Disusun oleh :
NURMIATI LATAE
21172044
Penulis
DAFTAR ISI
MUKADIMAH
Bahwasanya seorang Apoteker di dalam menjalankan tugas kewajibannya serta
dalam mengamalkan keahliannya harus senantiasa mengharapkan bimbingan dan
keridhaan Tuhan Yang Maha Esa. Apoteker di dalam pengabdiannya serta dalam
mengamalkan keahliannya selalu berpegang teguh kepada sumpah/janji Apoteker.
Menyadari akan hal tersebut Apoteker di dalam pengabdian profesinya berpedoman
pada satu ikatan moral yaitu :
BAB I - KEWAJIBAN UMUM
Pasal 1
Seorang Apoteker harus menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan Sumpah
atau Janji Apoteker.
Pasal 2
Seorang Apoteker harus berusaha dengan sungguh-sungguh menghayati dan
mengamalkan Kode Etik Apoteker Indonesia.
Pasal 3
Seorang Apoteker harus senantiasa menjalankan profesinya sesuai kompetensi
Apoteker Indonesia serta selalu mengutamakan dan berpegang teguh pada prinsip
kemanusiaan dalam melaksanakan kewajibannya.
Pasal 4
Seorang Apoteker harus selalu aktif mengikuti perkembangan di bidang kesehatan
pada umumnya dan di bidang farmasi pada khususnya.
Pasal 5
Di dalam menjalankan tugasnya Seorang Apoteker harus menjauhkan diri dari
usaha mencari keuntungan diri semata yang bertentangan dengan martabat dan
tradisi luhur jabatan kefarmasian.
Pasal 6
Seorang Apoteker harus berbudi luhur dan menjadi contoh yang baik bagi orang
lain.
Pasal 7
Seorang Apoteker harus menjadi sumber informasi sesuai dengan profesinya.
Pasal 8
Seorang Apoteker harus aktif mengikuti perkembangan peraturan perundang-
undangan di bidang kesehatan pada umumnya dan di bidang farmasi pada
khususnya.
BAB II - KEWAJIBAN APOTEKER TERHADAP PASIEN
Pasal 9
Seorang Apoteker dalam melakukan praktik kefarmasian harus mengutamakan
kepentingan masyarakat. menghormati hak azasi pasien dan melindungi makhluk
hidup insani.
BAB III - KEWAJIBAN APOTEKER TERHADAP TEMAN SEJAWAT
Pasal 10
Seorang Apoteker harus memperlakukan teman Sejawatnya sebagaimana ia
sendiri ingin diperlakukan.
Pasal 11
Sesama Apoteker harus selalu saling mengingatkan dan saling menasehati untuk
mematuhi ketentuan-ketentuan kode Etik.
Pasal 12
Seorang Apoteker harus mempergunakan setiap
kesempatan untuk meningkatkan kerjasama yang baik sesama Apoteker di dalam
memelihara keluhuran martabat jabatan
kefarmasian, serta mempertebal rasa saling mempercayai di dalam menunaikan
tugasnya.
BAB IV - KEWAJIBAN APOTEKER TERHADAP SEJAWAT PETUGAS
KESEHATAN LAIN
Pasal 13
Seorang Apoteker harus mempergunakan setiap kesempatan untuk membangun dan
meningkatkan hubungan profesi, saling mempercayai, menghargai dan
menghormati sejawat petugas kesehatan lain.
Pasal 14
Seorang Apoteker hendaknya menjauhkan diri dari tindakan atau perbuatan yang
dapat mengakibatkan berkurangnya atau hilangnya kepercayaan masyarakat kepada
sejawat
petugas kesehatan lain.
BAB V - PENUTUP
Pasal 15
Seorang Apoteker bersungguh-sungguh menghayati dan mengamalkan kode
etik Apoteker Indonesia dalam menjalankan tugas kefarmasiannya sehari-hari. Jika
seorang Apoteker baik dengan sengaja maupun tak sengaja melanggar atau tidak
mematuhi kode etik Apoteker Indonesia, maka dia wajib mengakui dan menerima
sanksi dari pemerintah, ikatan/organisasi profesi farmasi yang menanganinya (IAI)
dan mempertanggungjawabkannya kepada Tuhan Yang Maha Esa
PEDOMAN DISIPLIN APOTEKER INDONESIA
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
KETENTUAN UMUM
BAB IV
BENTUK PELANGGARAN DISIPLIN APOTEKER
BAB V
SANKSI DISIPLIN
Sanksi disiplin yang dapat dikenakan oleh MEDAI berdasarkan Peraturan per-
Undang-Undang an yang berlaku adalah :
1. Pemberian peringatan tertulis.
2. Rekomendasi pembekuan dan/atau pencabutan Surat Tanda Registrasi
Apoteker, atau Surat Izin Praktik Apoteker, atau Surat Izin Kerja Apoteker;
dan/atau
3. Kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di institusi pendidikan
apoteker.
