Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Keberhasilan pertolongan terhadap penderita gawat darurat sangat tergantung
dari kecepatan dan ketepatan dalam memberikan pertolongan. Semakin cepat pasien
ditemukan maka semakin cepat pula pasien tersebut mendapat pertolongan sehingga
terhindar dari kecacatan atau kematian.
Kondisi kekurangan oksigen merupakan penyebab kematian yang cepat.
Kondisi ini dapat diakibatkan karena masalah sistem pernafasan ataupun bersifat
sekunder akibat dari gangguan sistem tubuh yang lain. Pasien dengan kekurangan
oksigen dapat jatuh dengan cepat ke dalam kondisi gawat darurat sehingga memerlukan
pertolongan segera. Apabila terjadi kekurangan oksigen 6-8 menit akan menyebabkan
kerusakan otak permanen, lebih dari 10 menit akan menyebabkan kematian. Oleh
karena itu pengkajian pernafasan pada penderita gawat darurat penting dilakukan secara
efektif dan efisien.
Tahapan kegiatan dalam penanggulangan penderita gawat darurat telah
mengantisipasi hal tersebut. Pertolongan kepada pasien gawat darurat dilakukan dengan
terlebih dahulu melakukan survei primer untuk mengidentifikasi masalah-masalah yang
mengancam hidup pasien, barulah selanjutnya dilakukan survei sekunder.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana anatomi sistm pernapasan?
2. Bagaimana konsep airway, breathing dan circulation?
3. Bagaimana prosedur tindakan airway, breathing dan circulation?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui anatomi sistm pernapasan,
2. Untuk mengetahui konsep airway, breathing dan circulation,
3. Untuk mengetahui prosedur tindakan airway, breathing dan circulation.

1
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Anatomi Sistem Pernafasan

Respirasi adalah pertukaran gas, yaitu oksigen (O²) yang dibutuhkan tubuh
untuk metabolisme sel dan karbondioksida (CO²) yang dihasilkan dari metabolisme
tersebut dikeluarkan dari tubuh melalui paru. Saluran pernapasan terbagi atas beberapa
bagian yaitu:
1. Saluran Nafas Bagian Atas
a. Rongga hidung
Merupakan fungsi utama dari selaput lendir respirasi (terdiri dari: Psedostrafied
ciliated columnar epithelium) yang berfungsi menggerakkan partikel partikel
halus kearah faring sedangkan partikel yang besar akan disaring oleh bulu
hidung, sel golbet dan kelenjar serous yang berfungsi melembabkan udara yang
masuk, pembuluh darah yang berfungsi menghangatkan udara). Ketiga hal
tersebut dibantu dengan concha. Kemudian udara akan diteruskan ke:
b. Nasofaring (terdapat pharyngeal tonsil dan Tuba Eustachius).
c. Orofaring (merupakan pertemuan rongga mulut dengan faring,terdapat pangkal
lidah).
d. Laringofaring (terjadi persilangan antara aliran udara dan aliran makanan).
Normalnya, manusia akan berusaha bernapas melalui hidung, dan pada keadaan
tertentu akan bernapas melalui mulut. Udara yang masuk akan mengalami
proses penghangatan dan pelembapan. Pada korban yang tidak sadar, lidah akan
terjatuh kebelakang rongga mulut. hal ini dapat menyebabkan gangguan pada
airway. Lidah pada bayi lebih besar secara relatif sehingga lebih mudah
menyumbat airway.
2. Saluran Nafas Bagian Bawah
a. Laring: Terdiri dari Tulang rawan krikoid, Selaput/pita suara, Epilotis, Glotis.
b. Trakhea: Merupakan pipa silider dengan panjang ± 11 cm, berbentuk ¾ cincin
tulang rawan seperti huruf C. Bagian belakang dihubungkan oleh membran
fibroelastic menempel pada dinding depan usofagus. Pada bayi, trakea
berukuran lebih kecil, sehingga tindakan mendongakan kepala secara berlebihan
(hiperekstensi) akan menyebabkan sumbatan pada airway.

2
c. Bronkhi: Merupakan percabangan trakhea kanan dan kiri. Tempat percabangan
ini disebut carina. Brochus kanan lebih pendek, lebar dan lebih dekat
dengan trachea. Bronchus kanan bercabang menjadi: lobus superior, medius,
inferior. Brochus kiri terdiri dari : lobus superior daninferior
d. Epiglotis: Trakea dilindungi oleh sebuah flap berbentuk daun yang berukuran
kecil yang dinamakan epiglotis. Normalnya, epiglotis menutup laring pada saat
makanan atau minuman masuk melalui mulut, sehingga akan diteruskan ke
esofagus. Tetapi, pada keadaan tertentu seperti trauma atau penyakit, refleks ini
tidak dapat berjalan sebagaimana mestinya, sehingga dapat terjadi masuknya
benda padat atau cair ke laring yang dapat mengakibatkan tersedak.
1. Alveoli
Terdiri dari: membran alveolar dan ruang interstisial. Membran alveolar:
a. Small alveolar cell dengan ekstensi ektoplasmik ke arah rongga alveoli
b. Large alveolar cell mengandung inclusion bodies yang
menghasilkan surfactant.
c. Anastomosing capillary, merupakan system vena dan arteri yang saling
berhubungan langsung, ini terdiri dari : sel endotel, aliran darah dalam
rongga endotel
d. Interstitial space merupakan ruangan yang dibentuk oleh: endotel kapiler, epitel
alveoli, saluran limfe, jaringan kolagen dan sedikit serum.
Aliran pertukaran gas: Proses pertukaran gas berlangsung sebagai berikut: alveoli
epitel alveoli « membran dasar « endotel kapiler « plasma « eitrosit. Membran «
sitoplasma eritrosit « molekul hemoglobin.Surfactant: Mengatur hubungan antara
cairan dan gas. Dalam keadaan normal surfactant ini akan menurunkan tekanan
permukaan pada waktu ekspirasi, sehingga kolaps alveoli dapat dihindari.
2. Sirkulasi Paru
Mengatur aliran darah vena-vena dari ventrikel kanan ke arteri pulmonalis dan
mengalirkan darah yang bersifat arterial melaului vena pulmonalis kembali
ke ventrikel kiri.
3. Bronkus dan paru
Merupakan jalinan atau susunan bronhus bronkhiolus, bronkhiolus
terminalis, bronkhiolus respiratoty, alveoli, sirkulasi paru, syaraf, sistem limfatik.
Pada alveolus akan terjadi pertukaran oksigen dengan karbondioksida.

3
4. Rongga dan Dinding Dada
Rongga ini terbentuk oleh:
a. Otot-otot interkostalis
b. Otot -otot pektoralis mayor dan minor
c. Otot- otot trapezius
d. Otot-otot seratus anterior/posterior
e. Kosta- kosta dan kolumna vertebralis
f. Kedua hemi diafragma.
Yang secara aktif mengatur mekanik respirasi.
B. Jalan Napas (Airway)
1. Definisi
Airway merupakan komponen yang penting dari sistem pernapasan adalah hidung
dan mulut, faring, epiglotis, trakea, laring, bronkus dan paru. Sehingga Penilaian
jalan napas (Airway) pada korban yang pertama kali adalah:
a) Mendengarkan apakah ada suara nafas tambahan?
b) Apakah jalan nafas terbuka
c) Lindungi C-spin
2. Tanda-tanda sumbatan pada jalan nafas yaitu:
a) Bagian atas
1) Snoring: suara seperti orang ngorok dimana pangkal lidah yang jatuh ke
belakang.
2) Gurgling: seperti orang berkumur dimana dikarenakan adanya cairan atau
darah.
3) Stridor: terjadi karena uap panas atau gas yang mengakibatkan mukosa
bengkak ataupun jalan nafanya menjadi kasar.
b) Bagian bawah
1) Rales
2) Wheezing: seperti suara biola dimana mengalami penyempitan di
bronkusnya.
3) Stridor
3. Pengelolaan Jalan Napas Menggunakan Alat
a. Oropharyngeal Tube

