BAB I
PENDAHULUAN
1
2
2
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
(a) (b)
Gambar 2.1 (a). bentuk biji kesumba (b). Aplikasi warna pada kain batik
3
4
4
5
pembuatan warna alami batik dari biji buah Pinang ini sudah lama diterapkan oleh
masyarakat Papua pada kain batik tradisional mereka, yaitu batik Papua. Dan pada
penerapannya, batik ini menghasilkan warna coklat kemerahan dan warna hitam
pada kain batik. Adapun bentuk buah pinang dan pemakaian warna pada kain
batik dapat dilihat pada gambar 2.2.
(a) (b)
Gambar 2.2(a) gambar biji buah pinang (b) Aplikasi warna pada kain batik
5
6
(a) (b)
Gambar 2.4 (a) gambar kulit buah manggis (b) Aplikasi warna pada kain batik
6
7
Secara umum, zat pewarna terbagi atas 2 jenis yaitu pewarna alami yang aman
dan pewarna sintetik yang sebagian besar dari jenis ini berbahaya jika dikonsumsi.
7
8
berbahaya dan sering kali tertinggal dalam hasil akhir, atau berbentuk senyawa-
senyawa baru yang berbahaya. Untuk zat pewarna yang dianggap aman,
ditetapkan bahwa kandungan arsen tidak boleh lebih dari 0,00014 persen dan
timbal tidak boleh lebih dari 0,001 persen, sedangkan logam berat lainnnya tidak
boleh ada, Minimnya pengetahuan produsen mengenai zat pewarna untuk bahan
pangan, menimbulkan penyalahguanaan dalam penggunaan zat pewarna sintetik
yang seharusnya untuk bahan non pangan digunakan pada bahan pangan. Hal ini
diperparah lagi dengan banyaknya keuntungan yang diperoleh oleh produsen yang
menggunakan zat pewarna sintetik (harga pewarna sintetik lebih murah
dibandingkan dengan pewarna alami ). Ini sungguh membahayakan kesehatan
konsumen, terutama anak-anak yang sangat menyukai bahan pangan yang
berwarna-warni.(Jones,1983)
Contoh-contoh zat pewarna sintesis yang digunakan antara lain indigoten, allura
red, fast green, tartrazine.Kelarutan pewarna sintetik ada dua macam yaitu:
1. Dyes Merupakan zat warna yang larut air dan diperjual belikan dalam bentuk
granula, cairan, campuran warna dan pasta. Biasanya digunakan untuk mewarnai
minuman berkarbonat, minuman ringan, roti, kue-kue produk susu, pembungkus
sosis, dan lain-lain.
2. Lakes Merupakan pigmen yang dibuat melalui proses pengendapan dari
penyerapan dye pada bahan dasar, biasa digunakan pada pelapisan tablet,
campuran adonan kue, cake dan donat.
8
9
2.3 Ekstraksi
Ekstraksi merupakan proses pemisahan bahan dari campurannya dengan
menggunakan pelarut yang sesuai. Proses ekstraksi dihentikan ketika tercapai
kesetimbangan antara konsentrasi senyawa dalam pelarut dengan konsentrasi
dalam sel tanaman. Setelah proses ekstraksi, pelarut dipisahkan dari sampel
dengan penyaringan.(Mc Cabe, smith, dan harriot,1993). Ekstrak awal sulit
dipisahkan melalui teknik pemisahan tunggal untuk mengisolasi senyawa tunggal.
Oleh karena itu, ekstrak awal perlu dipisahkan ke dalam fraksi yang memiliki
polaritas dan ukuran molekul yang sama. Secara garis besar, ada dua macam
pemisahan.