Rekomendasi pencabutan Surat Tanda Registrasi atau Surat Izin Praktik yang
dimaksud dapat berupa :
1. Rekomendasi pencabutan Surat Tanda Registrasi atau Surat Izin Praktik
sementara selama-lamanya 1 (satu) tahun, atau
2. Rekomendasi pencabutan Surat Tanda Registrasi atau Surat Izin Praktik tetap
atau selamanya;
BAB VI
PENUTUP
TUJUAN
1. Memastikan bahwa seorang apoteker memiliki seluruh kompetensi yang relevan
untuk mejalankan perannya dan mampu memberikan pelayanan kefarmasian
sesuai ketentuan tentang praktik kefarmasian.
2. Memberikan arah dalam pengembangan pendidikan farmasi (a.l. identifikasi dan
penetapan capaian pembelajaran, pengembangan kurikulum, dan evaluasi hasil
belajar) dan pelatihan ditempat kerja
3. Memberikan arah bagi apoteker dalam pengembangan kompetensi diri secara
berkelanjutan.
STRUKTUR
Standar Kompetensi Apoteker Indonesia terdiri dari 10 (sepuluh) standar
kompetensi. Kompetensi dalam sepuluh standar tersebut merupakan persyaratan
untuk memasuki dunia kerja dan menjalani praktikprofesi
Standar Kompetensi Apoteker Indonesia (SKAI) adalah :
1. Mampu melakukan praktik kefarmasian secara professional dan etik
Menguasai kode etik yang berlaku dalam praktik profesi
Mampu melakukan praktik legal sesuai ketentuan regulasi
Mampu melakukan praktik profesional dan etik
2. Mampu melakukan optimalisasi penggunaan sediaan farmasi
Mampu melakukan upaya penggunaan obat rasional
Mampu melakukan konsultasi dan konseling sediaan farmasi
Mampu melakukan pelayanan swamedikasi
Mampu mengelola efek samping untuk memastikan keamanan
penggunaan obat dan sediaan farmasi lainnya
Mampu melakukan evaluasi penggunaan obat
Mampu melakukan pelayanan farmasi klinis berbasis biofarmasi-
farmakokinetik
3. Rekonsiliasi Obat
Rekonsiliasi Obat merupakan proses membandingkan instruksi
pengobatan dengan obat yang telah didapat pasien. Rekonsiliasi
dilakukan untuk mencegah terjadinya kesalahan Obat (medication error)
seperti obat tidak diberikan, duplikasi, kesalahan dosis atau interaksi Obat.
Kesalahan obat (medication error) rentan terjadi pada pemindahan pasien
dari satu Rumah Sakit ke Rumah Sakit lain, antar ruang perawatan, serta
pada pasien yang keluar dari Rumah Sakit ke layanan kesehatan primer dan
sebaliknya. Adapun tujuan dilakukannya rekonsiliasi obat adalah :
a. Memastikan informasi yang akurat tentang obat yang digunakan pasien
b. Mengidentifikasi ketidaksesuaian akibat tidak terdokumentasinya instruksi
dokter
c. Mengidentifikasi ketidaksesuaian akibat tidak terbacanya instruksi dokter
Selain itu, adapun tahapan proses rekonsiliasi obat yaitu :
a. Pengumpulan data
Mencatat data dan memverifikasi obat yang sedang digunakan oleh pasien
meliputi nama obat, dosis, rute pemberian, frekuensi, obat mulai diberikan,
diganti, dilanjutkan dan dihentikan, riwayat alergi pasien serta efek samping
obat, dicatat tanggal kejadian obat yang menyebabkan terjadinya reaksi
alergi dan efek samping. Data riwayat penggunaan obat didapatkan dari
pasien, keluarga pasien dan rekam medik. Data obat yang dapat digunakan
tidak lebih dari tiga bulan sebelumnya. Semua obat yang digunakan pasien
baik resep maupun obat bebas termasuk herbal harus dilakukan proses
rekonsiliasi.