4
Ada yang menyebutnya sebagai oropharingeal airway, ada yang menyebutnya
mayo tube, atau ada juga yang menyebutnya dengan istilah gudel.
1) Pengertian
Memasang oropharingeal tube adalah suatu tindakan pemenuhan kebutuhan
oksigen dengan membebaskan jalan nafas melalui pemasangan
oropharingeal tube melalui rongga mulut ke dalam pharing .
2) Tujuan
a) Membebaskan jalan nafas
b) Mencegah lidah jatuh atau melekat pada dinding posterior pharing
c) Memudahkan penghisapan lendir
d) Langkah-langkah Pelaksanaan
3) Persiapan pasien dan keluarga
a) Menjelaskan maksud dan tujuan tindakan
b) Menjelaskan prosedur tindakan termasuk selama pemasangan
oropharing tube pasien tidak diperbolehkan makan dan minum
c) Memberikan posisi sesuai kebutuhan
4) Alat-alat
a) Oropharingeal tube sesuai kebutuhan
b) Kassa steril 2 buah
c) Plester dan gunting
d) Nierbekken
e) Spatel lidah
f) Handschoen
5) Lingkungan : Menjaga privacy pasien
6) Perawat
a) Mencuci tangan

5
b) Menilai keadaan umum pasien
c) Mengukur tanda-tanda vital
d) Mengobservasi pola nafas
7) Pelaksanaan
a) Perawat memakai handschoen
b) Membuka mulut pasien, tahan lidah dengan menggunakan tongue spatel
c) Bersihkan mulut dengan kassa steril
d) Masukkan oropharing tube melalui rongga mulut dengan ujung
mengarah ke palatum, setelah masuk dinding belakang pharing lalu
putar oropharingeal tube 180º sampai posisi ujung mengarah ke
oropharing
e) Lakukan fiksasi dipangkal oropharing tube dengan plester tanpa
menutup lubang oropharing tube
f) Berikan posisi yang nyaman
g) Rapikan pasien dan alat-alat
h) Buka handschoen dan cuci tangan
i) Membuat catatan keperawatan meliputi:
(1) Keadaan umum pasien
(2) Tindakan dan hasil setelah dilakukan
(3) Tanda-tanda vital
(4) Pola nafas
CATATAN:
1. Oropharingeal tube tidak boleh dipasang pada pasien sadar.
2. Oropharingeal tube dipasang pada pasien yang tidak sadar atau pada pasien
dengan penurunan kesadaran.
3. Pada pasien yang dilakukan pemasangan oropharing tube harus dilakukan
oral hygiene.
4. Ukuran oropharingeal: disesuaikan dengan mengukur panjang
oropharingeal dari mulut ke mandibula atau sesuai ukuran:
a. Kode 00 untuk bayi kecil/premature.
b. Kode 0 untuk bayi.
c. No. 1 untuk anak usia 1-3 tahun.
d. No. 2 untuk anak usia 3-8 tahun.
e. No. 3 untuk usia 8 tahun.

6
f. No. 4 dan 5 untuk dewasa.
b. Suctioning

1. Pengertian
Suctioning atau penghisapan merupakan tindakan untuk mempertahankan
jalan nafas sehingga memungkinkan terjadinya proses pertukaran gas yang
adekuat dengan cara mengeluarkan secret pada klien yang tidak mampu
mengeluarkannya sendiri. ( Ignativicius, 1999 ).
2. Indikasi
Indikasi dilakukannya penghisapan adalah adanya atau banyaknya secret
yang menyumbat jalan nafas, ditandai dengan:
a. Terdengar adanya suara pada jalan nafas.
b. Hasil auskultasi : ditemukan suara crackels atau ronkhi.
c. Kelelahan.
d. Nadi dan laju pernafasan meningkat.
1) Ditemukannya mukus pada alat bantu nafas.
2) Permintaan dari klien sendiri untuk disuction.

7
3) Meningkanya peak airway pressure pada mesin ventilator
c. Prosedur
Hudak (1997) menyatakan persiapan alat scara umum untuk tindakan penghisapan
adalah sebagai berikut:
1) Kateter suction steril yang atraumatik
2) Sarung tangan
3) Tempat steril untuk irigasi
4) Spuit berisi cairan NaCl steril untuk irigasi trachea jika diindikasikan
(Ignativicius, 1999) menuliskan langkah-langkah dalam melakukan tindakan
penghisapan adalah sebagai berikut:
a) Kaji adanya kebutuhan untuk dilakukannya tindakan penghisapan.
(usahakan tidak rutin melakukan penghisapan karena
menyebabkankerusakan mukosa, perdarahan, dan bronkospasme)
b) Lakukan cuci tangan, gunakan alat pelindung diri dari kemungkinan
terjadinya penularan penyakit melalui secret
c) Jelaskan kepada pasien mengenai sensasi yang akan dirasakan selama
penghisapan seperti nafas pendek, , batuk, dan rasa tidak nyaman
d) Check mesin penghisap, siapkan tekanan mesin suction pada level 80-120
mmHg untuk menghindari hipoksia dan trauma mukosa
e) Siapkan tempat yang steril
f) Lakukan preoksigenasi dengan O2 100% selama 30 detik sampai 3 menit
untuk mencegah terjadinya hipoksemia
g) Secara cepat dan gentle masukkan kateter, jangan lakukan suction saat
kateter sedang dimasukkan
h) Tarik kateter 1-2 cm, dan mulai lakukan suction. Lakukan suction secara
intermitten, tarik kateter sambil menghisap dengan cara memutar. Jangan
pernah melakukan suction lebih dari 10=15 “
i) Hiperoksigenasi selama 1-5 menit atau bila nadi dan SaO2 pasien normal
j) Ulangi prosedur bila diperlukan (maksimal 3 x suction dalam 1 waktu)
k) Tindakan suction pada mulut boleh dilakukan jika diperlukan, lakukan
juga mouth care setelah tindakan suction pada mulut
l) Catat tindakan dalan dokumentasi keperawatan mengenai karakteristik
Sputum (jumlah, warna, konsistensi, bau, adanya darah) dan respon pasien.

8
c. Intubasi Endotracheal (ETT)

1. Pengertian
ETT adalah tindakan untuk memasukan pipa endotracheal ke dalam trachea,
yang biasa digunakan sebagai pembebasan jalan nafas, pemberian nafas
buatan dengan bag and mask dan lain sebagainya.
2. Tujuan
a) Pembebasan jalan nafas
b) Pemberian nafas buatan dengan bag and mask
c) Pemberian nafas buatan secara mekanik (respirator)
d) Memungkinkan penghisapan sekret secara adekuat
e) Mencegah aspirasi asam lambung (dengan adanya balon yang
dikembangkan
f) Mencegah distensi lambung
g) Pemberian oksigen dosis tinggi
3. Indikasi
a) Adanya obstruksi jalan nafas bagian atas
b) Pasien yang memerlukan bantuan nafas dengan respirator
c) Pemberian anestesi
d) Terdapat banyak sputum (pasien tidak dapat mengeluarkan sendiri)
4. Jenis Intubasi
a) Intubasi oral
b) Intubasi nasal
5. Keuntungan dan kerugian intubasi nasal dan oral
a) Intubasi Nasal
Keuntungan :

9
- asien merasa lebih enak / nyaman
- Lebih mudah dilakukan pada pasien sadar
- Tidak akan tergigit
Kerugian :
- Pipa ETT yang digunakan lebih kecil
- Penghisapan sekret lebih sulit
- Dapat terjadi kerusakan jaringan dan perdarahan
- Lebih sering terjadi infeksi (sinusitis)
b) Intubasi Oral
Keuntungan :
- Lebih mudah dilakukan
- Bisa dilakukan dengan cepat pada pasien emergency
- Resiko terjadinya trauma jalan nafas lebih kecil
Kerugian :
- Tergigit
- Lebih sulit dilakukan oral hygiene
- Tidak nyaman
6. Faktor faktor penyulit
a. Leher pendek
b. Fraktur cervical
c. Rahang bawah kecil
d. Ada massa di pharing dan laring
7. Persiapan Pasien, Alat-Alat dan Obat-Obatan
a) Persiapan Pasien
1. Beritahu pasien tentang tindakan yang akan dilakukan
2. Mintakan persetujuan keluarga / informed consent
3. Berikan suport mental.
4. Sudah terpasang infuse dan infuse menetes dengan lancar
5. Hisap cairan / sisa makanan dari NG Tube
6. Pasien memakai bantal setinggi10-12cm
b) Persiapan Alat
1. Sarung tangan
2. O2,slang O2 dan BVM (bag valve mask)