9
10
1. Ekstraksi padat-cair
Ekstraksi padat cair merupakan metode penyarian senyawa dari tumbuhan
dimana sampelnya berupa material padat. Ekstraksi padat-cair secara umum
terdiri dari maserasi, refluktasi, sokhletasi, dan perkolasi. Metode yang digunakan
tergantung pada sifat senyawa yang kita inginkan. Jika senyawa rentan terhadap
pemanasan maka metode maserasi dan perkolasi yang kita pilih, jika tahan
terhadap pemanasan maka metode refluktasi dan sokletasi yang digunakan.
Maserasi merupakan proses ekstraksi menggunakan pelarut diam atau dengan
beberapa kali pengocokan yang dilakukan pada suhu ruangan. Pada dasarnya
sampel direndam dalam pelarut dan sekali-kali dilakukan pengocokan,
perendaman dilakukan 24 jam dan selanjutnya pelarut diganti dengan pelarut
baru.
Perkolasimerupakan ekstraksi dengan menggunakan pelarut yang selalu baru
sampai sempurna (exhaustive extraction) yang umumnya dilakukan pada suhu
ruangan. Prosedurnya begini: sampel di rendam dengan pelarut, selanjutnya
pelarut (baru) dilalukan (ditetes-teteskan) secara terus menerus sampai warna
pelarut tidak lagi berwarna atau tetap bening yang artinya sudah tidak ada lagi
senyawa yang terlarut.
Refluksmerupakan ekstraksi dengan pelarut yang dilakukan pada titik didih
pelarut tersebut, selama waktu tertentu dan sejumlah pelarut tertentu dengan
adanya pendingin balik (kondensor). Umumnya dilakukan tiga sampai lima kali
pengulangan proses pada residu pertama, sehingga termasuk proses ekstraksi
sempurna. Prosedurnya: masukkan sampel dalam wadah, pasangkan kondensor,
panaskan. Pelarut akan menguap sebagai senyawa murni dan kemudian
terdinginkan dalam kondensor, turun lagi ke wadah, mengekstraksi lagi dan begitu
terus.
Ekstraksi dengan alat Soxhlet (Leaching) merupakan ekstraksi dengan pelarut
yang selalu baru, umumnya dilakukan menggunakan alat khusus sehingga terjadi
ekstraksi konstan dengan adanya pendingin balik (kondensor). Disini sampel
disimpan dalam alat Soxhlet dan tidak dicampur langsung dengan pelarut dalam
wadah yang di panaskan, yang dipanaskan hanyalah pelarutnya, pelarut
10
11
2. Ekstraksi cair-cair
Merupakan pemisahan suatu zat dalam larutan oleh pelarut lain yang tidak
dapat bercampur dimana terjadi suatu proses kesetimbangan dan berlaku hukum
distribusi. Tipe pemisahan ini memindahkan zat terlarut dari satu pelarut ke
pelarut lain. Cara ini dapat digunakan untuk memisahkan produk reaksi atau suatu
larutan. Dalam hal ini pelarut yang digunakan harus tidak saling bercampur, jika
kedua pelarut saling bercampur maka tidak dapat digunakan. Pemilihan pelarut
pengekstrak amatlah penting, karena akan menentukan apakah zat-zat terlarut
tertinggal dalam corong pisah atau terbawa pelarut yang dikeluarkan.
11
12
2 Zat pelarut
Larutan yang akan dipakai sebagai zat pelarut seharusnya merupakan
pelarut pilihan yang terbaik dan viskositasnya harus cukup rendah agar dapat
dapat bersikulasi dengan mudah. Biasanya, zat pelarut murni akan diapaki pada
awalnya, tetapi setelah proses ekstraksi berakhir, konsentrasi zat terlarut akan naik
dan laju ekstraksinya turun, pertama karena gradient konsentrasi akan berkurang
dan kedua zat terlarutnya menjadi lebih kental. Adapun pelarut yang sering
diguanakan yaitu Etanol, Metanol, Aquadest, Aceton, NaOH.
3 Temperatur
Dalam banyak hal, kelarutan zat terlarut (pada partikel yang diekstraksi) di
dalam pelarut akan naik bersamaan dengan kenaikan temperature untuk
memberikan laju ekstraksi yang lebihtinggi.