b. Komparasi
Petugas kesehatan membandingkan data obat yang pernah, sedang dan akan
digunakan. Pada tahap ini ketidak cocokan sering terjadi ketika ditemukan
perbedaan diantara data-data tersebut. Ketidak cocokan dapat terjadi bila
ada obat yang hilang, berbeda, ditambahkan atau diganti tanpa ada
penjelasan yang didokumentasikan pada rekam medik pasien. Ketidak
cocokan ini dapat bersifat disengaja oleh dokter pada saat penulisan resep
maupun tidak sengaja dimana dokter tidak tahu adanya perbedaan pada saat
menuliskan resep.
c. Melakukan konfirmasi kepada dokter jika menemukan ketidaksesuaian
dokumentasi.
d. Komunikasi
Komunikasi dilakukan dengan pasien/keluarga pasien/perawat mengenai
perubahan terapi yang terjadi. Apoteker bertanggung jawab terhadap
informasi obat yang diberikan.
4. Pelayanan Informasi Obat (PIO)
Pelayanan Informasi Obat (PIO) merupakan kegiatan penyediaan dan
pemberian informasi, rekomendasi obat yang independen, akurat, tidak
bias, terkini dan komprehensif yang dilakukan oleh Apoteker kepada
dokter, apoteker, perawat, profesi kesehatan lainnya serta pasien dan
pihak lain di luar Rumah Sakit. Adapun tujuan PIO sebagai berikut :
a. Menyediakan informasi mengenai obat kepada pasien dan tenaga kesehatan
di lingkungan Rumah Sakit dan pihak lain di luar Rumah Sakit
b. Menyediakan informasi untuk membuat kebijakan yang berhubungan
dengan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
terutama bagi PFT
c. Menunjang penggunaan obat yang rasional
5. Konseling
Konseling Obat adalah suatu aktivitas pemberian nasihat atau saran terkait
terapi obat dari Apoteker kepada pasien dan/atau keluarganya. Konseling
untuk pasien rawat jalan maupun rawat inap di semua fasilitas kesehatan
dapat dilakukan atas inisitatif Apoteker, rujukan dokter, keinginan pasien
atau keluarganya. Pemberian konseling yang efektif memerlukan
kepercayaan pasien dan/atau keluarga terhadap Apoteker. Pemberian
konseling Obat bertujuan untuk mengoptimalkan hasil terapi,
meminimalkan risiko Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD)
yang pada akhirnya meningkatkan keamanan penggunaan Obat bagi
pasien (patient safety).
Secara khusus konseling obat ditujukan untuk :
a. Meningkatkan hubungan kepercayaan antara Apoteker dan pasien
b. Menunjukkan perhatian serta kepedulian terhadap pasien
c. Membantu pasien untuk mengatur dan terbiasa dengan obat
d. Membantu pasien untuk mengatur dan menyesuaikan penggunaan obat
dengan penyakitnya
e. Meningkatkan kepatuhan pasien dalam menjalani pengobatan
f. Mencegah atau meminimalkan masalah terkait obat
g. Meningkatkan kemampuan pasien memecahkan masalahnya dalam hal
terapi
h. Mengerti permasalahan dalam pengambilan keputusan
i. Membimbing dan mendidik pasien dalam penggunaan obat sehingga dapat
mencapai tujuan pengobatan dan meningkatkan mutu pengobatan pasien
6. Visite
Visite merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap yang
dilakukan Apoteker secara mandiri atau bersama tim tenaga kesehatan
untuk mengamati kondisi klinis pasien secara langsung, dan mengkaji
masalah terkait obat, memantau terapi obat dan reaksi obat yang tidak
dikehendaki, meningkatkan terapi obat yang rasional, dan menyajikan
informasi obat kepada dokter, pasien serta profesional kesehatan lainnya.
7. Pemantauan Terapi Obat (PTO)
Pemantauan Terapi Obat (PTO) merupakan suatu proses yang mencakup
kegiatan untuk memastikan terapi Obat yang aman, efektif dan rasional
bagi pasien. Tujuan PTO adalah meningkatkan efektivitas terapi dan
meminimalkan risiko Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD).