10
3. Laringoskop lengkap dengan blade sesuai ukuran pasien dan lampu
harus menyala dengan terang
4. Alat-alat suction (yakinkan berfungsi dengan baik)
5. Xylocain jelly/ xylicain spray dan KY jelly
6. ETT sesuai ukuran
- Anak-anak: usia (dalam tahun) + 4 kemudian dibagi 4 masukan dalam
ETT lalu ujungnya dibentuk spt stick golf à10. Stylet/mandrin (
ukuran 2/3 Ø ETT)
- Dewasa laki-laki: 7; 7,5; 8.
- Dewasa wanita: 6,5 ; 7 ;7,5.
7. Magil forcep
8. Oropharyngeal tube/airway sesuai ukuran pasien
9. Stetoskop
10. Spuit 20cc untuk mengisi cuff
11. Plester untuk fiksasi
12. Gunting
c) Persiapan Obat-obatan
1. Obat-obatan intubasi :
a. Penthotal 25mg/cc dosis 3-5 mg/ kg BB
b. Dormicum 0,6 mg/kgBB
c. Diprivan 1-2mg/kgBB
d. Muscle relaxan
e. Succinyl scolin 20mg/cc: 1-2mg/kgBB.
f. Pavulon 0,15mg/kgBB
g. Tracrium 0,5-0,6 mg / kgBB
h. Norcuron 0,1 mg / kgBB
2. Obat-obat emergency:
a. Sulfas atropine
b. Ephedrine
c. Adrenalin
d. Lidokain 2%, dll
d) Prosedur Pemasangan
1. Mencuci tangan lalu memakai sarung tangan
2. Posisi pasien terlentang

11
3. Kepala diganjal bantal setinggi 12 cm
4. Pilih ukuran pipa ETT yang akan digunakan
5. Periksa balon pipa/ cuff ETT
6. Pasang blade yang sesuai
7. Oksigenasi dengan bag and mask / ambubag dengan O2 100% selama
5mnt agar pasien tidak hipoksia
8. Masukan obat-obat sedasi dan muscle relaksan
9. Pentotal secara titrasi
10. Scolin dimasukan pelan-pelan sekali dosis
11. Buka mulut dengan laryngoskop sampai terlihat epiglottis
12. Dorong blade sampai pangkal epiglottis
13. Lakukan penghisapan lendir bila banyak secret
14. Anestesi daerah laryng dengan xylocain spray (bila kasus emergency
tidak perlu dilakuka)
15. Masukan ETT yang sebelumnya diberi jelly (lepas laryngoskop,tarik
stylet lalu sambungkan ke ambubag,lalu pompa)
16. Cek apakah ETT sudah benar posisinya
17. Isi cuff/balon dengan udara sampai kebocoran tidak terdengar
18. Dengarkan suara nafas,bandingkan kanan dan kiri
19. Pasang oropharyngeal airway agar ETT tidak tergigit
20. Lakukan fiksasi dengan plester
21. Hubungkan ETT dengan ventilator
22. K/p cek foto thorax
e) Hal-hal yang Didokumentasikan
1. Tanggal pemasangan,siapa yang memasang
2. Nomor ETT
3. Jumlah udara yang dimasukan pada balon
4. Batas masuknya NTT/OTT
5. Obat-obat yang diberikan
6. Respon pasien / kesulitan yang terjadi
f) Perawatan Intubasi
1. Fiksasi harus baik
2. Gunakan orophryngeal airway (mayo) pada pasien yang tidak
kooperatif

12
3. Hati-hati waktu mengganti posisi pasien
4. Jaga kebersihan mulut dan hidung
5. Jaga patensi jalan nafas
6. Humidifikasi yang adekuat
7. Pantau tekanan balon
8. Observasi TTV dan suara paru-paru
9. Lakukan fisioterapi nafas tiap 4 jam
10. Lakukan suction setiap fisioterapi nafas dan sewaktu-waktu bila
ada suara lender
11. Yakinkan bahwa konektor mengetahui perkembangan
12. Cek blood gas untuk mengetahui perkembangan
13. Lakukan foto thorax segera setelah intubasi dan dalam waktu-
waktu tertentu
14. Observasi terjadinya emfisema cutis
15. Air dalam water trap harus sering terbuang
16. Pipa ETT ditandai di ujung mulut / hidung
4. Pengelolaan Jalan Napas Tanpa Alat
Lidah merupakan penyebab utama tertutupnya jalan napas pada korban
tidak sadar. Pada korban yang tidak sadar, lidah akan kehilangan kekuatan
ototnya sehingga akan terjatuh kebelakang rongga mulut. Hal ini
mengakibatkan tertutupnya trakea sebagai jalan napas. Pada kasus-kasus
tertentu, korban membutuhkan bantuan pernapasan. Sebelum diberikan bantuan
pernapasan, jalan napas korban harus terbuka. Ada dua manuver yang lazim
digunakan untuk membuka jalan napas, yaitu Head tilt / Chin lift dan jaw trust
manuver.
a. Head Tilt / Chin Lift
Tehnik ini hanya dapat digunakan pada korban tanpa cedera kepala, leher,
dan tulang belakang. Tahap-tahap untuk melakukan tehnik ini adalah:
1. Letakkan tangan pada dahi korban (gunakan tangan yang paling dekat
dengan dahi korban).
2. Pelan-pelan tengadahkan kepala pasien dengan mendorong dahi kearah
belakang.

13
3. Letakkan ujung-ujung jari tangan yang satunya pada bagian tulang dari
dagu korban. Jika korban anak-anak, gunakan hanya jari telunjuk dan
diletakkan dibawah dagu.
4. Angkat dagu bersamaan dengan menengadahkan kepala. Jangan samapi
mulut korban tertutup. Jika korban anak-anak, jangan terlalu
menengadahkan kepala.
5. Pertahankan posisi ini.
b. Jaw Trust Manuver
Tehnik ini dapat digunakan selain tehnik diatas. Walaupun tehnik ini
menguras tenaga, namun merupakan yang paling sesuai untuk korban
dengan cedera tulang belakang. Tahap-tahap untuk melakukan tehnik ini
adalah:
1. Berlutut diatas kepala korban. Letakkan siku pada lantai di kedua sisi
kepala korban. Letakkan tangan di kedua sisi kepala korban.
2. Cengkeram rahang bawah korban pada kedua sisinya.jika korban anak-
anak, gunakan dua atau tiga jari dan letakkan pada sudut rahang.
3. Gunakan gerakan mengangkat untuk mendorong rahang bawah korban
keatas. Hal ini menarik lidah menjauhi tenggorokan.
4. Tetap pertahankan mulut korban sedikit terbuka. Jika perlu, tarik bibir
bagian bawah dengan kedua ibu jari.
5. Pembebasan Jalan Nafas oleh Benda Asing
Adapun teknik teknik cara mengatasi sumbatan jalan nafas oleh benda asing,
tujuannya adalah mengeluarkan benda asing sehingga jalan nafas tidak
terhalang oleh benda asing.
a. Indikasi
Untuk menghilangkan obstruksi di jalan napas atas yang disebabkan oleh
benda asing dan yg ditandai oleh beberapa atau semua dari tanda dan gejala
berikut ini:
1) Secara mendadak tidak dapat berbicara
2) Tanda-tanda umum tercekik-rasa leher tercengkeram
3) Bunyi berisik selama inspirasi
4) Penggunaan otot asesoris selama bernapas dan peningkatan kesulitan
bernapas
5) Sukar batuk atau batuk tidak efektif atau tidak mampu untuk batuk

