Anda di halaman 1dari 43

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA


DENGAN DIABETES MILITUS ( DM )

A. KONSEP LANJUT USIA


1. Definisi
a. Lansia adalah golongan penduduk yang mendapat perhatian atau pengelompokan
tersendiri adalah populasi berumur 60 tahun keatas (Nugroho.W 2009).
b. Lansia adalah tahap akhir dari proses penuaan seseorang dimana terjadi perubahan
sel pada tubuhnya dan biasanya berusia 80 tahun keatas (Ratna Suhartiana 2010).
c. Lansia adalah sesorang yang lazimnya menginjak usia 50 tahun atau 60 tahun
keatas maupun normal sosialnya (Dr Yaunul A.A 2010).
2. Batasan Lansia
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)
Lanjut Usia meliputi :
a. Usia pertengahan (Middle Age) ialah kelompok usia 45 sampai 59 tahun.
b. Lanjut usia (Elderly) ialah kelompok usia antara 60 dan 74 tahun.
c. Lanjut usia tua (Old) ialah kelompok usia antara 75 dan 90 tahun.
d. Usia sangat tua (Very Old) ialah kelompok di atas usia 90 tahun.
3. Karakteristik Lansia
Karakteristik LansiaMenurut Bustan (2007) ada beberapa karakterisktik lansia yang
perlu diketahui untuk mengetahui keberadaan masalah kesehatan lansia yaitu:
a. Jenis Kelamin
Lansia lebih banyak wanita dari pada pria.
b. Status Perkawinan
Status pasangan masih lengkap dengan tidak lengkap akan mempengaruhi keadaan
kesehatan lansia baik fisik maupun psikologi.
c. Living Arrangement
Keadaan pasangan, tinggal sendiri, bersama istri atau suami, tinggalbersama anak
atau keluarga lainnya.
d. Kondisi Kesehatan
Pada kondisi sehat, lansia cenderung untuk melakukan aktivitas sehari-hari secara
mandiri. Sedangkan pada kondisi sakit menyebabkan lansia cenderung dibantu atau
tergantung kepada orang lain dalam melaksanakan aktivitas sehari-hari.
e. Keadaan ekonomi P
ada dasarnya lansia membutuhkan biaya yang tinggi untuk kelangsungan hidupnya,
namun karena lansia tidak produktif lagi pendapatan lansia menurun sehingga tidak
semua kebutuhan lansia dapat terpenuhi.
4. Tipologi Lansia
Beberapa tipe pada lansia bergantung pada karakter, pengalaman hidup, lingkungan,
kondisi fisik, mental, sosial, dan ekonominya (Nugroho, 2000 dalam buku R. Siti
Maryam, dkk, 2008).
Tipe tersebut dapat dibagi sebagai berikut :
a. Tipe arif bijaksana
Kaya dengan hikmah, pengalaman, menyesuaikan diri dengan perubahan zaman,
mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati, sederhana, dermawan,
memenuhi undangan, dan menjadi panutan.
b. Tipe mandiri
Mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru, selektif dalam mencari
pekerjaan, bergaul dengan teman, dan memenuhi undangan.
c. Tipe tidak puas
Konflik lahir batin menentang proses penuaan sehingga menjadi pemarah, tidak
sabar, mudah tersinggung, sulit dilayani, pengkritik dan banyak menuntut.
d. Tipe pasrah
Menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan agama, dan melakukan
pekerjaan apa saja.
e. Tipe bingung
Kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder, menyesal, pasif, dan
acuh tak acuh.
Tipe lain dari lansia adalah tipe optimis, tipe konstruktif, tipe dependen
(ketergantungan), tipe defensif (bertahan), tipe militant dan serius, tipe
pemarah/frustasi (kecewa akibat kegagalan dalam melakukan sesuatu), serta tipe
putus asa (benci pada diri sendiri).
Sedangkan bila dilihat dari tingkat kemandiriannya yang dinilai berdasarkan
kemampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari (indeks kemandirian Katz), para
lansia dapat digolongkan menjadi beberapa tipe yaitu lansia mandiri sepenuhnya,
lansia mandiri dengan bantuan langsung keluarganya, lansia mandiri dengan
bantuan secara tidak langsung, lansia dengan bantuan badan sosial, lansia di panti
werda, lansia yang dirawat di rumah sakit, dan lansia dengan gangguan mental.
5. Mitos Lansia
a. Mitos Kedamaian Dan Ketenagan
Lanjut usia dapat santai menikmati hasil kerja dan jerih payahnya di masa muda dan
dewasanya, badai dan berbagai goncangan kehidupan seakan -akan sudah berhasil
dilewati.
Kenyataan :
1) Sering ditemui stres karena kemiskinan dan berbagai keluhan serta penderitaan
karena penyakit
2) Depresi
3) Kekhawatiran
4) Paranoid
5) Masalah psikotik
b. Mitos Konservatisme Dan Kemunduran
Pandangan bahwa lanjut usia pada umumnya
1) Konservatif
2) Tidak kreatif
3) Menolak inovasi
4) Berorientasi ke masa silam
5) Merindukan masa lalu
6) Kembali ke masa kanak-kanak
7) Susah berubah
8) Keras kepala
9) Cerewet
Kenyataan : Tidak semua lanjut usia bersikap dan berpikiran demikian
c. Mitos Berpenyakitan
Lanjut usia dipandang sebagai masa degenerasi biologis yang disertai oleh berbagai
penderitaan akibat bermacam penyakit yang menyertai proses menua. (lanjut usia
merupakan masa berpenyakitan dan kemunduran)
Kenyataan :
1) Memang proses ketuaan disertai dengan menurunnya daya tahan tubuh dan
metabolisme sehingga rawan terhadap penyakit.
2) Tetapi banyak penyakit yang masa sekarang dapat dikontrol dan di obati
d. Mitos Senilitas
Lanjut usia dipandang sebagai masa pikun yang disebabkan oleh kerusakan bagian
tertentu dan otak
Kenyataan : Tidak semua lanjut usia dalam proses ketuaannya diiringi dengan
kerusakan bagian otak (banyak yang masih tetap sehat dan segar)
e. Mitos Aseksulaitas
Ada pandangan bahwa pada lanjut usia, hubungan seks itu menurun. Minat,
dorongan, gairah, kebutuhan dan daya seks berkurang.
Kenyataan : Menunjukan bahwa kehidupan seks pada usia lanjut normal saja.
Memang frekuensi hubungan seks menurun sejalan meningkatnya usia, tetapi masih
tetap tinggi
f. Mitos Ketidak Produktifitas
Lanjut usia dipandang sebagai usia tidak produktif
Kenyataan : Tidak demikian, banyak lanjut usia yang mencapai kematangan,
kemantapan dan produktifitas mental dan material pada lanjut usia.
6. Teori Penuaan
a. Teori – teori biologi
1) Teori genetik dan mutasi (somatic mutatie theory)
Menurut teori ini menua telah terprogram secara genetik untuk spesies – spesies
tertentu. Menua terjadi sebagai akibat dari perubahan biokimia yang diprogram
oleh molekul – molekul / DNA dan setiap sel pada saatnya akan mengalami
mutasi. Sebagai contoh yang khas adalah mutasi dari sel – sel kelamin (terjadi
penurunan kemampuan fungsional sel).
2) Pemakaian dan rusak
Kelebihan usaha dan stres menyebabkan sel – sel tubuh lelah (rusak)
3) Reaksi dari kekebalan sendiri (auto immune theory)
Di dalam proses metabolisme tubuh, suatu saat diproduksi suatu zat khusus. Ada
jaringan tubuh tertentu yang tidaktahan terhadap zat tersebut sehingga jaringan
tubuh menjadi lemah dan sakit.
4) Teori “immunology slow virus” (immunology slow virus theory)
Sistem imune menjadi efektif dengan bertambahnya usia dan masuknya virus
kedalam tubuh dapat menyebabkab kerusakan organ tubuh.
5) Teori stres
Menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa digunakan tubuh. Regenerasi
jaringan tidak dapat mempertahankan kestabilan lingkungan internal, kelebihan
usaha dan stres menyebabkan sel-sel tubuh lelah terpakai.
6) Teori radikal bebas
Radikal bebas dapat terbentuk dialam bebas, tidak stabilnya radikal bebas
(kelompok atom) mengakibatkan osksidasi oksigen bahan-bahan organik seperti
karbohidrat dan protein. Radikal bebas ini dapat menyebabkan sel-sel tidak
dapat regenerasi.
7) Teori rantai silang
Sel-sel yang tua atau usang , reaksi kimianya menyebabkan ikatan yang kuat,
khususnya jaringan kolagen. Ikatan ini menyebabkan kurangnya elastis,
kekacauan dan hilangnya fungsi.
8) Teori program
Kemampuan organisme untuk menetapkan jumlah sel yang membelah setelah
sel-sel tersebut mati.
b. Teori kejiwaan sosial
1) Aktivitas atau kegiatan (activity theory)
Ketentuan akan meningkatnya pada penurunan jumlah kegiatan secara langsung.
Teori ini menyatakan bahwa usia lanjut yang sukses adalah mereka yang aktif
dan ikut banyak dalam kegiatan sosial.
Ukuran optimum (pola hidup) dilanjutkan pada cara hidup dari lanjut usia.
Mempertahankan hubungan antara sistem sosial dan individu agar tetap stabil
dari usia pertengahan ke lanjut usia
2) Kepribadian berlanjut (continuity theory)
Dasar kepribadian atau tingkah laku tidak berubah pada lanjut usia. Teori ini
merupakan gabungan dari teori diatas. Pada teori ini menyatakan bahwa
perubahan yang terjadi pada seseorang yang lanjut usia sangat dipengaruhi oleh
tipe personality yang dimiliki.
3) Teori pembebasan (disengagement theory)
Teori ini menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia, seseorang secara
berangsur-angsur mulai melepaskan diri dari kehidupan sosialnya. Keadaan ini
mengakibatkan interaksi sosial lanjut usia menurun, baik secara kualitas maupun
kuantitas sehingga sering terjaadi kehilangan ganda (triple loss), yakni :
a) kehilangan peran
b) hambatan kontak sosial
c) berkurangnya kontak komitmen
7. Masalah – Masalah Yang Terjadi Pada Lansia
Berbagai permasalahan yang berkaitan dengan pencapaian kesejahteraan lanjut usia,
antara lain: (Setiabudhi, T. 2009 : 40-42)
a. Permasalahan umum
1) Makin besar jumlah lansia yang berada dibawah garis kemiskinan.
2) Makin melemahnya nilai kekerabatan sehingga anggota keluarga yang berusia
lanjut kurang diperhatikan , dihargai dan dihormati.
3) Lahirnya kelompok masyarakat industri.
4) Masih rendahnya kuantitas dan kulaitas tenaga profesional pelayanan lanjut usia.
5) Belum membudaya dan melembaganya kegiatan pembinaan kesejahteraan
lansia.
b. Permasalahan khusus :
1) Berlangsungnya proses menua yang berakibat timbulnya masalah baik fisik,
mental maupun sosial.
2) Berkurangnya integrasi sosial lanjut usia.
3) Rendahnya produktifitas kerja lansia.
4) Banyaknya lansia yang miskin, terlantar dan cacat.
5) Berubahnya nilai sosial masyarakat yang mengarah pada tatanan masyarakat
individualistik.
6) Adanya dampak negatif dari proses pembangunan yang dapat mengganggu
kesehatan fisik lansia
8. Penyakit Yang Menyerang Lansia
Menurut the National Old People’s Welfare Council , dikemukakan 12 macam penyakit
lansia, yaitu :Depresi mental
a. Gangguan pendengaran
b. Bronkhitis kronis
c. Gangguan pada tungkai/sikap berjalan.
d. Gangguan pada koksa / sendi pangul\Anemia
e. Demensia
9. Faktor – Faktor Yang mempengaruhi Lansia
a. Hereditas atau ketuaan genetik
b. Nutrisi atau makanan
c. Status kesehatan
d. Pengalaman hidup
e. Lingkungan
f. Stres
10. Pengkajian Pada Lansia
a. Katz Indeks
Katz Indeks merupakan instrument pengkajian sederhana yang digunakan untuk
menilai kemampuan fungsional AKS (Aktivitas Kehidupan Sehari-hari), dapat juga
untuk meramalkan prognosis dari berbagai macam penyakit pada lansia. Adapun
format Indek Katz sbb :
INDEKS KATZ
( Indek Kemandirian Pada Aktivitas kehidupan Sehari – Hari )