Adapun kegiatan dalam PTO meliputi :
a. Pengkajian pemilihan obat, dosis, cara pemberian obat, respon terapi,
Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD)
b. Pemberian rekomendasi penyelesaian masalah terkait obat
c. Pemantauan efektivitas dan efek samping terapi obat
Selain itu, tahapan dalam melakukan PTO adalah :
Pengumpulan data pasien
Identifikasi masalah terkait obat
Rekomendasi penyelesaian masalah terkait obat
Pemantauan
Tindak lanjut
8. Monitoring Efek Samping Obat (MESO)
Monitoring Efek Samping Obat (MESO) merupakan kegiatan pemantauan
setiap respon terhadap Obat yang tidak dikehendaki, yang terjadi pada
dosis lazim yang digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis,
diagnosa dan terapi. Efek Samping Obat adalah reaksi Obat yang tidak
dikehendaki yang terkait dengan kerja farmakologi.
Adapun tujuan MESO antara lain :
a. Menemukan efek samping obat sedini mungkin terutama yang berat, tidak
dikenal, frekuensinya jarang.
b. Menentukan frekuensi dan insidensi ESO yang sudah dikenal dan yang baru
saja ditemukan.
c. Mengenal semua faktor yang mungkin dapat menimbulkan atau
mempengaruhi angka kejadian dan hebatnya ESO.
d. Meminimalkan resiko kejadian reaksi obat yang tidak dikehendaki
e. Mencegah terulangnya kejadian reaksi obat yang tidak dikehendaki
Kegiatan pemantauan dan pelaporan ESO antara lain :
a. Mendeteksi adanya kejadian reaksi obat yang tidak dikehendaki (ESO)
b. Mengidentifikasi obat-obatan dan pasien yang mempunyai resiko tinggi
mengalami ESO
c. Mengevaluasi laporan ESO
d. Mendiskusikan dan mendokumentasikan ESO di PFT
e. Melaporkan ke Pusat Monitoring Efek Samping Obat Nasional
9. Evaluasi Penggunaan Obat (EPO)
Evaluasi Penggunaan Obat (EPO) merupakan program evaluasi
penggunaan Obat yang terstruktur dan berkesinambungan secara kualitatif
dan kuantitatif. Adapun tujuan EPO adalah :
a. Mendapatkan gambaran keadaan saat ini atas pola penggunaan obat
b. Membandingkan pola penggunaan obat pada periode waktu tertentu
c. Memberikan masukan untuk perbaikan penggunaan obat
d. Menilai pengaruh intervensi atas pola penggunaan obat
Kegiatan praktek EPO meliputi :
a. Mengevaluasi penggunaan obat secara kualitatif
b. Mengevaluasi penggunaan obat secara kuantitatif
10. Dispensing Sediaan Steril
Dispensing sediaan steril harus dilakukan di Instalasi Farmasi dengan
teknik aseptik untuk menjamin sterilitas dan stabilitas produk dan
melindungi petugas dari paparan zat berbahaya serta menghindari
terjadinya kesalahan pemberian Obat.
Adapun tujuan dispensing sediaan steril adalah :
a. Menjamin agar pasien menerima obat sesuai dengan dosis yang dibutuhkan
b. Menjamin sterilitas dan stabilitas produk
c. Melindungi petugas dari paparan zat berbahaya
d. Menghindari terjadinya kesalahan pemberian obat
Kegiatan dispensing sediaan steril meliputi :
a. Pencampuran obat suntik
Melakukan pencampuran obat steril sesuai kebutuhan pasien yang
menjamin kompatibilitas dan stabilitas obat maupun wadah sesuai dengan
dosis yang ditetapkan. Kegiatan pencampuran obat suntik meliputi
mencampur sediaan intravena ke dalam cairan infuse, melarutkan sediaan
intravena dalam bentuk serbuk dengan pelarut yang sesuai, mengemas
menjadi sediaan siap pakai.