12
13
5. Pengadukan fluida
Pengadukan pada zat pelarut adalah penting karena akan menaikkan proses
difusi, sehingga menaikkan perpindahan material dari permukaan partikel ke zat
pelarut.
Pemilihan juga diperlukan tahap-tahap lainnya. pada ektraksi padat-cair
misalnya, dapat dilakukan pra-pengolahan (pengecilan) bahan ekstraksi atau
pengolahan lanjut dari rafinat (dengan tujuan mendapatkan kembali sisa-sisa
pelarut).
Pemilihan pelarut pada umumnya dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut ini :
1. Selektivitas
Pelarut hanya boleh melarutkan ekstrak yang diinginkan, bukan
komponen-komponen lain dari bahan ekstraksi. Dalam praktek, terutama pada
ekstraksi bahan-bahan alami, sering juga bahan lain (misalnya lemak, resin) ikut
dibebaskan bersama-sama dengan ekstrak yang diinginkan. Dalam hal itu larutan
ekstrak tercemar yang diperoleh harus dibersihkan, yaitu misalnya di ekstraksi
lagi dengan menggunakan pelarut kedua.
2. Kelarutan
Pelarut sedapat mungkin memiliki kemampuan melarutkan ekstrak yang
besar (kebutuhan pelarut lebih sedikit).
4. Kerapatan
Terutama pada ekstraksi cair-cair, sedapat mungkin terdapat perbedaaan
kerapatan yaitu besar amtara pelarut dan bahan ekstraksi. Hal ini dimaksudkan
agar kedua fasa dapat dengan mudah dipisahkan kembali setelah pencampuran
(pemisahan dengan gaya berat). Bila beda kerapatan kecil, seringkali pemisahan
13
14
5. Reaktifitas
Pada umumnya pelarut tidak boleh menyebabkan perubahan secara kimia
pada komponen-komponen bahan ekstraksi. Sebaliknya dalam hal-hal tertentu
diperlukan adanya reaksi kimia (misalnya pembentukan garam) untuk
mendapatkan selektivitas yang tinggi. Seringkali ekstraksi juga disertai dengan
reaksi kimia. Dalam hal ini bahan yang akan dipisahkan mutlak harus berada
dalam bentuk larutan.
6. Titik didih
Karena ekstrak dan pelarut biasanya harus dipisahkan dengan cara
penguapan, destilasi atau rektifikasi, maka titik didih kedua bahan it tidak boleh
terlalu dekat, dan keduanya tidak membentuk aseotrop. ditinjau dari segi
ekonomi, akan menguntungkan jika pada proses ekstraksi titik didih pelarut tidak
terlalu tinggi (seperti juga halnya dengan panas penguapan yang rendah).
14
15
15
16
2.6 Destilasi
Distilasi atau penyulingan adalah suatu metode pemisahan bahan kimia
berdasarkan perbedaan kecepatan atau kemudahan menguap (volatilitas) bahan.
Dalam penyulingan, campuran zat dididihkan sehingga menguap, dan uap ini
kemudian didinginkan kembali ke dalam bentuk cairan. Zat yang memiliki titik
didih lebih rendah akan menguap lebih dulu. Jenis-jenis destilasi adalah sebagai
berikut:
1. Distilasi Sederhana
Pada distilasi sederhana, dasar pemisahannya adalah perbedaan titik didih yang
jauh atau dengan salah satu komponen bersifat volatil. Jika campuran dipanaskan
maka komponen yang titik didihnya lebih rendah akan menguap lebih dulu. Selain
perbedaan titik didih, juga perbedaan kevolatilan, yaitu kecenderungan sebuah
substansi untuk menjadi gas. Distilasi ini dilakukan pada tekanan atmosfer.
Aplikasi distilasi sederhana digunakan untuk memisahkan
campuran air dan alkohol.
