ASMA
ASMA
PENDAHULUAN
1
tindakan akan mengakibatkan peningkatan kecemasan ke level yang lebih parah
dan meningkatkan resiko cedera, fungsi fisiologi abnormal (Carol Taylor, 1997 :
783). Respon yang ditimbulkan oleh kecemasan dapat dimanifestasikan oleh
syaraf otonom (simpatis dan parasimpatis). Respon simpatis akan menyebabkan
pelepasan epineprin, adanya peningkatan epineprin mengakibatkan denyut jantung
cepat, pernafasan cepat dan dangkal, tekanan pada arteri meningkat. Kecemasan
juga berdampak negatif pada fisiologi tubuh manusia antara lain dampak pada
kardiovaskuler, sistem respirasi, gastro intestinal, neuromuscular, traktus
urinarius, kulit, dampak pada perilaku, kognitif dan afektif. Dampak yang paling
memperberat asma adalah dampak terhadap sistem respirasi dan kardiovaskuler
yang dapat menyebabkan kesulitan bernafas, nafas cepat dan dangkal, rasa
tertekan pada dada dan peningkatan tekanan darah (Stuart dan Sundeen, 1995 :
331).
Dampak lain yang lain tak kalah pentingnya adalah penurunan sistem imun
dan respon inflamasi. Di mana kecemasan akan menurunkan kadar limfosit dalam
darah dan komponen sel darah putih yang lain. Kadar limfosit yang rendah tidak
mampu melawan proses inflamasi di bronkus sehingga keadaan asma akan
berlangsung lama dan kekambuhan akan menjadi lebih sering karena penurunan
sistem imun menyebabkan kerentanan terhadap proses inflamasi.
Mengingat untuk mencapai sehat secara dinamis bagi penderita asma
bronkiale perlu peningkatan respon imun maka upaya peningkatan respon
ketahanan tubuh pada penderita tersebut sangat diperlukan. Oleh karena itu selain
indikator peningkatan ventilasi paru-paru guna menjaga homeostasis perlu adanya
indikator tambahan yaitu sistem ilmunologik. Telah diketahui bahwa proses
pembentukan pola respon ketahanan tubuh pada penderita asma bronkiale, tidak
terjadi sebagai akibat imunogen tetapi juga dapat terjadi melalui mediator kimia
terkait. Mediator tersebut berupa sitokin (Baratawidjaja, 1996). Atas dasar peran
mediator sitokin dalam respon ketahanan tubuh tersebut, maka pendekatan
penelitian ini menggunakan konsep psikoneuroimunologik (Ader, 1991 :
Setyawan, 1996). Indikator ketahanan tubuh yang berkonsep
Psikoneuroimunologi akan digunakan untuk pedoman penelitian dengan relaksasi
2
latihan pernafasan
Salah satu upaya menurunkan tingkat kecemasan pada klien asma adalah
dengan latihan relaksasi pernafasan. Teknik relaksasi ini telah diketahui efektif
menurunkan kecemasan untuk perawatan dan pencegahan gangguan pernafasan,
hiperventilasi, nafas pendek (Martha Davis, 1995 : 28). Karena menurunkan
ketegangan dan perubahan kesadaran (Stuart dan Sundeen : 347). Latihan
relaksasi yang terprogram setiap hari memberi efek pada respon psikologis
terhadap stress dan juga akan tertolong jika kecemasan muncul kembali (Barbara
C. Long, 1996 : 144).
Dari uraian di atas, maka perlu dilakukan penelitian guna mengetahui
seberapa jauh mana efektifitas relaksasi pernafasan terhadap penurunan tingkat
kecemasan pada klien asma sehingga hasil penelitian ini dapat memberi masukan
kepada sejawat perawat khususnya dalam memberi asuhan keperawatan pada
klien asma yang rentan sekali terhadap stress.
3
serangan.
(2) Mempelajari efektifitas relaksasi pernafasan terhadap penurunan
frekwensi kekambuhan.