b. Penyiapan Nutrisi Parenteral
Merupakan kegiatan pencampuran nutrisi parenteral yang dilakukan oleh
tenaga yang terlatih secara aseptis sesuai kebutuhan pasien dan menjaga
stabilitas sediaan, formula standar dan kepatuhan terhadap prosedur yang
menyertai. Adapun kegiatan dalam dispensing sediaan khusus adalah
mencampur sediaan karbohidrat, protein, lipid, vitamin, mineral untuk
kebutuhan perorangan dan mengemas ke dalam kantong khusus untuk
nutrisi.
c. Penanganan Sediaan Sitostatik
Penanganan sediaan sitostatik merupakan penanganan obat kanker secara
aseptis dalam kemasan siap pakai sesuai kebutuhan pasien oleh tenaga
farmasi yang terlatih dengan pengendalian pada keamanan terhadap
lingkungan, petugas maupun sediaan obatnya dari efek toksik dan
kontaminasi, dengan menggunakan alat pelindung diri, mengamankan pada
saat pencampuran, distribusi, maupun proses pemberian kepada pasien
sampai pembuangan limbahnya. Kegiatan dalam penanganan sediaan
sitostatik meliputi melakukan perhitungan dosis secara akurat, melarutkan
sediaan obat kanker dengan pelarut yang sesuai, mencampur sediaan obat
kanker sesuai dengan protocol pengobatan, mengemas dalam kemasan
tertentu dan membuang limbah sesuai prosedur yang berlaku.
11. Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD)
Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD) merupakan interpretasi
hasil pemeriksaan kadar Obat tertentu atas permintaan dari dokter yang
merawat karena indeks terapi yang sempit atau atas usulan dari Apoteker
kepada dokter. Adapun tujuan dari PKOD adalah :
a. Mengetahui kadar obat dalam darah
b. Memberikan rekomendasi kepada dokter yang merawat
Kegiatan PKOD meliputi :
a. Melakukan penilaian kebutuhan pasien yang membutuhkan Pemeriksaan
Kadar Obat dalam Darah
b. Mendiskusikan kepada dokter untuk persetujuan melakukan PKOD dan
Menganalisis hasil PKOD dan memberikan rekomendasi.
BAB III
TINJAUAN KHUSUS
4.1 Definisi
Gagal jantung (Heart Failure, HF) adalah kondisi patofisiologi dimana
jantung tidak mampu memompa darah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan
metabolis tubuh. Gagal jantung merupakan kumpulan gejala yang kompleks
dimana seorang pasien merasakan gejala gagal jantung diantaranya (nafas pendek
yang tipikal saat istrahat atau saat melakukan aktifitas disertai / tidak kelelahan),
tanda retensi cairan (kongesti paru atau edema pergelangan kaki), adanya bukti
objektif dari gangguan struktur atau fungsi jantung saat istrahat. Gagal jantung
sering juga diklasifikasikan sebagai gagal jantung dengan penurunan fungsi sistolik
(fraksi ejeksi) atau dengan gangguan fungsi diastolik (fungsi sistolik atau fraksi
ejeksi normal).
Tanda dan gejala gagal jantung
Gagal jantung merupakan kumpulan gejala klinis pasien
Gejala khas Tanda khas Gagal Tanda objektf
gagal jantung : Jantung
Sesak nafas saat Takikardia, edema perifer, Gangguan struktur atau
istrahat atau hepatomegali. fungsional jantung saat
aktifitas, istrahat, kardiomegali,
kelelahan, edema abnormalitas dalam gambaran
tungkai ekokardiogr
Stadium B Kelas II
Terdapat batasan aktifitas ringan. Tidak
terdapat keluhan saat istrahat, namun
Telah terbentuk penyakit struktur jantung aktifitas fisik sehari-hari menimbulkan
yang berhubungan dengan perkembangan kelelahan, palpitasi atau sesak nafas
gagal jantung, tidak terdapat tanda atau gejala
Stadium C Kelas III
Gagal jantung yang simtomatik Terdapat batasan aktifitas bermakna. Tidak
berhubungan dengan penyakit struktural terdapat keluhan saat istrahat, tetapi aktfitas
jantung yang mendasari fisik ringan menyebabkan kelelahan,
palpitasi atau sesak
Stadium D Kelas IV
Penyakit jantung struktural lanjut serta gejala Tidak dapat melakukan aktifitasfisik tanpa
gagal jantung yang sangat bermakna saat keluhan. Terdapat gejala saat istrahat.
istrahat walaupun sudah mendapat terapi Keluhan meningkat saat melakukan aktifitas
medis maksimal (refrakter)
4.2 Epidemiologi
Gagal jantung merupakan masalah kesehatan yang progresif dengan angka
mortalitas dan morbiditas yang tinggi di negara maju maupun negara berkembang
termasuk Indonesia. Di Indonesia, usia pasien gagal jantung relatif lebih muda
dibanding Eropa dan Amerika disertai dengan tampilan klinis yang lebih berat.