16
17
2. Distilasi Fraksionasi
Fungsi distilasi fraksionasi adalah memisahkan komponen-komponen cair,
dua atau lebih, dari suatu larutan berdasarkan perbedaan titik didihnya. Distilasi
ini juga dapat digunakan untuk campuran dengan perbedaan titik didih kurang
dari 20 °C dan bekerja pada tekanan atmosfer atau dengan tekanan rendah.
Aplikasi dari distilasi jenis ini digunakan pada industri minyak mentah, untuk
memisahkan komponen-komponen dalam minyak mentah Perbedaan distilasi
fraksionasi dan distilasi sederhana adalah adanya kolom fraksionasi. Di kolom ini
terjadi pemanasan secara bertahap dengan suhu yang berbeda-beda pada setiap
platnya. Pemanasan yang berbeda-beda ini bertujuan untuk
pemurnian distilat yang lebih dari plat-plat di bawahnya. Semakin ke atas,
semakin tidak volatilcairannya.
17
18
3. Distilasi Uap
Distilasi uap digunakan pada campuran senyawa-senyawa yang
memiliki titik didih mencapai 200 °C atau lebih. Distilasi uap dapat menguapkan
senyawa-senyawa ini dengan suhu mendekati 100 °C dalam tekanan
atmosfer dengan menggunakan uap atau air mendidih. Sifat yang fundamental
dari distilasi uap adalah dapat mendistilasi campuran senyawa di bawah titik didih
dari masing-masing senyawa campurannya. Selain itu distilasi uap dapat
digunakan untuk campuran yang tidak larut dalam air di semua temperatur, tapi
dapat didistilasi dengan air. Aplikasi dari distilasi uap adalah untuk mengekstrak
beberapa produk alam seperti minyak eucalyptus dari daun eucalyptus, minyak
sitrus dari lemon atau jeruk, dan untuk ekstraksi minyak parfum dari tumbuhan.
Campuran dipanaskan melalui uap air yang dialirkan ke dalam campuran dan
mungkin ditambah juga dengan pemanasan. Uap dari campuran akan naik ke atas
menuju ke kondensor dan akhirnya masuk ke labu distilat.
18
19
4. Distilasi Vakum
Distilasi vakum biasanya digunakan jika senyawa yang ingin didistilasi
tidak stabil, dengan pengertian dapat terdekomposisi sebelum atau mendekati titik
didihnya, atau campuran yang memiliki titik didih di atas 150 °C. Metode distilasi
ini tidak dapat digunakan pada pelarut dengan titik didih yang rendah
jika kondensornya menggunakan air dingin, karena komponen yang menguap
tidak dapat dikondensasi oleh air. Untuk mengurangi tekanan digunakan pompa
vakum atau aspirator. Aspirator berfungsi sebagai penurun tekanan pada sistem
distilasi ini.
19
20
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.3.2 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini meliputi:
1. biji kesumba
2. Etanol
3. Aquades
3.3 Variabel Percobaan
Adapun variabel percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah:
20
21
21
22
Di mana:
A = Berat sampel sebelum diovenkan (awal)
B = Berat sampel setelah diovenkan (akhir)
3.5.2 Yield
Sampel yang diperoleh yang sudah dikeringkan dalam oven pada suhu
40oC dan didinginkan kemudian ditimbang. Untuk menhitung yield sampel dapat
dihitung dengan rumus.