Nama Klien :
Tanggal :
Jenis Kelamin :L/P
Umur :….Tahun
TB / BB : Cm / kg
Agama :………….
Suku :…………….
Gol.Darah :
Tingkat Pendidikan : SD, SLTP, SLTA, Perguruan Tinggi
Alamat :………………………………………………….
Nama Pewancara :…………………………………………

Skore Kriteria
A Kemandirian dalam hal makan, berpindah tempat,
kekamar kecil, berpakaian dan mandi
B Kemandirian dalam semua aktifitas hidup sehari – hari,
kecuali satu dari fungsi tersebut.
C Kemandirian dalam semua aktifitas hidup sehari – hari,
kecuali mandi dan satu fungsi tersebut.
D Kemandirian dalam semua aktifitas hidup sehari – hari,
kecuali mandi, berpakaian dan satu fungsi tambahan
E Kemandirian dalam semua aktifitas hidup sehari – hari,
kecuali mandi, berpakaian, kekamar kecil dan satu
fungsi tambahan
F Kemandirian dalam semua aktifitas hidup sehari – hari,
kecuali mandi, berpakaian, kekamar kecil, berpindah
dan satu fungsi tambahan
G Ketergantungan pada ke lima fungsi tersebut.
Lain - Lain Tergantung pada sedikitnya dua fungsi, tetapi tidak
dapat diklasifikasikan sebagai C, D, E atau F
b. Barthel Indeks
Indeks barthel (modifikasi Collin C, Wade DT) adalah suatu alat/ instrument ukur
status fungsional dasar berupa kuisioner yang berisi atas 10 butir pertanyaan terdiri
atas mengendalikan rangsang buang air besar, mengendalikan rangsang buang air
kecil, membersihkan diri (memasang gigi palsu, sikat gigi, sisir rambut, bercukur,
cuci muka), penggunaan toilet-masuk dan keluar WC (melepas, memakai celana,
membersihkan/ menyeka, menyiram), makan, berpindah posisi dari tempat tidur ke
kursi dan sebaliknya, mobilitas/ berjalan, berpakaian, naik-turun tangga.
Indeks Barthel
( Penilaian ini untuk mengetahui fungsi intelektual lansia )
Nama Klien :
Tanggal :
Jenis Kelamin :L/P
Umur :….Tahun
TB / BB : Cm / kg
Agama :………….
Suku :…………….
Gol.Darah :
Tingkat Pendidikan : SD, SLTP, SLTA, Perguruan Tinggi
Alamat :………………………………………………….
Nama Pewancara :…………………………………………
No. Kriteria Mandiri Dengan Tidak
Bantuan Mandiri
1 Makan 2 1 0
2 Mandi 1 0
3 Perawatan Diri 1 0
4 Berpakaian 2 1 0
5 Buang Air Kecil 2 1 0
6 Buang Air Besar 2 1 0
7 Berpindah dari kursi 2 1(Menggunakan 0
roda ketempat tidur Kursi roda)
sebaliknya 2 (berjalan
dengan batnuan
1 orang
8 Personal toilet (cuci 2 1 0
muka, menyisir rambut,
gosok gigi0
9 Aktivitas duduk / 1 1(bantuan 1 0
transfer orang)
2 (bantuan 2
orang
10 Naik Turun Tangga 2 1 0
Penilaian :
20 : Mandiri
12-10 : Ketergantuan Orang
9-10 : Ketergantungan Sedang
5-8 : Ketergantungan Berat
0-4 : Ketergantungan Total
c. SPSMQ
SPSMQ merupakan instrument pengkajian sederhana yang digunakan untuk menilai
fungsi intelektual maupun mental dari lansia. Adapun format SPMSQ sbb :
SHORT PORTABLE MENTAL STATUS QUESTIONNAIRE
( SPMSQ )
( Penilaian ini untuk mengetahui fungsi intelektual lansia )