1.4 Manfaat
(1) Hasil penelitian ini dapat meningkatkan pemahaman tentang efektifitas
relaksasi pernafasan terhadap penurunan kecemasan pada klien asma.
(2) Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam
upaya mengurangi kecemasan pada klien asma.
(3) Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai data dasar untuk
melaksanakan penelitian lebih lanjut.
(4) Memberi masukan kepada sejawat perawat tentang pentingnya menangani
cemas pada klien asma sehingga klien bisa mendapatkan perawatan yang
komprehensip.
1.5 Relevansi
Perawatan psikologis klien asma merupakan hal yang sangat penting, baik
pada saat serangan ataupun tidak dalam serangan. Perawat dan klien harus
berusaha bersama-sama mempertahankan kondisi psikologis klien dalam keadaan
stabil sehingga klien tidak jatuh dalam keadaan distress (cemas), karena hal ini
akan memperburuk kondisi klien. Pada saat serangan asma terjadi dan masa-masa
kritis setelah serangan klien akan berada dalam kondisi kecemasan yang berat.
Kondisi demikian harus segera mendapatkan perawatan yang baik untuk
meminimalkan kecemasan. Salah satu upaya untuk menurunkan tingkat
kecemasan pada klien asthma adalah dengan relaksasi pernafasan. Manfaat
relaksasi pernafasan diantaranya adalah menurunkan ketegangan, mencegah
gangguan pernafasan, klien akan merasa lebih nyaman sehingga akan
mempercepat kesembuhan klien. Pentingnya pengelolaan cemas dengan relaksasi
pernafasan ini akan menggugah dunia keperawatan untuk lebih memperhatikan
betapa pentingnya kondisi psikologis klien yang sangnat besar pengaruhnya
terhadap proses kesembuhan dan frekwensi kekambuhan. Dengan demikian dapat
lebih meningkatkan pelayanan keperawatan secara komprehensif khususnya pada
4
klien asma.
5
BAB 2
TINJAUAN TEORI
.Pada bab ini akan disajikan tentang konsep dasar asma, cemas dan
relaksasi pernafasan. Konsep dasar asma meliputi pengertian asma, tipe asma,
faktor -faktor pencetus serangan asma serta dampak-dampak yang ditimbulkan
oleh asma.
Kedua tentang konsep dasar cemas meliputi pengertian cemas, tingkatan
cemas, faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan dan mekanisme timbulnya
asma yang diakibatkan oleh kecemasan.
konsep dasar relaksasi pernafasan meliputi pengertian relaksasi pernafasan,
alasan, Ketiga tentang manfaat, metode / cara relaksasi pernafasan dan kerugian
bila tidak melakukan relaksasi pernafasan pada klien asma.
2.1 Konsep Dasar Asma
2.1.1 Pengertian
Asma adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon trakea dan
bronkhus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan
jalan nafas yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah secara spontan maupun
sebagai hasil pengobatan (Soeparman, 1990 dikutip dari The American Thoracic
Society, 1962).
Menurut Sylvia Anderson (1995 : 149) asma adalah keadaan klinis yang
ditandai oleh masa penyempitan bronkus yang reversibel, dipisahkan oleh masa di
mana ventilasi jalan nafas terhadap berbagai rangsang.
Asma adalah suatu inflamasi kronis saluran nafas yang melibatkan sel
eosinofil, sel mast, sel netrofil, limfosit dan makrofag yang ditandai dengan
wheezing, sesak nafas kumat-kumatan, batuk, dada terasa tertekan dapat pulih
kembali dengan atau tanpa pengobatan (Cris Sinclair, 1990 : 94)
Samsuridjal dan Bharata Widjaja (1994) menjelaskan asma adalah suatu
penyakit peradangan (inflamasi) saluran nafas terhadap rangsangan atau hiper
reaksi bronkus. Sifat peradangan pada asma khas yaitu tanda-tanda peradangan
saluran nafas disertai infliltrasi sel eosinofil.
6
Asma merupakan suatu keadaan gangguan / kerusakan bronkus yang
ditandai dengan spasme bronkus yang reversibel (spasme dan kontriksi yang lama
pada jalan nafas) (Joyce M. Black, 1996 : 504).
Menurut Crocket (1997) asthma bronkiale didefinisikan sebagai penyakit
dari sistem pernafasan yang meliputi peradangan dari jalan nafas dengan gejala
bronkospasme yang reversibel.
2.1.2 Klasifikasi Asma Berdasarkan Etiologi
(1) Asma Bronkiale Tipe Atopik (Ekstrinsik)
Asma timbul karena seseorang yang atopi akibat pemaparan
alergen. Alergen yang masuk tubuh melalui saluran pernafasan, kulit,
saluran pencernaan dan lain-lain akan ditangkap oleh makrofag yang
bekerja sebagai antigen presenting cells (APC). Setelah alergen diproses
dalam sel APC, kemudian oleh sel tersebut, alergen dipresentasikan ke sel
Th. Sel APC melalui penglepasan interleukin I (II-1) mengaktifkan sel
Th. Melalui penglepasan Interleukin 2 (II-2) oleh sel Th yang diaktifkan,
kepada sel B diberikan signal untuk berproliferasi menjadi sel plasthma
dan membentuk IgE.
IgE yang terbentuk akan segera diikat oleh mastosit yang ada
dalam jaringan dan basofil yang ada dalam sirkulasi. Hal ini
dimungkinkan oleh karena kedua sel tersebut pada permukaannya
memiliki reseptor untuk IgE. Sel eosinofil, makrofag dan trombosit juga
memiliki reseptor untuk IgE tetapi dengan afinitas yang lemah. Orang
yang sudah memiliki sel-sel mastosit dan basofil dengan IgE pada
permukaan tersebut belumlah menunjukkan gejala. Orang tersebut sudah
dianggap desentisisasi atau baru menjadi rentan
Bila orang yang sudah rentan itu terpapar kedua kali atau lebih
dengan alergen yang sama, alergen yang masuk tubuh akan diikat oleh
IgE yang sudah ada pada permukaan mastofit dan basofil. Ikatan tersebut
akan menimbulkan influk Ca++ ke dalam sel dan terjadi perubahan dalam
sel yang menurunkan kadar cAMP.
Kadar cAMP yang menurun itu akan menimbulkan degranulasi sel.
7
Dalam proses degranulasi sel ini yang pertama kali dikeluarkan adalah
mediator yang sudah terkandung dalam granul-granul (preformed) di
dalam sitoplasma yang mempunyai sifat biologik, yaitu histamin,
Eosinophil Chemotactic Factor-A (ECF-A), Neutrophil Chemotactic
Factor (NCF), trypase dan kinin. Efek yang segera terlihat oleh mediator
tersebut ialah obstruksi oleh histamin.
8
serta hipersekresi mukus maka terjadi penyempitan bronkhus dan
percabangannya sehingga akan menimbulkan rasa sesak, nafas berbunyi
(wheezing) dan batuk yang produktif.
Adanya stressor baik fisik maupun psikologis akan menyebabkan
suatu keadaan stress yang akan merangsang HPA axis. HPA axis yang
terangsang akan meningkatkan adeno corticotropic hormon (ACTH) dan
kadar kortisol dalam darah. Peningkatan kortisol dalam darah akan
mensupresi immunoglobin A (IgA). Penurunan IgA menyebabkan
kemampuan untuk melisis sel radang menurun yang direspon oleh tubuh
sebagai suatu bentuk inflamasi pada bronkhus sehingga menimbulkan
asma bronkiale.
(2) Asma Bronkiale Tipe Non Atopik (Intrinsik)
Asma non alergenik (asma intrinsik) terjadi bukan karena
pemaparan alergen tetapi terjadi akibat beberapa faktor pencetus seperti
infeksi saluran nafas atas, olah raga atau kegiatan jasmani yang berat,
serta tekanan jiwa atau stress psikologik. Serangan asma terjadi akibat
gangguan saraf otonom terutama gangguan saraf simpatis yaitu blokade
adrenergik beta dan hiperreaktifitas adrenergik alfa. Dalam keadaan
normal aktifitas adrenergik beta lebih dominan daripada adrenergik alfa.
Pada sebagian penderita asma aktifitas adrenergik alfa diduga meningkat
yang mengakibatkan bronkhokonstriksi sehingga menimbulkan sesak
nafas.
Reseptor adrenergik beta diperkirakan terdapat pada enzim yang
berada dalam membran sel yang dikenal dengan adenyl-cyclase dan
disebut juga messengner kedua. Bila reseptor ini dirangsang, maka enzim
adenyl-cyclase tersebut diaktifkan dan akan mengkatalisasi ATP dalam sel
menjadi 3’5’ cyclic AMP. cAMP ini kemudian akan menimbulkan dilatasi
otot-otot polos bronkus, menghambat pelepasan mediator dari mastosit /
basofil dan menghambat sekresi kelenjar mukus. Akibat blokade reseptor
adrenergik beta maka fungsi reseptor adrenergik alfa lebih dominan
akibatnya terjadi bronkhus sehingga menimbulkan sesak nafas. Hal ini
9
dikenal dengan teori blokade adrenergik beta. (baratawidjaja, 1990).
(3) Asma Bronkiale Campuran (Mixed)
Pada tipe ini keluhan diperberat baik oleh faktor-faktor intrinsik
maupun ekstrinsik.
10
(5)Obat-obatan
Beberapa pasien asthma bronkiale sensitif atau alergi terhadap obat tertentu
seperti penicillin, salisilat, beta blocker, kodein dan sebagainya.
(6)Polusi udara
Pasien asthma sangat peka terhadap udara berdebu, asap pabrik / kendaraan,
asap rokok, asap yang mengandung hasil pembakaran dan oksida fotokemikal,
serta bau yang tajam.
(7)Lingkungan kerja
Diperkirakan 2 – 15% pasien asthma bronkiale pencetusnya adalah
lingkunagn kerja (Sundaru, 1991).
2.1.4 Dampak yang Ditimbulkan Oleh Asthma Bronkiale
Dampak yang ditimbulkan oleh asma Bronkhiale adalah :
(1) Fisik
(2) Sistem Pernafasan
Sistem pernafasan berupa :
a. Peningkatan frekuensi pernafasan, susah bernafas, perpendekan periode
inspirasi, pemanjangan ekspirasi
b. Penggunaan otot-otot aksesori pernafasan (retraksi sternum, pengangkatan
bahu waktu bernafas).
c. Pernafasan cuping hidung.
d. Adanya mengi yang terdengar tanpa stetoskop.
e. Batuk keras, kering dan akhirnya batuk produktif.
f. Faal paru terdapat penurunan FEV1.
(3) Sistem Kardiovaskuler
a.Takikardia
b. Tensi meningkat
c.Pulsus paradoksus (penurunan tekanan darah) 10 mmHg pada waktu
inspirasi).
d. Sianosis
e.Diaforesis
f. Dehidrasi
11
(4)Psikologis
a. Peningkatan ansietas (kecemasan) : takut mati, takut menderita, panik,
gelisah.
b. Ekspresi marah, sedih, tidak percaya dengan orang lain, tidak perhatian.
c. Ekspresi tidak punya harapan, helplessness.
(5) Sosial
a. Ketakutan berinteraksi dengan orang lain.
b. Gangguan berkomunikasi
c. Inappropiate dress
d. Hostility toward others
(6)Hematologi
a. Eosinofil meningkat > 250 / mm3
b. Penurunan limfosit dan komponen sel darah putih yang
lain.
c. Penurunan Immunoglobulin A (IgA)
c
2.2 Konsep Dasar Cemas
2.2.1 Pengertian
Cemas adalah keadaan di mana seseorang mengalami perasaan gelisah atau
cemas dan aktivitas saraf otonom dalam berespon terhadap ancaman tak jelas, tak
spesifik (carpenito, 2000 : 132)
Cemas didefinisikan sebagai suatu energi yang tidak dapat diukur, namun
dapat dilihat secara tidak langsung melalui tindakan individu tersebut (Stuart dan
Sundeen, 1995 : 328).
Menurut Barbara C. Long 91996) cemas merupakan suatu respon
psikologis dan fisiologis, perasaan takut / tidak tenang yang sumbernya tidak
diketahui.
Cemas adalah ketidakjelasan perasaan sulit yang sumbernya seringkali
tidak spesifik atau tidak diketahui oleh individu (Carpenito, 2000 dikutip dari
NANDA 1994).
12
Cemas merupakan dasar reaksi terhadap stress dan keadaan mental yang
sulit, ketakutan, firasat / perasaan tidak ada bantuan (Kozier, et.al, 1997 : 833).
13
motorik dan respon terhadap stimulus minor, komunikasi tidak dapat
dipahami, dispnea, gemetar, palpitasi, parestesia, tersedak, berkeringat.
2.1.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecemasan
Menurut Carpenito (2000 : 128) fktor-faktor yang mempengaruhi
kecemasan adalah :
(1) Situasi (personal, lingkungan)
Berhubungan dengan nyata / merasa terganggu pada integritas biologis
sekunder terhadap serangan, prosedur invasif dan penyakit. Adanya perubahan
nyata / merasakan adanya perubahan lingkungan sekunder terhadap perawatan
di rumah sakit.
(2) Maturasional
Tingkat maturasi individu akan mempengaruhi tingkat kecemasan. Pada
bayi kecemasan lebih disebabkan karena perpisahan, lingkungan atau orang
yang tidak di kenal dan perubahan hubungan dalam kelompok sebaya.
Kecemasan pada remaja mayoritas disebabkan oleh perkembangan seksual.
Pada dewasa berhubungan dengan ancaman konsep diri, sedangkan pada
lansia kecemasan berhubungan dengan kehilangan fungsi.
(3) Tingkat pendidikan
Individu yang berpendidikan tinggi akan mempunyai koping yang lebih
baik dari pada yang berpendidikan rendah sehingga dapat mengeliminir
kecemasan yang terjadi.
(4) Karakteristik stimulus
a. Intensitas stressor.
b. Lama stressor.
c. Jumlah stressor
(5) Karakteristik individu
a. Makna stressor bagi individu
b. Sumber yang dapat dimanfaatkan dan respon koping
c. Status kesehatan individu
2.1.3 Timbulnya Cemas pada Asthma
(1) Sesak nafas (kesulitan bernafas) mengakibatkan klien takut akan ancaman
14
kematian, ketakutan ini akan menimbulkan keadaan cemas yang berat
(Barbara C. Long, 1996 : 613).
(2) Penurunan oksigen dalam darah akan menurunkan supply oksigen ke otak.
Penurunan oksigen ke otak menyebabkan perubahan kesadaran dan
memperbesar kemungkinan terjadinya cemas yang sering membuat situasi
stress lebih sulit diatasi (Martha Davis, 1995 : 28)
15
kurang objektif, kehilangan kontrol, takut cedera atau mati.
(4) Afektif
Tegang, takut, nervous.
16
jaringan menjadi kurang makanan. Kurangnya oksigen dalam darah memperbesar
kemungkinan terjadinnya cemas, depresi dan lelah yang sering membuat setiap
situasi stress menjadi lebih sulit diatasi. Kebiasaan bernafas yang tepat penting
untuk kesehatan mental dan fisik (Martha Davis, 1995 : 28)
Bernafas adalah satu-satunya fungsi otomatis yang dapat dikendalikan.
Sebagian melalui sistem saraf otonom dan sebagian melalui susunan saraf pusat.
Sistem saraf otonom mengendalikan fungsi vital, sekresi endokrin (hormon) dan
emosi. Dengan mengendalikan pernafasan, seseorang dapat mempengaruhi semua
fungsi tubuh, untuk jangka waktu singkat dapat mengambil alaih fungsi-fungsi
….. secara sadar (Leon Chaitow, 1993 : 57).
Secara fisiologis latihan pernafasan akan menurunkan denyut jantung,
mengurangi aktivitas saraf simpatis, mengistirahatkan otot yang tegang dan
memberi kesempatan terjadinya keseimbangan, memberi kesempatan fungsi saraf
parasimpatis untuk berfungsi menenangkan pikiran. Metode relaksasi di atas
sangat ideal bagi klien asma bila mereka tidak dalam serangan. Bila sudah mahir,
latihan pernafasan dapat digunakan selama serangan (Leon Chaitow, 1993 : 57).
Tugas utama sistem saraf simpatis adalah membantu memberi respon
terhadap ancaman dan stress oleh sarana yang disebut Flight or Fight. Di antara
sejumlah fungsi lainnya, sistem saraf simpatis dianggap sebagai penyebab
melebarnya saluran pernafasan melalui zat kimia yang beredar atau hormon
seperti adrenalin. Hal ini mempermudah pernafasan dan memungkinkan lebih
banyak udara masuk ke paru-paru …… lebih bagus. Tetapi tidak selalu saluran
pernafasan peka terhadap instruksi yang datang dari sistem saraf simpatis untuk
melebar, akibatnya saluran pernafasan menjadi lebih sempit daripada seharusnya.
(Chris Sinclair dan Arcan, 1990 : 105).
Hasil penelitian membuktikan serangan pada asma intrinsik dipicu oleh
faktor-faktor yang tidak khas, dan diduga bahwa faktor ini bergerak melalui
sebagian parasimpatis dari sistem saraf otonom.
Latihan pernafasan dapat berpengaruh terhadap elemen dari sistem imun,
latihan ini akan meningkatkan plasma Benndorphins, katekolamin dan
glukokortikoid. Katekolamin dan Bendorrphins berinteraksi dengan
17
Hypothalamio – pituitary adrenal axis (HPA Axis) untuk merubah faktor-faktor
yang memberi kontribusi pada hypothalamus. Latihan pernafasan menyebabkan
perubahan pada Monoamine dan Neuropeptida lain, endorphins dan
Kortikosteroid yang berpengaruh langsung terhadap fungsi imun manusia.
18
(2) Arahkan perhatian pada pernafasan anda, tempatkan tangan anda pada
bagian yang paling terasa naik dan turun pada saat anda menarik nafas
dan menghembuskan nafas. Perhatikan, jika bagian ini pada dada,
maka anda tidak menggunakan bagian bawah dada dengan baik. Orang
yang gugup cenderung sering bernafas sangat pendek, bernafas
dangkal pada dada bagian atas.
(3) Letakkan kedua tangan anda dengan lembut di atas perut dan ikuti
pernafasan anda. Perhatikan bagaimana perut anda naik pada tiap
tarikan nafas dan turun tiap hembusan nafas.
(4) Paling baik jika anda bernafas melalui hidung. Jika mungkin,
bersihkan rongga hidung anda sebelum melakukan latihan pernafasan.
(5) Apakah data dan perut anda bergerak secara harmonis, atau kaku ?
Sediakan satu atau dua menit untuk membiarkan dada mengikuti
gerakan perut anda.
(6) Amati tubuh anda yang tegang, khususnya tenggorokan, dada dan
perut.
(7) Letakkan satu tangan di atas perut dan satu tangan di atas dada.
(8) Tarik nafas pelan-pelan dan dalam melalui hidung masuk ke dalam
perut mendorong tangan anda sekuat-kuatnya selama anda merasa
nyaman. Dada anda harus hanya sedikit bergerak dan bersamaan
dengan pergerakan perut.
(9) Jika anda merasa mudah dengan langkah ke-4, tersenyum sedikit, tarik
nafas melalui hidung dan hembuskan melalui mulut, cipyakan
ketenangan, relaks, desingkan udara seperti angin seraya anda
meniupkan udara dengan lembut ke luar. Mulur, hidung dan rahang
anda akan relaks. Ambil nafas panjang, pelan, dalam yang
membesarkan dan mengecilkan perut. Fokuskan pada bunyi dari
pernafasan sambil anda semakin relaks.