14
6) Tidak terjadi respirasi spontan atau sianosis
7) Bayi dan anak dg distres respirasi mendadak disertai dg batuk, stidor
atau wising
b. Kontraindikasi dan Perhatian
1) Pada klien sadar, batuk volunter menghasilkan aliran udara yg besar
dan dapat menghilangkan obstruksi.
2) Chest thrust hendaknya tidak digunakan pada klien yg mengalami cedera
dada, seperti flail chest, cardiac contusion, atau fraktur sternal (Simon
& Brenner, 1994).
3) Pada klien yg sedang hamil tua atau yg sangat obesitas, disarankan
dilakukan chest thrusts.
4) Posisi tangan yg tepat merupakan hal penting untuk menghindari cedera
pada organ-organ yang ada dibawahnya selama dilakukan chest thrust.
c. Peralatan
1) Suction oral, jika tersedia.
2) Magill atau Kelly forcep dan laryngoscope (untuk mengeluarkan benda
asing yang dapat dilihat di jalan napas atas).
d. Persiapan Klien
1) Posisi klien duduk, berdiri atau supine
2) Suction semua darah/mukus yg terlihat dimulut klien
3) Keluarkan semua gigi yg rusak/tanggal
4) Siapkan utk dilakukan penanganan jalan napas yg definitif, misalnya
cricothyrotomi
e. Metode
1. Tahapan Prosedur Abdominal Thrust
Jika pasien dalam keadaan berdiri/duduk:
a) Anda berdiri di belakang klien.
b) Lingkarkan lengan kanan anda dengan tangan kanan terkepal,
kemudian pegang lengan kanan tersebut dengan lengan kiri. Posisi
lengan anda pada abdomen klien yakni dibawah prosesus xipoideus
dan diatas pusat/umbilikus.
c) Dorong secara cepat (thrust quickly), dengan dorongan pada
abdomen ke arah dalam-atas.

15
d) Jika diperlukan, ulangi abdominal thrust beberapa kali utk
menghilangkan obstruksi jalan napas.
e) Kaji jalan napas secara sering utk memastikan
keberhasilan tindakan ini.
Jika pasien dlm keadaan supine/unconcious:
a) Anda mengambil posisi berlutut/mengangkangi paha klien.
b) Tempatkan lengan kiri anda diatas lengan kanan anda yg menempel
di abdomen tepatnya di bawah prosesus xipoideus dan diatas
pusat/umbilikus.
c) Dorong secara cepat (thrust quickly), dengan dorongan pada
abdomen ke arah dalam-atas.
d) Jika diperlukan, ulangi abdominal thrust beberapa kali untuk
menghilangkan obstruksi jalan napas.
e) Kaji jalan napas secara sering utk memastikan
keberhasilan tindakan ini.
Jika mungkin, lihat secara langsung mulut dan paring klien dengan
laringoskopi dan jika tampak utamakan mengekstraksi benda asing
tersebut menggunakan Kelly atau Megil forcep
2. Tahapan Prosedur Chest Thrust
Jika posisi klien duduk/ berdiri:
a) Anda berdiri di belakang klien.
b) Lingkarkan lengan kanan anda dengan tangan kanan terkepal di area
midsternal di atas prosesus xipoideus klien (sama seperti pada posisi
saat kompresi jantung luar)
c) Lakukan dorongan (thrust) lurus ke bawah ke arah spinal. Jika perlu
ulangi chest thrust beberapa kali utk menghilangkan obstruksi jalan
napas.
d) Kaji jalan napas secara sering utk memastikan
keberhasilan tindakan ini.
Jika posisi klien supine:
a) Anda mengambil posisi berlutut/mengangkangi paha klien.
b) Tempatkan lengan kiri anda diatas lengan kanan anda dan posisikan
bagian bawah lengan kanan anda pada area midsternal di atas

16
prosesus xipoideus klien (sama seperti pada posisi saat
kompresi jantung luar).
c) Lakukan dorongan (thrust) lurus ke bawah ke arah spinal. Jika perlu
ulangi chest thrust beberapa kali utk menghilangkan obstruksi jalan
napas.
d) Kaji jalan napas secara sering utk memastikan keberhasilan tindakan
ini.
Jika mungkin, lihat secara langsung mulut dan paring klien dengan
laringoskopi dan jika tampak utamakan mengekstraksi benda asing
tersebut menggunakan Kelly atau Megil forcep.
3. Tahapan Prosedur Back Blow
Untuk Bayi:
a) Bayi diposisikan prone diatas lengan bawah anda, dimana kepala
bayi lebih rendah dari pada badannya.
b) Topang kepala bayi dengan memegang rahang bayi.
c) Lakukan 5 kali back blow dengan kuat antara tulang belikat
menggunakan tumit tangan anda.
d) Putar bayi ke posisi supine, topang kepala dan leher bayi dan
posisikan di atas paha.
e) Tentukan lokasi jari setingkat dibawah nipple bayi. Tempatkan jari
tengah anda pada sternum dampingi dengan jari manis.
f) Lakukan chest thrust dengan cepat.
g) Ulangi langkah 1-6 sampai benda asing keluar atau hilangnya
kesadaran.
h) Jika bayi kehilangan kesadaran, buka jalan napas dan buang benda
asing jika ia terlihat. Hindari melakukan usapan jari secara
“membuta” pada bayi dan anak, karena benda asing dapat terdorong
lebih jauh ke dalam jalan napas.
Untuk Anak 1-8th:
Untuk klien yang berdiri/duduk:
a) Posisi anda dibelakang klien.
b) Tempatkan lengan anda dibawah aksila, melingkari tubuh korban.
c) Tempatkan tangan anda melawan abdomen klien, sedikit di atas
pusar dan dibawah prosesus xipoideus.

17
d) Lakukan dorongan ke atas (upward thrusts) sampai benda asing
keluar atau pasien kehilangan kesadaran.
Untuk klien pada posisi supine:
a) Posisi anda berlutut disamping klien atau mengangkangi paha klien.
b) Tempatkan lengan anda di atas pusar & dibawah prosesus
xipoideus.
c) Lakukan thrust ke atas dengan cepat, dengan arah menuju tengah-
tengah dan tidak diarahkan ke sisi abdomen.
d) Jika benda asing terlihat, keluarkan dengan menggunakan sapuan
jari tangan.
C. Pernapasan (Breathing)
Bernapas adalah usaha seseorang secara tidak sadar/otomatis untuk melakukan
pernafasan. Tindakan ini merupakan salah satu dari prosedur resusitasi jantung paru
(RJP). Untuk menilai seseorang bernafas secara normal dapat dilihat dari berapa kali
seseorang bernapas dalam satu menit, secara umum;
1. Frekuensi/jumlah pernapasan 12-20x/menit (dewasa), anak (20-30x/menit), bayi
(30-40x/menit)
2. Dada sampai mengembang
Pernapasan dikatakan tidak baik atau tidak normal jika terdapat keadaan berikut ini:
a. Ada tanda-tanda sesak napas: peningkatan frekuensi napas dalam satu menit.
b. Ada napas cuping hidung (cuping hidung ikut bergerak saat bernafas)
c. Ada penggunaan otot-otot bantu pernapasan (otot sela iga, otot leher, otot perut)
d. Warna kebiruan pada sekitar bibir dan ujung-ujung jari tangan
e. Tidak ada gerakan dada
f. Tidak ada suara napas
g. Tidak dirasakan hembusan napas
h. Pasien tidak sadar dan tidak bernapas
Tindakan-tindakan ini dapat dilakukan bila pernapasan seseorang terganggu:
1) Cek pernapasan dengan melihat dada pasien dan mendekatkan pipi dan telinga ke
hidung dan mulut korban dengan mata memandang ke arah dada korban (max 10
detik)
2) Bila korban masih bernapas namun tidak sadar maka posisikan korban ke posisi
mantap (posisikan tubuh korban miring ke arah kiri) dan pastikan jalan napas tetap

18
terbuka; segera minta bantuan dan pastikan secara berkala (tiap 2 menit) di cek
pernapasannya apakah korban masih bernapas atau tidak.
Jika korban bernapas tidak efektif (bernapas satu-satu, ngap-ngap, atau tidak bernapas):
a) Aktifkan sistem gawat darurat (bila ada orang lain minta orang lain untuk
mencari atau menghubungi gawat darurat)
b) Buka jalan napas dengan menengadahkan kepala korban dan menopang dagu
korban (head tilt dan chin lift)
c) Pastikan tidak ada sumbatan dalam mulut korban; bila ada sumbatan dapat
dibersihkan dengan sapuan jari-balut dua jari anda dengan kain dan usap dari
sudut bibir sapu ke dalam dan ke arah luar
d) Berikan napas buatan dengan menarik napas biasa lalu tempelkan bibir anda ke
bibir korban dengan perantaraan alat pelindung diri (face mask, face shield) lalu
hembuskan perlahan >1 detik sambil jari tangan anda menutup hidung korban
dan mata anda melihat ke arah dada korban untuk menilai pernapasan buatan
yang anda berikan efektif atau tidak (dengan naiknya dada korban maka
pernapasan buatan dikatakan efektif)
e) Berikan nafas buatan 2x lalu periksa denyut nadi korban (menggunakan jari
telunjuk dan jari tengah raba bagian tengah jakun, lalu geser ke arah samping
hingga teraba lekukan di pinggir jakun tersebut) didaerah leher seperti pada
gambar; bila tidak ada denyut maka masuk ke langkah CPR
f) Bila ada denyut nadi maka berikan napas buatan dengan frekuensi 12x/menit/1
tiap 5 detik sampai korban sadar dan bernapas kembali atau tenaga paramedis
datang; dan selalu periksa denyut nadi korban apakah masih ada atau tidak
setiap 2 menit.
D. Penatalaksanaan Gangguan Ventilasi

1. Pengenalan Masalah Ventilasi


Penentuan adanya jalan nafas yang baik merupakan langkah awal yang penting.
Langkah kedua adalah memastikan bahwa ventilasi cukup. Ventilasi dapat
terganggu karena sumbatan jalan nafas, juga dapat terganggu oleh mekanika
pernafasan atau depresi susunan saraf pusat (SPP). Bila pernafasan tidak bertambah
baik dengan perbaikan jalan nafas, penyebab lain dari gangguan ventilasi harus di
cari. Trauma langsung ke thorax dapat mematahkan iga, dan menyebabkan rasa
nyeri pada saat bernafas, sehingga pernafasan menjadi dangkal dan selanjutnya

19
hipoksemia. Cedera pada tulang servikal bagian bawah dapat menyebabkan
pernafasan diafragma, sehingga dibutuhkan bantuan ventilasi.
2. Tanda Objektif Masalah Ventilasi
a) Look. Perhatikan peranjakkan thorax simetris atau tidak. Bila asimetris pikirkan
kelainan intra-thorakal atau flail chest. Setiap pernafasan yang sesak harus
dianggap sebagai ancaman terhadap oksigenasi.
b) Listen. Auskultasi kedua paru. Bising nafas yang berkurang atau menghilang
pada satu atau kedua hemithorax menunjukkan kelainan intra thorakal. Berhati-
hatilah terhadap tachypneu karena mungkin disebabkan hipoksia.
c) Feel. Lakukan perkusi. Seharusnya sonor dan sama kedua lapang paru. Bila
hipersonor berarti ada pneumothorax, bila pekak ada darah (hemothorax).
3. Pengelolaan
Penilaian patensi jalan nafas serta cukupnya ventilasi harus dilakukan dengan
cepat dan tepat. Bila ditemukan atau dicurigai gangguan jalan nafas atau ventilasi
harus segera diambil tindakkan untuk memperbaiki oksigenasi dan mengurangi
resiko penurunan keadaan. Tindakan ini meliputi tekhnik menjaga jalan nafas,
termasuk jalan nafas definitive ataupun surgical airway dan cara untuk membantu
ventilasi. Karena semua tindakan diatas akan menyebabkan gerakan pada leher,
harus diberikan proteksi servikal, terutama bila dicurigai atau diketahui adanya
fraktur servikal. Pemberian oksigen harus diberikan sebelum dan setelah tindakan
mengatasi masalah airway. Suction harus selalu tersedia, dan sebaiknya dengan
ujung penghisap yang kaku.
4. Pengelolaan Fungsi Pernapasan (BREATHING MANAGEMENT) Dengan
Pernapasan Buatan

1. Pengertian
Memperbaiki fungsi ventilasi dengan cara memberikan pernafasan buatan untuk
menjamin kebutuhan oksigen dan pengeluaran gas CO2.
2. Tujuan
Menjamin pertukaran udara di paru-paru secara normal.
3. Tindakan
a. Tanpa Alat: Memberikan pernafasan buatan dari mulut ke mulut atau dari mulut ke
hidung sebanyak 2 (dua) kali tiupan awal dan diselingi ekshalasi.

20
b. Dengan Alat: Memberikan pernafasan buatan dengan alat “Ambu bag” (self
inflating bag) yang dapat pula ditambahkan oksigen. Dapat juga diberikan dengan
menggunakan ventilator mekanik (ventilator/respirator).
4. Pemeriksaan pernafasan
a. Look-Lihat
1) Gerak dada
2) Gerak cuping hidung (flaring nostril)
3) Retraksi sela iga
4) Gerak dada
5) Gerak cuping hidung (flaring nostril)
6) Retraksi sela iga
b. Listen-Dengar. Suara nafas, suara tambahan
c. Feel-Rasakan. Udara nafas keluar hidung-mulut
d. Palpasi-Raba. Gerakan dada, simetris?
e. Perkusi-Ketuk. Redup? Hipersonor? Simetris?
f. Auskultasi (menggunakan stetoskop). Suara nafas ada?
Simetris? Ronki atau whezing?
g. Menilai pernafasan
1) Ada napas? Napas normal atau distres
2) Ada luka dada terbuka atau menghisap?
3) Ada Pneumothoraks tension?
4) Ada Patah iga ganda (curiga Flail Chest) ?
5) Ada Hemothoraks?
6) Ada emfisema bawah kulit?
h. Tanda distres nafas
1) Nafas dangkal dan cepat
2) Gerak cuping hidung (flaring nostril)
3) Tarikan sela iga (retraksi)
4) Tarikan otot leher (tracheal tug)
5) Nadi cepat
6) Hipotensi
7) Vena leher distensi
8) Sianosis (tanda lambat)
i. Pemberian nafas buatan

21
1) Diberikan sebanyak 12-20 kali/menit sampai dada nampak terangkat.
2) Diberikan bila nafas abnormal, tidak usah menunggu sampai apnea dulu
3) Berikan tambahan oksigen bila tersedia.
4) Jika udara masuk ke dalam lambung, jangan dikeluarkan dengan menekan
lambung karena akan berisiko aspirasi.
5) Nafas buatan dilakukan dengan in-line immobilisation (fiksasi kepala-leher)
agar tulang leher tidak banyak bergerak.
j. Pernapasan Buatan Mulut-Mulut
Pernapasan buatan langsung mulut ke mulut sangatlah beresiko.
Kemungkinan kontak dengan cairan tubuh korban termasuk muntahan sangat
besar. Untuk melakukan pernapasan buatan mulut ke mulut gunakanlah alat
pelindung barrier device, face shield. Alat pelindung ini berupa sebuah lembaran
dari plastik tipis dan lentur menutupi wajah korban terutama bagian mulut korban,
dilengkapi dengan katup satu arah sehingga cairan tubuh korban tidak mengenai
penolong. Bisa dilipat sehingga praktis dibawa kemana-mana.
Langkah-langkah memberikan pernapasan buatan mulut ke mulut:
1) Pastikan keamanan diri dan lingkungan, kemudian aktifkan SPGDT.
2) Baringkan korban pada posisi terlentang.
3) Atur posisi penolong. Berlutut disamping kepala korban.
4) Lakukan langkah-langkah pengelolaan airway.
5) Pasang alat pelindung; barrier device, face shield.
6) Penolong menarik napas dalam saat akan memberikan napas buatan, agar
volume tidal terpenuhi.
7) Jepit lubang hidung korban dengan ibu jari dan jari telunjuk.
8) Tutupi mulut korban dengan mulut penolong. Mulut penolong harus dapat
menutupi keseluruhan mulut korban agar tidak terjadi kebocoran.
9) Berikan hembusan napas 2 kali, sambil tetap menjaga terbukanya airway. Beri
kesempatan untuk ekspirasi. Waktu yang diperlukan untuk tiap hembusan 1,5-
2 detik. Volume udara yang diberikan sebesar volume tidal yaitu 10 mL/ kgBB
atau 700-1000 mL, atau sampai dengan dada korban terlihat mengembang. Hati-
hati, jangan terlalu kuat atau terlalu banyak karena dapat melukai paru-paru
korban atau masuk ke lambung.
10) Lakukan evaluasi ulang A dan B. Jika saat melakukan pernapasan buatan
dirasakan ada tahanan atau terasa berat, atau dada tidak naik turun dengan baik,

22
perbaiki tehnik membuka airway korban misalnya dengan memperbaiki posisi
kepala. Jika setelah posisi diperbaiki masih terasa berat, curigai adanya
sumbatan airway. Lakukan tindakan membebaskan jalan napas.
11) Bila tidak ada gangguan lain, teruskan pernapasan buatan dengan kecepatan
12-15 kali/ menit.
k. Pernapasan Buatan Mulut-Hidung
Tehnik pernapasan buatan mulut ke hidung dilakukan bila tidak mungkin
melakukan pernapasan mulut ke mulut, misal mulut korban yang terkatup rapat dan
tidak bisa dibuka (trismus), atau mulut korban mengalami cedera berat. Langkah-
langkah yang dilakukan sama seperti pernapasan buatan mulut ke mulut.
Perbedaannya adalah pernapasan buatan dilakukan ke hidung korban. Pada tehnik
ini mulut korban yang harus ditutup.
l. Pernapasan Buatan Mulut-Stoma / Lubang Trakeostomi
Pada korban yang pernah mengalami tindakan pembuatan lubang
pernapasan di leher, masuknya udara pernapasan tidak lagi melalui mulut atau
hidung. Udara masuk melalui lubang buatan di leher yang disebut stoma. Langkah-
langkah melakukan pernapasan buatan mulut ke stoma pada dasarnya sama dengan
mulut ke mulut atau mulut ke hidung.
m. Pernapasan Buatan Mulut-Masker/ Sungkup Muka
Tehnik pernapasan buatan mulut ke masker lebih efektif dan lebih aman
dibanding cara-cara pernapasan yang telah dijelaskan sebelumnya. Masker yang
digunakan mempunyai katup satu arah sehingga cairan maupun udara ekspirasi
yang keluar dari korban kecil kemungkinannya mengenai penolong. Masker
menutupi hidung dan mulut korban, sehingga tidak ada kontak/hubungan langsung
antara penolong dengan korban. Efektivitas didapatkan karena masker yang
digunakan akan menutupi baik mulut maupun hidung korban dan lebih terkontrol.
Masker yang baik untuk pernapasan buatan memiliki ukuran yang sesuai, terbuat
dari bahan transparan/ tembus pandang, dan dilengkapi katup satu arah atau dapat
dihubungkan dengan katup satu arah pada bagian atasnya. Masker tersedia dengan
berbagai ukuran. Kesesuaian ukuran penting agar masker dapat melekat erat pada
wajah sehingga tidak terjadi kebocoran. Bahan transparan memungkinkan
penolong dapat melihat adanya cairan mapun muntahan yang keluar dari korban.
Langkah-langkah pernapasan buatan mulut ke masker:
1) Pastikan keamanan diri dan lingkungan, kemudian aktifkan SPGDT.

23
2) Baringkan korban pada posisi terlentang.
3) Atur posisi penolong. Bila penolong hanya seorang, berlutut disamping kepala
korban. Bila penolong lebih dari satu orang, salah satu penolong yang
memegangi masker berlutut di atas kepala korban menghadap ke kaki korban.
4) Lakukan langkah-langkah pengelolaan airway.
5) Pasang masker yang ukurannya sesuai dengan korban.Masker yang ukurannya
sesuai akan menutupi bagian hidung dan mulut korban sekaligus. Masker
pernapasan buatan berbentuk menyerupai buah jambu air yang terbelah dua
sama besar, ada bagian yang menyempit dan ada bagian yang melebar.
Posisikan bagian yang menyempit di bagian hidung korban, dan bagian yang
melebar di bagian dagu.
6) Pertahankan posisi masker dan rapatkan. Posisi masker yang benar dan rapat
penting untuk keberhasilan pernapasan buatan. Mempertahankan posisi masker
bisa dilakukan dengan dua cara, yaitu: Pertahankan posisi masker dengan posisi
kedua tangan seperti saat melakukan jaw thrust atau triple airway manauver.
Kedua ibu jari menahan masker bagian hidung, sementara jari-jari lainnya
menahan bagian dagu dan merapatkannya dengan menahan masker bagian
rahang bawah korban, sambil melakukan tindakan membuka airway.
Pertahankan posisi masker dengan salah satu tangan menahan bagian hidung,
tangan lainnya menahan bagian dagu sambil membuka airway korban.
7) Penolong menarik napas dalam saat akan memberikan napas buatan, agar
volume tidal terpenuhi.
8) Berikan hembusan napas 2 kali, sambil tetap menjaga terbukanya airway. Beri
kesempatan untuk ekspirasi. Waktu yang diperlukan untuk tiap hembusan 1,5-
2 detik. Volume udara yang diberikan sebesar volume tidal 10 mL/ kgBB, atau
sampai dengan dada korban terlihat mengembang.
9) Lakukan evaluasi ulang A dan B. Jika saat melakukan pernapasan buatan
dirasakan ada tahanan atau terasa berat, atau dada tidak naik turun dengan baik,
perbaiki posisi kepala korban. Perbaiki tehnik membuka airway korban. Jika
setelah posisi diperbaiki masih terasa berat, curigai adanya sumbatan airway.
Lakukan tindakan membebaskan jalan napas.
10) Bila tidak ada gangguan lain, teruskan pernapasan buatan dengan kecepatan 12-
15 kali/ menit.

24
n. BVM (Bag Valve Mask)
Pernapasan buatan yang dilakukan dengan bantuan BVM lebih dianjurkan,
karena memiliki lebih banyak keuntungan. Selain keuntungan seperti yang
didapatkan dengan menggunakan masker, BVM memberikan oksigen dengan
konsentrasi yang lebih tinggi pada korban karena dapat dihubungkan dengan
sumber oksigen. BVM dianjurkan digunakan oleh dua orang penolong.
Sesuai namanya bag valve mask (BVM) terdiri dari kantung, katup satu arah,
dan masker/ sungkup muka. Isi kantung sekitar 1600 mL dan dapat dihubungkan
dengan sumber oksigen. Masker pada BVM memiliki bentuk yang sama seperti
yang telah dijelaskan sebelumnya. Masker tersedia dalam berbagai ukuran untuk
dewasa, anak, dan bayi. Penggunaan BVM untuk pernapasan buatan tidak akan
dijelaskan lebih lanjut, karena penggunaannya memerlukan ketrampilan setingkat
paramedis.
PERHATIAN:
1) Pemompaan udara pernapasan dilakukan saat korban inspirasi.
2) Pemberian bantuan napas disesuaikan dengan kebutuhan korban.
3) Perhatikan volume tidal dan frekuensi napas yang dibutuhkan korban.
4) Pemasangan masker harus sesuai dengan ukuran yang dibutuhkan korban dan
5) Bila korban memiliki gigi palsu, biarkan gigi palsu tersebut tetap pada
tempatnya, karena akan mempermudah dicapainya posisi masker yang ketat.
6) Namun bila gigi tersebut lepas, segera keluarkan dari mulut korban dan
amankan. Lepasnya gigi palsu merupakan ancaman terjadinya sumbatan jalan
napas. Lakukan penilaian berkala keberadaan gigi palsu selama menolong
korban.
F. Pengelolaan Sirkulasi (Circulation)
1. Definisi
Sistem sirkulasi atau pompa darah pada tubuh manusia dilakukan oleh jantung.
Jantung terdiri dari empat ruangan, yaitu atrium kanan, atrium kiri, bilik kanan dan
bilik kiri. Jantung berfungsi memompa darah ke seluruh tubuh.
Pada keadaan henti jantung dimana jantung berhenti berdenyut dan berhenti
memompakan darah ke seluruh tubuh, maka organ-organ tubuh akan kekurangan
oksigen. Organ yang paling rentan untuk terjadi kerusakan akibat kekurangan oksigen
adalah otak. Hal ini disebabkan karena sel-sel otak mengkonsumsi energi yang berasal
dari oksigen saja. Tanpa oksigen, proses hidup sel otak akan terganggu. Dalam waktu

25
4-6 menit tanpa oksigen, sel-sel otak akan mulai mengalami kerusakan. Setelah 8-10
menit sel otak akan rusak permanen.
2. Tujuan :Mengembalikan fungsi sirkulasi darah
3. Diagnosa :
a. Gangguan sirkulasi yang mengancam jiwa terutama bila terjadi henti jantung dan
shock.
b. Diagnosis henti jantung ditegakkan dengan tidak adanya denyut nadi karotis dalam
10 – 15 detik.
c. Henti jantung dapat disebabkan karena kelainan jantung (primer) dan kelainan
jantung di luar jantung (sekunder) yang harus segera dikoreksi.
d. Diagnosis shock secara cepat dapat ditegakkan dengan tidak teraba atau
melemahnya nadi radialis/nadi karotis, pasien tampak pucat, perabaan pada
ekstremitas mungkin teraba dingin, basah dan memanjangnya waktu pengisian
kapiler(capillary refill time > 2 detik).
4. TINDAKAN :
a. Pada henti jantung lakukan pijat jantung luar minimal 100 kali/menit.
b. Pada pasien shock, letakkan pasien dalam ”posisi shock” yaitu mengangkat kedua
tungkai lebih tinggi dari jantung.
c. Bila pasien shock karena perdarhan, lakukan penghentian sumber perdarahan yang
tampak dari luar dengan melakukan penekanan, diatas sumber perdarahan
kemudian dilakukan pemasangan jalur intra vena (iv access). Dan pemberian cairan
infus kristaloid berupa ringer lactat atau larutan garam faali (NaCl 0,9 %).
d. Pada pasien dewasa pemasangan jalur intra vena dilakukan dengan pilihan
menggunakan jarum besar (>16 G) di daerah lengan atas – ante cubiti (lokasi lebih
proximal). Sebaiknya dipasang 2 jalur intra vena bila terdapat perdarahan masif.
Catatan :
a. Pada pasien – pasien trauma dengan fraktur tulang extremitas, maka pemasangan
jalur intra vena tak dilakukan pada bagian distal trauma tersebut.
b. Bagi petugas medis terlatih dan terampil dapat dilakukan pemasangan jalur
intravena pada vena subclavia / vena jugularis untuk itu harus diketahui
komplikasinya.
c. Pada pasien anak dengan kesulitan melakukan pemasangan jalur intravena dapat
dilakukan segara pemasangan jalur intraosseus pada tuberositas tibia.( di RS
soebandi belum di lakukan )

26
d. Karakteristik dari jenis – jenis shock.
e. Pada shock hipovolemik terutama karena perdarahan (terdapat klasifikasi berat –
ringannya) dan karena dehidrasi (muntah, diare).
5. Jenis – Jenis Shock
a. Shock Hipovolemik
Penyebab :
- Muntah, diare yang sering (frekuensi).
- Dehidrasi karena berbagai sebab.
- Luka bakar grade II – III yang luas.
- Trauma dengan perdarahan.
- Perdarahan masif karena sebab lain.
Diagnosa :
- Perubahan pada perfusi exstremitas : dingin, basah dan pucat.
- Takikardia.
- Pada keadaan lanjut :
 Takipnue.
 Penurunan tekanan darah.
 Penurunan produksi urine.
 Tampak pucat, lemah, apatis.
Tindakan :
Pemasangan 2 jalur intravena dengan jarum besar dan diberikan infus cairan
kristaloid (jumlah lebih dari yang hilang).
Catatan :
Untuk perdarahan dengan shock kelas III – IV selain diberikan infus kristaloid
sebaiknya disiapkan tranfusi darah segera setelah sumber perdarahan dihentikan.
b. Syok hipovolemik karena dehidrasi ( muntah, diare )
Klasifikasi Penemuan Klinis Pengelolahan
Dehidrasi ringan : Selaput lender kering, nadi Penggantian Volume cairan
Kehilangan cairan normal atau nadi sedikit yang hilang dengan cairan
tubuh sekitar 5% BB meningkat kristaloid (NaCl 0,9% atau RL )
Dehidrasi sedang : Selaput lender sangat Penggantian volume cairan
Kehilangan cairan kering, status mental yang hilang dengan cairan
tubuh sekitar 8% BB tampak lesu, nadi cepat, kristaloid (NaCl 0,9% atau RL )

27
tekanan darah mulai
menurun, oligoria.
Dehidrasi Berat : Selaput lender pecah- Penggantian volume cairan
Kehilangan cairan pecah, pasien mungkin yang hilang dengan cairan
tubuh >10% BB tidak sadar, tekanan darah kristaloid (NaCl 0,9% atau RL )
turun, anuria

c. Syok hipovolemik karena perdarahan


Prinsip : Penggantian volume yang hilang untuk mempertahankan kecukupan
oksigenasi jaringan . Trauma status ( menurut advanced Trauma Live Support )
Klasifikasi Penemuan Klinis Pengelolahan
Kelas I : Hanya takhikardi minimal Tak perlu penggantian volume
Kehilangan volume <100>
darah <>
Kelas II : Takhikardia ( 100 – 120 X Penggantian volume darah yang
Kehilangan volume / menit ), Takipnea ( 20-30 hilang dengan cairankritaloid (
darah 15-30% EBV X/ menit ), penurunan sejumlah 3 kali volume darah
pulse pressure, penurunan yang hilang )
produksi urine ( 20 – 30
cc/jam ).
Kelas III : Takikardia ( > 120 X / Penggantian volume darah yang
Kehilangan volume menit), hilang dengan cairan kristaloid
darah 30 - .40% EBV takipnea (30 - 40X/menit), dan darah
perubahan status mental
(confused), penurunan
produksi urine (5-15
cc/jam)
Kelas IV : Takikardia ( > 140 X / Penggantian volume darah yang
Kehilangan darah > menit), hilang dengan cairan kristaloid
40% EBV takipnea (30 - 40X/menit), dan darah.
perfusi pucat, dingin, Estimated Blood Volume
basah. perubahan status EBV=70 cc/kg.BB
mental (confused, dan

28
lethargic), bila kehilangan
volume >50% pasien tidak
sadar, tekanan sistolik
sama dengan diastolic,
produksi urine minimal
atau tidak keluar.

Catatan :
1. Menilai respon pada penggantian volume adalah penting, bila respons minimal
kemungkinan adanya sumber perdrahan aktif harus dihentikan, segera lakukan
pemeriksaan golomgam darah dan cross matched, konsultasi dengan ahli
bedah, hentikan perdarahan luar yang tampak ( misalnya pada ekstremitas ).
2. Pemasangan monitor CVP di anjurkan ( bila memungkinkan , mampu
melakukan ) pada perdarahan hebat.
3. Penggantian darah dapat digunakan darah lengkap (whole blood) atau
komponen darah (packed red cell), yang harus diingat jangan berikan transfusi
darah yang dingin karena akan memperburuk keadaan (hipotermi), bahkan bila
mungkin untuk mencegah hipotermi berikan kristaloid yang dihangatkan. Dan
pada penggantian darah ini tidak diperlukan penambahan kalsium
(penambahan kalsium akan membahayakan)
d. Shock Kardiogenik
Penyebab :
Dapat terjadi pada keadaan – keadaan antara lain :
- Kontusio jantung.
- Tamponade jantung.
- Tension pneumothoraks.
Diagnosa :
- Hipotensi disertai gangguan irama jantung.
- Mungkin terdapat peninggihan tekanan vena jugularis (JVP).
- Lakukan pemeriksaan fisik pendukung pada tamponade jantung (bunyi
jantung menjauh / redup), pada tension pneumotoraks (hipersonor dan
pergeseran trakea).
Tindakan :

29
- Pemasangan jalur intravena dan pemberian infus kristaloid (hati – hatia
dengtan jumlah cairan).
- Pada aritmia mungkin diperlukan obat – obat inotropik.
- Perikardiosentesis untuk tamponade jantung dengan monitoring EKG.
- Pemasangan jarum torakostomi pada ICS II untuk mengurangi udara dalam
rongga pleura.
Catatan :
- Pada pembagian jenis shock ada pula yang membagi bahwa shosk
kardiogenik hanya karena gangguan pada fungsi myokard (misal : karena
kontusio jantung) sedangkan tamponade jantung dan tension
pneumothoraks dikelompokkan dalam shock obstruktif (shock karena
obstruksi mekanik).
e. Shock Septik
Penyebab :
- Karena proses infeksi berlanjut.
Diagnosa :
a. Fase dini tanda klinis hangat, vasodilatasi.
b. Fase lanjut tanda klinis dingin, vasokontriksi.
Tindakan :
- Ditujukan agar tekanan sistolik > 90 – 100 mmHg (Mean Arterial Presssure
60 mmHg).
- Tindakan awal
Infus cairan kristaloid, pemberian antibiotik, membuang sumber infeksi
(pembedahan).
- Tindakan lanjut.
Penggunaan cairan koloidlebih baik dengan diberikan vasopresor (Dopamine
atai kombinasi dengan Noradrenalin).
f. Shock Anafilaktik
Penyebab :

- Reaksi anafilaktik berat.

Diagnosa :

30
- Tanda – tanda shock (penurunan tekanan darah yang tiba – tiba) dengan

riwayat adanya alergi (makanan atau hal – hal lain) atau setelah pemberian
obat – obatan.
Tindakan :

- Resusitasi cairan dan pemberian epinefrin subcutan.

Catatan :
Tak semua kasus hipotensi adalah tanda – tanda shock.
Tetapi denyut nadi abnormal, irama jantung abnormal dan bradikardia
biasanya merupakan tanda hipotensi.
6. Terapi Cairan
Pada saat resusitasi sering diperlukan terapi cairan. Pemilihan jenis cairan dapat
dilakukan bila diketahui isi cairan yang digunakan.
Untuk kasus – kasus gawat darurat dapat dipilih :
a) Cairan kristaloid (Ringer Laktat, NaCl 0,9 %).
1) Cairan ini baik untuk tujuan mengganti kehilangan volume terutama
kehilangan cairan intertital.
2) Harganya murah, tak memberikan reaksi anafilaktik tetapi tidak dapat bertahan
lama di intravaskuler.
3) Pemberian berlebih dapat menyebabkan edema paru dan edema perifer.
b) Cairan koloid (darah, albumin, fresh frozen plasma, dextran, HES, Hemacel, dll).
1) Cairan ini baik untuk mengganti volume intravaskuler.
2) Harganya mahal, dapat menyebabkan reaksi anafilaktik mempunyai molekul
besar dan menimbulkan tekanan onkotik.
3) Pemberian berlebih juga dapat menyebabkan edema paru tetapi tak akan
menyebabkan edema perifer.
Tindakan resusitasi jantung paru diharapkan dapat membantu mengalirkan darah ke
seluruh tubuh walaupun tidak seoptimal kerja jantung. Untuk membantu sirkulasi dapat
dilakukan kompresi jantung atau kompresi dada.
Tanda-tanda henti jantung :

31
Pada korban yang dicurigai terjadi henti jantung harus diperiksa terlebih dahulu sebelum
dilakukan kompresi jantung. Korban yang mengalami henti jantung sudah pasti dalam
keadaan tidak sadarkan diri. Periksa segera jalan nafas dan apakah ada usaha bernafas
(Breathing). Setelah itu kita periksa denyut jantung dengan meraba denyut arteri karotis.
Dengan menggunakan jari telunjuk dan jari tengah raba bagian tengah jakun, lalu geser ke
arah samping hingga teraba lekukan di pinggir jakun tersebut. Rasakan denyut hingga 10
detik. Bila tidak dirasakan sama sekali denyut jantung lakukan kompresi dada.
Langkah-langkah kompresi jantung :
1. Letakkan korban di tempat yang datar dan keras
2. Bebaskan dada korban dari baju yang dikenakan korban
3. Perlu diingat sebelum melakukan kompresi dada jalan nafas harus dipastikan tetap
bebas
4. Letakkan punggung telapak tangan kanan atau tangan yang dominan tepat di tengah-
tengah tulang dada diantara kedua puting susu.
5. Letakkan tangan yang satu lagi diatas tangan yang dominan tadi.
6. Pastikan kedua tangan dapat saling terkait dengan stabil
7. Arahkan bahu agar tepat berada diatas kedua telapak tangan tersebut hingga lengan
menjadi lurus
8. Dengan menggunakan bantuan berat badan, lakukan penekanan ke dada korban
hingga kedalaman 4-5 cm.
9. Lakukan kompresi ini sebanyak 30 kali kemudian diselingi dengan nafas buatan
sebanyak 2 kali. Ini merupakan satu siklus.
10. Setelah lima siklus, dapat diperiksa kembali apakah sudah ada denyut jantung. Bila
belum ada, ulangi kembali siklus.

32
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Airway merupakan komponen yang penting dari sistem pernapasan adalah hidung dan
mulut, faring, epiglotis, trakea, laring, bronkus dan paru. Breathing (Bernapas) adalah
usaha seseorang secara tidak sadar/otomatis untuk melakukan pernafasan. Tindakan ini
merupakan salah satu dari prosedur resusitasi jantung paru (RJP). Kondisi kekurangan
oksigen merupakan penyebab kematian yang cepat. Kondisi ini dapat diakibatkan karena
masalah sistem pernafasan ataupun bersifat sekunder akibat dari gangguan sistem tubuh
yang lain. Pasien dengan kekurangan oksigen dapat jatuh dengan cepat ke dalam kondisi
gawat darurat sehingga memerlukan pertolongan segera. Apabila terjadi kekurangan
oksigen 6-8 menit akan menyebabkan kerusakan otak permanen, lebih dari 10 menit akan
menyebabkan kematian. Oleh karena itu pengkajian pernafasan pada penderita gawat
darurat penting dilakukan secara efektif dan efisien.
B. Saran
Setelah membaca makalah ini semoga pembaca memahami isi makalah yang telah disusun
meskipun kami menyadari makalah ini kurang dari sempurna. Oleh karena itu kami
berharap pembaca dapat memberikan kritik dan saran yang dapat membantu
menyempurnakan makalah yang selanjutnya.

33
DAFTAR PUSTAKA
Advanced Paediatric Life Support. 3rd ed. London: BMJ Books 2001. Chapters 4 (Basic life
support); 5 (Advanced support of the airway and ventilation); 22 (Practical procedures: airway
and breathing).
Alkatiri J. Resusitasi Kardio Pulmoner dalam Sudoyo W. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Jilid I. Edisi IV. FKUI. Jakarta. 2007. Hal. 173-7.
Brunner dan Suddarth, 2001, Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8, Vol. II, EGC: Jakarta
Fleisher G, Ludwig S (eds): Textbook of Pediatric Emergency Medicine (4th ed). Philadelphia:
Lippincott 2000. Chapters 1 (Resuscitation: pediatric basic and advanced life support); 5
(Emergency airway management: rapid sequence induction).
John, A, Boswick, 1997. Perawatan Gawat Darurat. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta
Purwadianto, Agus, dkk, 2000. Kegawatdaruratan Medik. Jakarta: Binarupa Aksara
Taussig L, Landau L, Le Souëf P; Martinez F; Morgan W; Sly P (eds) Pediatric Respiratory
Medicine. St Louis: Mosby 1999. Chapters 21 (Assisted ventilatory support and oxygen
treatment) and 25 (Lung trauma: toxin inhalation and ARDS)

34

Anda mungkin juga menyukai