Nama Klien :
Tanggal :
Jenis Kelamin :L/P
Umur :….Tahun
TB / BB : Cm / kg
Agama :………….
Suku :…………….
Gol.Darah :
Tingkat Pendidikan : SD, SLTP, SLTA, Perguruan Tinggi
Alamat :………………………………………………….
Nama Pewancara :…………………………………………
No. Pertanyaan
1. Tanggal berapa hari ini?
2. Hari apa sekarang?
3. Apa nama tempat ini?
4. Dimana alamat anda?
5. Berapa umur anda?
6. Kapan anda lahir?
7. Siapa presiden Indonesia sekarang?
8. Siapa presiden Indonesia sebelumnya?
9. Siapa nama ibu anda?
10. Kurangi 3 dari 20 & tetap pengurangan 3 dari setiap
angka baru, semua secara berurutan
Jumlah
Total Skor: Hasil:
Salah 0-3 : fungsi intelektual utuh
Salah 4-5 : kerusakan intelektual ringan
Salah 6-8 : kerusakan intelektual sedang
Salah 9-10 : kerusakan intelektual berat
d. GDS
Joseph J. Gallo mengatakan bahwa salah satu langkah awal yang penting dalam
penatalaksanaan depresi adalah mendeteksi atau mengidentifikasi. Salah satu
instrumen yang dapat membantu adalah GDS (Geriatri Depression Scale). Skala
depresi geriatri (GDS) adalah suatu kuesioner, terdiri dari 30 pertanyaan yang harus
dijawab. GDS ini dapat dimampatkan menjadi hanya 15 pertanyaan yang harus
dijawab. Sederhana saja, hanya dengan “YA atau TIDAK”, suatu bentuk
penyederhanaan dari skala yang mempergunakan lima rangkai respon kategori.
Kuesioner ini mendapatkan angka dengan memberi satu pokok untuk masing –
masing jawaban yang cocok dengan apa yang ada dalam sintesa di belakang
pertanyaan tertulis tersebut. Angka akhir antara 10 sampai 11, biasanya dipergunakan
sebagai suatu tanda awal untuk memisahkan pasien tersebut masuk ke dalam
kelompok depresi atau kelompok non depresi.
Geriatri Depression Scale ( GDS ) tersebut terpilah dari 100 pertanyaan yang
dirasakan berhubungan dengan ketujuh karakteristik depresi pada kehidupan lansia.
Secara khusus 100 pertanyaan tersebut dikelompokkan secara apriori ke dalam
beberapa sisi yaitu :
1) Kekuatiran somatis
2) Penurunan afek
3) Gangguan kognitif
4) Kurangnya orientasi terhadap masa yang akan datang
5) Kurangnya harga diri
Menurut Joseph J. Gallo ( 1998 : 85 ), secara umum terdapat 15 pertanyaan yang
harus diajukan pada lansia dalam instrumen Geriatri Depression Scale (GDS)
adalah sebagai berikut :
1) Apakah anda sebenarnya puas dengan kehidupan anda ?
2) Apakah anda telah banyak menghentikan aktivitas dan minat – minat anda ?
3) Apakah anda merasa kehidupan anda kosong ?
4) Apakah anda sering merasa hidup anda bosan ?
5) Apakah anda mempunyai semangat yang baik setiap saat ?
6) Apakah anda takut bahwa sesuatu yang buruk akan akan terjadi pada anda ?
7) Apakah anda merasa bahagia untuk sebagian besar hidup anda ?
8) Apakah anda sering merasa tidak berdaya ?
9) Apakah anda lebih senang tinggal di rumah dari pada pergi ke luar dan
mengerjakan sesuatu hal yang baru ?
10) Apakah anda merasa mempunyai banyak masalah dengan daya ingatan anda di
bandingkan kebanyakan orang ?
11) Apakah anda pikir bahwa hidup anda sekarang ini menyenangkan ?
12) Apakah anda merasa tidak berharga seperti perasaan anda saat ini ?
13) Apakah anda merasa penuh semangat ?
14) Apakah anda merasa bahwa keadaan anda tidak ada harapan ?
15) Apakah anda pikir bahwa orang lain lebih baik keadaannya dari pada anda ?
Menurut JA Yesavage dan TL Brink yang dikutip Josep J. Gallo penentuan skornya
adalah :
1) Skor 20 – 40 : Tidak ada depresi
2) Skor 41 – 60 : Depresi ringan
3) Skor 61 – 80 : Depresi sedang
4) Skor 81 - 100 : Depresi berat
e. APGAR Keluarga
Skor APGAR adalah skor yang digunakan untuk menilai fungsi keluarga ditinjau dari sudut
pandang setiap anggota keluarga terhadap hubungannya dengan anggota keluarga yang lain.
Skor APGAR meliputi :
1) Adaptation :Kemampuan anggota keluarga tersebut beradaptasi dengan anggota
keluarga yang lain, serta penerimaan, dukungan dan saran dari anggota keluarga yang
lain.
2) Partnership:menggambarkan komunikasi, saling membagi, saling mengisi antara
anggota keluarga dalam segala masalah yang dialami keluarga tersebut.
3) Growth menggambarkan dukungan keluarga terhadap hal$hal baru yang dilakukan
anggota keluarga tersebut.
4) Affection menggambarkan hubungan kasih sayang daninteraksi antar anggota keluarga.
5) Revolse menggambarkan kepuasan anggota keluargatentang kebersamaan dan waktu
yang dihabiskan bersama anggota keluarga yang lain
APGAR Keluarga

No Fungsi Uraian Skore


0 = Tidak
Pernah
1 = Kadang –
kadang
2 = Selalu
1 Adaptasi Saya puas bahwa saya dapat
kembali pada keluarga (
teman-teman) saya untuk
membantu pada waktu sesuatu
menyusahkan saya
2 Hubungan Saya puas dengan cara
keluarga ( teman-teman) saya
membicarakan sesuatu dengan
saya dan mengungkapkan
masalah dengan saya
3 Pertumbuhan Saya puas bahwa keluarga (
teman-teman) saya menerima
dan mendukung keinginan saya
untuk melakukan aktivitas atau
arah baru
4 Afeksi Saya puas dengan cara
keluarga ( teman-teman) saya
mengekspresikan afek dan
berespon terhadap emosi –
emosi saya seperti marah,
sedih atau mencintai
5 Pemecahan Saya puas dengan cara teman-
teman saya dan saya
menyediakan waktu bersama -
sama
Analisa Hasil :
Skor : 8-10 : Funsi sosial normal
Skor : 6-7 : Fungsi sosial cuko
Skor : 0-4 : Fungsi sosial kurang / suka menyendiri
f. MMSE
Mini Mental Stage Examination (MMSE) adalah pemeriksaan yang
dilakukan petugas medis untuk menilai status mental pasien. MMSE merupakan
penilaian yang sederhana dan sangat banyak digunakan untuk menilai status mental
pasien.MMSE dilakukan untuk menilai bagaimana orientasi waktu dan tempat,
pengujian Memori jangka pendek dan jangka panjang, berhitung, Kemampuan
bahasa, dan Kemampuan Konstruksional. MMSE sering digunakan untuk
menilai penurunan status mental pada lansia seiring bertambahnya umur pasien
tersebut
FORMAT PEMERIKSAAN
MINI MENTAL STATE EXAM(MMSE)
(modifikasi FOLSTEIN)