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑘𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔
%Yield = X 100%
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑏𝑎𝑘𝑢
22
23
23
24
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Tabel 4.1 Data hasil Volume pelarut Etanol 100 ml
NO Konsentrasi Temperatur Kadar Kadar bixin Yield
24
25
2
1.8
1.6
1.4
kadar abu
25
26
dihasilkan. Faktor ini disebabkan bixin sedikit terekstrak pada suhu tinggi,
konsentrasi pelarut besar sehingga kandungan getah yang terkandung dalam biji
kesumba lebih banyak terekstrak mengakibatkan pada proses pembakaran zat
warna meninggalkan kadar abu yang lebih banyak. Namun, pada penelitian ini
mendapatkan kadar abu yang lebih banyak pada konsentrasi 70% dan
menghasilkan kadar abu yang sedikit pada konsentrasi 80%. Hal ini disebabkan
abu yang terkandung lebih banyak pada kadar bixin yang tinggi (Sitompul,2012)
1
0.9
0.8
0.7
0.6 konsentrasi pelarut
yield
0.5
70%
0.4 konsentrasi pelarut
80%
0.3
0.2 konsentrasi pelarut
90%
0.1
0
60 70 80
suhu ekstrasksi(oC)
26
27
0,61, pada saat konsentrasi 70% suhu 80oC ekstrak mengalami penurunan jumlah
ekstrak sehingga mendapat kan hasil yield sebesar 0,595. Hal ini disebabkan
pemanasan yang lama pada suhu yang tinggi akan menghasilkan bixin yang lebih
sedikit karena terjadinya degradasi senyawa bixin. (Enny,2014)
Pada konsentrasi 80% dan suhu 60oC, 70oC, dan 80oC dari ekstraksi yang
dilakukan menghasilkan jumlah yield yang signifikan. Namun, pada konsentrasi
90% pada suhu 70oC dan 80oC hasil yield yang didapatkan mengalami kenaikan.
Hal ini disebabkan karena konsentrasi Etanol yang tinggi mengakibatkan bixin
mengalami perubahan senyawa norbixin sehingga menghasilkan hasil ekstrak
yang tinggi. (Paryanto,2009; Enny,2014)
170
165
160
kadar bixin (ppm)
155
konsentrasi pelarut 70%
150
konsentrasi pelarut 80%
145 konsentrasi pelarut 90%
140
135
60 70 80
suhu (c)
Gambar 4.3 Pengaruh suhu ekstraksi dan konsentrasi pelarut terhadap kadar bixin
27
28
Dari gambar 4.3 dapat dilihat bahwa pada konsentrasi 70% dan suhu 60oC,
70oC, dan 80oC kadar bixin yang dihasilkan sebanyak 165,97 dan tidak
mengalami perubahan yang signifikan.
Pada konsentrasi 80% dan pada suhu 70oC dan 80oC mengalami
penurunan kadar bixin yang ini disebakan kadar bixin yang dihasilkan sedikit
pada saat ekstraksi , hal ini disebabkan pemanasan selama 2 jam pada suhu yang
tinggi akan menghasilkan bixin yang lebih sedikit karena terjadinya degradasi
senyawa bixin. (Enny,2014). karena konsentrasi etanol yang tinggi
mengakibatkan bixin mengalami perubahan senyawa norbixin.
(Paryanto,2009;Enny,2014)
Untuk konsentrasi 90% bixin yang dihasilkan lebih sedikit dibanding
konsentrasi 80% dan 70% baik pada suhu (60oC, 70oC, 80oC) hal ini disebabkan
karena konsentrasi Etanol yang tinggi mengakibatkan bixin mengalami perubahan
senyawa norbixin. (Paryanto,2009;Enny,2014).
28
29
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diambil adalah
1. Yield tertinggi didapat pada suhu ektraksi 80oC dan Konsentrasi 90% dengan
0,6366%
2. Semakin Tinggi Suhu maka semakin meningkat yield yang didapatkan.
3. Semakin tinggi suhu maka kadar bixin yang dihasilkan semakin sedikit, hal ini
disebabkan terjadinya degradasi pada senyawa bixin menjadi norbixin.
4. Kadar bixin tertinggi didapatkan pada konsentrasi 90% pada suhu 60 oC, 70
o
C, 80 oC.
5. Semakin rendah kadar bixin yang dihasilkan maka semakin rendah pula kadar
abu yang terdapat pada senyawa bixin.
29