.63 165,9751 0.5984

80 1.41 165,9751 0.595

2 80 60 1.28 165,9751 0.572

70 1.21 153,527 0.5674

80 1.05 153,527 0.5632

3 90 60 1.01 146,0581 0.5

70 0.92 146,0581 0.572

180 0.92 146,0581 0.6366

24
25

4.2 Pengaruh Suhu Ekstraksi dan Konsentrasi Pelarut Terhadap Kadar


Abu Pada Volume Etanol 100 ml.
Abu adalah zat anorganik sisa pembakaran organik. Pengukuran kadar abu
bertujuan untuk mengetahui besarnya kandungan mineral yang terdapat dalam zat
pewarna. Penentuan kadar abu berhubungan erat dengan kandungan mineral yang
terdapat suatu bahan, kemurnian dan kebersihan suatu bahan yang dihasilkan.
Kadar abu yang terdapat pada zat pewarna dari biji kesumba menggunakan pelarut
etanol ditunjukan pada Gambar 4.1

2
1.8
1.6
1.4
kadar abu

1.2 konsentras pelarut


1
70%
0.8 konsentrasi pelarut
0.6 80%
0.4 konsentrasi pelarut
0.2 90%
0
60 70 80
suhu ekstrasi (oc)

Gambar 4.1 Kadar abu volume etanol 100 ml

Berdasarkan Gambar 4.1 semakin tinggi suhu (60oC, 70oC, 80oC)


menghasilkan kadar abu tidak berubah secara signifikan. Kadar abu tertinggi
terdapat pada konsentrasi pelarut 70% dengan suhu ekstraksi 80oC yang
jumlahnya mencapai 1,78%. Sedangkan kadar abu terendah terdapat pada
konsentrasi etanol 90% dan suhu ekstraksi 90oC yaitu 0,92%. Kadar abu zat
pewarna yang diperoleh pada penelitian ini berkisar antara 0,92% – 1,78 %
dengan rata-rata kadar abu keseluruhan adalah 1,16 %. Hasil analisa menunjukkan
bahwa perlakuan berdasarkan variabel bebas (suhu ekstraksi dan konsentrasi
pelarut) memberikan kadar abu yang berbeda terhadap zat pewarna yang

25
26

dihasilkan. Faktor ini disebabkan bixin sedikit terekstrak pada suhu tinggi,
konsentrasi pelarut besar sehingga kandungan getah yang terkandung dalam biji
kesumba lebih banyak terekstrak mengakibatkan pada proses pembakaran zat
warna meninggalkan kadar abu yang lebih banyak. Namun, pada penelitian ini
mendapatkan kadar abu yang lebih banyak pada konsentrasi 70% dan
menghasilkan kadar abu yang sedikit pada konsentrasi 80%. Hal ini disebabkan
abu yang terkandung lebih banyak pada kadar bixin yang tinggi (Sitompul,2012)

4.3 Pengaruh Suhu Ekstraksi dan Konsentrasi Pelarut Terhadap Yield


Yield yang diekstraksi pada penelitian ini adalah biji kesumba dengan
pelarut etanol, dengan waktu ekstraksi 2 jam dan jumlah pelarut yang digunakan
100 ml etanol. Untuk yield yang didapat dalam proses ekstraksi biji kesumba ini
dapat dilihat pada gambar 4.2

1
0.9
0.8
0.7
0.6 konsentrasi pelarut
yield

0.5
70%
0.4 konsentrasi pelarut
80%
0.3
0.2 konsentrasi pelarut
90%
0.1
0
60 70 80
suhu ekstrasksi(oC)

Gambar 4.2 Pengaruh suhu ekstraksi terhadap yield%

Dari gambar 4.2 dapat dijelaskan bahwa temperatur ekstraksi dan


konsentrasi pelarut yang digunakan mempengaruhi yield yang dihasilkan dari biji
kesumba dengan menggunakan metode ekstraksi. Dapat dilihat bahwa hasil
ekstrak akan maksimal pada konsentrasi 70% dan pada suhu 60oC adalah sebesar

26
27

0,61, pada saat konsentrasi 70% suhu 80oC ekstrak mengalami penurunan jumlah
ekstrak sehingga mendapat kan hasil yield sebesar 0,595. Hal ini disebabkan
pemanasan yang lama pada suhu yang tinggi akan menghasilkan bixin yang lebih
sedikit karena terjadinya degradasi senyawa bixin. (Enny,2014)
Pada konsentrasi 80% dan suhu 60oC, 70oC, dan 80oC dari ekstraksi yang
dilakukan menghasilkan jumlah yield yang signifikan. Namun, pada konsentrasi
90% pada suhu 70oC dan 80oC hasil yield yang didapatkan mengalami kenaikan.
Hal ini disebabkan karena konsentrasi Etanol yang tinggi mengakibatkan bixin
mengalami perubahan senyawa norbixin sehingga menghasilkan hasil ekstrak
yang tinggi. (Paryanto,2009; Enny,2014)

3.4 Pengaruh Suhu Ekstraksi dan Konsentrasi Pelarut Terhadap Kadar


Bixin
Untuk analisa bixin menggunakan spektrofotometer Uv-Vis yang
digunakan untuk mengetahui kadar bixin pada panjang gelombang 470 nm dapat
dilihat pada gambar 4.3 dibawah ini.

170

165

160
kadar bixin (ppm)

155
konsentrasi pelarut 70%
150
konsentrasi pelarut 80%
145 konsentrasi pelarut 90%

140

135
60 70 80
suhu (c)

Gambar 4.3 Pengaruh suhu ekstraksi dan konsentrasi pelarut terhadap kadar bixin

27
28

Dari gambar 4.3 dapat dilihat bahwa pada konsentrasi 70% dan suhu 60oC,
70oC, dan 80oC kadar bixin yang dihasilkan sebanyak 165,97 dan tidak
mengalami perubahan yang signifikan.
Pada konsentrasi 80% dan pada suhu 70oC dan 80oC mengalami
penurunan kadar bixin yang ini disebakan kadar bixin yang dihasilkan sedikit
pada saat ekstraksi , hal ini disebabkan pemanasan selama 2 jam pada suhu yang
tinggi akan menghasilkan bixin yang lebih sedikit karena terjadinya degradasi
senyawa bixin. (Enny,2014). karena konsentrasi etanol yang tinggi
mengakibatkan bixin mengalami perubahan senyawa norbixin.
(Paryanto,2009;Enny,2014)
Untuk konsentrasi 90% bixin yang dihasilkan lebih sedikit dibanding
konsentrasi 80% dan 70% baik pada suhu (60oC, 70oC, 80oC) hal ini disebabkan
karena konsentrasi Etanol yang tinggi mengakibatkan bixin mengalami perubahan
senyawa norbixin. (Paryanto,2009;Enny,2014).

28
29

BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diambil adalah
1. Yield tertinggi didapat pada suhu ektraksi 80oC dan Konsentrasi 90% dengan
0,6366%
2. Semakin Tinggi Suhu maka semakin meningkat yield yang didapatkan.
3. Semakin tinggi suhu maka kadar bixin yang dihasilkan semakin sedikit, hal ini
disebabkan terjadinya degradasi pada senyawa bixin menjadi norbixin.
4. Kadar bixin tertinggi didapatkan pada konsentrasi 90% pada suhu 60 oC, 70
o
C, 80 oC.
5. Semakin rendah kadar bixin yang dihasilkan maka semakin rendah pula kadar
abu yang terdapat pada senyawa bixin.

29

Anda mungkin juga menyukai