Nama Pasien:....................................( Lk / Pr )
Umur:..................
Pendidikan.......................
Pekerjaan:........................
Riwayat Penyakit: Stroke ( ) DM( ) Hipertensi( ) Peny.Jantung( ) Peny.
Lain.................................................
Pemeriksa:................................... Tgl ......................
Item Tes Nilai Nilai
maks.
ORIENTASI
1 Sekarang (tahun), (musim), (tanggal), hari apa? 5
2 Kita berada dimana? (negara), (propinsi), (kota), 5
(rumah sakit), (lantai/kamar)

REGISTRASI
3 Sebutkan 3 buah nama benda ( jeruk, uang, mawar), 3
tiap benda 1 detik, pasien disuruh mengulangi ketiga
nama benda tadi. Nilai 1 untuk tiap nama benda yang
benar. Ulangi sampai
pasien dapat menyebutkan dengan benar dan catat
jumlah pengulangan.

ATENSI DAN KALKULASI


4 Kurangi 100 dengan 7. Nilai 1 untuk tiap jawaban 5
yang benar. Hentikan setelah 5 jawaban.
Atau disuruh mengeja terbalik kata “ WAHYU”
(nilai diberi pada huruf yang benar sebelum
kesalahan; misalnya uyahw=2 nilai

MENGINGAT KEMBALI
5 Minta klien untuk mengulangi ketiga obyek pada No 3
2 (registrasi) tadi. Bila benar, 1 point untuk masing-
masing obyek.