4.3 Patofisiologi
HF bisa karena banyak penyakit jantung atau kelainan yang merubah fungsi
sistolik, diastolik, atau keduanya. Penyebab disfungsi sistolik (menurunnya
kontraktilitas) adalah pembesaran kardiomyopati, hipertropi ventrikular, dan
pengurangan massa otot (seperti, myocardial infarction, MI). hipertropi ventrikular
bisa disebabkan oleh tekanan yang berlebihan (seperti, hipertensi sistemik atau
pulmonal) atau kelebihan volume seperti (kondisi dimana output jantung tinggi).
Penyebab disfungsi diastolik (pembatasan pada pengisian ventricular) adalah
peningkatan kekakuan ventricular. Kekakuan ventricular bisa disebabkan oleh
hipertropi ventrikular, penyakit infiltratif, dan iskemi serta infark myocardia.
Penyebab paling umum adalah penyakit iskemi jantung, hipertensi atau
keduanya. Ketika fungsi cardiac menurun, jantung bergantung pada mekanisme
kompensasi berikut :
1. Takikardi dan peningkatan kontraktilitas melalui sistem saraf simpatik
2. Mekanisme Frank-Starling, dimana peningkatan preload meningkatkan
stroke volume
3. Vasokontriksi
4. Hipertropi ventrikular dan remodelling.
Mekanisme kompensasi ini awalnya menjaga fungsi cardiac, tapi kelamaan
memicu siklus berbahaya yang memperburuk HF. Model neurohormonal dari HF
mengenali bahwa kejadian yang mengawali seperti infark myocardiac akut
menyebabkan penurunan output cardiac kondisi HF lalu menjadi penyakit sistemik
yang perkembangannya terutama didukung oleh faktor neurohormon dan
autocrine/paracrine.
Faktor pemicu yang umum yang bisa menyebabkan pasien yang
sebelumnya mengalami kompensasi tidak lagi mengalami kompensasi termasuk
yang tidak terkait dengan diet atau terapi obat, iskemi koroner, terapi yang kurang
atau tidak sesuai, hipertensi yang tidak terkontrol, dan aritmia. Obat bisa memicu
atau memperparah HF karena inotropik negatif atau efek kardiotoksik atau karena
retensi air dan natrium.
4.4 Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik muncul dari kongesti yang berkembang dibalik ventrikel
yang gagal dan sehingga tergantung pada apakah kegagalan pada sisi kiri atau
kanan. Kebanyakan pasien awalnya mengalami gagal ventrikel kiri, tapi kedua
ventrikel pada akhirnya akan terkena karena antara ventrikel terdapat dinding septal
dan karena gagal ventrikel kiri akan meningkatkan kerja ventrikel kanan.
4.5 Teknik Diagnostik
Sebagain besar pasien, namun keadaan tertentu memerlukan terapi
spesifik dan mungkin penyebab dapat dikoreksi. Uji diagnostik biasanya paling
sensitif pada pasien gagal jantung dengan fraksi ejeksi rendah. Uji diagnostik sering
kurang sensitf pada pasien gagal jantung dengan fraksi ejeksi normal.
Ekokardiografi merupakan metode yang paling berguna dalam melakukan evaluasi
disfungsi sistolik dan diastolic. Tujuan diagnosis dan terapi gagal jantung yaitu
untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas, sehingga adanya perbaikan kualitas
hidup, mengurangi masa tinggal di rumah sakit, memperlambat perkembangan
penyakit, dan memperlama hidup.
Algoritma diagnostik gagal jantung.