(10) Lanjutkan nafas dalam selama lima atau sepuluh menit setiap kali,
satu atau dua kali sehari, selama dua minggu, kemudian, jika anda
suka, perpanjang waktunya sampai 20 menit.
19
(11) Pada akhir setiap kali pernafasan dalam, gunakan waktu sejenak
untuk sekali lagi mengamati tubuh anda yang tegang. Bandingkan
ketegangan yang anda rasakan pada akhir latihan dengan yang anda
alami pada awal latihan.
(12) Bila anda telah terbiasa dengan pernafasan perut, lakukan setiap saat
anda menginginkannya sepanjang hari saat anda duduk atau berdiri.
Konsentrasikan pada gerakan perut ke atas dan ke bawah, udara ke luar
masuk paru-paru anda, dan perasaan relaks yang dihasilkan dengan
nafasa dalam.
(13) Bila anda telah belajar merilekskan diri dengan menggunakan
nafasa dalam, lakukanlah setiap kali anda merasa tenang.
20
BAB 3
METODE PENELITIAN
Keterangan :
: Diteliti
: tidak diteliti
21
3.3 Populasi, Sampel dan Sampling
3.3.1 Populasi
Populasi adalah keseluruhan kelompok individu atau objek yang diminati
peneliti. Populasi ini sering mengacu pada kriteria spesifik seperti umur, jenis
kelamin, jenis penyakit (Dorothy Young, 2000 : 152).
Populasi dalam penelitian ini adalah semua klien asthma dewasa yang di
rawat di Ruang Paru RSUD Dr. Soetomo Surabaya.
3.3.2 Sampel
Sampel adalah bagian (subset) dari populasi yang dipilih dengan cara
tertentu hingga dianggap mewakili populasinya (Sastroasmoro dan Ismael, 1995 :
43).
Kriteria inklusi adalah karakteristik sampel yang dapat di masukkan atau
yang layak untuk di teliti.
Kriteria inklusi dalam penelitian ini :
(1) Klien bersedia untuk diteliti.
(2) Klien asthma dewasa.
(3) Klien dalam serangan asthma / tidak.
(4) Tidak ada kelainan jiwa.
(5) Tidak ada penyakit penyerta.
Kriteria ekslusi dalam penelitian ini :
(1) Klien tidak bersedia diteliti
(2) Klien asthma yang disertai komplikasi.
(3) Klien anak.
22
a. Lama latihan relaksasi pernafasan
Lama latihan relaksasi pernafasan dibagi menjadi 3 bagian
1. < 3 menit per latihan
2. 3 – 5 menit per latihan
3. > 5 menit per latihan
b. Frekuensi latihan relaksasi pernafasan :
1. 1 kali sehari
2. 2 – 3 kali sehari
3. > 3 kali sehari
c.Cara latihan relaksasi pernafasan
1. Kurang : bila latihan tidak benar
2. Cukup : bila latihan benar dengan panduan perawat
3. Baik : bila latihan benar tanpa panduan perawat
23
sangat menurun, terfokus pada masalah detil, ketidakselarasan pikiran,
tindakan dan perasaan, tidak memperhatikan instruksi, tidak mampu
berkonsentrasi dan menghadapi situasi saat ini, hiperventilasi, takikardi,
mual, pusing, kesulitan berkomunikasi.
4. Panik
Kecemasan paling berat yang ditandai dengan persepsi
terhadap lingkungan mengalami distorsi, tidak mampu memahami
situasi, aktivitas motorik tidak menentu, penyimpangan persepsi, tidak
dapat berfokus pada saat ini, tidak mampu mengucapkan apa yang
dipikirkan, peningkatan motorik dan respon berlebih terhadap stimulus
minor, komunikasi tidak dapat dipahami, dispnea, palpitasi, paresthesi,
berkeringat, tersedak.
24
4. Panik
25