BAHASA
6 Tunjukan pada klien suatu benda dan tanyakan 2
namanya pada klien (pensil, arloji).
7 Minta klien mengulang kata berikut “tak ada jika,
dan, atau, tetapi” bila benar nilai satu poin. 1
8 Minta klien untuk mengikuti perintah yang terdiri
dari 3 langkah “Ambil kertas ini dengan tangan 3
kanan, lipatlah menjadi dua dan letakkan di lantai”
9 Perintahkan pada klien untuk hal berikut “angkatlah 1
tangan kiri anda”
10 Minta pasien menulis sebuah kalimat 1
11 Minta pasien meniru sebuah gambar 1
Skor total 30
Interpretasi hasil :
>23 : aspek kognitif dari fungsi mental baik
18-22 : kerusakan aspek mental ringan
< 17 : kerusakan aspek fungsi mental berat
B. PENYAKIT GANGGUAN
1. Definisi
Diabetes Melitus (DM) adalah Diabetes berasal dari bahasa Yunani yang berarti
“mengalirkan atau mengalihkan” (siphon). Mellitus berasal dari bahasa latin yang
bermakna manis atau madu. Penyakit diabetes melitus dapat diartikan individu yang
mengalirkan volume urine yang banyak dengan kadar glukosa tinggi. Diabetes melitus
adalah penyakit hiperglikemia yang ditandai dengan ketidakadaan absolute insulin atau
penurunan relative insensitivitas sel terhadap insulin (Corwin, 2009).
Keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan
hormonal, yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf, dan
pembuluh darah, disertai lesi pada membran basalis dalam pemeriksaan dengan
mikroskop elektron (Mansjoer dkk, 2007).
Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2005, diabetus merupakan
suatu kelompok panyakit metabolik dengan karakterristik hiperglikemia yang terjadi
karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.
Diabetes Mellitus (DM) adalah kelainan defisiensi dari insulin dan kehilangan toleransi
terhadap glukosa ( Rab, 2008)
2. Etioologi
Umumnya diabetes melittus disebabkan oleh rusaknya sebagian kecil atau sebagian
besar dari sel-sel betha dari pulau-pulau Langerhans pada pankreas yang berfungsi
menghasilkan insulin, akibatnya terjadi kekurangan insulin.
Disamping itu diabetes melittus juga dapat terjadi karena gangguan terhadap fungsi
insulin dalam memasukan glukosa kedalam sel. Gangguan itu dapat terjadi karena
kegemukan atau sebab lain yang belum diketahui.
Penyakit diabetes mellitus (DM)-yang dikenal masyarakat sebagai penyakit gula atau
kencing manis-terjadi pada seseorang yang mengalami peningkatan kadar gula
(glukosa) dalam darah akibat kekurangan insulin atau reseptor insulin tidak berfungsi
baik.
Diabetes yang timbul akibat kekurangan insulin disebut DM tipe 1 atau Insulin
Dependent Diabetes Mellitus (IDDM). Sedang diabetes karena insulin tidak berfungsi
dengan baik disebut DM tipe 2 atau Non-Insulin Dependent Diabetes Mellitus
(NIDDM).
Insulin adalah hormon yang diproduksi sel beta di pankreas, sebuah kelenjar yang
terletak di belakang lambung, yang berfungsi mengatur metabolisme glukosa menjadi
energi serta mengubah kelebihan glukosa menjadi glikogen yang disimpan di dalam hati
dan otot. Tidak keluarnya insulin dari kelenjar pankreas penderita DM tipe 1 bisa
disebabkan oleh reaksi autoimun berupa serangan antibodi terhadap sel beta pankreas.
Pada penderita DM tipe 2, insulin yang ada tidak bekerja dengan baik karena reseptor
insulin pada sel berkurang atau berubah struktur sehingga hanya sedikit glukosa yang
berhasil masuk sel.
Akibatnya, sel mengalami kekurangan glukosa, di sisi lain glukosa menumpuk dalam
darah. Kondisi ini dalam jangka panjang akan merusak pembuluh darah dan
menimbulkan pelbagai komplikasi. Bagi penderita Diabetes Melitus yang sudah
bertahun-tahun minum obat modern seringkali mengalami efek yang negatif untuk
organ tubuh lain.
3. Patofisiologi
Diabetes tipe I. Pada diabetes tipe satu terdapat ketidakmampuan untuk
menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses
autoimun. Hiperglikemi puasa terjadi akibat produkasi glukosa yang tidak terukur oleh
hati. Di samping itu glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati
meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia posprandial
(sesudah makan).
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi maka ginjal tidak dapat
menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut
muncul dalam urin (glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan di ekskresikan ke
dalam urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan.
Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan
berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa
haus (polidipsia).
Defisiensi insulin juga akan menggangu metabolisme protein dan lemak yang
menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera
makan (polifagia), akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup
kelelahan dan kelemahan. Dalam keadaan normal insulin mengendalikan glikogenolisis
(pemecahan glukosa yang disimpan) dan glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru
dari dari asam-asam amino dan substansi lain), namun pada penderita defisiensi insulin,
proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut akan turut menimbulkan
hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan
peningkatan produksi badan keton yang merupakan produk samping pemecahan lemak.
Badan keton merupakan asam yang menggangu keseimbangan asam basa tubuh apabila
jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis yang diakibatkannya dapat menyebabkan tanda-
tanda dan gejala seperti nyeri abdomen, mual, muntah, hiperventilasi, nafas berbau
aseton dan bila tidak ditangani akan menimbulkan perubahan kesadaran, koma bahkan
kematian. Pemberian insulin bersama cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan akan
memperbaiki dengan cepat kelainan metabolik tersebut dan mengatasi gejala
hiperglikemi serta ketoasidosis. Diet dan latihan disertai pemantauan kadar gula darah
yang sering merupakan komponen terapi yang penting.
Diabetes tipe II. Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang
berhubungan dengan insulin yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin.
Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai
akibat terikatnya insulin dengan resptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam
metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai
dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif
untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.
Untuk mengatasi resistensi insulin dan untuk mencegah terbentuknya glukosa dalam
darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada penderita
toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan
dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat.
Namun demikian, jika sel-sel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan
akan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II. Meskipun
terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas DM tipe II, namun masih
terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan
produksi badan keton yang menyertainya. Karena itu ketoasidosis diabetik tidak terjadi
pada diabetes tipe II. Meskipun demikian, diabetes tipe II yang tidak terkontrol dapat
menimbulkan masalah akut lainnya yang dinamakan sindrom hiperglikemik
hiperosmoler nonketoik (HHNK).
Diabetes tipe II paling sering terjadi pada penderita diabetes yang berusia lebih dari
30 tahun dan obesitas. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat (selama
bertahun-tahun) dan progresif, maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa
terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan dan dapat
mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsi, luka pada kulit yang lama sembuh-
sembuh, infeksi vagina atau pandangan yang kabur (jika kadra glukosanya sangat
tinggi).
4. Manifestasi Klinis
Tiga gejala klasik yang dialami penderita diabetes. Yaitu:
a. banyak minum,
b. banyak kencing,
c. berat badan turun.
Pada awalnya, kadang-kadang berat badan penderita diabetes naik. Penyebabnya,
kadar gula tinggi dalam tubuh. Maka perlu waspada apabila keinginan minum kita
terlalu berlebihan dan juga merasa ingin makan terus. Berat badan yang pada awalnya
terus melejit naik lalu tiba-tiba turun terus tanpa diet. Tetangga saya ibu Ida juga tak
pernah menyadari kalau menderita diabet ketika badannya yang gemuk tiba-tiba terus
menyusut tanpa dikehendaki. Gejala lain, adalah gangguan saraf tepi berupa kesemutan
terutama di malam hari, gangguan penglihatan, gatal di daerah kemaluan atau lipatan
kulit, bisul atau luka yang lama sembuh, gangguan ereksi pada pria dan keputihan pada
perempuan.
Gejala:
Pada tahap awal gejala umumnya ringan sehingga tidak dirasakan, baru diketahui
sesudah adanya pemeriksaan laboratorium. Pada tahap lanjut gejala yang muncul antara
lain :
a. Rasa haus
b. Banyak kencing
c. Berat badan turun
d. Rasa lapar
e. Badan lemas
f. Rasa gatal
g. Kesemutan
h. Mata kabur
i. Kulit Kering
j. Gairah sex lemah
5. Klasifikasi
a. Klasifikasi diabetes melitus menurut ADA (2014) dan Muhlisin (2015) ada 4, yaitu
Diabetes melitus tipe 1 yang disebabkan karena kerusakan sel β, tipe ini biasanya
menyebabkan defisiensi insulin absolut. Diabetes melitus tipe I ini dimulai dari
adanya penyakit autoimun dimana system imun tubuh diserang yang kemudian
berdampak pada produksi sel pankreas. Akibat menurunnya insulin menyebabkan
ikatan karbohidarat dalam darah terganggu.
b. Diabetes melitus tipe 2 disebabkan karena sekretorik insulin cacat genetik secara
progresif dari latar belakang insulin yang resisten. Menurut Hudak dan Gallow
(2010), diabetes melitustipe 2 merupakan dampak dari ketidakseimbangan insulin
dalam tubuh akibat obesitas, gaya hidup, dan pola makan. Konsumsi karbohidrat
yang berlebih menyebabkan ketidakseimbangan ikatan insulin dan karbohidrat
dalam darah.
c. Diabetes tipe lain disebabkan karena penyebab dari penyakit lain, misalnya cacat
genetik pada fungsi sel β, cacat genetik pada kerja insulin, penyakit eksokrin
pankreas seperti fibrosis kistik serta dampak penyakit dan obat-obatan kimia seperti
dalam pengobatan HIV / AIDS atau setelah transplantasi organ.
d. Klasifikasi yang terakhir adalah diabetes melitus kehamilan, tingginya gula darah
hanya terjadi pada masa kehamilan dan akan hilang sendiri setelah melahirkan
(ADA, 2014 dan Muhlisin, dkk; 2015).
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Kadar glukosa darah
Kriteria diagnostic WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali
pemeriksaan:
1) Glukosa plasma sewaktu>200 mg/dl (11,1 mmol/L)
2) Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
3) Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemusian sesudah
mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (oo)>200 mg/dl).
b. Tes laboratorium DM
Jenis tes pada pasien DM dapat berupa tes saring, tes diagnostic, tes pemantauan
terapi dan tes untuk mendeteksi komplikasi.
c. Tes saring pada DM adalah
1) GDP, GDS
2) Tes glukosa urin
d. Tes diagnostic
Tes-tes diagnostic pada DM adalah GDP, GDS, GD2PP (Glukosa Darah 2 jam post
prandial), glukosa jam ke-2 TTGO.
e. Tes monitoring terapi
1) GDP : plasma vena, darah kapiler
2) GD2PP : plasma vena
3) A1c : darah vena, darah kapiler
f. Tes mendeteksi komplikasi
1) Mikroalbuminuria : urin
2) Ureum, kreatinin, asam urat
3) Kolesterol total : plasma vena (puasa)
4) Kolesterol LDL : plasma vena (puasa)
5) Kolesterol HDL : plasma vena (puasa)
6) Trigliserida : plasma vena (puasa) (Nurarif, 2015).
7. Penatalaksanaan
Tujuan utama penatalaksanaan klien dengan diabetes mellitus adalah untuk mengatur
glukosa darah dan mencegah timbulnya komplikasi acut dan kronik. Jika klien berhasil
mengatasi diabetes yang dideritanya, ia akan terhindar dari hyperglikemia atau
hypoglikemia. Penatalaksanaan diabetes tergantung pada ketepatan interaksi dari tiga
faktor aktifitas fisik, diet dan intervensi farmakologi dengan preparat hyperglikemik
