Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah


Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki sejumlah kekayaan
alam yang sangat indah. Hal ini dikarenakan letak wilayah negara Indonesia
sangat strategis. Salah satu kekayaan alam yang dimiliki oleh Indonesia sendiri
adalah keanekaragaman hayati berupa flora dan fauna. Jumlah spesies tumbuhan
atau flora yang ada di Indonesia sangat banyak. Jumlah spesies flora ( tumbuhan )
Indonesia ada 2 jutaan spesies tumbuhan tetapi yang sudah di identifikasi sekitar
60 Persen dari jumlah tersebut. Indonesia merupakan negara yang kaya, dan
kawasan hutannya merupakan sumber keragaman hayati. Hutan Indonesia
merupakan habitat bagi 30.000 dari total sekitar 40.000 jenis tumbuh-tumbuhan
obat yang telah dikenal di dunia. Jumlah tersebut mewakili 90 persen dari
tumbuhan obat yang terdapat di wilayah Asia. Tidak kurang dari 7.000 dari 30.000
spesies tanaman di Indonesia berpotensi sebagai tanaman obat dan masyarakat
telah mengenal secara luas dan turun – temurun penggunaan obat – obat
tradisional.
Obat Bahan Alam Indonesia dibedakan menjadi Jamu (obat tradisional),
Obat Herbal Terstandar (OHT), dan Fitofarmaka. Jamu (obat tradisional) adalah
bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan
mineral, sediaan sarian (galenik), atau campuran dari bahan tersebut, yang secara
turun temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman. OHT
adalah sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya
secara ilmiah dengan uji praklinik, dan bahan bakunya telah distandarisasi.
Fitofarmaka adalah sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan
khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik dan uji klinik, dan bahan baku serta
produk jadinya, telah distandarisasi (BPOM RI, 2005).
Tanaman obat dapat berkhasiat pada tubuh melalui sistem endokrin,
kardiovaskuler, maupun pada sistem imun. Tanaman obat yang bekerja pada
sistem imun tidak langsung bekerja sebagai efektor alam menghadapi penyebab
penyakit, tetapi melalui pengaturan sistem imun, sehingga digolongkan sebagai
imunostimulator. Apabila tubuh mengalami infeksi dan mendapat pengobatan
imunostimulator, maka imunostimulator tidak langsung memfagosit
mikroorganisme, tetapi memacu sistem imun melalui mekanisme efektor sistem
imun.
Menurut Syarfati (2011), luka adalah rusaknya kulit dan gangguan
jaringan-jaringan yang berada di dalamnya, seperti pembuluh darah, saraf, otot,
selaput tulang dan kadang-kadang tulang itu sendiri. Apabila terjadi luka dan
diabaikan, maka dapat terjadi infeksi. Mikroorganisme yang ada di sekeliling luka
dapat masuk ke dalam tubuh sehingga kulit, jaringan pengikat, otot, saraf,
pembuluh darah, tendon, dan selaput tulang dapat dijangkitinya. Daun jarak pagar
(Jatropha curcas L) yang langsung diambil dari tanamannya banyak digunakan
oleh masyarakat untuk mengobati luka baru. Kajian etnobotani daun jarak sebagai
tanaman obat. Zat aktif yang terkandung dalam tanaman tersebut antara lain
flavonoid, tanin. saponin dan alkaloid. Namun sejauh inipenelitian terhadap
manfaat tanaman obat tersebut belum dibuktikan secara ilmiah.
Banyak tanaman yang digunakan untuk pengobatan berbagai penyakit.
Misalnya untuk pengobatan inflamasi, salah satu tanaman tersebut adalah jarak
pagar (Jatropha curcas L.). Inflamasi atau radang adalah respons fisiologi lokal
dan sistemik terhadap cedera jaringan. Inflamasi digolongkan menjadi dua, yaitu
inflamasi akut dan inflamasi kronis. Inflamasi akut merupakan reaksi awal dari
cedera jaringan yang misalnya disebabkan infeksi mikroba seperti bakteri dan
virus, reaksi hipersensitivitas, agen fisika, agen-agen kimia dan nekrosis jaringan.
Kriteria inflamasi adalah ada gejala lokal dan sistemik antara lain berupa migrasi
leukosit ke jaringan yang mengalami peradangan (Gunawan, 2007). Antiinflamasi
adalah golongan obat-obat yang memiliki aktivitas menekan atau mengurangi
peradangan.
Secara tradisional jarak pagar (Jatropha curcas L.) digunakan untuk obat
luka, radang, rematik, demam. Kandungan kimia yang terdapat pada daun jarak
pagar yang diduga memberikan efek antiinflamasi, adalah flavonoid dan saponin
(Mills & Bone, 2000). Cara kerja flavonoid dan saponin untuk efek antiinflamasi,
yaitu dengan menghambat enzim siklooksigenase, sehingga sintesis prostaglandin
dapat dihambat (Robinson, 1995). Penelitian sebelumnya yang pernah dilakukan
terhadap tanaman jarak pagar (Jatropha curcas L.) adalah tentang efek
antifertilitas (Effendi, 2004), uji antimikroba ekstrak daun jarak pagar (Posangi,
2000), dan efek antiinflamasi dari ekstrak akar jarak pagar (Mujumdar & Misar,
2004). Penelitian lainnya mengenai pemeriksaan kandungan kimia dari daun jarak
pagar (Jatropha curcas L.) adalah isolasi flavonoid (vitexin dan isovitexin)
(Subramanian et al., 2001). Berdasarkan uraian tersebut, maka dilakukan
penelitian pemanfaatan daun jarak dan getah pisang dalam proses penyembuhan
luka.

1.2. Rumusan Masalah


1.2.1. Apakah Daun Jarak dan Getah Pisang dapat digunakan sebagai obat
luka ?
1.2.2 Bagaimanakah peran dari komposisi Daun Jarak Dan Getah Pisang
dalam proses penyembuhan luka ?
1.2.3. Berapa lama waktu pembentukan keropeng yang digunakan Daun Jarak
dan Getah Pisang dalam proses penyembuhan luka ?

1.3. Tujuan Penelitian


1.3.1. Tujuan Umum
Adapun yang menjadi tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk
mengembangkan potensi keanekaragaman hayati yang dimiliki oleh
Indonesia.
1.3.2. Tujuan Khusus
Adapun yang menjadi tujuan khusus dari penelitian ini adalah: (1)
untuk mengetahui kegunaan daun jarak dan getah pisang dalam proses
penyembuhan luka; (2) untuk mengetahui peranan komposisi dari daun jarak
dan getah pisang dalam proses penyembuhan luka; dan (3) untuk mengetahui
berapa lama waktu yang dibutuhkan oleh daun jarak dan getah pisang dalam
proses penyembuhan luka
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1. Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas l)


2.1.1 Sejarah Tanaman Jarak Pagar
Jarak pagar (Jatropha curcas l) menurut Agustina (2008) merupakan jenis
tanaman semak atau pohon yang tahan terhadap kekeringan sehingga tahan hidup
di daerah dengan curah hujan rendah. Tanaman dari keluarga euphorbiaceae ini
banyak ditemukan di Afrika Tengah dan Selatan, Asia Tenggara, dan India.
Awalnya, tanaman ini kemungkinan didistribusikan oleh pelaut Portugis dari
Karbia melalui pulau Cape Verde dan Guinea Bissau ke Negara lain di Afrika dan
Asia. Jarak pagar dapat diperbanyak dengan setek. Sesuai dengan namanya,
tanaman ini awalnya secara luas ditanaman sebagai pagar untuk melindungi lahan
dari serangan ternak.
Jarak pagar (Jatropha curcas l, Euphorbiaceace) merupakan tumbuhan
semak berkayu yang banyak ditemukan di daerah tropik. Tumbuhan ini dikenal
sangat tahan kekeringan dan mudah diperbanyak dengan stek. Walaupun
telahlama dikenal sebagai bahan pengobatan dan racun, saat ini ia makin
mendapat perhatian sebagai sumber bahan bakar hayati untuk mesin diesel karena
kandungan minyak bijinya. Peran yang agar serupa sudah lama diamainkanoleh
kerabatnya, jarak pohon (Ricinus communis), yang bijinya menmghasilkan
minyak campuran untuk pelumas.
Tanaman jarak pagar adalah anggota dari famili Euphorbiaceace. Tanaman
ini memiliki berbagai macam nama sebutkan antara lain barbadosnut, black vomit
nut, curcas bean, kukui haole, physic nut, purge nut, purgeerboontjie dan purging
nut tree (Prasetyo, 2009). Sesuai dengan namanya, tanaman ini memang
dimanfaatkan masyarakat sebagai tanaman pagar serta obat tradisonal, disamping
sebagai bahan bakar dan minyak peluas. Tanaman jarak pagar ini berasal dari
Amerika tropis dan tumbuh menyebar hampir di seluruh dunia khususnya di
wilayah tropis dan subtropis. Beberapa jenis tanaman jarak yang tercatat di
Indonesia di antaranya adalah jarak kaliki/kastor (Ricinus communis), jarak pagar
(jatropha curcas) , jarak gurita (jatropha multifida), dan jarak landi (jatropha
gossypifolia). Tanaman jarak pagar mampu tumbuh pada tanah berpasir, bebatu,
lempung, ataupun tanah liat, sehingga jarak pagar dapat dikembangkan pada lahan
kritis.

2.1.2 Ciri-Ciri Tanaman Jarak Pagar


Tanaman jarak pagar atau jatropha curcas merupakan tanaman perdu dapat
tumbuh tinggi mencapai 1-7 m, dan memiliki cabang yang tidak beraturan. Batang
kayu berbentuk silindris dan jika di potong akan mengeluarkan getah. Adapun
bagian jatropha curcas yaitu daun jatropha curcas merupakan daun tunggal
memiliki sudut 3-5. Daun menyebar diseluruh batang. Daun pada permukaan atas
dan bawah berwarna hijau, namun pada bagian bawahnya sedikit lebih pucat.
Lebar daun menyerupai hati atau oval dengan panjang 5-15 cm. Daun berlekuk,
bergaris hingga ke tepi. Tulang daun menjari dengan 5-7 tulang daun utama. Daun
dihubungkan dengan tangkai yang memiliki panjang sekitar 4-15 cm. Bunga
tanaman jarak adalah bunga majemuk berbentuk malai, berwarna hijau
kekuningan, berkelamin tunggal dan berumah satu (putik dan benang sari dalam
satu tanaman). Bunga betina 4-5 kali lebih banyak dari bunga jantan (Suarsini,
2006).
Bunga jantan maupun bunga betina tersusun dalam rangkaian berbentuk
cawan yang tumbuh di ujung batang atau ketiak daun. Bunganya mempunyai 5
kelopak berbentuk bulat telur dengan panjang kurang lebih 4 mm. Benang sari
mengumpul pada pangkal dan berwarna kuning. Tangkai putik pendek berwarna
hijau dan kepala putik melengkung keluar berwarna kuning.
Bunganya mempunyai 5 mahkota berwarna keunguan, setiap tandan
terdapat lebih dari 15 bunga. Jarak pagar termasuk tanaman monoecious dan
bunganya uniseksual. Kadangkala muncul bunga hermaprodit yang berbentuk
cawan berwarna hijau kekuningan. Buah tanaman jarak berupa kotak berbentuk
bulat telur dengan diameter 2-4 cm. Panjang buah 2 cm dengan ketebalan sekitar 1
cm.
Buah berwarna hijau ketiak muda dan berubah menjadi abu-abu
kecoklatan atau kehitaman ketika masak. Buah jarak terbagi menjadi 3 ruang,
msaing-masing ruang berisi satu biji sehingga dalam setiap buah terdapat 3 biji.
Biji berbentuk bulat lonjong dan berwarna cokelat kehitaman. Biji inilah yang
banyak mengandung minyak dengan rendemen sekitar 30%-50% dan
mengandung toksisn sehingga tidak dapat dimakan.

2.1.3. Klasifikasi Tanaman Jarak Pagar

Gambar 2.1. Daun Jarak Pagar (Jatropha curcas L)


Sumber : Galeri Photo Tanggal 05 Februari 2016

Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Euphorbiales
Family : Euphorbiaceace
Genus : Jatropha
Spesies : Jatropha Curcas L

2.1.4. Kandungan Zat Tanaman Jarak


Tanaman jarak merupakan sumber minyak jarak dan mengandung zat
ricin, sejenis racun yang mematikan. Pohon jarak merupakan satu-satunya
tumbuhan yang bijinya kaya akan suatu asam lemak hidroksi, yaitu asam
ricinoleat. Getah tanaman jarak pagar mengandung flavonoid dan saponin serta
kandungan jatrophie yang bersifat antijamur.
Pada bagian daun jarak agar ditemukan senyawa kaemfesterol, sitosterol,
stigmasterol, amirin dan teraksrol. Sedangakn pada biji tanaman jarak (Jatropha
curcas L) telah ditemukan kandungan glukanase yang memilikki aktivitas
antifungi, toksabulmin dan curcin yang tidak hanya memiliki aktivitas sebagai
antifungi, tetapi kandungan kimia ini juga bermanfaat sebagai antikanker.Ampas
dari biji jarak yang sudah diperas minyaknya mengandung nitrogen, fosfat dan
kalium. Kulit batang jarak pagar mengandung tannin, malam, resin dan saponin.
Biji tanaman jarak mengandung minyak ricinic 40-50 % dengan
kandungan glyceride dari ricinoleic acid, isoricinoleic acid, oleic acid, dan stearic
acid. Juga mengandung ricinine, sejumlah kecil cytochrome C. Lipase dan
beberapa enzim. Disamping ricin D, dengan cara pemurnian bertingkat didapat
acidic ricin dan basic ricin (Athoillah, 2007).
Daun tanaman jarak mengandung kaemferol-3-rutinoside, nicotiflorin,
isoquercitrin, rutin, kaempferol, quercetin, astragalin, reynoutrin, ricinine, vit C
275 mg %. Minyak pada tanaman jarak mengandung ricinoleic acid 80%, palmitic
acid, stearic acid, linoleic acid. Dihydroxystearic acid, triricinolein 68,2 %,
diricinolein 28%, monoricinolein 2,9%, nonricinolein 0,9%. Akar pada tanaman
jarak mengandung zat methyltrans-2-decene-4,6,8-trynoate,1-tridecene-3,5,7,9,11-
pentyne, dan sitosterol. Berikut penjelasan mengenai beberapa kandungan zat
pada daun jarak:

1. Flavanoid
Senyama Flavanoid adalah senyawa bagian dari golongan senyawa
Phytochemical.Senyawa Flavanoid memiliki kedudukan pentik untuk tumbuhan –
tumbuhan yang tumbuh di sekita kita. Flavanoid memegang perang pneting bagi
pemebntukan kelopak bunga yaitu dengan cara memikat serangga agar
menghinggapi bunga dan membantu proses penyerbukan. Tetapi tidak semua
serangga yang tertarik dengan senyawa ini karena memiliki rasa pahit bagi
beberapa lidah serangga. Berikut beberapa manfaat flavonoid : (1) Flavanoid
Sebagai antioksidan; (2) flavanoid mengusir polusi dalam tubuh; (3) senyawa
flavanoid dapat mencegah penuaan dini; (4) senyawa flavanoid untuk
menghindari penyakit mematikan; (5) flavonoid dapat mencegah penyakit
aterosklorosis; (6) flavanoid sebagai penolak alergi; (7) flavanoid efektif mengusir
virus (Nadiyansyah. 2009).
2. Zat Saponin
Saponin adalah kelompok senyawa fitokimia disajikan dalam berbagai
jenis tanaman, termasuk Phytosterols ditemukan berlimpah dalam almond, kacang
mete, kacang tanah, biji wijen, biji bunga matahari, dll. Berikut beberapa manfaat
dari zat saponin, yaitu: (1) Pengobat Kanker; (2) Sebagai antioksidan ; (3)
Aktivitas anti jamur; (4) Properti anti-inflamasi

3. Zat Fitosterol
Fitosterol juga dikenal sebagai sterol tumbuhan (bahasa Inggris;
phytosterol) adalah kelompok steroid alkohol, fitokimia yang ada secara alami di
dalam tumbuhan dan tidak ditemukan pada mamalia. Sesudah dipurifikasi,
fitosterol tampak sebagai bubuk putih dengan bau lembut yang khas. Senyawa ini
tidak larut di dalam air tetapi larut di dalam alkohol. Senyawa ini banyak
digunakan sebagai bahan tambahan pangan obat-obatan dan kosmetik.
Lebih dari 250 jenis fitosterol ditemukan dari berbagai spesies tanaman,
antara lain dari golongan 4-desmetil sterol, contoh:kampesterol, stigmasterol (dari
minyak kedelai) dan b-sitosterol, yang terdapat pada serum lemak pada tumbuhan
dan berguna bagi sintesis steroid. Pada alga coklat (bahasa Latin: phaeophyceae)
ditemukan fukosterol dan kolesterol.
Dari yeast dan ergo ditemukan senyawa C-28 ergosterol yang disebut juga
mikosterol, berfungsi sebagai precursor bagi vitamin D2 (kalsiferol). Fitosterol
merupakan triterpena yang penting demi menjaga struktur membran tumbuhan,
dan dalam bentuk senyawa organik bebas, fitosterol digunakan untuk menjaga
keseimbangan membran fosfolipid dari sel tumbuhan seperti kolesterol pada
membran sel hewan.

4. Zat Sitosterol
Sitosterol adalah sterol putih yang ditemukan pada banyak tanaman dan
larut dalam darah. β-Sitosterol termasuk dalam sejenis phytosterol yang terbukti
dapat menahan pertumbuhan sel kanker sekaligus melidungi tubuh dari gangguan
penyakit jantung. Hal ini juga diperkuat oleh pernyataan Dr. Michael Tierra L.
AC. O.M.D yang menyatakan bahwa sitosterol terbukti mampu mencegah
terjadinya kanker.
Betasitosterol dengan kombinasi sterol lain telah dijual dalam bentuk obat
diperdagangan, diantaranya yang dikenal adalah: Naatrol betasitosterol.
Betasitosterol telah digunakan sebagai suplement diet secara meluas di Eropa,
selain itu betasitosterol mempunyai banyak kegunaan, seperti mengurangi
kolesterol, asam urat, dapat pula mencegah dari masalah prostate seperti benign
prostatic hyperplasia (BPH). Betasitosterol adalah satu dari komponen yang
banyak terdapat pada tumbuh-tumbuhan. Penelitian menunjukkan bahwa
betasitosterol efektif dalam mengawi BPH, aktif melawan kanker, dan dapat
melawan leukimia limpositic (Wardani, L. P. 2009).

2.2. Karakteristik Tanaman Pisang


Tanaman Pisang (Musa Paradisiaca) adalah tanaman berbentuk terna
raksasa dengan batang semu yang permukaannya terlihat bekas pelepah daaun.
Tumbuhan ini tidak memiliki cabang, berbatan basah, dan tidak mengandung
lignin. Batang tumbuhan ini diselubungi oleh pelepah daunnya. Tumbuhan ini
berasal dari daerah Asia Tenggara.
Tumbuhan ini dapat berbuah menghasilkan buah yang kita kenal yaitu
Pisang. Tumbuhan ini memiliki banyak ragam jenis, seperti ‘M. cavendishii, M.
sinensis’, ‘M. paradisiaca normalis’, dan ‘M. brachycarpa’. Untuk hasil buah
pisang jenis pertama, yaitu adalah pisang yang dapat dimakan setelah dimasak
terlebih dahulu seperti halnya pisang ambon, pisang susu, dan juga pisang raja.
Sedangkan yang kedua adalah layaknya buah pisang yang kita ketahui pada
umumnya, dapat dimakan tanpa perlu dimasak. Sedangkan yang terakhir adalah
tumbuhan pisang yang hanya dimanfaatkan dedaunannya seperti pisang klutuk
dan batu.
Tumbuhan pisang memiliki ujung daun yang berbentuk romping dan
daging daun yang sangat tipis. Pertulangan daun berbentuk menyirip serta
permukaan baik atas maupun bawah daun licin berlapisi lilin. Daun pisang ini
berbentuk memanjang namun juga agak melebar berwarna hijau tua saat dewasa
dan hijau muda saat masih muda.
Tanaman ini berakar serabut dan tidak memiliki akar tunggang.
Pertumbuhan akar pada umumnya berkumpul dan bergerak menyamping
sepanjang 4-5 meter. Walaupun dengan kepanjangan tersebut akar tanaman ini
tidak dapat meraih lebih dalam dari 2 meter di bawah permukaan tanah.
Sedangkan untuk batangnya dibedakan menjadi 2 macam, yaitu batang asli dan
batang semu. Batang asli berada di pangkal batang semu yang tenggelam di
bawah permukaan tanah. Batang asli meiliki banyak mata tunas yang akhirnya
dapar menghasilkan akar. Batang semu terdiri dari pelepah-pelepah daun tegak
dan berdiri kokoh di atas permukaan tanah. Tumbuhan pisang juga memiliki
bunga, sering disebut dengan jantung pisang. Bunga ini keluar dari ujung batang,
tersusun atas daun-daun yang melindungi bunga yang berada di tiap ketiak antara
daun pelindung. Bunga pisang tergolong bunga yang bermah satu, dengan letak
bunga betina di pangkal dan bunga jantan di bagian tengah. Bunga pisang yang
sempurna terdiri atas bunga jantan dan bunga betina di bagian ujung.

2.2.1 Kandungan Zat Getah Pisang


Pada pohon pisang terdapat berbagai kandungan yang dapat memberi
manfaat bagi kita. Di dalam getahnya terdapat kandungan “saponin, antrakuinon,
dan kuinon yang dapat berfungsi sebagai antibiotik dan penghilang rasa sakit
(Budi, 2008). Selain itu, di dalam getah pisang juga terdapat kandungan lektin
yang berfungsi untuk menstimulasi pertumbuhan sel kulit. Kandungan-kandungan
tersebut dapat membunuh bakteri agar tidak dapat masuk pada bagian tubuh kita
yang sedang mengalami luka.
Getah bonggol pisang bersifat mendinginkan. Zat tanin pada getah batang
pisang bersifat antiseptik, sedangkan zat saponin berkhasiat mengencerkan dahak.
Pisang, terutama pisang raja, mengandung kalium yang bermanfaat melancarkan
air seni. Selain itu, juga mengandung vitamin A, B, C, zat gula, air, dan zat
tepung.
Pada pohon pisang terdapat berbagai kandungan yang dapat memberi
manfaat bagi kita. Di dalam getahnya terdapat kandungan “saponin, antrakuinon,
dan kuinon yang dapat berfungsi sebagai antibiotik dan penghilang rasa sakit
Selain itu, di dalam getah pisang juga terdapat kandungan lektin yang berfungsi
untuk menstimulasi pertumbuhan sel kulit. Kandungan-kandungan tersebut dapat
membunuh bakteri agar tidak dapat masuk pada bagian tubuh kita yang sedang
mengalami luka. Getah bonggol pisang bersifat mendinginkan. Zat tanin pada
getah batang pisang bersifat antiseptik, sedangkan zat saponin berkhasiat
mengencerkan dahak. Pisang, terutama pisang raja, mengandung kalium yang
bermanfaat melancarkan air seni. Selain itu, juga mengandung vitamin A, B, C,
zat gula, air, dan zat tepung. Kandungan lignin pada batang pisang membantu
peresapan senyawa pada kulit sehingga dapat digunakan untuk mengobati luka
memar, luka bakar, bekas gigitan serangga, dan sebagai antiradang.
Beberapa pengujian secara ilmiah mengenai khasiat dari pohon pisang
untuk persembuhan luka pernah dilaporkan. Salah satunya yaitu penelitian yang
dilakukan oleh Listyanti (2006) bahwa getah batang pohon pisang Ambon (Musa
paradisiaca var sapientum) yang digunakan pada proses persembuhan luka
menggunakan hewan coba mencit memperlihatkan hasil yang memuaskan. Selain
mempercepat persembuhan luka, secara histologik juga memberikan efekkosmetik
dengan memperbaiki struktur kulit yang rusak tanpa meninggalkan jaringan bekas
luka atau jaringan parut dan mempercepat proses reepitelisasi jaringan epidermis,
pembentukan buluh darah baru (neokapilarisasi), pembentukan jaringan ikat
(fibroblas) dan infiltrasi sel-sel radang pada daerah luka.
Zat-zat kimia dalam getah pisang adalah, flavonoid, tanin, Polifenol dan
flavono. Dua zat terakhir dikenal dalam dunia penelitian medis sebagai golongan
fenol yang memiliki antiseptik. Sedangkan kandungan saponin, antrakuinon, dan
kuinon berfungsi sebagai antibiotik dan penghilang rasa sakit. Berikut ialah
penjelasan dari berbagai kandungan zat pada getah pisang.
1. Manfaat Zat Saponin
Adapun yang menjadi manfaat saponin adalah: (1) Pembasmi hama
udang; (2) Sebagai detergen pada industri tekstil; (3) Pembentuk busa
pada alat pemadam kebakaran (4) Sebagai bahan dalam pembuatan
sampo; (5) Berfungsi bagi industri farmasi.; (6) Sangat berguna
dalam dunia fotografi.
2. Manfaat Zat Tanin
Adapun yang menjadi manfaat zat tanin adalah: (1) Sebagai anti hama bagi
tanaman sehingga mencegah serangga dan fungi; (2) Digunakan dalam
proses metabolisme pada bagian tertentu tanaman; (3) Efek terapinya
sebagai adstrigensia pada jaringan hidup misalnya pada gastrointestinal
dan pada kulit; (4) Efek terapi yang lain sebagai anti septic pada jaringan
luka, misalnya luka bakar, dengan cara mengendapkan protein; (5) Sebagai
pengawet dan penyamak kulit; (6) Reagensia di Laboratorium untuk
deteksi gelatin, protein dan alkaloid; (7) Sebagai antidotum (keracunan
alkaloid) dengan cara mengeluarkan asam tamak yang tidak larut.
3. Manfaat Zat Kuinon
Kuinon adalah segolongan senyawa karbonil. Strukturnya siklik dan
merupakan diketon yang berkonjugasi. Contoh yang paling
sederhana adalah 1,4- benzokinon (Hart, 1983: 224). Lebih lanjut
lagi tentang senyawa 1,4 kuinon Manitto(1992,206) mengatakan:
“Senyawa dengan struktur 1,4 kuinon sering muncul dalam alam sebagai
produk akhir dari suatu proses senyawa dengan
inti aromatik mono dan polisiklin mono dan polisiklin.
Alizarin ialah kuinon yang berwarna jingga merah yang digunakan untuk
mewarnai mantel seragam merah. Walaupun tersebar luas dan
strukturnya sangat beragam,sumbangannya terhadap warna tumbuhan
pada tumbuhan tinggi nisbi kecil. Banyak zat pewarna buatan dan alami
( pewarna dan pigmen) adalah turunan kuinon. Pigmen ini sering terdapat
dalam kulit, galih atau akar, serta dalam daun, tetapi pada jaringan tersebut
warnanya tertutupi oleh pigmen lain.
4. Manfaat Zat Antrakuinon
Senyawa antrakuinon mempunyai beberapa macam fungsi, yaitu: (1)
Antiseptik; (2) Antibakteri; dan (3) Antikanker.

2.3. Mekanisme Tertutupnya Luka


Proses penyembuhan luka memiliki 3 fase yaitu fase inflamasi,
proliferasi dan maturasi. Satu fase dengan fase yang lain merupakan suatu
kesinambungan yang tidak dapat dipisahkan.
1. Fase Inflamasi
Berlangsung segera setelah jejas terjadi dan berlanjut hingga 5 hari.
Merupakan respon vaskuler dan seluler yang terjadi akibat perlukaan jaringan
lunak yang bertujuan untuk mengontrol perdarahan, mencegah koloni bakteri,
menghilangkan debris dan mempersiapkan proses penyembuhan lanjutan. Disebut
juga fase lamban karena reaksi pembentukan kolagen baru sedikit dan luka hanya
dipertautkan oleh fibrin yang lemah.
Awal fase, kerusakan jaringan menyebabkan keluarnya platelet yang akan
menutupi vaskuler yang terbuka dengan membentuk clot yang terdiri dari
trombosit dengan jala fibrin dan mengeluarkan zat yang menyebabkan
vasokonstriksi, pengerutan ujung pembuluh yang putus (retraksi), dan reaksi
hemostasis. Terjadi selama 5 – 10 menit.
Setelah itu, sel mast akan menghasilkan sitokin, serotonin dan histamin
yang meningkatkan permeabilitas kapiler sehingga terjadi eksudasi cairan,
pengumpulan sel radang, disertai vasodilatasi lokal. Tanda dan gejala klinik
radang menjadi jelas berupa warna kemerahan karena kapiler melebar (rubor),
suhu hangat (kalor), rasa nyeri (dolor), dan pembengkakan (tumor).
Eksudasi mengakibatkan terjadinya pergerakan leukosit menembus
dinding pembuluh darah (diapedesis) terutama neutrofil menuju luka karena daya
kemotaksis mengeluarkan enzim hidrolitik berfungsi untuk fagositosis benda
asing dan bakteri selama 3 hari yang kemudian digantikan fungsinya oleh sel
makrofag yang berfungsi juga untuk sintesa kolagen, pembentukan jaringan
granulasi bersama makrofag, memproduksi Growth Factor untuk reepitelialisasi,
dan proses angiogenesis.

2. Fase Proliferasi
Berlangsung dari hari ke 6 sampai dengan 3 minggu. Disebut juga fase
fibroplasias karena fase ini didominasi proses fibroblast yang berasal dari sel
mesenkim undifferentiate, yang akan berproliferasi dan menghasilkan kolagen,
elastin, hyaluronic acid, fifbronectin, dan proteoglycans yang berperan dalam
rekonstruksi jaringan baru. Fase ini terdiri dari proses proliferasi, migrasi, deposit
jaringan matriks, dan kontraksi luka.
Pada fase ini serat dibentuk dan dihancurkan kembali untuk penyesuaian
dengan tegangan pada luka yang cenderung mengerut. Sifat ini, bersama dengan
sifat kontraktil miofibroblast, menyebabkan tarikan pada tepi luka. Pada akhir fase
ini kekuatan regangan luka mencapai 25% jaringan normal. Nantinya, dalam
proses penyudahan kekuatan serat kolagen bertambah karena ikatan intramolekul
dan antar molekul.
Luka dipenuhi sel radang, fibroblast, dan kolagen, membentuk jaringan
granulasi. Epitel tepi luka yang terdiri dari sel basal terlepas dari dasarnya dan
berpindah mengisi permukaan luka. Tempatnya kemudian diisi oleh sel baru yang
terbentuk dari proses mitosis. Proses migrasi hanya bisa terjadi ke arah yang lebih
rendah atau datar, sebab epitel tak dapat bermigrasi ke arah yang lebih tinggi.
Proses ini baru berhenti setelah epitel saling menyentuh dan menutup seluruh
permukaan luka. Dengan tertutupnya permukaan luka, proses fibroplasia dengan
pembentukan jaringan granulasi juga akan berhenti dan mulailah proses maturasi.

3. Fase Maturasi
Berlangsung mulai pada hari ke 21 dan dapat berlangsung sampai
berbulan-bulan dan berakhir bila tanda radang sudah hilang. Pada fase ini terjadi
proses maturasi yang terdiri dari penyerapan kembali jaringan yang berlebih,
pengerutan sesuai dengan gaya gravitasi, dan akhirnya remodelling jaringan yang
baru terbentuk. Tubuh berusaha menormalkan kembali semua yang menjadi
abnormal karena proses penyembuhan. Udem dan sel radang diserap, sel muda
menjadi matang, kapiler baru menutup dan diserap kembali, kolagen yang
berlebih diserap dan sisanya mengerut sesuai dengan regangan yang ada. Selama
proses ini dihasilkan jaringan parut yang pucat, tipis, dan lemas serta mudah
digerakkan dari dasar. Terlihat pengerutan maksimal pada luka. Pada akhir fase
ini, perupaan luka kulit mampu menahan regangan kira – kira 80% kemampuan
kulit normal. Hal ini tercapai kira – kira 3-6 bulan setelah penyembuhan..
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian


Tempat penelitian dilakukan di lingkungan sekolah SMA ST. Ignasius
Jalan Karya Wisata No 6 Medan. Sementara itu waktu penelitian yang dilakukan
mulai dari persiapan sampai akhir penelitian dilakukan selama 14 hari.

3.2. Sampel Penelitian


Sampel penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah 2 ekor tikus putih
(Mus musculus). Dimana tikus pertama diberi perlakuan dengan obat luka daun
jarak dan tikus kedua diberi perlakuan dengan menggunakan obat luka (betadine).
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri atas 2
kelompok yaitu perlakuan (pengolesan obat luka daun jarak pagar), kontrol dan
pengolesan betadin. Masing-masing kelompok diulang lima kali. Pengolesan
dilakukan setiap dua enam jam sekali sampai luka sembuh. Parameter dalam
penelitian ini adalah lama terbentuk keropeng, pengelupasan keropeng, dan
penyembuhan luka dalam setiap enam jam sekali.

3.3. Alat Dan Bahan


3.3.1. Alat Penelitian
Adapun yang menjadi alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
Tabel 3.1. Alat Yang Digunakan Dalam Penelitian
NO Nama Alat Jumlah
1 Beaker glass 500 ml 4 buah
2 Beaker glass 250 ml 4 buah
3 Penjepit tabung 2 buah
4 Bunsen 1 buah
5 Batang pengaduk 2 buah
6 Timbangan digital 1 buah
7 Cawan petidri 6 buah
8 Pipet tetes 6 buah
9 Stoples 2 buah
10 Lumpang dan alu 1 buah
11 Oven 1 buah
12 Corong 2 buah
3.3.2. Bahan Penelitian
Adapun yang menjadi bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
Tabel 3.2. Bahan Yang Digunakan Dalam Penelitian
NO Nama Bahan Jumlah
1 Mentol 1 gram
2 Asam stearat 1 gram
3 Gliserin 50 ml
4 TEA 20 ml
5 Metil Paraben (nipagin) 1 gram
6 Propil paraben (nipasol) 1 gram
7 Vaselin putih 100 gram
8 Etanol 95% 100 ml
9 Daun Jarak Pagar (Jatropa cucas L) 500 gram

3.4. Prosedur Penelitian


a. Proses ektraksi Daun Jarak Pagar (Jatropha curcas L)

Daun Jarak Pagar

Keringkan (Oven 40 °C)

Maserasi dengan Etanol 70%


Dalam 24 jam sesekali diaduk

Saring dengan corong Buchner

Etanol diuapkan dengan rotary


evaporator

Ekstrak kental

Gambar 3.1. Diagram Alur Percobaan Ekstrak

Daun Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) Dengan Getah Pisang


b. Proses Pembuatan

Fase Air
Fase Minyak
Vaselin putih, Gliserin, metil paraben,
asam stearat propil paraben,
TEAmentol

Lebur 70 °C
Lebur 70 °C

Homogenkan
(Mixing)

Setelah stabil

Pada suhu 50 °C, ditambahkan ekstrak Daun Jarak +


Getah Pisang

Homogenkan (Mixing)

Salep Obat luka ekstrak Daun Jarak

Gambar 3.2. Diagram Alur Pembuatan Obat Luka Ekstrak

Daun Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) Dengan Getah Pisang


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian


Proses pemanfaatan pemanfaatan daun jarak pagar (Jatropha curcas L.)
dan getah pisang menjadi obat penyembuh luka dilakukan secara bertahap.
Tahapan pertama adalah tahap persiapan ekstrak daun jarak yang dicampur
dengan getah pisang menjadi obat penyembuh luka. Pada tahapan ini peneliti
terlebih dahulu mempersiapkan segala bahan dan peralatan yang digunakan dalam
proses pembuatan ekstrak daun jarak dan getah pisang. Setelah ekstrak daun jarak
dan daun pisang selesai maka masuk ke tahapan kedua yaitu tahap pembuatan
obat luka.
Tahap pembuatan obat luka dilakukan sesuai dengan prosedur yang telah
ditentukan oleh peneliti. Pada tahapan ini peneliti membagi tahapan ini menjadi
dua bagian yaitu tahapan pertama disebut dengan fase minyak dan tahapan kedua
adalah fase air. Kedua tahapan ini dilakukan peneliti untuk mendapatkan obat luka
yang akan diberikan kepada tikus putih (Mus musculus).
Dalam penelitian ini, peneliti melakukan dua perlakuan kepada tikus putih
tersebut. Tikus pertama diberi perlakuan obat luka dari ekstrak daun jarak pagar
yang dicampur dengan getah pisang. Dan tikus kedua diberi perlakuan dengan
menggunakan obat luka yang biasa dipergunakan oleh manusia dan banyak dijual
di apotek terdekat (betadine).
Proses pemberian perlakuan ini dilakukan mulai dari hari senin sampai
dengan kamis pagi pukul 05.00 WIB. Pemberian obat daun jarak yang telah
dicampur dengan getah pisang dilakukan setiap 6 jam sekali, sementara itu
pemberian betadine pada tikus kedua juga dilakukan setiap 6 jam sekali. Hal ini
dilakukan untuk mengetahui berapa lama waktu pembentukan keropeng yang
digunakan dalam proses penyembuhan luka jika diberikan perlakuan obat luka
dari ekstrak daun jarak dan getah pisang terhadap tikus pertama dan berapa lama
waktu pembentukan keropeng yang digunakan dalam proses penyembuhan luka
jika diberikan perlakuan obat luka dari betadine kepada tikus kedua.
4.2. Data Pengamatan
4.2.1. Pada Tikus Pertama (Perlakuan I)
Pengamatan pada tikus pertama dilakukan setelah 6 jam diberikan
perlakuan I yaitu pemberian obat luka dari ekstrak daun jarak dan getah pisang
dalam proses penyembuhan luka.
Tabel 4.1. Pengamatan lama terbentuk Keropeng
No Waktu (Jam) Keterangan
1 0 jam Belum terjadi terlihat keropeng pada tikus. Akan
tetapi pada saat diberi obat luka dari ekstrak daun
jarak dan getah pisang, tikus lebih agresif. Hal ini
dikarenakan efek dari obat sedang bekerja
2 6 jam Belum terlihat pembentukan keropeng. Tikus
menjadi lebih tenang ketika diberikan obat luka
dari ekstrak daun jarak dan getah pisang.
3 12 jam Belum terlihat pembentukan keropeng.
4 24 jam Belum terlihat pembentukan keropeng
5 30 jam Belum terlihat pembentukan keropeng
6 36 jam Sudah terlihat pembentukan keropeng
7 48 jam Sudah terlihat pembentukan keropeng
8 52 jam Sudah terlihat pembentukan keropeng

4.2.2. Pada Tikus Pertama (Perlakuan II)


Pengamatan pada tikus pertama dilakukan setelah 6 jam diberikan
perlakuan I yaitu pemberian obat luka betadine dalam proses penyembuhan luka.
Tabel 4.2. Pengamatan lama terbentuk Keropeng
No Waktu (Jam) Keterangan
1 0 jam Belum terjadi terlihat keropeng pada tikus. Akan
tetapi pada saat diberi obat luka dari ekstrak daun
jarak dan getah pisang, tikus lebih agresif. Hal ini
dikarenakan efek dari obat sedang bekerja
2 6 jam Belum terlihat pembentukan keropeng. Tikus
menjadi lebih tenang ketika diberikan obat luka
dari ekstrak daun jarak dan getah pisang.
3 12 jam Belum terlihat pembentukan keropeng.
4 24 jam Belum terlihat pembentukan keropeng
5 30 jam Belum terlihat pembentukan keropeng
6 36 jam Belum terlihat pembentukan keropeng
7 48 jam Sudah terlihat pembentukan keropeng, luka sudah
mulai mengering
8 52 jam Sudah terlihat pembentukan keropeng luka sudah
tertutup

4.2.3. Rata-Rata (Jam) Pembentukan Keropeng pada Perlakuan I dan II


Berikut ini data Rata-Rata (Jam) Pembentukan Keropeng pada tikus I dan
Kedua.
Tabel 4.3. Pengamatan Lama Terbentuk Keropeng Setelah Pengobatan
Perlakuan Rata-rata Lama
Pengamatan (Jam) ± SD
Ekstrak Daun Jarak + Getah Pisang 36 ± 12,44
Betadine 48 ± 15,38

4.3. Pembahasan
Ada beberapa fase penyembuhan luka baru pada mencit yang diamati
selama penelitian ini yaitu fase peradangan (fase inflamasi), fase kering, dan fase
granulasi. Fase peradangan terlihat pada pengamatan ke-12 jam (0,5 hari) pada
pengolesan obat luka ekstrak daun jarak denan getah pisang dan betadine.
Jaringan menjadi merah disebabkan oleh peningkatan aliran darah arteri ke
jaringan yang rusak. Tujuan dari peradangan adalah menarik protein plasma dan
sel-sel fagosit ke permukaan luka untuk dapat menghancurkan benda asing yang
masuk, membersihkan debris dan mempersiapkan jaringan untuk proses
penyembuhan dan perbaikan luka. Sel radang terutama sel makrofag akan
mengeluarkan zat yang dapat memicu timbulnya angioblas dan fibroblas.
Fase kering terjadi lebih cepat pada luka yang diobati dengan getah jarak
cina yaitu pada pengamatan ke-24 jam (1 hari), sedangkan pengobatan dengan
betadin dan kontrol fase kering terjadi pada pengamatan ke-36 jam (1,5 hari) dan
ke-48 jam (2 hari). Hal ini terjadi karena daun jarak mengandung jatrophine yang
dapat meningkatkan jumlah trombosit. Trombosit akan mengeluarkan adenosin
difosfat (ADP), yang menyebabkan permukaan trombosit melekat pada lapisan
trombosit yang pertama. Trombosit yang baru melekat mengeluarkan lebih banyak
ADP, sehingga bertambah jumlah trombosit yang melekat. Proses penumpukan
trombosit didukung oleh tromboksan A yang secara langsung mendorong agregasi
trombosit sehingga dapat mempercepat pembekuan darah dengan cara
mengeluarkan lebih banyak ADP. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
pengolesan (pengobatan) luka baru dengan daun jarak pagar berpengaruh sangat
nyata terhadap lama terbentuk keropeng (P<0,01).
Berdasarkan Tabel 4.3. menunjukkan bahwa lama terbentuk keropeng pada
pengolesan getah jarak cina dan betadin terjadi pada pengamatan jam ke-36
berbeda nyata dibandingkan dengan kontrol (jam ke-48). Kecepatan terbentuk
keropeng pada luka yang diobati dengan obat luka ekstrak daun jarak pagar
dengan getah pisang yang disebabkan oleh kandungan senyawa flavonoid, tanin,
dan saponin di ekstrak daun jarak pagar dengan getah pisang. Flavonoid telah
diketahui dapat berfungsi sebagai vasodilatator yang dapat memperlancar aliran
darah. Tanin bersifat sebagai antiseptik. Betadin juga berfungsi sebagai antiseptik
yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri sehingga luka cepat kering dan
membentuk keropeng.
Pembentukan keropeng didukung oleh adanya vasokonstriksi pembuluh
darah dan pembentukan kolagen. Tanin juga dapat menimbulkan efek
vasokontriksi pembuluh darah kapiler. Kandungan saponin dapat memicu
pembentukan kolagen, yaitu protein struktural yang berperan dalam proses
penyembuhan luka .
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
Adapun yang menjadi kesimpulan dalam proses penelitian Pemanfaatan
Ekstrak daun Jarak Pagar (Jatropha curcas L. ) dan Getah Pisang Menjadi Obat
Luka adalah:
1. Ekstrak daun jarak yang telah dicampur dengan getah pisang bisa
digunakan sebagai obat luka dalam proses penyembuhan luka
2. Kecepatan terbentuk keropeng pada luka yang diobati dengan obat
luka ekstrak daun jarak pagar dengan getah pisang yang disebabkan
oleh kandungan senyawa flavonoid, tanin, dan saponin di ekstrak
daun jarak pagar dengan getah pisang.
3. Obat luka dari ekstrak daun jarak pagar dan getah pisang sangat
berpotensi dalam proses pembentukan keropeng dalam proses
penyembuhan luka

5.2. Saran
Adapun yang menjadi saran dalam proses penelitian ini adalah:
1. Pengamatan penelitian harus dilakukan sampai proses pengamatan
proses pengelupasan keropeng dan penyembuhan luka
2. Sampel Penelitian harus dalam skala besar.
DAFTAR PUSTAKA

Agustina, I. 2008. Kajian Jenis Tumbuhan Obat Yang Dimanfaatkan Oleh


Masyarakat Pengunungan di Kabupaten Pidie. Skripsi. Universitas
Syiah Kuala, Banda Aceh.

Athoillah, A. I. 2007. Pengaruh Pemberian Berbagai Konsentrasi Getah Batang


Tanaman Yodium (Jatropha multifida L.) Terhadap Lama Waktu
Koagulasi Darah Secara In Vitro (Studi Kasus Lama Waktu Koagulasi
Golongan Darah B). Skripsi. Universitas Muhamadiyah, Malang.

BPOM RI, 2005. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
Republik Indonesia Nomor HK 00.05.41.1384 tentang Kriteria dan
Tata Laksana Pendaftaran Obat Tradisional, Obat Herbal Terstandar
dan Fitofarmaka. Kepala BPOM, Jakarta.

Hasanah, N. M. H., Soesatyo, dan Mustofa. 2006. Pengaruh Pemberian Ekstrak


Metanol Pasak Bumi (Eurycoma longifolia Jack) Pada Aktifitas
Fagositosis Makrofag Peritoneal Mencit Terhadap Infeksi Listeria
monocytogenes. Jurnal Sains Kesehatan. 19 (3): 255-270.

Mills S., Bone K. 2000. Principles and Practice of Phytotheraphy. Cruchill


Livingstone. P. 31-33, London.

Nadiyansyah. 2009. Efikasi Ekstrak Metanol Daun Jarak Pagar (Jatropha


curcas Linn.) Terhadap Penyembuhan Luka Insisi pada Mencit (Mus
musculus). Skripsi. Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh.

Prasetyo, B. 2009. Efektifitas Getah Jarak Cina (Jatropha multifida L.) Terhadap
Penyembuhan Luka Perdarahan Kapiler pada Marmut.
Skripsi.Universitas Islam Sultan Agung, Semarang.

Robinson, T. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Edisi Ke-4.


Terjemahan Kosasih Padmawinata. ITB, Bandung
Suarsini, E. dan Witjoro, A. 2006. Kajian Beberapa Metode Ekstraksi Daun
Jarak Tintir (Jatropia multifida L.) terhadap Daya Antimikroba Pada
Bakteri Staphylococcus aureus dari PenderitaFolik ulitis.

Wardani, L. P. 2009. Efek Penyembuhan Luka Bakar Gel Ekstrak Etanol Daun
Sirih (Piper betle) Pada Kulit Punggung Kelinci. Skripsi. Universitas
Muhamadiyah, Surakarta.
Daftar Riwayat Hidup
(BIODATA)

1. Nama : Karina Enda Teguh


Tempat/ Tanggal Lahir : Medan, 05 Agustus 1999
Asal Sekolah : SMA ST. Ignasius Medan
Alamat Sekolah : Jl. Karya Wisata No. 6 Medan Johor
Kelas : XI IPA
E-mail :-
Penghargaan yang pernah diraih :
 Peserta Olimpiade Biologi Methodist EXPO 2015
 Peserta Olimpiade Kimia Dinas Pendidikan Kota Medan
 Juara 3 Kelas
2. Nama : Sola Vinola
Tempat/ Tanggal Lahir : Medan, 05 Juli 2000
Asal Sekolah : SMA ST. Ignasius Medan
Alamat Sekolah : Jl. Karya Wisata No.6 Medan Johor
Kelas : X IPA
E-mail : -
Penghargaan yang pernah diraih :
 Juara I Kelas
 Juara I Umum SMA ST. IGNASIUS MEDAN
 Juara Harapan I Speech Contest EW- 6 Medan

3. Nama : Xylyn Veronika P


Tempat/ Tanggal Lahir : Pekanbaru, 19 Desember 1999
Asal Sekolah : SMA ST. Ignasius Medan
Alamat Sekolah : Jl. Karya Wisata No. 6 Medan Johor
Kelas : XI IPS
E-mail :
Penghargaan yang pernah diraih :
 Juara I Kelas XI IPS
 Peserta Olimpiade Ekonomi Methodist Expo 2015
 Peserta Olimpiade Geografi Dinas Pendidikan Kota Medan

LAMPIRAN
Dokumentasi Penelitian

Anda mungkin juga menyukai