ARB
Candesartan 4 / 8 (1 x/hari) 32 (1 x/hari)
Valsartan 40 (2 x/hari) 160 (2 x/hari)
Antagonis aldosteron
Eplerenon 25 (1 x/hari) 50 (1 x/hari)
Spironolakton 25 (1 x/hari) 25 - 50 (1 x/hari)
Penyekat β
Bisoprolol 1,25 (1 x/hari) 10 (1 x/hari)
Carvedilol 3,125 (2 x/hari) 25 - 50 (2 x/hari)
Metoprolol 12,5 / 25 (1 x/hari) 200 (1 x/hari)
Spironolakton adalah inhibitor aldosterone yang menghasilkan efek diuretik
hemat-kalium lemah. Penggunaannya pada HF telah dipelajari karena aldosterone
adalah neurohormone yang berperan penting dalam ventricular remodelling dengan
meningkatkan deposit kolagen dan cardiac fibrosis. Karena potensinya, rendahnya
resiko, dan rendahnya biaya, spironolakton bisa digunakan untuk semua pasien HF
simtomatik. Konsentrasi serum kalium harus dimonitor secara rutin karena potensi
resiko hypokalemia.
Dosis diuretik yang biasa digunakan pada pasien gagal jantung
Diuretik Dosis awal (mg) Dosis harian (mg)
Diuretik Loop
Furosemide 20 – 40 40 – 240
Bumetanide 0.5 – 1.0 1–5
Torasemide 5 – 10 10 – 20
Tiazide
Hidrochlortiazide 25 12.5 – 100
Metolazone 2.5 2.5 – 10
Indapamide 2.5 2.5 – 5
Diuretik hemat kaliu m
Spironolakton (+ACEI/ARB) 12.5 - 25 (+ACEI/ARB) 50
(- ACEI/ARB) 50 (- ACEI/ARB) 100 - 200
Diuretik direkomendasikan pada pasien gagal jantung dengan tanda klinis
atau gejala kongesti (kelas rekomendasi I).Tujuan dari pemberian diuretik adalah
untuk mencapai status euvolemia (cairan seimbang) dengan dosis yang serendah
mungkin, yaitu harus diatur sesuai kebutuhan pasien untuk menghindari dehidrasi
atau reistensi.
Cara pemberian diuretik pada gagal jantung
• Pada saat inisiasi pemberian diuretik periksa fungsi ginjal dan serum
elektrolit
• Dianjurkan untuk memberikan diuretik pada saat perut kosong
• Sebagain besar pasien mendapat terapi diuretik loop dibandingkan tiazid
karena efisiensi diuresis dan natriuresis lebih tinggi pada diuretik loop.
Kombinasi keduanya dapat diberikan untuk mengatasi keadaan edema yang
resisten.
Angiotensin II Receptor Blocker (ARB)
Angiotensin II receptor blocker (seperti, losartan, candesartan, valsartan)
mem-block angiotensin II reseptor subtipe AT1, mencegah efek berbahaya dari
angiotensin II,dari manapun sumbernya. ARB tampaknya tidak mempengaruhi
bradikinin dan tidak dihubungkan dengan efek samping batuk yang terkadang
muncul dari akumulasi bradikinin yang dirangsang oleh penggunaan ACE inhibitor.
Meski beberapa data menyarankan bahwa ARB menghasilkan manfaat
mortalitas yang sama dengan ACE inhibitor tapi dengan efek samping yang lebih
kecil, ACE inhibitor tetapi merupakan obat pilihan untuk HF karena khasiatnya
yang telah terbukti, yang juga terlihat untuk MI dan diabetes.
Saat ini, ARB pada HF sebaiknya terbatas pada pasien yang tidak bisa
menerima ACE inhibitor, terutama karena batuk yang sulit disembuhkan atau
angioedema. ARB sebaiknya tidak menjadi alternatif bagi pasien dengan hipotensi,
hiperkalemi, atau gangguan fungsi ginjal, karena ACE inhibitor sebab ARB akan
memberikan efek samping seperti itu.
Angina
Penyekat β merupakan pilihan utama dalam tatalaksana penyakit penyerta
ini. Revaskularisasi dapat menjadi pendekatan alternatif untuk pengobatan kondisi
ini.