oral dan insulin.
Pada penderita dengan diabetes mellitus harus rantang gula dan makanan yang manis
untuk selamanya. Tiga hal penting yang harus diperhatikan pada penderita diabetes
mellitus adalah tiga J (jumlah, jadwal dan jenis makanan) yaitu :
J I : jumlah kalori sesuai dengan resep dokter harus dihabiskan.
J 2 : jadwal makanan harus diikuti sesuai dengan jam makan terdaftar.
J 3 : jenis makanan harus diperhatikan (pantangan gula dan makanan manis).
a. Obat-obatan
1) Golongan sulfoniluria: merangsang sel beta pankreas mengeluarkan insulin.
2) Golongan binguanid: merangsang sekresi insulin yang tidak menyebabkan
hipoglikemia.
3) Alfa glukosidase inhibitor: menghambat kerja insulinalfa glukosidase didalam
saluran cerna sehingga dapat menurunkan penyerapan glukosa dan menurunkan
hiperglikemia post prandial.
4) Insulin sensitizing agent: efek farmakologi meningkatkan sensitifitas berbagai
masalah akibat resistensi insulin.
b. Penyuluhan
Penyuluhan meliputi pengetahuan mengenai diet, latihan fisik, minum obat,
komplikasi dan pencegahan.
8. Diagnosa Keperwatan Dan Intervensi
a. Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri akut
Definisi : pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan
jaringan aktual atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan
berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan
(PPNI,2016)
Penyebab (PPNI,2016).
- Agen pencedera fisiologis (mis., inflamasi, iskemia,neoplasma)
- Agen pencedera kimiawi (mis., terbakar, bahan kimia iritan)
- Agen pencedera fisik (mis., abses, amputasi, terbakar,terpotong, mengangkat
berat, prosedur operasi, trauma, latihan fisikberlebihan)
Gejala dan Tanda Mayor (PPNI,2016)
a) Subjektif
- Mengeluhnyeri
b) Objektif
- Tampakmeringis
- Bersikap protektif (mis.,waspada, posisi menghindari nyeri)
- Gelisah
- Frekuensi nadimeningkat
- Sulittidur
Gejala dan Tanda Minor (PPNI,2016)
a) Subjektif
- Tidak tersedia
b) Objektif
- Tekanan darahmeningkat
- Pola napas berubah
- Nafsu makanberubah
- Proses berpikirterganggu
- Menarik diri
- Berfokus pada dirisendiri
- Diaforesis
2) Defisit Nutrisi
Definisi :Asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme
(PPNI,2016)
Penyebab (PPNI,2016)
- Kurangnya asupan makanan
- Ketidakmampuan menelanmakanan
- Ketidakmampuan mencernamakanan
- Ketidakmampuan mengabsorbsinutrien
- Peningkatan kebutuhanmetabolisme
- Faktor ekonomi (mis. finansial tidakmencukupi)
- Faktor psikologis (mis. stress, keengganan untuk makan)
Gejala dan Tanda Mayor (PPNI,2016)
a) Subjektif
- (Tidak tersedia)
b) Objektif
- Berat badan menurun minimal 10% dibawahrentang ideal
Gejala dan Tanda Minor (PPNI,2016)
a) Subjektif
- Cepat kenyang setelahmakan
- Kram/nyeri abdomen
- Nafsu makan menurun
b) Objektif
- Bising usus hiperaktif
- Otot pengunyah lemah
- Otot menelan lemah
- Memberan mukosa pucat
- Sariawan
- Serum albumin turun
- Rambut rontok berlebihan
- Diare
3) Gangguan integritas kulit/jaringan
Definisi : kerusakan kulit (dermis dan/atau epidermis) atau jaringan (membrane
mukosa, kornea, fasia, otot, tendon, tulang, kartilago, kapsul sendi dan/atau
ligament) (PPNI,2016)
Penyebab (PPNI,2016)
a) Perubahan sirkulasi
b) Perubahan status nutrisi (kelebihan atau kekurangan)
c) Kekurangan/kelebihan volume cairan
d) Penurunanmobilitas
e) Bahan kimia iritatif
f) Suhu lingkungan yang ekstrem
g) Faktor mekanis (mis., penekanan pada tonjolan tulang, gesekan) atau faktor
elektris (elektrodiatermi, energi listrik bertegangantinggi)
h) Efek samping terapiradiasi
i) Kelembaban
j) Prosespenuaan
k) Neuropatiperifer
l) Perubahanpigmentasi
m) Perubahan hormonal
4) Retensi urin
Defenisi : pengosongan kandung kemih yang tidak lengkap (PPNI 2016)
Penyebab
a) Peningkatan tekanan uretra
b) Kerusakan arkus reflex
c) Blok spingter
d) Disfungsi neurologis (mis. Trauma, penyakit saraf)
e) Efek agen farmakologis (mis. Atropine, belladonna, psikotropik,
antihistamin, opiate)
Gejala dan tanda Mayor
a) Subjektif : Sensasi penuh pada kandung kemih
b) Objektif : Disuria/anuria, distensi kandung kemih
Gejala dan tanda Minor
a) Subjektif : Dribbling
b) Objektif : Inkontinensia berlebih, residu urin 150ml atau lebih
Kondisi klinis terkait
a) Begnigna prostat hyperplasia
b) Pembengkakan perineal
c) Cedera medulla spinalis
d) Rektokel
e) Tumor disaluran kemih
5) Gangguan mobilitas fisik
Definisi : Keterbatasan dalam gerakan fisik atau satu atau lebih ekstremitas
secara mandiri.
Penyebab
a) Kerusakan integritas struktur tulang
b) Perubahan metabolism
c) Ketidakbugaran fisik
d) Penurunan kendali otot
e) Penurunan massa otot
f) Penurunan kekuatan otot
g) Keterlambatan perkembangan
h) Kekakuan sendi
i) Kontraktur
j) Malnutrisi
k) Gangguan musculoskeletal
l) Gangguan neuromuscular
m) Indeks masa tubuh diatas persentil ke-75 sesuai usia
n) Efek agen farmakologis
o) Program pembatasan gerak
p) Nyeri
q) Kurang terpapar informasi tentang aktifitas fisik
r) Kecemasan
s) Gangguan kognitif
t) Keengganan melakukan pergerakan
u) Gangguan sensoripresepsi
Gejala dan tanda mayor
a) Subjektif : mengeluh sulit menggerakkan ekstremitas
b) Objektif : kekuatan otot menurun, rentang gerak (ROM) menurun
Gejala dan tanda minor
a) Subjektif : nyeri saat begerak, enggang melakukan pergerakan, merasa
cemas saat bergerak
b) Objektif : sendi kaku, gerakan tidak terkordinasi, gerakan terbatas, fisik
lemah
Kondisi klinis terkait
a) Stroke
b) Cedera medulla spinalis
c) Trauma
d) Fraktur
e) Osteoarthritis
f) Osteomalasia
g) Keganasan
6) Perfusi perifer tidak efektif
Definisi : penurunan sirkulasi darah pada level kapiler yang dapat mengganggu
metabolisme tubuh (PPNI,2016)
Penyebab
a) Hiperglikemia
b) Penurunan konsentrasihemoglobin
c) Peningkatan tekanandarah
d) Kekurangan volumecairan
e) Penurunan aliran arteri dan/atau vena
f) Kurang terpapar informasi tentang faktor pemberat (mis., merokok, gaya
hidup monoton, trauma, obesitas, asupan garam,imobilitas)
g) Kurang terpapar informasi tentang proses penyakit (mis., diabetes
melitus,hiperlipidemia)
h) Kurang aktivitasfisik
Gejala dan Tanda Mayor (PPNI,2016)
a) Subjektif
Tidak diketahui
b) Objektif
- Pengisian kapiler > 3 detik
- Nadi perifer menurun atau tidakteraba
- Akral teraba dingin
- Warna kulit pucat
- Turgor kulit menurun
Gejala dan Tanda Minor (PPNI,2016)
a) Subjektif
- Parastesia
- Nyeri ekstremitas (klaudikasiintermiten)
b) Objektif
- Edema
- Penyembuhan luka lambat
- Indeks ankle-brachial <0,90
- Bruitfemoralis
7) Ansietas
Definisi : Kondisi emosional dan pengalaman subyektif individu terhadap objek
yang tidak jelas dan spesifik akibat antisipasi bahaya yang memungkinkan
individu mrlakukan tindakan untuk menghadapi ancaman.
Penyebab
a) Krisis situasional
b) Kebutuhan tidak terpenuhi
c) Krisis maturasional
d) Ancaman terhadap konsep diri
e) Ancaman terhadap kematian
f) Kekhawatiran mengalami kegagalan
g) Disfungsi sistem keluarga
h) Hubungan orang tua-anak tidak memuaskan
i) Faktor keturunan ( tempramen mudah Teragitasi sejak lahir)
j) Penyalahgunaan zat
k) Terpapar lingkungan (mis. Toksin, polutan dan lain-lain)
l) Kurang terpapar informasi
Gejala dan tanda mayor
a) Subjektif : Merasa bingun, merasa khawatir dengan akibat dari kondisi
yang dihadapi, sulit berkonsentrasi
b) Objektuf : tampak gelisah, tampak tegang, sulit tidur
Gejala dan tanda minor
a) Subjektif : Mengeluh pusing, anoreksia, palpitasi, merasa tak berdaya.
b) Objektif : frekuensi napas meningkat, frekuensi nadi meningkat, tekanan
darah meningkat, diaforesis, tremor, muka tampak pucat, suara bergetar
kontak mata buruk, sering berkemih, berorientasi pada masa lalu.
kondisi klinis tetkait
a) Penyakit kronis progresif (mis. Kanker, pentakit autoimun)
b) Penyakit akut
c) Hospitallisasi
d) Rencana operasi
e) Kondisi diagnosis penyakit belum jelas
f) Penyakit neurologis
g) Tahap tumbuh kembang
8) Resiko infeksi
Definisi : Berisiko mengalami peningkatan terserang organisme patogenik
(PPNI, 2016)
Faktor Risiko : (PPNI,2016)
a) Penyakit kronis (mis., diabetesmellitus)
b) Efek prosedur
c) Malnutrisi
d) Peningkatan paparan organisme patogenlingkungan
e) Ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer:
f) Gangguanperistaltic
g) Kerusakan integritaskulit
h) Perubahan sekresipH
i) Penurunan kerja siliaris
j) Ketuban pecahlama
k) Ketuban pecah sebelumwaktunya
l) Merokok
m) Statis cairantubuh
n) Ketidakadekuatan pertahanan tubuh sekunder:
o) Penurunanhemoglobin
p) Imununosupresi
q) Leukopenia
r) Supresi responinflamasi
s) Vaksinasi tidakadekuat
9) Hipervolemia
Defenisi: peningkatan volume cairan intravaskuler, interstial dan atau
intraseluler
Penyebab
a) Gangguan mekanisme regulasi
b) Kelebihan asupan cairan
c) Kelebihan asupan natrium
d) Gangguan aliran balik vena
e) Efek agen farmakologis (mis. Kortikosteroid, chlorpropamide, tolbutamide,
vincristine, tryptilinescarbamazepine)
Gejala dan tanda mayor
a) Subjektif : ortopnea, dyspnea, paroxysmal nocturnal dyspnea (PND)
b) Objektif : edema anasarka dan atau edema perifer, berat badab meningkat
dalam watktu singkat, Jugular Venous Pressure (JVP) dan atau Central
Venous Pressure (CVP), reflex hepatojugular posiitif
Gejala dan tanda minor
a) Subjektif : tidak tersedia
b) Objektif : distensi vena jugularis, terdengar suara napas tambahan,
hepatomegaly, kadar Hb/Ht trun, Oliguria, intake lebih banyak dari output
(balans cairan positif), kogestif paru
Kondisi klinis terkait
a) Penyakit ginjal; gagal ginjal kronik/akut, sindrom nefrotik
b) Hipoalbuminemia
c) Gagal jantung kongestif
d) Kelainan hormone
e) Penyakit hati, (mis. Sirosisi, asites, kaker hati)
f) Penyakit vena periver (mis. Varises venah, thrombus vena, phlebitis)
g) Imobilitas
h) Pola napas tidak efektif
10) Pola nafas tidak efektif
Definisi : Inspirasi dan/atau ekspirasi yang tidak memberikan ventilasi adekuat.
Penyebab :
a) Deprasi pusat pernapasan.
b) Hambatan upaya nafas (misalnya nyeri saat napas, kelemahan otot
pernapasan).
c) Deformitas dinding dada.
d) Deformitas tulang dada.
e) Gangguan neuromuskular.
f) Gangguan neurologis.
g) Imaturitas neurologis.
h) Penurunan energi.
i) Obesitas
j) Posisi tubuh yang menghambat ekspansi paru.
Gejala dan tanda mayor
a) Subjektif : Dipsnea
b) Objektif : Penggunaan alat bantu pernapasan, fase ekspirasi memanjang,
pola nafas abnormal (misalnya takipnea, bradipnea, hiperventilasi,
kussmaul, cheyne-stokes).
Gejala dan tanda minor
a) Subjektif : Ortopnea
b) Objektif : Pernapasan pursed-lip, pernapasan cuping hidung, diameter
thoraks anterior-posterior meningkat, ventilasi semenit menurun, tekanan
ekspirasi menurun, tekanan inspirasi menurun, Ekskrusi dada berubah.
Kondisi klinis terkait
a) Depresi sistem saraf pusat.
b) Cedera kepala.
c) Trauma thoraks.
d) Gillyan barre syndrome.
e) Stroke
C. Intervensi
NO DIAGNOSIS LUARAN INTERVENSI RASIONAL
KEPERAWATAN KEPERAWATAN
1 Nyeri akut Nyeri akut menurun Manajemen nyeri
a. Observasi/Identifikasi/Monitor
1) Identifikasi tingkat, lokasi, 1) untuk mengetahui lokasi,
karakteristik,kualitas, frekwensi karakteristik, kualitas nyeri,
dan faktor pencetusnyeri frekuensi dan faktor pencetus
2) Observasi isyarat nonverbal 2) untuk mengetahi keadaan
ketidaknyamanan umum pasien
b. Terapeutik
1) Berikan tindakan nyaman 1) untuk meningkatkan relasasi
misalnya ubah posisi yang
membuat pasien merasa nyaman
2) Berikan informasi tentang nyeri 2) agar pasien mampu
seperti penyebab nyeri dan mengontrol nyeri
berapa lama akan berlangsung
c. Edukasi
1) Ajarkan penggunaan tekhnik 1) untuk memberikan pengetahuan
nonfarmakologi manajemen nyeri kepada pasien dan keluarga
(misalnya imajinasiterbimbing, pasien apabila nyeri datang.
distraksi, kompres hangat atau
dingin danmassase
d. Kolaborasi
1) pemberian analgetik 1) Untuk mengurangi rasa nyeri

2 Defisit Nutrisi Defisit nutrisi Manajemen nutrisi:


membaik a. Observasi/Identifikasi/Monitor
1) Identifikasi (adanya) alergi atau 1) untuk mengetahui makanan apa
intoleransi makanan yang yang dapat menyebabkan
dimilikipasien alergipasien
2) Monitor kalori dan asupan 2) untuk mengetahui jumlah kalori
makanan yang masuk kedalam tubuh

b. Terapeutik
1) Tentukan status gizi pasien dan 1) untuk membantu pasien dalam
kemampuan (pasien) untuk memenuhi kalori hariannya
memenuhi kebutuhan gizi
2) Atur diet yang diperlukan (yaitu: 2) mengatur diet untuk pasien agar
menyediakan makanan protein pasien tidak merasa jenuh
tinggi; menyarankan dengan menu makanan
menggunakan bumbu dan yangmonoto
rempah-rempah sebagai
alternative untuk
garam,menyediakan pengganti
gula; menambah atau
mengurangi kalori, menambah
ataumengurangi vitamin,
mineral, atau suplemen)
3) Ciptakan lingkungan yang 3) membuat pasien menjadi

optimal pada saat nyaman dan rilek.

mengkonsumsi makan(misalnya,
bersih, berventilasi, santai dan
bebas dari bau yangmenyengat)
c. Edukasi
1) Anjurkan pasien untuk duduk 1) membuat pasien nyaman