Tabel 20 Rekomendasi terapi farmakologis angina pectoris stabil pada
pasien gagal jantung
Langkah I :
Penyekat β, merupakan rekomendasi lini pertama untuk mengurangi angina
karena obat ini juga memiliki keuntungan pada terapi gagal jantung
Alternatif penyekat β
• Ivabradin, harus dipertimbangkan pada pasien dengan irama sinus yang
intoleran terhadap penyekat β untuk menghilangkan angina
• Nitrat per oral atau transkutan, harus dipertimbangkan pada pasien yang
intoleran terhadap penyekat β, untuk menghilangkan angina
• Amlodipin, harus dipertimbangkan pada pasien yang intoleran terhadap
penyekat β, untuk menghilangkan angina
• Nicorandil, dapat dipertimbangkan pada pasien yang intoleran terhadap
penyekat β, untuk menghilangkan angina
Langkah 2 : Menambahkan obat anti angina
Berikut adalah obat yang dapat ditambahkan pada penyekat β, bila kombinasi tidak
direkomendasi
• Penambahan ivabradine direkomdasikan bila angina persisten walaupun
sudah mendapat pengobatan dengan penyekat β (atau alternatifnya), untuk
menghilangakan angina
• Penambahan nitrat per oral atau transkutan, direkomdasikan bila angina
persisten walaupun sudah mendapat pengobatan dengan penyekat β (atau
alternatifnya), untuk menghilangakan angina
• Penambahan amlodipin, direkomdasikan bila angina persisten walaupun
sudah mendapat pengobatan dengan penyekat β (atau alternatifnya), untuk
menghilangakan angina
Penambahan nicorandil dapat dipertimbangkan bila angina persisten
walaupun sudah mendapat pengobatan dengan penyekat β (atau
alternatifnya), untuk menghilangakan angina
Langkah 3 : Revaskularisasi koroner
Revaskularisasi koroner direkomendasikan bila angina persisten walaupun sudah
mendapat dua obat anti angina
Alternatif revaskularisasi koroner : obat angina ke-3 dari yang telah disebutkan
diatas dapat dipertimbangkan bila angina persisten walaupun sudah mendapat dua
obat anti angina
Diltiazem dan verapamil tidak direkomendasikan karena bersifat inotropik
negative, dan dapat memperburuk kondisi gagal jantung
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) yang telah
dilaksanakan di Rumah Sakit Muhammadiyah Bandung pada bulan Agustus 2018,
dapat disimpulkan bahwa :
1) Telah Meningkatnya pemahaman calon apoteker tentang peran, fungsi, posisi
dan tanggung jawab apoteker dalam pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit.
2) Telah terbekalinya calon apoteker mengenai wawasan, pengetahuan,
keterampilan dan pengalaman praktis untuk melakukan pekerjaan kefarmasian
di Rumah Sakit.
3) Telah terberikannya gambaran nyata terhadap calon apoteker mengenai
permasalahan pekerjaan kefarmasian di Rumah Sakit.
5.2. Saran
Berdasarkan hasil kegiatan PKPA yang dilaksanakan di Rumah Sakit
Muhammadiyah Bandung, ada beberapa hal yang dapat disarankan :
1) Menyediakan media informasi seperti buku-buku informasi obat terbaru,
majalah tentang obat, jurnal terbaru, dan lain sebagainya untuk meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan bagi Apoteker.
2) Apoteker menyediakan leaflet/brosur sebagai media penyebaran informasi
mengenai obat dan kesehatan yang dapat dimanfaatkan oleh pasien saat sedang
menunggu obat.
DAFTAR PUSTAKA
MUHAMMADIYAH BANDUNG
BADAN
PELAKSANA
HARIAN
DIREKTUR
DIREKTUR
PFT
ADMINISTRASI DAN
PERENCANAAN DAN
RAWAT JALAN PELAYANAN
PENGADAAN
INFORMASI OBAT
PERSEDIAAN
RUANGAN
PRODUKSI
MONITORING DAN EVALUASI
LAMPIRAN 3
KOMITE MEDIK
KETUA DOKTER
SEKRETARIS APOTEKER
Dokter Penderita
Dikendalikan Dikendalikan
Resep Perawat
IFRS
Perawat
Kereta Obat
menyiapkan obat
Perawat memberi
PASIEN
obat
LAMPIRAN 5
Resep
IFRS
ganti
Beri Harga Konsultasi Dokter tidak diganti
Salinan resep
Setuju Tidak Setuju
Salinan Resep
Resep & Pasien Resep diserahkan
diberi nomor pada pasien
Obat
Obat diperiksa
Faktur
LAMPIRAN 8
LAMPIRAN 9