pada posisi tegak di kursi, saatmakan

jikamemungkinkan 2) membantu pasien agar dapat

2) Anjurkan pasien terkait dengan makan makanan yang sesuai

kebutuhan diet untuk kondisi sakit dengankondisinya

(yaitu : untuk pasien dengan


penyakit ginjal, pembatasan
natrium, kalium, protein
dancairan)
3) Anjurkan pasien untuk memantau 3) membantu pasien untuk
kalori dan intake makanan mengetahui jumlah kalori yang
(misalnya., buku harianmakanan) masuk kedalam tubuhnya
dalamsehari
d. Kolaborasi
1) Berikan obat-obatan sebelum 1) Bila diperlukan, membantu
makan (misalnya., pasien yang merasakan rasa
penghilang rasa sakit, sakit/mual agar dapat
antiemetik), jikadiperlukan mengonsumsi makanannya
dengan nyaman
3 Gangguan integritas Integritas kulit 1. Monitor kulit akan adanya 1. Kemerahan menandakan adanya
kulit/ jaringan membaik kemerahan peradangan atau kerusakan
berarti pada kulit
2. Jaga kebersihan kulit agar tetap 2. Kulit bersih dapat menghindari
bersih dan kering pembentukan ataupun
perkembangan kuman dan
bakteri yang memicu kerusakan
pada kulit
3. Anjurkan pasien untuk 3. Karena pakaian yang longgar
menggunakan pakaian yang longgar tidak akan menekan kulit yang
memicu timbul rasa nyeri
ataupun gatal
4. Mobilisasi pasien (ubah posisi 4. Mencegah terjadinya luka pada
pasien) setiap dua jam sekali kulit
5. Mobilisasi pasien (ubah posisi 5. Melancarkan sirkulasi darah ke
pasien) setiap dua jam sekali bagian tubuh dan mencegah
dekubitus
4 Retensi urin Retensi urin 1. Monitor intake dan output 1. mengetahui haluaran dan
membaik masukan urin
2. Monitor derajat distensi bladder 2. mengetahui derajat distensi
kandung kemih
3. Monitor tanda dan gejala ISK 3. mengetahui adanya infeksi
saluran kemih
5 Gangguan mobilitas Mobilitas fisik 1. Kaji kemampuan klien dalam 1. Mengetahui tingkat kemampuan
fisik membaik mobilisasi klien
2. Latih pasien dalam pemenuhan 2. Melatih kemampuan klien dalam
kebutuhan ADLs secara mandiri melakukan aktivitas.
sesuai kemampuan.
3. Miringkan dan atur posisi pasien 3. Mencegah terjadinya iritasi kulit
setiap 2 jam pada saat pasien di atau penekanan pada tubuh
tempat tidur.
4. Dampingi dan Bantu pasien saat 4. Membantu kien dalam memenuhi
mobilisasi dan bantu penuhi aktivitasnya
kebutuhan ADLs klien
5. Letakkan barang-barang pada 5. Melatih kemandirian klien
tempat yang mudah dijamgkau
lengan yang tidak terkena bila satu
sisi mengalami kelemahan.
6 Perfusi perifer tidak Perfusi perifer 1. Pantau tanda-tanda vital 1. Terjadi perubahan pada TD,
efektif membaik respirasi dan Nadi, menandakan
terjadinya gangguan pada tubuh
2. Kaji secara komprehensif sirkulasi 2. Sirkulasi perifer dapat
perifer menunjukan tingkat keparahan
penyakit
3. Evaluasi nadi perifer dan edema 3. Pulsasi yang lemah
menimbulkan ↓ cardiac output
4. Monitor laboratorium ( Hb, Hmtc) 4. Nilai laboratorium dapat
menunjukan komposisi darah
7 Ansietas 1. Gunakan pendekatan yang 1. memberikan rasa nyaman
Ansietas menurun
menenangkan kepada pasien
2. Jelaskan semua prosedur dan apa 2. Agar klien dapat mengerti dan
yang dirasakan selama prosedur memahami prosedur yang akan
dilaksanakan
3. Instruksikan kepada pasien untuk 3. Dapat mengurangi kecemasan
menggunakan teknik relaksasi pasien
4. Libatkan keluarga untuk 4. Support dari keluarga dapat
mendampingi pasien mengurangi kecemasan pasien
5. Kolaborasi pemberian obat anti 5. Pemberian obat cemas dapat
cemas menurunkan kecemasan pasien
8 Risiko infeksi Risiko infeksi 1. Mencuci tangan setiap sebelum dan 1. Tindakan aseptic meminimalkan
menurun sesudah tindakan keperawatan terjadinya infeksi

2. Monitor tanda dan gejala infeksi 2. Untuk mengetahui pada daerah


mana saja berresiko terhadap
sistemik dan lokal infeksi serta penyebaran dari
infeksi tersebut

3. Untuk mengetahui jumlah kadar


3. Monitor hitung granulosit, WBC leukosit akibat adanya gangguan
system kekebalan tubuh

4. Kemerahan merupakan tanda


4. Inspeksi kulit dan membrane adanya infeksi
mukosa terhadap kemerahan,
5. Untuk mencegah klien terpapar
panas, drainase\
ataupun kembali terinvasi infeksi
5. Ajarkan pasien cara menghindari
infeksi 6. untuk proteksi terhadap infeksi
6. Berikan terapi antibiotic
9 Hipovolemia Hipovolemia NIC
menurun Observasi: Observasi
1. monitor input dan output 1. melihat jumlah cairan yang
2. monitor tanda awal syok masuk dan keluar dari dalam
3. monitor status cairan tubuh
2. untuk mengetahui tanda-tanda
syok yang terjadi pada klien
3. mengetahui ketidakseimbangan
cairan pada klien
Terapiutik Terapiutik
1. tempatkan pasien pada posisi 1. untuk peningkatan preload
supinasi, kaki elevasi dengan tepat
2. berikan cairan intravena dan oral 2. untuk mengganti cairan yang
dengan tepat hilang
Edukasi Edukasi
1. ajarkan keluarga dan pasien tentang 1. Menambah informasi pada klien
tanda dan gejala datangnya syok dan keluarga mengenai syok
2. ajarkan keluarga dan pasien tentang 2. Agar klien dan keluarga dapat
langkah untuk mengatasi gejala mengatasi syok secara mandiri
syok
Kolaborasi: - Kolaborasi : -
10 Pola napas tidak Pola napas tmembaik 1. Identifikasi faktor penyebab. 1. Dengan mengidentifikasikan
efektif penyebab, kita dapat
menentukan jenis effusi pleura
sehingga dapat mengambil
tindakan yang tepat.
2. Posisikan pasien untuk 2. Penurunandiafragmamemperlua
memaksimalkanventilasi(posisi s daerah dada sehingga ekspansi
semi fowler) paru bisa maksimal.
3. Dengan mengkaji kualitas,
3. Kaji kualitas, frekuensi dan frekuensi dan kedalaman
kedalaman pernafasan, pernafasan, kita dapat
laporkan setiap perubahanyang mengetahui sejauh
terjadi. manaperubahankondisi pasien.

4. Peningkatan RR dan tachcardi


4. Observasi tanda-tanda vital merupakan indikasi
(suhu, nadi, tekanan darah, RR adanyapenurunan fungsi paru.
danresponpasien).
5. Pemberian oksigen dapat
5. Kolaborasi dengan tim medis menurunkan beban pernafasan
lain untuk pemberian O2 Dengan foto thorax dapat
danobat-obatan serta fotothorax. dimonitor kemajuan dari
berkurangnya cairan dan
kembalinyadayakembang paru.
9. Daftar Pustaka
a. Adib, M., (2011).Pengetahuan Praktis Ragam Penyakit Mematikan yang
Paling Sering Menyerang Kita.Edisi pertama.Jogjakarta : Penerbit
Divapress
b. Bulechek, Gloria M., dkk., 2013. Nursing Intervention Classification (NIC).
Mocomedia: Yogyakarta
c. Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC.
d. Price & Wilson. 2013. Patofisiologi ; Konsep Klinis Proses-proses
Penyakit, Edisi 6, Penerbit Buku Kedokteran. EGC: Jakarta.
e. Wijayakusuma, Hembing. 2009. Bebas Diabetes Mellitus Ala Hembing,
Depok. peneribit : Puspa Swara, Anggota IKAPI
f. Johnson, Meridian Maas, & Sue Moorhead. 2013. Nursing Outcame
Clasification. Mosby. Philadelphia
g. McCloskey & Gloria M Bulechek. 2013. Nursing Intervention Clasification.
Mosby. USA
h. Nurarif & Hardi Kusuma. 2015. Aplikasi Keperawatan berdasarkan
Diagnosa Medis NANDA NIC-NOC. Jogjakarta. Mediaction Publishing
i. PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Tim Pokja SDKI
PPNI. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai