Anda di halaman 1dari 135

ModulSTATI

STIKA
DESKRIPTIF

Suprih Widodo
PGPAUD UPI KAMPUS PURWAKARTA
2019
MODUL
STATISTIKA DESKRIPTIF

©Suprih Widodo

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU


PENDIDIKAN ANAK USIA DINI
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2019

i
ii
KATA PENGANTAR

Segala puji hanyalah milik Allah. Dialah dzat Yang Maha Sempurna.
Penelitian pendidikan merupakan suatu upaya mengatasi masalah-masalah
dalam bidang pendidikan. Secara umum data penelitian pendidikan terbagi
menjadi data kuantitatif dan data kualitiatif. Modul ini menjelaskan
tentang Statistika Deskriptif yang biasa digunakan dalam analisis data
kuantitatif. Modul ini dilengkapi dengan pemanfaatan Excel dan SPSS
sebagai software yang biasa digunakan oleh para peneliti dalam
menganalisis data kuantitatif.
Buku ini adalah harapan bagi penulis untuk memberikan sedikit gambaran
dan petunjuk bagi para peneliti pemula untuk melakukan penelitian
pendidikan terutama dalam melakukan analisis data kuantitatif.
Akhirnya penulis berharap saran membangun untuk perbaikan buku ini,
dan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
terwujudnya buku ini.
Purwakarta, 2019
Penulis

iii
iv
DAFTAR ISI

MODUL STATISTIKA DESKRIPTIF .....................................................i


KATA PENGANTAR ............................................................................. iii
DAFTAR ISI.............................................................................................. v
Modul I DASAR STATISTIKA DESKRIPTIF ........................................ 1
A. Beberapa Istilah Dalam Statistika .................................................. 2
1. Perbedaan statistika dan statistik ............................................... 2
2. Pengertian dan Jenis data Data .................................................. 4
3. Populasi dan Sampel .................................................................. 7
4. Cara mengumpulkan Data.......................................................... 8
5. Cara menentukan jumlah sampel ............................................. 13
B. Dasar-dasar Analisis .................................................................... 15
1. Pembulatan Bilangan ............................................................... 16
2. Notasi Komputasi..................................................................... 18
MODUL II PENYAJIAN DATA ............................................................ 24
A. Penyajian data Berbentuk Tabel .................................................. 25
1. Tabel Frekuensi ........................................................................ 27
2. Tabel Baris Kolom ................................................................... 29
3. Tabel Kontingensi .................................................................... 30
4. Tabel Distribusi Frekuensi ....................................................... 30
5. Jenis Tabel Distribusi Frekuensi .............................................. 37
B. Penyajian Data Berbentuk Diagram............................................. 41
1. Penyajian Data Tersebar .......................................................... 41
2. Penyajian Data Terkelompok ................................................... 48
MODUL III UKURAN PEMUSATAN .................................................. 55
A. Skor Rata-rata .............................................................................. 55
1. Skor Rata-rata Hitung .............................................................. 55

v
2. Skor Rata-rata Lainnya ............................................................ 63
B. Median dan Modus ...................................................................... 65
1. Median Data ............................................................................. 65
2. Modus ...................................................................................... 68
MODUL IV UKURAN LOKASI ........................................................... 72
A. Kuartil .......................................................................................... 72
1. Kuartil data tersebar ................................................................. 73
2. Kuartil data terkelompok ......................................................... 74
B. Desil ............................................................................................. 76
1. Desil data tersebar .................................................................... 76
2. Desil data terkelompok ............................................................ 77
C. Persentil........................................................................................ 79
1. Persentil data tersebar .............................................................. 80
2. Persentil data terkelompok ....................................................... 81
MODUL V UKURAN DISPERSI........................................................... 85
A. Pengertian Dispersi ...................... Error! Bookmark not defined.
B. Jenis-Jenis Ukuran Dispersi ......................................................... 85
C. Koefisien Variasi ......................................................................... 97
D. Kemencengan/Kecondongan ....................................................... 99
E. Keruncingan (Kurtosis) .............................................................. 103
MODUL VI KORELASI DAN REGRESI............................................ 110
A. Scatter Diagram ......................................................................... 111
B. Persamaan Regresi Linier .......................................................... 113
C. Standard Error Estimasi ............................................................. 116
D. Koefisien Korelasi Linier Sederhana ......................................... 118
E. Contoh Lain ............................................................................... 121
F. Menghitung Korelasi dan Regresi dengan Ms. Excel .......... Error!
Bookmark not defined.
DAFTAR PUSTAKA .............................. Error! Bookmark not defined.

vi
vii
MODUL I
DASAR STATISTIKA DESKRIPTIF
(Pertemuan 1, 2)

Statistika sangat bermanfaat untuk kegiatan penelitian pendidikan,


terutama dalam melakukan analisis data kuantitatif. Untuk mempelajari
statistika ada beberapa istilah yang akan sering digunakan dan harus
pembaca pahami. Pada bab ini akan dibahas dan diberikan pengertian dan
contoh-contoh istilah-istilah yang akan sering dibicarakan dalam buku ini.
Pada bagian berikutnya ada beberapa kemampuan teknik dasar dalam
menganalisis data yang sudah harus dimiliki oleh pembaca yang juga akan
diberikan cara cepat beserta contoh-contoh pengerjaannya. Secara lengkap
isi bagian satu ini akan mencakup pengertian statistik, statistika dan data
statistik, macam-macam dan contoh data statistik, cara-cara pengumpulan
data, populasi dan sampel. Dasar analisis yang didalamnya akan dijelaskan
mengenai aturan pembulatan bilangan dan penggunaan notasi komputasi.

Setelah memahami modul ini anda diharapkan dapat:


- Memahami urgensi matakuliah statistika
- Menjelaskan dan melakukan perhitungan dasar-dasar statistika
deskriptif
- Mampu mengumpulkan data dengan melakukan teknik sampling
secara kooperatif dan kolaboratif

1
Beberapa Istilah Dalam Statistika
1. Perbedaan statistika dan statistik
Tentu pembaca sering mendengar istilah statistik atau statistika, namun
apakah keduanya merupakan hal yang sama? Jika tidak dimana letak
perbedaannya? Jika pembaca sering membaca koran atau majalah yang
didalamnya ada berita berkenaan dengan data baik yang disajikan dalam
bentuk diagram atau tabel, maka selalu dikatakan bahwa data yang
ditampilkan adalah data statistik. Contohnya adalah data statistik hasil
pemilihan umum Gubernur Jawa Barat tahun 2008, data ini dikatakan
sebagai data statistik bukan data statistika, perhatikan pula bahwa data
yang ditampilkan biasanya berhubungan dengan angka yang menyatakan
jumlah atau persentase pemilih pada calon-calon gubernur tersebut. Jika
demikian maka statistik dan statistika adalah dua hal yang berbeda,
perbedaannya akan kita lihat pada beberapa pengertian berikut ini:
1. Statistik dapat diartikan sebagai kumpulan angka-angka mengenai
suatu masalah, sehingga dapat memberikan gambaran mengenai
masalah tersebut. Berdasarkan contoh pada kasus pemilihan
gubernur di atas, kumpulan angka bisa dinyatakan melalui jumlah
pemilih setiap calon gubernur dan angka itu mewakili masalah
yang dinyatakan, yaitu hasil pemilihan gubernur Jawa Barat tahun
2008.
2. Statistik dapat diartikan sebagai suatu ukuran yang dihitung dari
sekumpulan data yang merupakan wakil dari sekumpulan data
tersebut. Contohnya, beberapa data telah dikumpulkan dari 40
orang mahasiswa di jurusan Matematika sebuah Perguruan Tinggi
pada suatu angkatan, yaitu data berat badan, tinggi badan dan nilai

2
pre test mata kuliah statistika. Berdasarkan data tersebut
didapatkan bahwa:
a. Rata-rata berat badan 40 mahasiswa di jurusan Matematika di
Perguruan Tinggi angkatan tersebut adalah 42,5 kg.
b. Dari 40 mahasiswa di jurusan Matematika di Perguruan Tinggi
tersebut kebanyakan memiliki tinggi badan antara 160-170cm.
c. Nilai pre tes mata kuliah Statistika 40 orang mahasiswa di
jurusan Matematika di Perguruan Tinggi tersebut 90% masih
belum mencapai nilai kelulusan “C”.
Kata rata-rata 42,5kg, kebanyakan(160-170cm) dan persentase
90% adalah angka yang mewakili sejumlah data yang tidak
disebutkan dalam pernyataan-pernyataan tersebut yang disebut
sebagai statistik
3. Pengertian statistik yang terakhir menunjuk pada sebuah ilmu
pengetahuan, atau suatu metode ilmiah yang sering disebut sebagai
statistika, yaitu cabang ilmu pengetahuan matematika yang
mempelajari bagaimana cara untuk mengumpulkan, mengatur,
menghitung, menggambarkan, menganalisis data, serta menarik
kesimpulan yang sah berdasarkan analisis yang dilakukan dan
pembuatan kesimpulan/keputusan yang rasional.

Statistika sendiri dibagi menjadi dua bagian, yaitu statistika deskriptif dan
statistika inferensial. Pada statistika deskriptif hanya dilakukan
penggambaran data dan analisis kelompok data tanpa melakukan
penarikan kesimpulan tentang kelompok data yang lebih besar. Sedangkan
pada statistika inferensial atau induktif, dilakukan pengambilan
kesimpulan secara sah terhadap kelompok data yang lebih besar dengan

3
memasukkan unsur peluang. Pada statistika inferensial jika kesimpulan
digeneralisasi dari data yang berdistribusi normal maka kegiatan tersebut
disebut sebagai statistika parametris sedangkan kesimpulan yang diambil
bukan berdasarkan data yang tidak berdistribusi normal maka kegiatan
seperti tersebut disebut sebagai statistika non parametris.

Gambar 1 Istilah-istilah dalam statistika

2. Pengertian dan Jenis data Data


Dalam kegiatan penelitian maka pembaca akan melakukan proses
pengumpulan data yang nantinya akan digunakan untuk dianalsis hingga
menyimpulkan fenomena berdasarkan data yang pembaca dapatkan.
Berbicara statistik maupun statistika juga tak lepas dari data yang dapat
diartikan sebagai fakta mengenai objek yang diteliti. Data juga dapat
diartikan sebagai keterangan yang diperlukan untuk memecahkan suatu
masalah. Pada hakikatnya ada beberapa macam-macam data yang harus

4
pembaca pahami, baik dari segi sifat maupun cara memperolehnya yang
akan diuraikan melalui contoh-contoh seperti berikut:
Suatu saat mungkin pembaca ingin mengetahui aktivitas siswa kelas VI
sebuah sekolah dasar pada pelajaran matematika. Jika didapatkan data
bahwa aktivitas siswa ada siswa yang aktif, kurang aktif atau pasif, maka
dilihat dari sifatnya data seperti ini dikatakan sebagai data kualitatif.
Di waktu yang lain, pembaca mungkin ingin mengetahui nilai pelajaran
matematika 40 siswa sekolah dasar pada pokok bahasan pengelolaan data.
Jika setelah dikumpulkan pembaca memperoleh data nilai yang
ditunjukkan dengan skor 4, 5, 6 dst, maka data seperti ini dilihat dari
sifatnya, disebut sebagai data kuantitatif.

Ketika pembaca mencari data aktivitas siswa kelas VI sebuah sekolah


dasar pada pelajaran matematika di atas dengan cara terjun langsung ke
lapangan untuk memperolehnya, maka data yang pembaca dapatkan
adalah data primer jika dilihat dari cara memperolehnya. Namun jika
pembaca memperoleh suatu data dari pihak lain, misalnya pembaca
mendapatkan data dari Biro Pusat Statistik, koran atau majalah, maka data
yang pembaca peroleh disebut sebagai data sekunder.
Beberapa contoh di atas akan membimbing pembaca pada pengertian
macam-macam data dengan contoh yang lebih jelas untuk
membedakannya sebagai berikut:
1. Macam data menurut sifatnya:
a. Data kualitatif adalah data yang ditunjukkan dengan kualitas,
berbentuk kategori atau atribut. Pada contoh di atas nilai
aktivitas siswa yang dinyatakan dengan kualitas, aktif, kurang,
pasif adalah data kualitatif.

5
Contoh data kualitatif yang lain adalah kualitas barang suatu
perusahaan yang bisa ditunjukkan dengan dengan baik, sangat
baik, kurang baik, rusak atau kadaluarsa.
b. Data kuantitatif adalah data yang menunjukkan kuantitas
(nilai), ditunjukkan dengan bilangan. Pada contoh di atas telah
ditunjukkan bahwa nilai ujian matematika 40 siswa sekolah
dasar pada pokok bahasan pengelolaan data adalah data
kuantitatif.
Contoh lain data kauntitatif adalah data tinggi badan siswa yang
dinyatakan dalam cm, atau berat badan yang dinyatakan dalam
kg. Data berat badan dan tinggi badan tersebut semuanya
biasanya ditunjukkan dengan kuantitas/bilangan. Data
kuantitatif dibagi menjadi dua macam yaitu data yang diskrit
dan data kontinu.
Data diskrit adalah data yang didapatkan berdasarkan hasil
membilang atau menghitung. Contohnya jumlah siswa kelas VI
sebuah sekolah dasar, jumlah ayam yang terjangkit flu burung
di sebuah kecamatan, banyaknya mahasiswa yang diterima di
jurusan Matematika sebuah perguruan tinggi di Bandung tahun
2008.
Data kontinu adalah data yang didapatkan berdasarkan hasil
mengukur, contohnya pada pengumpulan data berat badan dan
tinggi badan 40 siswa sekolah dasar, data tentang jarak yang
ditempuh oleh pesawat terbang dalam 1 hari dan lain-lain.

6
2. Macam data berdasarkan cara memperolehnya:
a. Data primer adalah data yang dikumpulkan dan diolah sendiri
oleh suatu organisasi dan diperoleh langsung dari objek yang
diteliti. Contohnya adalah ketika sebuah lembaga pendidikan
ingin mengetahui penghasilan orang tua siswa, maka lembaga
pendidikan tersebut mengirimkan petugas-petugasnya untuk
langsung mendatangi orang tua siswa dan bertanya secara
langsung pada orang tua tersebut.
b. Data sekunder adalah data yang diperoleh dalam bentuk jadi,
sudah dikumpulkan dan di olah oleh pihak lain. Contohya
pembaca mendapatkan data perusahaan yang membuang
limbah sembarangan tahun 2008 dari BPS atau jumlah siswa-
siswa SMP di jawa barat yang tidak lulus Ujian Nasional dari
organisasi lain, maka data yang diperoleh disebut sebagai data
sekunder.

3. Populasi dan Sampel


Ketika seseorang akan melakukan penelitian, maka dia harus memutuskan
sebesar dan sebanyak apa jumlah data yang ingin diperolehnya. Biasanya
jumlah subjek yang menjadi penelitian tergantung pada judul kajian
penelitian dan sejauh mana kesimpulan yang ingin ditarik berdasarkan data
penelitian. Jika pembaca ingin mengetahui jumlah rata-rata penghasilan
kepala keluarga seluruh penduduk Indonesia tahun 2008, maka seluruh
kepala keluarga yang ada di Indonesia bisa disurvei untuk mendapatkan
data tersebut. Seluruh subjek yang ada dalam penelitian ini disebut sebagai
populasi.

7
Namun jika pembaca tidak menggunakan semua kepala keluarga
Indonesia untuk dimintai data, misalnya dari 33 provinsi yang ada
pembaca hanya akan mengambil data di 20 provinsi saja, maka subjek
penelitian yang ada di 20 provinsi tersebut disebut sebagai sampel atau
bagian dari populasi yang dapat mewakili populasi yang akan menjadi
subjek penelitian.
4. Cara mengumpulkan Data
Setelah pembaca mengenal beberapa istilah dalam statistika, berikutnya
pembaca akan mengetahui bagaimana cara untuk mendapatkan dan
mengumpulkan data. Seperti pembaca telah ketahui di atas bahwa
statistika dimulai dengan kegiatan mengumpulkan data. Kegiatan ini
sangat berhubungan erat dengan pengertian pada bagian I.1.3 di atas.
Secara umum ada dua teknik untuk mengumpulkan data yaitu sensus dan
sampling. Sensus adalah kegiatan mengumpulkan data dimana seluruh
populasi menjadi subjek yang akan diteliti, artinya semua anggota populasi
diteliti satu persatu. Contoh yang biasa terjadi adalah sensus penduduk
yang dilakukan setiap lima tahun sekali, pada sensus penduduk pemerintah
mengumpulkan data jumlah penduduk di semua provinsi, tanpa ada
penduduk Indonesia yang tidak menjadi subjek penelitian. Jumlah
kelahiran dan kematian baru dicatat sebagai data bagi pemerintah untuk
menentukan kebijakan-kebijakannya.

Contoh lain, misalnya penelitian dilakukan untuk mengetahui daya pikir


siswa SD di Kabupaten Purwakarta. Jika pada kegiatan penelitian tersebut
semua sekolah dasar didatangi untuk diketahui tingkat daya pikir siswanya
mulai dari kelas I hingga kelas VI setiap SD di Kabupaten Purwakarta,
maka proses pengumpulan data tersebut dikatakan melalui cara sensus,

8
karena setiap anggota populasi (yang dalam hal ini adalah semua siswa SD
yang ada di kabupaten Purwakarta) diteliti.

Gambar 2 Teknik sampling

Namun pembaca bisa membayangkan betapa sulitnya untuk memperoleh


data tersebut (jika pembaca ingin memperoleh data primernya), pembaca
harus mendatangi semua penduduk yang ada di Indonesia misalnya untuk
contoh yang pertama atau harus mendatangi semua Sekolah Dasar yang
ada di Kabupaten Purwakarta mulai dari kelas I hingga kelas VI. Suatu
teknik pengumpulan data yang bukan sensus dapat dilakukan yaitu
sampling, adalah suatu cara pengumpulan data dimana tidak semua
anggota populasi menjadi objek yang diteliti, dengan kata lain memilih
data yang akan dijadikan subjek penelitian. Misalnya untuk contoh yang
9
kedua, pembaca hanya akan melakukan penelitian di SD yang ada di suatu
kecamatan misalnya kecamatan Wanayasa saja dan memilih subjeknya
hanya pada kelas VI saja, kelas V, atau kelas IV, V dan VI saja.
Seberapapun besarnya jumlah data yang dijadikan subjek penelitian jika
merupakan bagian dari suatu populasi maka proses pengumpulannya
menggunakan teknik sampling.
Ada dua cara untuk memilih anggota populasi menjadi sampel adalah
sebagai berikut:
a. Cara Acak (probability sampling)
Teknik sampling ini adalah melakukan pemilihan sampel dimana
anggota-anggota suatu populasi memiliki kemungkinan yang sama
untuk terpilih sebgai anggota sampel, sehingga bersifat objektif.
Beberepa teknik pemilihan sampelnya diantaranya adalah simple
random sampling, proportionate stratified random sampling,
disproportionate stratified sampling, dan cluster sampling.
1) Simple random sampling, adalah suatu teknik sampling
yang paling sederhana karena pengambilan sampel anggota
populasi dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata
yang ada pada populasi itu atau dilakukan jika populasi
dianggap homogen.
2) Proportionate stratified random sampling, adalah suatu
teknik pengambilan sample yang memperhatikan strata
yang ada pada populasi tersebut (tidak homogen) secara
proporsional. Artinya jumlah semua strata dalam populasi
diambil sampelnya secara proporsional atau seimbang.
Misalkan populasi dalam mahasiswa terdiri atas mahasiswa
tingkat I sebanyak 400 orang, mahasiswa tingkat II

10
sebanyak 300 orang, mahasiswa tigkat II berjumlah 250
orang dan mahasiswa sebanyak 320 orang. Sampel diambil
masing-masing 25% terhadap masing-masing tingkatan.
3) Non-proportionate stratified random sampling, adalah
suatu teknik sampling dimana pengambilan sampel
dilakukan pada suatu populasi yang tidak homogen tapi
tidak proporsional karena adanya suatu strata atau lebih
yang memiliki jumlah yang terlalu sedikit. Misalnya suatu
perguruan tinggi memiliki dosen yang berkuaifikasi S3
sebanyak 180 orang, S2 340 orang, S1 5 orang dan guru
besar 20 orang. Strata populasi pada S1 dan S3 diambil
selulruhnya karena jumlahnya yang terlalu kecil jika
dibandingkan dengan yang lain.
4) Cluster sampling, adalah teknik sampling yang digunakan
jika objek yang diteliti sangat luas, missal penduduk suatu
Negara, provinsi atau kabupaten. Untuk menentukan
penduduk mana yang akan dijadikan sumber data, maka
pengambilan sampelnya berdasarkan daerah populasi yang
telah ditentukan. Misalkan di Indonesia terdapat 33
provinsi, maka sampelnya diambil hanya di beberapa
propinsi. Provinsi merupakan suatu cluster/area yang
menjadi batasa pengambilan sampel.

b. Cara tidak acak (non probability sampling)


Teknik sampling ini adalah melakukan pemilihan sampel dimana
tidak semua anggota-anggota suatu populasi memiliki
kemungkinan yang sama untuk terpilih sebgai anggota sampel dan

11
bersifat subjektif. Peneliti bisa menentukan secara langsung siapa
yang akan mejadi sampel penelitiannya. Beberapa teknik
pemilihan sampelnya diantaranya adalah sampling sistematis,
sampling kuota, sampling aksidental, purposive sampling,
sampling jenuh dan snowball sampling.
1) Sampling sistematis, merupakan suatu teknik sampling
yang membatasi peluang suatu anggota populasi menjadi
sampel dengan cara yang sistematis. Misalnya setelah
populasi diberi nomor urut ditentukan bahwa sampel akan
diambil pada nomor urut yang bernomor ganjil saja, genap
saja, kelipatan tiga atau lima dan seterusnya.
2) Sampling kuota, adalah sutu teknik sampling dari populasi
yang mempunyai ciri-ciri tertentu sampai jumlah kuotanya
diinginkan. Misalnya penelitian dilakukan secara
berkelompok dengan anggotanya berjumlah 4 orang untuk
melakukan penelitian terhadap karyawan disebuah
perusahaan sebanyak 200 orang. Setiap anggota peneliti
dapat memilih sampel secara bebas sesuai dengan
karakteristik yang diinginkan masig-masing sebanyak 50
orang.
3) Sampling aksidental, adalah suatu teknik sampling dimana
sampel ditemukan karena suatu ketidaksengajaan.
4) Sampling purposive, adalah suatu teknik sampling dengan
pertimbangan/tujuan tertentu. Misalnya akan melakukan
penelitian tentang kepemimpinan maka sampel yang dipilih
adalah sejumlah kepala sekolah.

12
5) Sampling jenuh, merupakan suatu teknik penentuan sampel
dimana semua anggota populasi menjadi sampel karena
jumlahnya yang terlalu kecil. Sampling ini juga sering
disebut sensus.
6) Snowball sampling, merupakan teknik penentuan sampel
yang semula jumlahnya kecil, kemudian sampel ini diminta
memilih teman-temannya untuk dijadikan sampel dan
begitu seterusnya hingga jumlah sampel semakin banyak
seperti layaknya bola salju yang digelindingkan.

Gambar 3 Teknik Sampling

5. Cara menentukan jumlah sampel


Jumlah sampel yang akan diambil untuk suatu keperluan penelitian
tidak bisa ditentukan secara asal-asalan. Proses generalisasi kesimpulan
dan hasilnya akan tergantung pada jumlah sampel yang diambil. Jika
seluruh populasi dijadikan sampel maka tingkat kepercayaan terhadap
kesimpulan yang diambil mencapai 100%. Namun jika terkendala dengan
kegiatan yang harus dilakukan dalam kegiatan penelitian, maka sampling

13
bisa dilakukan dengan tingkat kepercayaan yang lebih rendah misalnya
95%, antara 100% - 95% atau bahkan dibawahnya. Berikut ini adalah tabel
Krejice yang memberikan arahan pengambilan jumlah sampel untuk
tingkat kepercayaan 95%. Artinya kesimpulan yang nanti diambil dapat
dipercaya 95% terhadap jumlah populasi, dengan tingkat eror atau
kesalahan sebesar 5%.

Gambar 4 Tabel krejice Jumlah Sampel yang harus diambil untuk


populasi tertentu dengan tingkat kepercayaan 95%

N dalam tabel di atas menunjukkan jumlah populasi yang aka diteliti


sedangkan s menunjukkan jumlah sampel penelitian yang harus diteliti
untuk mendapatkan derajat kepercayaan 95%
Selain dengan menggunakan tabel krejice Anda juga dapat menentukan
jumlah sampel yang harus digunakan dengan nomogram harry king.
Penentuan jumlah sampel tidak hanya dapat dipercaya sebesar 95% tapi

14
bisa lebih baik dari itu atau bahkan kurang dari itu dengan menunjukkan
persentase sampel yang harus diambil. Untuk jumlah populasi yang lebih
besar penentuan jumlah sampelnya tidak akan diberikan pada buku ini.
Nomogram harry King dapat digunakan untuk menentukan jumlah sampel
penelitian dengan derajat error hingga di atas 15 %. Pada gambar terlihat
bahwa untuk jumlah populasi sebanyak 200, kita harus mengambil sampel
sebanyak sekitar 58% dari jumlah populasi, atau sekitar 116 subjek.
Nomogram ini bisa digunakan jika jumlah populasi tidak lebih dari 2000.

Gambar 5 Nomogram Harry King

Dasar-dasar Analisis
Setelah pengumpulan data dilakukan sehingga didapatkan data mentah,
kegiatan berikutnya adalah mengolah data. Sebelum data diolah, pembaca
harus melakukan penyamaan persepsi dengan orang lain yang suatu saat

15
akan membaca data yang pembaca dapatkan. Dalam proses pengumpulan
data yang sifatnya kuantitatif dan kontinu sering kali didapatkan angka
yang bukan berupa bilangan bulat. Misalnya ketika mengukur tinggi dan
berat badan pembaca akan menjumpai hasil pengukuran yang mungkin
didalamnya terdapat bilangan desimal yang akan lebih mudah jika dihitung
dengan pembulatan. Hasil-hasil perhitungan selanjutnya juga akan banyak
mengandung pembulatan-pembulatan bilangan desimal seperti
menghitung rata-rata, simpangan baku dan lain-lain. Selain itu juga
perhitungan-perhitungan pada bab-bab selanjutnya akan menggunakan
banyak proses penjumlahan yang akan disingkat dengan menggunakan
notasi sigma. Oleh karena itu pada bagian ini penyamaan persepsi akan
dijelaskan dengan aturan pembulatan dan notasi sigma untuk penjumlahan.
1. Pembulatan Bilangan
Ada beberapa aturan yang harus diperhatikan ketika pembaca akan
melalukan pembulatan bilangan. 3 aturan pembulatan bilangan dijelaskan
sebagai berikut:

Aturan 1. Jika angka terkiri dari angka yang harus dihilangkan kurang
dari 5 maka angka terkanan dari angka yang mendahuluinya
tetap (tidak berubah).
Aturan 2. Jika angka terkiri dari angka yang harus dihilangkan lebih dari
lima, atau sama dengan 5 dan diikuti oleh angka-angka yang
bukan nol semua, maka angka terkanan dari angka yang
mendahuluinya bertambah satu.
Aturan 3. Jika angka terkiri dari angka yang harus dihilangkan sama
dengan 5, atau angka lima diikuti dengan angka-angka nol
semua, maka angka terkanan dari angka yang mendahuluinya

16
tetap jika angka tersebut genap, dan bertambah satu jika angka
tersebut ganjil.

Contoh-contoh:
1. Pembulatan untuk bilangan 12o,124871 hingga perseratusan
adalah 120,12. Dalam hal ini kita gunakan aturan 1. Angka terkiri
yang harus dihilangkan adalah 4 yang kurang dari lima, sehingga
angka terkanan yang mendahuluinya tetap (yaitu 2).
2. Pembulatan bilangan hingga perseratusan untuk bilangan 120,
125871 adalah 120,13. Dalam hal ini kita gunakan aturan 2. Angka
terkiri yang harus dihilangkan adalah 5 dan diikuti dengan angka
871 yang semuanya bukan angka nol semua, sehingga angka 2
(angka terkanan dari angka yang mendahuluinya) bertambah satu.
3. Pembulatan bilangan hingga persepuluhan untuk bilangan
120,1500 adalah 120, 2. Kita gunakan aturan 3 untuk
menyelesaikan masalah ini. Angka terkiri yang dihilangkan adalah
5 yang diikuti oleh angka-angka nol semua, karena angka terkanan
yang mendahuluinya adalah angka ganjil maka angka terkanan
yang mendahuluinya bertambah satu yaitu 2.
4. Pembulatan bilangan hingga persepuluhan untuk bilangan
120,2500 adalah 120, 2. Kita gunakan aturan 3 untuk
menyelesaikan masalah ini. Angka terkiri yang dihilangkan adalah
5 yang diikuti oleh angka-angka nol semua, karena angka terkanan
yang mendahuluinya adalah angka genap maka angka terkanan
yang mendahuluinya tetap yaitu 2.
5. Pembulatan bilangan 7639 hingga seratusan adalah 7600. Aturan 1
kita gunakan untuk menyelesaikan masalah ini. Angka terkiri yang

17
harus dihilangkan adalah 3 yang kurang dari 5 sehingga angka
terkanan dari angka yang mendahuluinya tetap.

2. Notasi Komputasi
Pada bagian selanjutnya dari buku ini, pembaca akan sangat banyak
menjumpai perhitungan terutama proses penjumlahan. Penjumlahan yang
hanya terdiri dari beberapa data berupa bilangan sangat gampang
dilakukan maupun dituliskan. Tapi untuk data bilangan yang jumlahnya
banyak akan sangat merepotkan jika dituliskan seluruhnya. Oleh karena itu
notasi sigma () akan digunakan selanjutnya untuk menyingkat operasi
penjumlahan pada data statistik yang diperoleh. Notasi  adalah sebuah
huruf yunani yang akan digunakan sebagai operator penjumlahan dan
dibaca “jumlah dari”. Misalkan terdapat nilai 5 orang siswa yaitu 6,5 7 8,5
9 7,5 dan 10. Dalam hal ini nilai siswa dikatakan sebagai variabel, yaitu X.
dengan menggunakan simbol X1, X2, X3 X4 dan X5 untuk menyatakan
nilai 5 orang siswa tersebut, jumlah nilai dari lima siswa dapat diuliskan
dalam notasi sigma sebagai berikut:
5

 Xi
i 1

Notasi di atas dibaca “penjumlahan nilai siswa X dari i=1 sampai i=5,
artinya jumlah dari 5 nilai siswa yaitu:
5

 Xi
i 1 = X1+X2+X3+X4+X5
= 6,5+7+8,5+9+7,5+10
= 48,5

18
Secara umum jika terdapat n buah nilai dijumlahkan, maka notasi
komputasinya adalah:
n

 Xi
i 1 = X1+X2+X3+X4+ . . . + Xn, notasi ini dapat disingkat menjadi 
saja yang menunjukkan bahwa penjumlahan dilakukan pada data yang
berjumlah n buah.
n

 Xi
i 1
Untuk mengoperasikan bentuk umum notasi lakukan langkah-
langkah sebagai berikut:
1. Ganti i dengan 1 sehingga diperoleh X1
2. Ganti i dengan 2 sehingga diperoleh X2
3. Ganti i dengan 3 sehingga diperoleh X3
4. Ganti i dengan 4 sehingga diperoleh X4
5. dst
6. Ganti i dengan n sehingga diperoleh Xn

Kemudian jumlahkan setiap suku-suku tersebut.


Hal ini juga berlaku untuk dua variabel dengan beberapa operasi lainnya
seperti berikut:
5

 XiYi
i 1 = X1Y1+X2Y2+X3Y3+X4Y4+X5Y5
5

 Xi 2

i 1 = X12+X22+X32+X42+X52
5

 X i Yi 2 2

i 1 = X12Y12+X22Y22+X32Y32+X42Y42+X52Y52
Indeks notasi sigma yang biasanya digunakan adalah I, j dan k.

19
Contoh-contoh:
Diketahui bahwa X1 = 6, X2 = -2 dan X3 = 1, sedangkan Y1 = 2, Y2 = -1
dan Y3 = 4. Hitunglah:
3

 Xi
i 1
2

a.
3

 2 XiYi
i 1
b.
3

 Xi
i 1
2
 2Yi
c.
3

 2Xi
i 1
 Yi 2
d.

Penyelesaian:
3

 Xi 2

a. i 1 = X12+X22+X32
= 62+(-2)2+12
= 36+4+1
= 41

 2 XiYi
i 1
b. = 2X1Y1+2X2Y2+2X3Y2
= 2.6.2+2.(-2).(-1)+2.1.4
= 24+4+8
= 36
3

 Xi 2
 2Yi
c. i 1 = (X12+2Y1)+(X22+2Y2)+(X32+2Y3)

20
= (62+2.2)+((-2)2+2.(-1))+(12+2.4)
= (36+4)+(4+(-2))+(1+8)
= 40+2+9
= 51
3 3
( 2 X i )(  Y i 2 )
d. i 1 i 1 = (2X1+2X2+2X3)(Y12+Y22+Y32)
= (2.6+2.(-2)+2.1)(22+(-1)2+42)
= (12+(-4)+2)(4+1+16)
= 10.21
= 210

Ada beberapa dalil yang berkaitan dengan notasi sigma yang dijelaskan
seperti berikut ini:
Dalil 1. Penjumlahan dari jumlah dua atau lebih variabel sama
dengan jumlah masing-masing penjumlahan variabelnya. Jika ada tiga
buah variabel X, Y dan Z maka:
n n n n

 X i  Yi  Zi
i 1
 X i   Yi   Zi
i 1 i 1 i 1
=

Dalil 2. Jika terdapat c sebuah konstanta maka berlaku:


n n

 cX i
i 1
c X i
i 1
=
Dalil 3. Jika terdapat c sebuah konstanta maka berlaku:
n

c
i 1 = nc

Bukti-bukti:

21
Dalil 1
n

 X i  Yi  Zi
i 1 = (X1+Y1+Z1)+(X2+Y2+Z2)+(X3+Y3+Z3)+ . . .
+(Xn+Yn+Zn)
= (X1+X2+X3+ . . .+Xn)+ (X1+X2+X3+ . . .+Xn)+ (X1+X2+X3+ . .
.+Xn)
n n n n

 X i  Yi  Zi  X i   Yi   Zi
i 1 i 1 i 1 i 1
=
Dalil 2 dan 3 ditinggalkan kepada pembaca sebagai latihan.

Referensi
Ali, M. 1993. Strategi Penelitian Pendidikan. Bandung. Penerbit Angkasa..
Arikunto, S. 2002. Prosedur Penelitian. Jakarta PT. Rineka Cipta.. Gall,
M.D., Gall, J.P., Borg, W.R. 2003. Educational Research An
Introduction. Ablongman. Boston, New York, San Francisco,
Mexico City, Montreal, Toronto, London, Madrid, Munich, Paris,
Hong Kong, Singapore, Tokyo, Cape Town, Sydney
Hamid, dkk. 2014. Statistika Pendidikan. Tangerang: Universitas Terbuka
Krathwohl, D.R. 1998. Methods of Educational & Social Science Research
An Integrated Approach. Longman. New York; Reading
Massachusetts; Menlo Park, California; Harlow, England; Don
Mills, Ontario; Sydney; Mexico City; Madrid; Amsterdam
MCMillan, J.H dan Schumacher, S. 1997. Research in Education, a
Conceptual Introduction. New York. Longman.
Sudjana. (1983). Metode Statistika. Edisi Keempat. Bandung: Tarsito.
Sudjiono, A. (2006). Pengantar Statistik Pendidikan, PT Rajagrafindo
Persada, Jakarta.
Sukmadinata, N.S. 2004. Metode Penelitian Lanjutan. Outline. Program
Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia

22
Latihan Soal

1. Bilangan 23,4567 dibulatkan sampai ketelitian dua tempat desimal


menjadi …
2. Hitunglah nilai ∑5𝑖=2(𝑥𝑖 − 𝑦𝑖 )2𝑦𝑖 2 , untuk x1 = 2, x2 = 3, x3 = -1,
x4 = 0, x5 = 8, y1 = 0, y2 = -3, y3 = 2, y4 = -2, y5 = 5
3. Apakah perbedaan antara data primer dengan data sekunder?
4. Jelaskan perbedaan antara data kualitatif dan data kuantitatif!

23
MODUL II
PENYAJIAN DATA
(Pertemuan 3 dan 4)

Pada bagian dua dari buku ini pembaca akan mulai mempelajari
bagaimana cara menyajikan data. Ketika seorang peneliti melakukan
penelitian terhadap suatu masalah, maka seperti telah dijelaskan pada
bagian pertama dia akan berhubungan dengan fakta-fakta yang disebut
sebagai data. Data yang diperoleh oleh peneliti jenisnya beragam dengan
jumlah yang bisa puluhan, ratusan dan bahkan jutaan atau lebih, tergantung
pada masalah yang diteliti. Untuk data yang jumlahnya tidak terlalu
banyak pihak yang membaca data atau peneliti tidak akan mengalami
kesulitan, namun untuk data yang jumlahnya banyak, maka data yang
dikumpulkan hendaknya disusun pada suatu metode atau cara, sehingga
kegiatan selanjutnya pada kegiatan menganalisis, dan menarik kesimpulan
data menjadi lebih mudah. Hal yang bisa dilakukan untuk mengelola data
tersebut adalah dengan menyajikannya dalam bentuk tabel atau diagram.
Pada bagian berikut ini pembaca akan mengetahui bagaimana langkah-
langkah dalam menyajikan data dalam bentuk tabel dan diagram serta
langkah-langkahnya dengan menggunakan aplikasi Ms. Excel.

Setelah memahami modul ini Anda diharapkan dapat:


7.2 Mahasiswa menjelaskan dan melakukan perhitungan data terdistribusi

7.3 Mahasiswa menjelaskan dan menyajikan data dalam bentuk gambar/grafik

24
Penyajian data Berbentuk Tabel
Ada beberapa jenis tabel yang akan dibahas pada bagian ini, namun
sebelum membahas jenis-jenis tabel, ada beberapa aturan ketika akan
menyajikan data dalam bentuk tabel, yaitu:
1. Judul tabel
a. Judul tabel harus ditempatkan di bagian atas tabel dan ditempatkan
dengan rata tengah
b. Judul tabel hendaknya ditulis dengan huruf capital dan diberi
nomor sesuai dengan bab tempat dimana tabel tersebut akan
ditempatkan serta nomor yag menunjukkan urutan tabel.
Contoh nama tabel:
Tabel I.2 adalah tabel yang berada di bab I dengan urutan tabek
yang kedua pada bab tersebut.
c. Judul tabel ditulis secara sigkat dan jelas meliputi masalah apa,
dimana masalah itu terjadi, kapan masalah itu terjadi dan satuan
objek yang dipermasalahkan bila ada.
d. Judul tabel dapat ditulis dalam beberapa baris dengan tiap barisnya
menunjukkan sebuah kalimat lengkap
e. Hindari pemisahan kata judul tabel pada setiap barisnya

TABEL 2.1
JUMLAH SISWA SD NEGRI KAYUAMBON
LEMBANG BANDUNG
TAHUN AJARAN 2006/2007

25
2. Judul kolom, beberapa hal yang harus diperhatikan diantaranya adalah:
a. hendaknya ditulis secara sigkat dan jelas
b. dapat ditulis dalam beberapa baris
c. sebaiknya tidak dilakukan pemisahan kata pada setiap barisnya

3. Judul baris, beberapa hal yang harus diperhatikan diantaranya adalah:


a. hendaknya ditulis secara sigkat dan jelas
b. dapat ditulis dalam beberapa baris
c. sebaiknya tidak dilakukan pemisahan kata pada setiap barisnya

4. Untuk menunjukkan identitas terhadap data, berikan keterangan


disebelah kiri bawah tabel tersebut untuk menjelaskan dari mana data
tersebut diperoleh. Dengan memberikan keteragan tersebut pembaca data
akan mengetahui dari mana sumber data yang dijelaskan, apakah
berdasarkan hasil peneltiannya atau merupakan data yang fiktif.

5. Untuk data yang mengandung keterangan waktu, gunakan susunannya


secara berurutan, misalnya untuk data hari dimulai dari senin, selasa, rabu
kamis, dan seterusnya. Nama bulan sesuai dengan urutannya seperti
Januari, Februari, Maret dan seterusnya. Untuk tahun juga dimulai dari
yang terkecil misalnya 2000, 2001, 2002, 2003 dan seterusnya.

6. Untuk data lain yang mengandung kategori kelompok atau sifat disusun
secara beraturan menurut kebiasaan, misalnya aktif dulu kemudian sedang
dan kurang. Baik dahulu kemudian jelek, besar dahulu baru kemudian
sedag dan kecil, laki-laki dahulu baru kemudian perempuan.

26
Tabel Frekuensi

Tabel Baris Kolom

Tabel Kongtingensi

Tabel Distribusi Frekuensi

Gambar 6 Jenis-Jenis Tabel/Daftar

1. Tabel Frekuensi
Tabel/Daftar frekuensi adalah tabel yang terdiri dari kolom nilai data dan
frekuensi. Nilai data yag digunakan adalah nilai/jenis karakteristik data.
Daftar frekuensi digunakan jika data yang diperoleh ingin dikelompokkan
pada sejumlah grup tertentu, dan dilakukan jika jumlah jenis karakteristik
data tidak terlalu banyak. Pada daftar ini hendaknya tidak digunakan
interval kelas, karena jenis/karakteristik data sudah cukup untuk tidak
melakukan hal tersebut.
Contoh 2.1:
Diketahui nilai ujian tengah semester matematika kelas V di SD
Kayuambon yang terdiri dari 25 orang siswa sebagai berikut:
8 6 7 7 7 6 7 8 8
9 9 10 8 8 6 7 7 7
8 9 10 8 8 8 7

27
Jika data yang Anda peroleh seperti di atas maka hendaknya data tersebut
cukup dibuat daftar frekuensi saja tanpa membuat interval-interval kelas
di dalamnya karena jenis karakter pada data tersebut tidak terlalu banyak
dan berada pada rentang 5-15. Untuk membuat sebuah tabel frekuensi ikuti
langkah-langkah berikut:
1. Buatlah tabel yang terdiri dari kolom dan beberapa baris.
2. Tentukan judul kolom sesuai dengan jenis masalah
3. Buatlah tally/turus untuk membantu menentukan jumlah frekuensi
setiap nilai data sehingga dihasilkan tabel seperti berikut.

TABEL 2.1
NILAI ULANGAN MATEMATIKA 25 ORANG SISWA
KELAS V SD NEGRI KAYUAMBON
LEMBANG BANDUNG
TAHUN AJARAN 2006/2007

Nilai data Tally/Turus Frekuensi


6 III 3
7 IIIII III 8
8 IIIII III 9
9 III 3
10 II 2
Jumlah 25

28
2. Tabel Baris Kolom
Tabel baris kolom adalah tabel/daftar yang terdiri dari baris dan kolom,
dimana setiap pertemuan suatu tabel dan kolom menunjukkan data yang
yang karakteristiknya ditunjukkan oleh nama baris dan kolom tersebut.
Berdasarkan daftar 2.2, Anda dapat menafsirkan data bahwa jumlah siswa
kelas 1 pada tahun 2006 adalah 25 orang yang terdiri dari 12 orang siswa
laki-laki dan 13 orang perempuan. Dan seterusnya. Perhatikan bahwa
karakteristik data yang bisa ditasirkan dari tabel tersebut dilakukan dengan
membaca judul baris dan kolom pada tabel tersebut. Penafsiran yang lain
masih bisa Anda lakukan dengan cara membaca judul baris dan kolom
pada tabel tersebut.

Contoh 2.2:
TABEL 2.2
JUMLAH SISWA SD NEGRI KAYUAMBON LEMBANG BANDUNG
TAHUN AJARAN 2006-2008
2006 2007 2008
KELAS
L P L P L P
1 12 13 11 18 13 16
2 10 23 12 13 18 18
3 14 22 10 23 12 13
4 14 21 14 22 10 23
5 17 19 14 21 14 22
6 20 16 8 29 14 21
Jumlah 87 114 69 126 81 113

29
3. Tabel Kontingensi
Pada tabel kontingensi, data dikumpulkan menjadi kontingen/kelompok
yang salah satunya bisa dilakukan berdasarkan tabel 2.2 di atas seperti
berikut:
TABEL 2.3
JUMLAH SISWA SD NEGRI KAYUAMBON LEMBANG BANDUNG
TAHUN AJARAN 2006-2008
KELAS 2006 2007 2008
1 25 29 29
2 33 25 36
3 36 34 25
4 35 36 34
5 26 35 36
6 26 37 35
Jumlah 181 196 195

4. Tabel Distribusi Frekuensi


Jika Anda memiliki sejumlah data kuantitatif yang memiliki jenis yang
banyak maka data tersebut hendaknya disusun ke dalam daftar distribusi
frekuensi. Secara umum sebuah daftar distribusi frekuensi ditunjukkan
seperti pada tabel 2.4 seperti berikut ini:

30
Tabel 2.4
BENTUK UMUM
DAFTAR DISTRIBUSI FREKUENSI

Nilai data Frekuensi


a–b f1
c–d f2
e–f f3
g–h f4
I–j f5
Jumlah xi

Jika Anda perhatikan berdasarkan tabel umum di atas, sebuah tabel


distribusi frekuensi dapat diartikan sebagai sebuah daftar yang terdiri dari
nilai data dengan kelompok-kelompok data yang disebut sebagai interval
kelas yang memiliki frekuensinya masing-masing.
Sebelum masuk pada cara membuat daftar distribusi frekuensi, berikut ini
terdapat beberapa istilah yang harus Anda pahami.
1. Kelas interval
Yang dimaksud kelas interval pada daftar di atas adalah kelompok-
kelompok nilai data pada tabel.
A – b adalah kelas interval pertama
c – d adalah kelas interval kedua, dan seterusnya
2. Ujung bawah
Ujung bawah pada sebuah tabel distribusi frekuensi adalah angka
yang terdapat pada sebelah kiri sebuah interval kelas.

31
Misalnya, a adalah ujung bawah kelas interval pertama, c adalah
ujung bawah kelas interval kedua dan seterusnya.
3. Ujung atas
Ujung bawah pada sebuah tabel distribusi frekuensi adalah angka
yang terdapat pada sebelah kanan sebuah interval kelas.
Misalnya, b adalah ujung bawah kelas interval pertama, d adalah
ujung bawah kelas interval kedua dan seterusnya.
4. Batas bawah
Batas bawah adalah bilangan yang diperoleh dari ujung bawah
kelas interval dikurangi ketelitian data yag digunakan. Jika
pencatatan data yang dilakukan adalah bilangan bulat maka
ketelitian datanya adalah 0,5, jika pencatatan data yang digunakan
hingga persepuluhan maka ketelitiannya adalah 0,05 dan
seterusnya sehingga batas bawah dari tabel di atas jika pencatatan
data yang dilakukan adalah bilangan bulat:
batas bawah kelas interval pertama adalah a – 0,5
batas bawah kelas interval kedua adalah c – 0,5
dan seterusnya
5. Batas atas
Batas bawah adalah bilangan yang diperoleh dari ujung atas kelas
interval ditambah ketelitian data yang digunakan. Sama seperti
batas atas jika pencatatan data yang dilakukan adalah bilangan
bulat maka ketelitian datanya adalah 0,5, jika pencatatan data yang
digunakan hingga persepuluhan maka ketelitiannya adalah 0,05
dan seterusnya sehingga batas bawah dari tabel di atas jika
pencatatan data yang dilakukan adalah bilangan bulat:
batas atas kelas interval pertama adalah b + 0,5

32
batas atas kelas interval kedua adalah d + 0,5
dan seterusnya
6. Tanda kelas (tengah kelas)
Tanda kelas adalah bilangan yang terletak di tengah-tengan sebuah
kelas interval. Untuk memperoleh bilangan ini hal yang dapat
dilakukan adalah dengan menjumlahkan ujung atas dan ujung
bawah kelas interval tersebut kemudian membaginya dengan 2.
Sehingga diperoleh tanda kelas pertama adalah ½ (a+b)
Tanda kelas interval kedua adalah ½ (c+d)
Dan seterusnya
7. Panjang kelas
Ada beberapa cara untuk memperoleh panjang kelas yaitu:
a. Tentukan sebuah kelas interval, lalu kurangkan batas bawah
kelas interval berikutnya dengan batas bawah kelas interval
yang ditentukan
b. Tentukan sebuah kelas interval, lalu kurangkan batas atas kelas
interval berikutnya dengan batas atas kelas interval yang
ditentukan
c. Tentukan sebuah kelas interval, lalu kurangkan batas atas
dengan batas bawahnya, kemudian tambahkan dengan dua kali
ketelitian data yang digunakan

Setelah memahami istilah-istilah yang akan digunakan pada tabel


distribusi frekuensi, berikutnya adalah langkah-langkah untuk membuat
tabel distribusi frekuensi, yang dijelaskan sebagai berikut:
1. Langkah pertama, tentukan rentang. Rentang adalah salah satu
ukuran 33dispersi yang diperoleh dengan cara mencari selisih

33
antara data dengan nilai terbesar dan data dengan nilai terkecil.
Kesalahan menentukan rentang akan berakibat fatal pada daftar
distribusi frekuensi yang akan dibuat oleh karena itu Anda
hendaknya berhati-hati ketika menentukan data terbesar dan
terkecil, terutama ketika berhadapan dengan data yang tingkat
ketelitiannya beberapa angka dibelakang koma.
2. Tentukan banyak kelas yang akan digunakan. Secara umum
biasanya jumlah kelas yang digunakan berada pada kisaran 5
hingga 15, Anda dapat menentukannya langsung atau dengan
menggunakan sebuah aturan yaitu aturan Sturges dimana jumlah
kelas didefinisikan sebagai:
K = 1 + 3,3 log n
Dimana k adalah banyaknya kelas interval
Dan n adalah jumlah data yang digunakan

Dengan aturan tersebut akan diperoleh sebuah bilangan desimal,


sementara jumlah kelas adalah sesuatu yang diskrit, sehingga Anda
harus melakukan pembulatan. Pembulatan bisa dilakukan ke atas
maupun ke bawah, namun sangat dianjurkan untuk melakukan
pembulatan ke atas.

3. Tentukan panjang kelas. Panjang kelas diperoleh dengan membagi


rentang dengan jumlah kelas yang akan digunakan:
ren tan g
p
k
Hasil pembagian rentang oleh jumlah kelas juga memungkinkan
didapatkannya bilangan desimal, sehingga pembulatan harus

34
dilakukan dan dianjurkan untuk membulatkannya ke atas. Namun
hal yang harus diperhatikan adalah dengan menyesuaikan dengan
ketelitian pencatatan datanya:
a. Jika pencatatan data dilakukan hingga bilangan bulat, maka
pembulatan ke atas terhadap panjang kelas juga berupa
bilangan bulat.
b. Jika pencatatan data dilakukan hingga persepuluhan, maka
pembulatan ke atas panjang kelas juga dilakukan hingga
persepuluhan. Dan seterusnya.
4. Tentukan ujung bawah kelas interval pertama. Untuk
menentukannya Anda dapat:
a. Mengambil nilai terkecil yang ada pada data
b. Mengambil nilai yang lebih kecil dari data terkecil, namun
Anda harus pastikan bahwa nilai data terbesar akan masuk pada
kelas interval terakhir.
5. Masukakan nilai data pada kelas interval. Untuk melakukannya
Anda bisa menggunakan bantuan tally/turus dengan menambahkan
sebuah kolom pada daftar distribusi frekuensi, seperti saat
membuat daftar frekuensi.

Contoh: Diketahui nilai ujian tengah semester untuk mata kuliah statistika
80 orang mahasiswa adalah sebagai berikut:
89 58 77 58 90 45 45 90 90 90
64 64 77 92 100 82 82 45 77 64
77 89 89 89 100 77 64 64 90 100
71 83 83 83 64 45 82 90 92 77
67 73 73 83 77 64 92 77 60 89

35
92 88 83 83 60 64 80 83 83 77
82 82 45 77 64 71 83 83 83 64
45 70 70 70 72 43 55 98 55 55

Susunlah data tersebut pada sebuah tabel/daftar distribusi frekuensi!

Jawab:
Karena data tersebut banyak jenisnya, kita tidak mungkin menyusunnya ke
dalam tabel frekuensi, kita akan susun daftar distribusi frekuensi dengan
melakukan langkah-langkah yang telah dijelaskan sebelumnya:
1. Tentukan rentang
Berdasarkan data di atas nilai terbesar dan terkecilnya berturut-
turut adalah 45 dan 100 dengan demikian rentang = 100 – 45 = 55.
2. Tentukan jumlah kelas
Aturan sturges akan kita terapkan untuk memperoleh jumlah kelas
sehingga:
K = 1 + 3,3 log 80
K = 7,28
Pembulatan akan kita lakukan ke atas sehingga diperoleh jumlah
kelas adalah 8.
3. Tentukan panjang kelas
Panjang kelas adalah 55/8 = 6,875. Karena data dicatat dalam
bilangan bulat maka panjang kelasnya adalah 7.
4. Tentukan nilai ujung bawah kelas interval pertama
Ujung bawah kelas interval pertama yang akan diambil adalah nilai
data terkecil yaitu 45.

36
5. Masukkan nilai data pada kelas-kelas interval, sehingga dihasilkan
daftar distribusi frekuensi sebagai berikut:

Tabel 2.5
DAFTAR DISTRIBUSI FREKUENSI
NILAI UJIAN TENGAH SEMESTER MATA KULIAH STATISTIKA
80 ORANG MAHASISWA
Nilai data Frekuensi
45 - 51 7
52 - 58 5
59 - 65 12
66 - 72 7
73 - 79 12
80 - 86 17
87 - 93 16
94 - 100 4
Jumlah 80

5. Jenis Tabel Distribusi Frekuensi


a. Tabel Distribusi Frekuensi Relatif
Tabel frekuensi relatif adalah tabel yang diperoleh dari tabel
distribusi frekuensi yang tidak berbentuk absolut, nilainya nisbi
dan relatif terhadap frekuensi di kelas-kelas interval yang
frekuensinya ditunjukkan dengan nilai-nilai persen.
Untuk memperoleh persentase setiap kelas intervalnya digunakan
rumus:

37
f
fi 
' i
n
x100%

i 1
fi

Berdasarkan pada tabel sebelumnya dan rumus di atas maka


didapatkan daftar frekuensi relatif sebagai berikut:
Tabel 2.6
DAFTAR DISTRIBUSI FREKUENSI RELATIF
NILAI UJIAN TENGAH SEMESTER MATA KULIAH STATISTIKA
80 ORANG MAHASISWA
Nilai data F Relatif (f’)%
45 – 51 8.75
52 – 58 6.25
59 – 65 15
66 – 72 8.75
73 – 79 15
80 – 86 21.25
87 - 93 20
94 - 100 5
Jumlah 100
Jika terdapat bilangan desimal yang mengakibatkan pembulatan
sehingga jumlah frekuensi relatif lebih atau kurang dari 100 maka
hal ini adalah hal yang wajar.

b. Tabel Distribusi Frekuensi Kumulatif


Daftar distribusi frekuensi kumulatif merupakan daftar yang
diperoleh dengan mengakumulasikan nilai-nilai frekuensi. Dalam
hal ini terdapat dua macam daftar distribusi kumulatif, yaitu
“kurang dari” dan “atau lebih”. Batas bawah setiap kelas interval

38
digunakan sebagai patokan untuk menentukan jumlah frekuensi
yang dimaksud. Bentuk umum kedua daftar tersebut disajikan
sebagai berikut:
Tabel 2.7
BENTUK UMUM
DAFTAR DISTRIBUSI FREKUENSI KUMULATIF “KURANG
DARI”

Nilai Data Frek. Kumulatif “kurang dari”


Kurang dari a 0
Kurang dari c f1
Kurang dari e f1+f2
Kurang dari g f1+f2+f3
Kurang dari i f1+f2+f3+f4
Kurang dari k f1+f2+f3+f4+f5

Tabel 2.8
BENTUK UMUM
DAFTAR DISTRIBUSI FREKUENSI KUMULATIF “ATAU LEBIH”
Nilai Data Frek. Kumulatif “atau lebih”
a atau lebih f1+f2+f3+f4+f5
c atau lebih f2+f3+f4+f5
e atau lebih f3+f4+f5
g atau lebih f4+f5
i atau lebih f5
k atau lebih 0

39
c. Tabel Distribusi Frekuensi Relatif Kumulatif
Tabel ini diperoleh dengan cara mengubah daftar frekuensi
kumulatif menjadi bentuk persentase. Sehingga bentuk umumnya
seperti berikut:
TABEL 2.7 BENTUK UMUM
DAFTAR DISTRIBUSI FREKUENSIRELATIF KUMULATIF
“KURANG DARI”
Nilai Data Frek. Rel. Kum. “kurang dari”
Kurang dari a 0
Kurang dari c f1’
Kurang dari e f1’+f2’
Kurang dari g f1’+f2’+f3’
Kurang dari i f1’+f2’+f3’+f4’
Kurang dari k f1’+f2’+f3’+f4’+f5’
TABEL 2.8
BENTUK UMUM
DAFTAR DISTRIBUSI FREKUENSI RELATIF
KUMULATIF “ATAU LEBIH”

Nilai Data Frek. Rel. Kumulatif “atau lebih”


a atau lebih f1’+f2’+f3’+f4’+f5’
c atau lebih f2’+f3’+f4’+f5’
e atau lebih f3’+f4’+f5’
g atau lebih f4’+f5’
i atau lebih f5’
k atau lebih 0

40
Penyajian Data Berbentuk Diagram
Selain menyajikan data dalam bentuk tabel, Anda juga bisa menyajikan
data dalam bentuk diagram. Ada beberapa macam diagram yang akan
dibahas pada buku ini. Untuk data tersebar data akan disajikan dalam
bentuk diagram batang, garis dan titik, sedangkan untuk data terkelompok
akan digunakan histogram polygon frekuensi dan ogive. Yang disebut data
tersebar dalam buku ini adalah data yang belum dikelompokkan pada tabel
frekuensi/daftar distribusi frekuensi. Sedangkan data yang sudah dibuat
dalam daftar distribusi frekuensi disebut sebagai data terkelompok.
1. Penyajian Data Tersebar
Ada beberapa cara menyajikan data dalam bentuk diagram untuk data tidak
terkelompok/tersebar. Menyajikan data dalam bentuk diagram
dimaksudkan agar pembaca data dapat lebih memahami data yang
disajikan dan mudah dinterpretasikan. Berikut ini adalah beberapa jenis
diagram yang bisa Anda buat untuk menyajikan data tersebar.
a. Diagram Batang
Diagram batang adalah diagram yang digunakan untuk
menyajikan data yang berbentuk kategori/kualitatif. Diagram
batang terdiri dari dua buah sumbu yang saling berpotongan
tegak lurus pada skala 0. Pembagian skala pada sumbu
horizontal dan vertikal boleh tidak sama, tergantung pada
kebutuhan. Masing-masing batang diwakili oleh sebuah
persegi panjang yang menyatakan kategori tertentu dan tinggi
batang menyatakan jumlah frekuensi pada kategori tersebut.
Lebar batang setiap kategori harus sama demikian pula jarak
antara satu batang dengan batang yang lain uga harus sama.

41
Pada diagram batang, setiap persegi panjang diarsir dengan
pola/warna yang sama. Judul atau nama gambar/diagram
ditempatkan di bagian bawah dan diberi nomor seperti halnya
membuat judul tabel.
Contoh diagram batang:
Diketahui data jumlah penduduk dengan populasi tertinggi di Indonesia
pada tahun 2010 sebagai berikut:
Jawa Barat 43.1 juta
Jawa Timur 37.5 Juta
Jawa Tengah 32.4 Juta
Sumatra Utara 13.0
Banten 10.6

Untuk membuat diagram batang dengan MS. Excel atau Ms. Office yang
terintegrasi dengan Ms. Excel lakukan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Inputkan data pada cell di Ms. Excel hingga tampak seperti berikut:

Provinsi Jumlah Penduduk (Juta)

Jawa Barat 43,1

Jawa Timur 37,5

Jawa Tengah 32,4

Sumatra Utara 13

Banten 10,6

2. Klik Insert  3D bar chart, hingga dihasilkan gambar sebagai


berikut:

42
Jumlah Penduduk (Juta)
Banten
Sumatra Utara
Jawa Tengah
Jawa Timur
Jawa Barat

0 10 20 30 40 50

Gambar 7 Jumlah Penduduk di Indonesia tahun 2010

Diagram batang yang lebih kompleks dengan data yang komplek dapat
pembaca lihat ada gambar di bawah ini, yaitu tentang jumlah penduduk
Indonesia tahun 2019 menurut kelompok usia dan jenis kelamin dalam
kategori seperti ditunjukkan pada gambar berikut:

Gambar 8 Jumlah Penduduk Indonesia Tahun 2019 Menurut Kelompok


Umur dan Jenis Kelamin (Sumber:
https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2019/01/04/jumlah-penduduk-
indonesia-2019-mencapai-267-juta-jiwa)

43
Diagram batang juga memiliki banyak jenis pilihan yang dapat pembaca
gunakan dengan cara memilih opsi pada menu yang tersedia di Ms. Excel
seperti berikut:

Gambar 9 Opsi Diagram Batang pada Ms. Excel

b. Diagram Garis
Diagram garis adalah juga diagram yang digunakan untuk
menyajikan data yang berbentuk kategori/kualitatif. Diagram
garis terdiri dari dua buah sumbu yang saling berpotongan
tegak lurus pada skala 0. Pembagian skala pada sumbu
horizontal dan vertikal boleh tidak sama, tergantung pada
kebutuhan. Masing-masing kategori dinyatakan oleh koordinat
tertentu layaknya pada diagram cartecius, koordinat ini

44
mempertemukan kategori dengan jumlah frekuensi frekuensi
pada kategori tersebut. Koordinat-koordinat tersebut kemudian
dihubungkan satu sama lain dengan sebuah garis lurus.
Sehingga terbentuklah garis-garis yang saling berhubungan.
Sama halnya dengan diagram batang nama gambar harus
disertakan pada bagian bawah dan diberi nomor gambar seperti
halnya membuat judul tabel.
Contoh diagram garis dari data tentang penduduk dengan populasi
tertinggi di Indonesia adalah sebagai berikut:

Jumlah Penduduk (Juta)


50
45
43.1
40
37.5
35
32.4
30
25
20
15
13
10 10.6
5
0
Jawa Barat Jawa Timur Jawa Tengah Sumatra Utara Banten

Gambar 10 Diagram Garis Provinsi dengan Populasi Tertinggi di


Indonesia tahun 2010

Untuk membuat diagram ini, pilih opsi diagram garis pada menu insert
chart di Ms. Excel. Diagram garis ini juga memiliki pilihan tampilan yang
bermacam-macam yang bisa pembaca coba untuk menghasilkan diagram
garis yang menarik dan mudah dibaca.

45
c. Diagram Lingkaran
Sekumpulan data juga dapat disajikan dalam bentuk lingkara
yang disebut sebagai diagram lingkaran, dimana lingkaran
dibagi dalam juring-juring tertentu yang menyatakan besar
frekuensi relatifnya dalam satuan derajat (radian). Pada
diagram lingkaran digunakan frekuensi absolute yang harus
diubah ke dalam bentuk persentase untuk setiap kategorinya,
kemudian dirubah ke dalam satuan derajat. Buat sebuah
lingkaran, kemudian masukkan kategori pertama pada
lingkaran mulai dari titik tertinggi, kemudian masukkan
kategori berikutnya searah jarum jam. Pada diagram lingkaran
setiap juring yang menyatakan kategori diberi arsiran yang
berbeda. Identitas lain yang perlu ditambahkan pada diagram
lingkaran selain nama dan nomor diagram adalah nama
kategori disertai persentasenya atau nama keterangan corak
arsiran yang menunjukkan kategori.
Untuk membuat diagram lingkaran beberapa rumus yang digunakan untuk
menghitung besarnya bagian (juring lingkaran) adalah sebagai berikut:
𝑥 𝑥
Luas Juring = 3600 atau luas juring = 100%
𝑛 𝑛

Untuk membuat diagram lingkaran dengan menggunakan Ms. Excel,


caranya hamper sama, yaitu dengan menginputkan data terlebih dahulu
lalu masukkan data seperti pada contoh membuat diagram batang di atas.
Kemudian pilih opsi diagram batang yang berupa 2D-Pie, 3D-Pie atau
berupa Doughnut. Contoh diagram batang ditunjukkan seperti pada
gambar 11.

46
JUMLAH PENDUDUK (JUTA)
Jawa Barat Jawa Timur Jawa Tengah Sumatra Utara Banten

Banten, 10.6,
8%
Sumatra Utara,
13, 9% Jawa Barat,
43.1, 32%

Jawa Tengah,
32.4, 24%

Jawa Timur,
37.5, 27%

Gambar 11 Diagram Lingkaran Provinsi dengan Populasi Tertinggi di


Indonesia Tahun 2010

d. Diagram Lambang
Diagram lambang adalah diagram yang digunakan untuk
menyajikan data dengan menggunakan lambang-lambang.
Lambang yang digunakan bermacam-macam sesuai dengan
objek penelitian. Jika data yang diteliti adalah manusia, maka
lambang yang digunakan biasanya berupa gambar orang.
Diagram lambang biasanya terdiri dari 3 buah kolom, dimana
kolom pertama berisi nama-nama kategori, kolom kedua berisi
lambang yang digunakan, dan kolom yang ketiga diisi dengan
jumlah frekuensi. Banyaknya lambang yang digunakan tidak
sama jumlahnya dengan frekuensi pada kategori tersebut,
karena sebuah lambang yang digunakan mewakili sejumlah

47
frekuensi tertentu, dan bilangan yang diwakilinya tidak boleh
terlalu kecil ataupun terlelu besar. Untuk itu pada bagian bawah
tabel, berikan keterangan besarnya frekuensi yang diwakili
oleh lambang yang digunakan. Juga Berikan judul dan nomor
pada bagian bawah diagram.
Contoh diagram lambang:
Tahun Lambang Jumlah siswa
2003 @@@@@@@@@@ 300
2004 @@@@@@@@ 240
2005 @@@@@@@ 210
2006 @@@@@@ 180
2007 @@@@@@@@@ 270
@ = 30 orang
Gambar 12 Diagram Lambang Jumlah Siswa SDN Kayuambon Lembang
Tahun 2003-2007

Dalam dunia komputer Anda bisa menambahkan beberapa jenis


diagram lainnya seperti diagram area, diagram kolom, dan jenis-
jenis diagram lainnya yang dapat Anda sesuaikan dengan
kebutuhan.

2. Penyajian Data Terkelompok


Setelah Anda pelajari bagaimana menyajikan data dalam bentuk diagram
untuk data tersebar, berikutnya adalah beberapa cara untuk menyajikan
data terkelompok dalam bentuk diagram dengan maksud yang sama yaitu
untuk lebih mudah dipahami dan mudah diinterpretasikan. Untuk membuat

48
diagram ini berarti terlebih dahulu Anda harus memiliki daftar distribusi
frekuensi. Berikut ini adalah beberapa diagram yang bisa Anda sajikan.
a. Histogram dan Poligon Frekuensi
Histogram digunakan untuk menyajikan data terkelompok.
Dengan demikian Anda harus mempunyai terlebih dahulu
sebuah daftar distribusi frekuensi. Membuat histogram bisa
memiliki keuntungan lain, yaitu bisa sekalian membuat poligon
frekuensinya. Bentuk histogram dan cara membuatnya hampir
sama seperti Anda membuat diagram batang. Hanya saja
karena bukan berupa kategori, bagian sumbu horizontal pada
histogram ditunjukkan oleh batas bawah dan atau batas atas
interval kelas. setiap interval kelas pada histogram diwakili
batang layaknya diagram batang yang tinggi atau lebarnya
menunjukkan frekuensi absolut pada interval kelas tersebut.
Karena menggunakan batas atas dan bawah kelas interval,
maka akan terjadi dua angka sama, yaitu nilai batas bawah atas
kelas interval pertama akan sama nilainya dengan nilai batas
bawah kedua, nilai batas bawah kedua akan sama dengan nilai
batas atas ketiga dan begitu seterusnya, sehingga batang-batang
yang dibuat akan menjadi saling berhimpitan. Selain
menggunakan batas atas dan batas bawah pada bagian sumbu
horizontal Anda juga bisa tuliskan tanda kelas masing-masing
kelas interval. Berikut ini adalah contoh histogram berdasarkan
daftar distribusi frekuensi dari tabel 2.5

49
Gambar 13 Histogram Nilai Ujian Tengah Semester Mata Kuliah
Statistik 80 Orang Mahasiswa

Untuk membuat poligon, buatlah titik tengah pada setiap batang


histogram yang telah dibuat lalu tariklah garis lurus melalui
masing-masing titik tengah tersebut, sehingga dihasilkan poligon
seperti gambar di bawah ini:

Gambar 14 Histogram Dan Poligon Frekuensi

b. Ogive
Selain disajikan dengan histogram dan poligon frekuensi, data
terkelompok dapat juga disajikan dalam bentuk ogive (ojaif).
Bentuk diagram ogive mirip seperti diagram garis yang telah
50
dibuat da dijelaskan pada bagiab sebelumnya. Untuk membuat
ogive Anda memerlukan daftar distribusi kumulatif yang telah
dijelaskan juga pada bagian sebelumnya. Karena daftar
distribusi frekuensi ada dua macam, yaitu daftar distribusi
frekuensi kumulatif “kurang dari” dan “atau lebih” maka ogive
pun ada dua macam. Ogive yang dibuat berdasarkan daftar
distribusi frekuensi kumulatif “kurang dari” dibuat menjadi
ogive positif, sedangkan ogive yang dibuat berdasarkan daftar
distribusi kumulatif “atau lebih” menjadi ogive negatif.

Berdasarkan pada tabel distribusi frekuensi pada tabel 2.5, berikut


ini disajikan daftar distribusi frekuensi kumulatif “kurang dari” dan
“atau lebih” dan ogive positif dan negatif.
TABEL 2.9
DAFTAR DISTRIBUSI FREKUENSI KUMULATIF ”KURANG DARI”
NILAI UJIAN TENGAH SEMESTER MATA KULIAH STATISTIKA
80 ORANG MAHASISWA
Nilai data F. kumulatif
Kurang dari 45 0
Kurang dari 52 7
Kurang dari 59 12
Kurang dari 66 24
Kurang dari 73 31
Kurang dari 80 43
Kurang dari 87 60
Kurang dari 94 76
Kurang dari 95 80

51
TABEL 2.10
DAFTAR DISTRIBUSI FREKUENSI KUMULATIF ”ATAU LEBIH”
NILAI UJIAN TENGAH SEMESTER MATA KULIAH STATISTIKA
80 ORANG MAHASISWA
Nilai data F. kumulatif
45 atau lebih 80
52 atau lebih 73
59 atau lebih 68
66 atau lebih 56
73 atau lebih 49
80 atau lebih 37
87 atau lebih 20
94 atau lebih 4
95 atau lebih 0

Gambar 15 Ogive Positif dan Negatif

52
Referensi
Ali, M. 1993. Strategi Penelitian Pendidikan. Bandung. Penerbit Angkasa..
Arikunto, S. 2002. Prosedur Penelitian. Jakarta PT. Rineka Cipta.. Gall,
M.D., Gall, J.P., Borg, W.R. 2003. Educational Research An
Introduction. Ablongman. Boston, New York, San Francisco,
Mexico City, Montreal, Toronto, London, Madrid, Munich, Paris,
Hong Kong, Singapore, Tokyo, Cape Town, Sydney
Hamid, dkk. 2014. Statistika Pendidikan. Tangerang: Universitas Terbuka
Krathwohl, D.R. 1998. Methods of Educational & Social Science Research
An Integrated Approach. Longman. New York; Reading
Massachusetts; Menlo Park, California; Harlow, England; Don
Mills, Ontario; Sydney; Mexico City; Madrid; Amsterdam
MCMillan, J.H dan Schumacher, S. 1997. Research in Education, a
Conceptual Introduction. New York. Longman.
Sudjana. (1983). Metode Statistika. Edisi Keempat. Bandung: Tarsito.
Sudijono, A. (2006). Pengantar Statistik Pendidikan, PT Rajagrafindo
Persada, Jakarta.
Sukmadinata, N.S. 2004. Metode Penelitian Lanjutan. Outline. Program
Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia

Latihan Soal

1. Diketahui data berat badan 15 anak usia dini di TK MELATI


Desa Kayuambon Lembang Bandung tahun ajaran 2019/2020
sebagai berikut:
15 20 19 16 14
17 14 12 16 19
18 15 20 16 18
a. Buatlah daftar frekuensi data di atas!
b. Buatlah diagram batang, lingkaran dan diagram lambangnya!
2. Diketahui data tinggi badan 30 anak usia dini di TK MELATI
Desa Kayuambon Lembang Bandung tahun ajaran 2019/2020
sebagai berikut:
115,5 114,4 113,2 110,5 128,5 121,1
112,5 117,4 110,6 124,4 122,1 119,1
119,5 116,6 122,2 118,7 123,3 129,0
110,9 111,3 111,1 113,2 115,4 110,9
53
123,4 122,2 114,4 119,3 112,4 100,9
a. Buatlah daftar distribusi frekuensi dari data di atas
b. Buatlah daftar kumulatif, relatif dan relatif kumulatif atas dan
bawah!
c. Buatlah histogram dann polygon frekuensinya!

54
MODUL III
UKURAN PEMUSATAN
(Pertemuan ke 5)

Pada modul ini akan dijelaskan tentang ukuran pemusatan data tersebar
dan data terkelompok, yang mecakup mean, median dan modus. Setelah
mempelajari modul ini diharapkan mahasiswa dapat:
- menjelaskan dan melakukan pengukuran nilai tengah yang
mencakup pengertian dan perhitungan tentang Modus, Median,
Mean.
Skor Rata-rata
Setelah Anda mampu menyajikan data baik dalam bentuk bermacam-
macam tabel maupun diagram, tahapan selanjutnya sesuai degan definisi
satatistika pada bahasan terdahulu adalah pengolahan data. Bagian ini
merupakan bagian tindak lanjut dari penysuan data yang telah dibuat
melalui penyajian data dalam bentuk tabel. Ukuran pemusatan atau
tendensi sentral merupakan salah satu ukuran yang dipergunakan untuk
menafsirkan gejala dari data yang telah diperoleh. Beberapa diantaranya
adalah, nilai rata-rata, nilai tengah, nilai terbanyak serta beberapa ukuran
lokasi lainnya.
1. Skor Rata-rata Hitung
Nilai rata-rata merupakan statistik yang paling sering digunakan, nilai ini
sering digunakan untuk mewakili sekumpulan data dan juga merupakan
salah satu ukuran gejala pusat yang diperoleh dari pengukuran sampel.
Beberapa jenis nilai rata-rata adalah rata-rata hitung, rata-rata ukur dan
rata-rata harmonis.

55
a. Rata-rata Hitung Data Tersebar
Rata-rata hitung merupakan ukuran gejala pusat yang paling sering
digunakan. Untuk data tersebar rata-rata hitung didefinisikan sebagai
jumlah nilai data dibagi dengan banyaknya jumlah sampel/data yang
dihitung. Secara matematis rata-rata hitung didefinisikan:
x1  x2  x3   xn
x
n

x
x i

n
Contoh : misalkan terdapat data tersebar seperti berikut:
5 8 4 7 8 8 6
Maka rata-rata hitungnya

x
x i

x1  x 2  x3   xn 5  8  4  7  8  8  6
  6,57
n n 7

Data tidak tersebar lain (yang dalam beberapa buku lain disebut
data berbobot), untuk menentukan rata-rata hitungnya digunakan
rumus:

x
fx i i

f i

Rumus ini juga digunakan pada daftar frekuensi, dengan


menambahkan sebuah kolom seperti dibawah ini:
Nilai data (xi) fi fi . xi

56
x1 f1 f1 . x1
x2 f2 f2 . x2
x3 f3 f3 . x3
x4 f4 f4 . x4
Jumlah f i fx i i

Misalkan diketahui daftar frekuensi seperti pada tabel 2.1


sebelumnya, seperti berikut:
Nilai data Frekuensi
6 3
7 8
8 9
9 3
10 2
Jumlah 25

Untuk mengetahui nilai rata-rata hitungnya lakukan langkah


sebagai berikut:
Nilai data (xi) Frekuensi(fi) fi.xi
6 3 18
7 8 56
8 9 72
9 3 27
10 2 20
Jumlah 25 193
Dengan demikian rata-rata hitungnya adalah:

57
x
f xi i

193
 7,72
f i 25

b. Rata-rata Hitung Data Terkelompok


Untuk data terkelompok dalam bentuk daftar distribusi frekuensi,
rumus di atas juga digunakan untuk mencari nilai rata-rata
hitungnya. Tapi karena nilai datanya berupa interval kelas, maka
nilai xi pada rumus tersebut harus dirubah dengan tanda kelasnya.
Sehingga untuk membantu mencari rata-rata hitung, gunakan
kolom tambahan untuk tanda kelas seperti berikut ini:
Nilai data Frekuensi Tanda kelas (xi) fi . xi
a–b f1 x1 f1 . x1
c–d f2 x2 f2 . x2
e–f f3 x3 f3 . x3
g–h f4 x4 f4 . x4
I–j f5 x5 f5 . x5
Jumlah xi  fi.xi

Contoh:
Nilai data fi xi fi.xi
45 - 51 7 48 336
52 - 58 5 55 275
59 - 65 12 62 744
66 - 72 7 69 483
73 - 79 12 76 912
80 - 86 17 83 1411
87 - 93 16 90 1440

58
94 - 100 4 97 388
Jumlah 80 5989
Lalu subtitusikan pada rumus:

x
fx i i

f i

5989
x
80
x  74,86

c. Rata-rata Hitung dengan Assumed Mean


Selain dengan cara di atas, terdapat sebuah formula yang lebih
sederhana untuk menentukan rata-rata hitung dari sebuah daftar
distribusi frekuensi yang disebut sebagai cara AM “Assumed
Mean” dengan menggunakan rata-rata duga. Dengan rumus di atas
biasanya Anda akan bekerja dengan bilangan-bilangan yang besar,
tapi dengan cara AM ini, perhitungan dengan bilangan-bilangan
yang besar dapat dihindari.
Formula untuk mencari rata-rata hitung dengan menggunakan
rata-rata duga ini didefinisikan seperti berikut:

x  AM  p
 f .d
n
Dengan:
AM adalah asummed mean atau nilai rata-rata duga
p adalah panjang kelas
f adalah frekuensi
d adalah faktor selisih antar tanda kelas

59
dan n adalah jumlah data

AM atau rata-rata duga adalah tanda kelas dimana terletak rata-rata


yang Anda duga, misalnya pada kelas interval 4, maka AMnya
adalah x4. Untuk mencari rata-rata dengan cara menduga ini Anda
bisa tambahkan kolom-kolom bantuan seperti pada tabel berikut
ini:
No. Kelas fi xi d’
Interval
1 a–b f1 x1 x1-x4
2 c–d f2 x2 X2-x4
3 e–f f3 x3 X3-x4
4 g–h f4 x4 X4-x4
5 i–j f5 x5 X5-x4
6 k–l f6 x6 X6-x4
7 m–n f7 x7 X7-x4

Untuk menghindari bilangan-bilangan besar hasil perkalian pada


rumus rata-rata dengan cara AM ini, nilai selisih bisa diperkecil,
dengan membaginya dengan panjang kelas interval. Nilai selisih
d’ yang akan diperoleh nantinya akan tergantung pada penntuan
rata-rata duganya. Jika interval kelas 4 digunakan sebagai acuan,
maka nilai d’ pada kelas interval 4 tersebut akan menjadi 0.
Sedangkan kelas-kelas interval di atasnya nilai d’ akan bernilai
negatif, dengan masing-masing kelas interval akan berselisih 1.
Sedangkan nilai d’ pada kelas interval dibawahnya akan bernilai
positif, juga dengan masing-masing kelas interval berselisih 1.

60
Contoh:
Nilai data Frekuensi xi d'
45 - 51 7 48 -21
52 - 58 5 55 -14
59 - 65 12 62 -7
66 - 72 7 69 0
73 - 79 12 76 7
80 - 86 17 83 14
87 - 93 16 70 21
94 - 100 4 77 28
Jumlah 80

Atau bisa disederhanakan menjadi seperti berikut:


Nilai data Frekuensi xi d' f.d’
45 - 51 7 48 -3 -21
52 - 58 5 55 -2 -10
59 - 65 12 62 -1 -12
66 – 72 7 69 0 0
73 – 79 12 76 1 12
80 – 86 17 83 2 34
87 - 93 16 70 3 48
94 - 100 4 77 4 16
Jumlah 80 67

Selanjutnya sustitusikan nilai pada rumus sehingga menghasilkan

61
x  AM  p
 f .d
n
67
x  69  7.
80
x  74,86

baris yang diarsir adalah dugaan dimana rata-rata berada.

Dengan cara yang sama rata-rata akan diduga pada kelas ke 6


sehingga diperoleh:
Nilai data Frekuensi xi d' f.d’
45 - 51 7 48 -5 -5
52 - 58 5 55 -4 -4
59 - 65 12 62 -3 -3
66 - 72 7 69 -2 -2
73 - 79 12 76 -1 -1
80 - 86 17 83 0 0
87 - 93 16 70 1 1
94 - 100 4 77 2 2
Jumlah 80 -93

Subtitusi pada rumus sehingga dihasilkan:

x  AM  p
 f .d
n
 93
x  83  7.
80
x  74,86

62
Anda bisa juga coba dengan menggunakan kelas-kelas interval
yang lain sebagai AM, hasilnya akan sama.

Selanjutnya,
 f.d disebut sebagai faktor koreksi, karena dengan cara AM
n
Anda telah melakukan dugaan terhadap nilai rata-rata. Faktor koreksi
tersebut dipakai untuk menghasilkan nilai rata-rata yang sebenarnya.

2. Skor Rata-rata Lainnya


a. Rata-rata Ukur
Nilai rata-rata ukur (U) didefinisikan sebagai akar kuadrat
pangkat n perkalian data (atau suku-sukunya). Biasanya nilai
ini digunakan oleh orang-orang teknik, dengan mengganggap
x1 x 2 x3
data sebagai barisan geometri, sehingga berlaku  
x 2 x3 x 4
dan seterusnya.
U  n x1.x2.x3x n

b. Rata-rata Harmonis
Untuk sembarang data yang banyaknya adalah n, rata-rata
harmonis (H) didefinisikan sebagai berikut:
n
H
1 1 1 1
  
x1 x 2 x3 xn

Contoh:

63
Suatu hari Bagas berangkat dari Bandung menuju Cirebon yang
berjarak 180 Km dengan memacu mobilnya dengan rata-rata
kecepatan 80Km/Jam. Karena beberapa alasan pulangnya
bagas memacu mobilnya hanya dengan kecepatan rata-rata
70Km/Jam. Berapakah kecepatan rata-rata pergi pulang yang
ditempuh oleh Bagas?

Jawab:
Waktu yang diperlukan oleh bagas untuk berangkat adalah:
180Km
 2,25Jam
80Km / Jam
Waktu yang diperlukan oleh bagas untuk pulang adalah:
180Km
 2,57 Jam
70Km / Jam

Jarak total yang ditempuh adalah 360Km, dengan total waktu


yang ditempuh adalah 4, 82Jam. Dengan demikian rata-rata
kecepatan pergi pulang adalah: Waktu yang diperlukan oleh
360Km
bagas untuk berangkat adalah:  74,68Km / Jam
4,82Jam

Dengan rumus rata-rata harmonis di atas, rata-rata tersebut


dapat dicari dengan:
2 2.80.70
H   74,67Km / Jam
1 1 150

80 70

64
c. Rata-rata kuadratis
Rata-rata kuadratis banyak digunakan pada ilmu teknik yang
berhubungan dengan fisika. Untuk sembarang data dengan
banyak n, rata-rata kuadratis, atau sering disebut akar rata-rata
kuadratis didefinisikan sebagai:

NRK 
 xi 2

Median dan Modus


Median (Me) adalah suatu nilai data yang terletak ditengah, setelah semua
data diurutkan mulai dari data dengan nilai terkecil sampai terbesar. Nilai
median adalah nilai yang membagi kelompok data menjadi dua bagian,
yaitu kelompok nilai-nilai data dibawah nilai median dan kelompok nilai-
nilai data di atas nilai median. Masing-masing kelompok berjumlah 50%
dari total data. Median adalah nilai pembatas yang membagi data menjadi
dua daerah tersebut, atau merupakan nilai terbesar kelompok yang nilainya
rendah, dan merupakan nilai terendah kelompok data yang nilainya tinggi.
Jika data yang dimiliki berjumlah ganjil maka nilai median adalah data
yang tepat terletak ditengah-tengah. Sedangkan jika data yang dimiliki
berjumlah genap, maka nilai Median adalah rata-rata 2 nilai data yang ada
ditengah.
1. Median Data
a. Median Data Tersebar
Contoh:
Diketahui sejumlah data sebagai berikut:
89 90 78 68 57 39 95

65
Jumlah data di atas adalah genap sehingga nilai mediannya
merupakan nilai data yang terletak ditengah-tengah setelah
diurutkan dari nilai terendah, yaitu:
39 57 68 78 89 90 95
Data keempat adalah data yang membagi dua, menjadi dua
kelompok data, nilai median yang dimaksud adalah 78.

Untuk data yang jumlahnya genap misalkan data nilai di atas


ditambah sebuah dat lagi sehingga setelah diurutkan didapatkan:
39 57 68 78 80 89 90 95
Sehingga nilai Mediannya adalah:
78  80
 79
2
b. Median Data Terkelompok
Untuk data terkelompok dalam bentuk daftar distribusi frekuensi,
nilai Median dapat diperoleh dengan menggunakan formula
sebagai berikut:
1 
 2 n F 
Me  Bb  p 
 fMe 
 
Dengan:
Me adalah Median
Bb adalah batas bawah pada kelas median
P adalah panjang kelas
N adlaah jumlah data
F adalah frekuensi kumulatif sebelum kelas Median
fMe adalah frekuensi pada kelas Median

66
Contoh median untuk daftar distribusi pada tabel 2.5 adalah
sebagai berikut:
Nilai data Frekuensi
45 - 51 7
52 - 58 5
59 - 65 12
66 - 72 7
73 - 79 12
80 - 86 17
87 - 93 16
94 - 100 4
Jumlah 80

Langkah pertama adalah menentukan kelas Median. Karena jumlah


datanya genap 80 maka lokasi median dapat ditentukan dengan
1
rumus (n  1) , dengan n adalah jumlah data.
2
1
Dengan demikian letak Median adalah (80  1)  40 ,5 yang
2
terletak pada kelas interval ke 5, (kumulatifkan nilai frekuensi,
sehingga diketahui letak kelas mediannya).
Tandai kelas Median untuk mempermudah pencarian nilai
mediannya, sehingga
Nilai data Frekuensi
45 - 51 7
52 - 58 5

67
59 - 65 12
66 - 72 7
73 - 79 12 Kelas Median
80 - 86 17
87 - 93 16
94 - 100 4
Jumlah 80

Subtitusikan pada rumus, sehingga didapatkan:


1 
 2 n F 
Me  Bb  p 
 fMe 
 
1 
 2 80  31
Me  72,5  7.  
 12 
 
Me  72,5  5,25  77 ,75

2. Modus
Modus adalah statistik yang juga sering digunakan untuk mewakili
sekelompok tertentu data. Dari sekumpulan data, dengan menyebutkan
nilai atau kejadian yang paling banyak muncul, biasanya sudah merupakan
kesimpulan dari sekumpulan dat itu. Misalnya disebuah kelas banyak
mahasiswa yang menyukai Bakso, maka dapat disimpulkan bahwa
kebanyakan siswa pada kelas tersebut menyukai bakso.

68
Modus dapat diartikan sebagai peristiwa/kejadian/nilai yang paling sering
muncul. Pada data kualitatif ataupun data kuantitatif, modus dapat
ditentukan dengan melihat gejala, interval kelas yang memiliki frekuensi
kemunculan yang paling tinggi.
Untuk data kuantitatif yang terkelompok, nilai Modus dapat ditentukan
dengan formula:
 b1 
Mo  Bb  p 
 b1  b2 
Dengan:
Mo adalah Modus
Bb adalah Batas bawah kelas Modus
P adalah panjang kelas
b1 adalah selisih frekuensi kelas modus dengan frekuensi sebelum kelas
modus.
b2 adalah selisih frekuensi kelas modus dengan frekuensi setelah kelas
modus.

Contoh:
Kita gunakan soal pada tabel 2.5 untuk mencari modus, langkah pertama
yang harus dilakukan adalah menentukan kelas modus, yaitu kelas dengan
frekuensi tertinggi, yaitu ada dikelas ke 6, kita tandai untuk mempermudah
penacrian nilai Modus

Nilai data Frekuensi


45 - 51 7
52 - 58 5
59 - 65 12

69
66 - 72 7
73 - 79 12
80 - 86 17 Kelas Modus
87 - 93 16
94 - 100 4
Jumlah 80

Lalu gunakan rumus untuk menentukan nilai Modus seperti berikut:


 5 
Mo  79,5  7  jadi Mo  79,5  5,83  85,33
 5  1

Referensi
Ali, M. 1993. Strategi Penelitian Pendidikan. Bandung. Penerbit Angkasa..
Arikunto, S. 2002. Prosedur Penelitian. Jakarta PT. Rineka Cipta.. Gall,
M.D., Gall, J.P., Borg, W.R. 2003. Educational Research An
Introduction. Ablongman. Boston, New York, San Francisco,
Mexico City, Montreal, Toronto, London, Madrid, Munich, Paris,
Hong Kong, Singapore, Tokyo, Cape Town, Sydney
Hamid, dkk. 2014. Statistika Pendidikan. Tangerang: Universitas Terbuka
Krathwohl, D.R. 1998. Methods of Educational & Social Science Research
An Integrated Approach. Longman. New York; Reading
Massachusetts; Menlo Park, California; Harlow, England; Don
Mills, Ontario; Sydney; Mexico City; Madrid; Amsterdam
MCMillan, J.H dan Schumacher, S. 1997. Research in Education, a
Conceptual Introduction. New York. Longman.
Sudjana. (1983). Metode Statistika. Edisi Keempat. Bandung: Tarsito.
Sudijono, A. (2006). Pengantar Statistik Pendidikan, PT Rajagrafindo
Persada, Jakarta.
Sukmadinata, N.S. 2004. Metode Penelitian Lanjutan. Outline. Program
Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia

70
Latihan Soal

1. Diketahui data berat badan 15 anak usia dini di TK MELATI


Desa Kayuambon Lembang Bandung tahun ajaran 2019/2020
sebagai berikut:
15 20 19 16 14
17 14 12 16 19
18 15 20 16 18
a. Tentukan Mean data tersebut
b. Tentukan Median dan Modusnya
2. Diketahui data tinggi badan 30 anak usia dini di TK MELATI
Desa Kayuambon Lembang Bandung tahun ajaran 2019/2020
sebagai berikut:
115,5 114,4 113,2 110,5 128,5 121,1
112,5 117,4 110,6 124,4 122,1 119,1
119,5 116,6 122,2 118,7 123,3 129,0
110,9 111,3 111,1 113,2 115,4 110,9
123,4 122,2 114,4 119,3 112,4 100,9
a. Tentukan Mean data tersebut!
b. Tentukan Median dan Modusnya!

71
MODUL IV
UKURAN LOKASI
(Pertemuan ke 6 dan 7)

Selain menghitung mean, median dan modus, statistik yang biasa


digunakan dalam penelitian terkait dengan ukuran lokasi dan akan dibahas
dala m modul ini adalah, kuartil, desil dan persentil. Ukuran-ukuran lokasi
ini akan digunakan dalam bahasan-bahasan selanjutnya oleh statistik yang
lain. Setelah mempelajari modul ini mahasiswa diharapkan dapat:
- menjelaskan dan melakukan pengukuran variabelititas/ukuran
lokasi yang mencakup Pengertian dan Perhitungan Persentil, Desil
dan Kuartil untuk data tersebar dan terkelompok
Kuartil
Kuartil adalah nilai atau angka yang membagi data dalam empat bagian
yang sama, setelah disusun dari data yang terkecil sampai data terbesar
atau sebaliknya dari data terbesar sampai data terkecil.
[1] Suatu data kuantatif memiliki tiga bentuk data kuartil, yaitu :
[2] Kuartil Pertama ialah nilai dalam distribusi yang membatasi 25%
frekuensi di bagian atas dan 75% di bagian bawah distribusi.
[3] Kuartil Kedua ialah nilai dalam distribusi yang membatasi 50%
frekuensi di bagian atas dan 50% di bagian bawah distribusi.
[4] Kuartil Ketiga ialah nilai dalam distribusi yang membatasi 75%
frekuensi di bagian atas dan 25% di bagian bawah distribusi
Jika sekelompok data dibagi menjadi dua bagian yang sama, maka nilai
yang berada di tengah (50%) disebut dengan median. Konsep median dapat
diperluas yaitu kelompok data yang telah diurutkan (membesar atau

72
mengecil) dibagi menjadi empat bagian sama banyak. Bilangan pembagi
ada tiga masing masing disebut Kuartil yaitu Kuartil Pertama / Bawah
(Q1), Kuartil Kedua / Tengah (Q2) dan Kuartil Ketiga / Atas (Q3).

Skor Q1 Q2 Q3 Skor Max


Min
Jika sekumpulan data dibagi menjadi empat bagian yang sama
banyaknya dan sudah disusun menurut urutan nilainya, maka bilangan
pembaginya disebut Kuartil, ada tiga buah Kuartil ialah Kuartil Pertama,
Kuartil Kedua Dan Kuartil Ketiga yang masing masing disingkat
menjadi Q1, Q2 dan Q3 pemberian nama ini dimulai
dari Kuartil yang paling kecil.

1. Kuartil data tersebar


Untuk menenntukan kuratil data tersebar langkah-langkah yang harus
dilakukan adalah:
a. Susun data dari terkecil hingga terbesar
b. Tentukan letak kuartil dengan menggunakan rumus
LQi = i/4 (n + 1)
LQi = letak kuartil ke – i
n = Jumlah data
i = indeks ke 1, 2, atau 3
Jika letak kuartil menunjukkan skor yang tidak bulat maka skor,
nilai kuartil ditentukan dengan cara menghitung data ke (hasil
hitungan yang bulat) ditambahkan dengan sisa desimal dikalikan
dengan selisih skor dimana kuartil itu berada.

73
Contoh: tentukan kuartil 1, 2 dan 3 dari data sebagai berikut
2 2 3 4 5 6 6 8 9
LQ1 = 1/4 (9 + 1) = 2,5
Sehingga Q1 = skor data ke 2 + 0,5 (skor data ke 3 – data ke 2)
Q1 = 2 + 0,5 (3 – 2) = 2,5
LQ2 = 2/4 (9 + 1) = 5,0
Sehingga Q2 = skor data ke 5 + 0 (skor data ke 6 – data ke 5)
Q2 = 5
LQ3 = 3/4 (9+1) = 7,5
Sehingga Q3 = skor data ke 7 + 0,5 ( Skor data ke 8 – data ke 7)
Q3 = 6 + 0,5 (8-2) = 7

2. Kuartil data terkelompok


Untuk menghitung kuartil data terkelompok gunakan rumus sebagai
berikut:
𝑛
− (∑ 𝑓𝑖 )
𝑄𝑖 = 𝐵𝑖 + 4 ×𝑝
𝑓𝑄𝑖
Dengan:
Qi = Kuartil ke-i
Bi = Batas bawah kuartil ke – i
n = jumlah data
∑ 𝑓𝑖 = frekuensi kumulatif sebelum kelas kuartil ke – i
P = panjang kelas
Fqi = frekuensi di kelas kuartil ke - i
Contoh: Tentukan Kuartil 1, 2 dan 3 data pada tabel 4.1

74
Tabel 4.1 Nilai Statistik 80 Mahasiswa
Nilai Frekuensi (f)
30 – 39 2
40 – 49 3
50 – 59 5
60 – 69 14 (LQ1)
70 – 79 24 (LQ2)
80 – 89 20 (LQ3)
90 – 99 12
Jumlah 80

Penyelesaian:
Untuk menyelesaikan masalah di atas, tentukan terlebih dahulu lokasi
kuartil 1, 2 dan 3.
LQ1 = ¼ (80+1) = 20,25 artinya berada pada kelas interval ke – 4
LQ2 = ½ (80+1) = 40,5 artinya berada pada kelas interval ke – 5
LQ3 = ¾ (80+1) = 60,75 artinya berada pada kelas interval ke – 6,
sehingga
𝑛
𝑖 4 − (∑ 𝑓1 )
𝑄1 = 𝐵1 + ×𝑝
𝑓𝑄1
20 − 10
= 59,5 + × 10
14
= 59,5 + 7,14 = 66,64

𝑛
2 4 − (∑ 𝑓2 )
𝑄2 = 𝐵2 + ×𝑝
𝑓𝑄2

75
40 − 24
= 69,5 + × 10
24
= 69,5 + 6,67 = 76,17

3𝑛
− (∑ 𝑓3 )
𝑄3 = 𝐵3 + 4 ×𝑝
𝑓𝑄3
60 − 48
= 79,5 + × 10
20
= 79,5 + 6 = 85,5

Desil
Desil atau disingkat dengan (Ds) adalah nilai atau angka yang membagi
data yang menjadi 10 bagian yang sama, setelah disusun dari data terkecil
sampai data terbesar atau sebaliknya. Cara mencari desil hampir sama
dengan mencari nilai kuartil, bedanya hanya pada pembagian saja. Kalau
kuartil data dibagi empat bagian yang sama, sedangkan desil data dibagi
10 bagian yang sama. Harga-harga desil ada sembilan bagian, yaitu Ds1
sampai Ds9.
(Ds) adalah titik atau skor atau nilai yang membagi seluruh distribusi
frekuensi dari data yang diselidiki ke dalam 10 bagian yang sama besar,
yang masing-masing sebesar 1/10 N (Sudijono, 2006: 117-118). Jadi,
sebanyak 9 buah titik desil, keseimbilan buah desil itu membagi seluruh
distribusi frekuensi ke dalam 10 bagian yang sama besar.

1. Desil data tersebar


Untuk menentukan Desil data tersebar langkah-langkah yang harus
dilakukan adalah:

76
a. Susun data dari terkecil hingga terbesar
b. Tentukan letak kuartil dengan menggunakan rumus
LDsi = i/10 (n + 1)
LDsi = letak kuartil ke – i
n = Jumlah data
i = indeks ke 1, 2, atau 3
Jika letak Desil menunjukkan skor yang tidak bulat maka skor,
nilai Desil ditentukan dengan cara menghitung data ke (hasil
hitungan yang bulat) ditambahkan dengan sisa desimal dikalikan
dengan selisih skor dimana Desil itu berada.

Contoh: tentukan Desil 1, 3 dan 7 dari data sebagai berikut


2 2 3 4 5 6 6 8 9
LDs1 = 1/10 (9 + 1) = 1
Sehingga Ds1 = skor data ke 1
Ds1 = 2
LDs3 = 3/10 (9 + 1) = 3
Sehingga Ds3 = skor data ke 3
Ds3 = 3
LDs7 = 7/10 (9+1) = 7
Sehingga Ds7 = skor data ke 7
Ds7 = 6

2. Desil data terkelompok


Untuk menghitung Desil data terkelompok gunakan rumus sebagai
berikut:

77
𝑛
− (∑ 𝑓𝑖 )
𝐷𝑠𝑖 = 𝐵𝑖 + 4 ×𝑝
𝑓𝐷𝑠𝑖
Dengan:
Dsi = Desil ke-i
Bi = Batas bawah Desil ke – i
n = jumlah data
∑ 𝑓𝑖 = frekuensi kumulatif sebelum kelas Desil ke – i
P = panjang kelas
Fqi = frekuensi di kelas Desil ke - i
Contoh: Tentukan Desilk ke 1, 3 dan 7

Tabel 4.1 Nilai Statistik 80 Mahasiswa


Nilai Frekuensi (f)
30 – 39 2
40 – 49 3
50 – 59 5 (LDs1)
60 – 69 14 (LDs3)
70 – 79 24
80 – 89 20 (LDs7)
90 – 99 12
Jumlah 80

Penyelesaian:
Untuk menyelesaikan masalah di atas, tentukan terlebih dahulu lokasi
Desil 1, 3 dan 7.
LDs1 =1/10 (80+1) = 8,1 artinya berada pada kelas interval ke – 3
LDs3 = 3/10 (80+1) = 24,3 artinya berada pada kelas interval ke – 5

78
LDs7 = 7/10 (80+1) = 56,7 artinya berada pada kelas interval ke – 6,
sehingga,
𝑛
1 10 − (∑ 𝑓1 )
𝐷𝑠1 = 𝐵1 + ×𝑝
𝑓𝑝1
8− 5
= 49,5 + × 10
5
= 49,5 + 6 = 55,5

𝑛
3 10 − (∑ 𝑓3 )
𝐷𝑠3 = 𝐵3 + ×𝑝
𝑓𝐷𝑠3
24 − 8
= 59,5 + × 10
14
= 59,5 + 11,42 = 70,97

7𝑛
− (∑ 𝑓7 )
𝐷𝑠7 = 𝐵7 + 10 ×𝑝
𝑓𝐷𝑠7
56 − 48
= 79,5 + × 10
20
= 79,5 + 4 = 83,5

Persentil
Persentil atau disingkat dengan (P) adalah nilai yang membagi data
menjadi 100 bagian yang sama, setelah disusun dari data terkecil sampai
data terbesar atau sebaliknya. Cara mencari Persentil hampir sama dengan
mencari nilai Desil. Bedanya kalau Desil data dibagi 10 bagian yang sama,

79
sedangkan Persentil data dibagi 100 bagian yang sama. Harga-harga
Persentil ada 99 bagian, yaitu P1, sampai P99.

Persentil adalah titik atau nilai yang membagi suatu distrubusi data
menjadi seratus bagian yang sama besar (Sudijono, 2006: 99). Karena
perrsentil sering disebut “ukuran per-ratus-an”. Titik yang membagi
distribusi data ke dalam seratus bagian yang sama besar ialah titik-titik:
P1, P2, P3, P4, P5, P6, . . . dan seterusnya, sampai dengan P99. Jadi didapat
sebanyak 99 titik pesenti yang membagi seluruh distribusi data ke dalam
seratus bagian yang sama besar, masing-masing sebesar 1/100 atau 1%.

1. Persentil data tersebar


Untuk menenntukan Persentil data tersebar langkah-langkah yang
harus dilakukan adalah:
c. Susun data dari terkecil hingga terbesar
d. Tentukan letak kuartil dengan menggunakan rumus
LPi = i/100 (n + 1)
LPi = letak kuartil ke – i
n = Jumlah data
i = indeks ke 1, 2, atau 3
Jika letak Persentil menunjukkan skor yang tidak bulat maka skor,
nilai Persentil ditentukan dengan cara menghitung data ke (hasil
hitungan yang bulat) ditambahkan dengan sisa desimal dikalikan
dengan selisih skor dimana Persentil itu berada.

Contoh: tentukan Persentil 10, 40 dan 80 dari data sebagai berikut


2 2 3 4 5 6 6 8 9

80
LP10 = 10/100 (9 + 1) = 1
Sehingga LP10 = skor data ke 1
LP10 = 2
LP40 = 40/100 (9 + 1) = 4
Sehingga LP40 = skor data ke 4
LP40 = 4

LP80 = 80/100 (9+1) = 8


Sehingga LP80 = skor data ke 8
LP80 = 8

2. Persentil data terkelompok


Untuk menghitung Persentil data terkelompok gunakan rumus sebagai
berikut:
𝑛
𝑖 100 − (∑ 𝑓𝑖 )
𝑃𝑖 = 𝐵𝑖 + ×𝑝
𝑓𝑃𝑖
Dengan:
Pi = Persentil ke-i
Bi = Batas bawah Persentil ke – i
n = jumlah data
∑ 𝑓𝑖 = frekuensi kumulatif sebelum kelas Persentil ke – i
P = panjang kelas
Fpi = frekuensi di kelas Persentil ke - i
Contoh: Tentukan Persentil ke 10, 30 dan 70

Tabel 4.1 Nilai Statistik 80 Mahasiswa


Nilai Frekuensi (f)

81
30 – 39 2
40 – 49 3
50 – 59 5 (LP10)
60 – 69 14 (LP30)
70 – 79 24
80 – 89 20 (LP70)
90 – 99 12
Jumlah 80

Penyelesaian:
Untuk menyelesaikan masalah di atas, tentukan terlebih dahulu lokasi
Persentil 10, 30 dan 70.
LP10 =10/100 (80+1) = 8,1 artinya berada pada kelas interval ke – 3
LP30 = 30/100 (80+1) = 24,3 artinya berada pada kelas interval ke – 5
LP70 = 70/100 (80+1) = 56,7 artinya berada pada kelas interval ke –
6, sehingga
𝑛
10 100 − (∑ 𝑓1 )
𝑃1 = 𝐵1 + ×𝑝
𝑓𝐷𝑠1
8− 5
= 49,5 + × 10
5
= 49,5 + 6 = 55,5

𝑛
30 100 − (∑ 𝑓3 )
𝑃3 = 𝐵3 + ×𝑝
𝑓𝐷𝑠3
24 − 8
= 59,5 + × 10
14

82
= 59,5 + 11,42 = 70,97

70𝑛
− (∑ 𝑓7 )
𝑃7 = 𝐵7 + 100 ×𝑝
𝑓𝐷𝑠7
56 − 48
= 79,5 + × 10
20
= 79,5 + 4 = 83,5

Referensi
Ali, M. 1993. Strategi Penelitian Pendidikan. Bandung. Penerbit Angkasa..
Arikunto, S. 2002. Prosedur Penelitian. Jakarta PT. Rineka Cipta.. Gall,
M.D., Gall, J.P., Borg, W.R. 2003. Educational Research An
Introduction. Ablongman. Boston, New York, San Francisco,
Mexico City, Montreal, Toronto, London, Madrid, Munich, Paris,
Hong Kong, Singapore, Tokyo, Cape Town, Sydney
Hamid, dkk. 2014. Statistika Pendidikan. Tangerang: Universitas Terbuka
Krathwohl, D.R. 1998. Methods of Educational & Social Science Research
An Integrated Approach. Longman. New York; Reading
Massachusetts; Menlo Park, California; Harlow, England; Don
Mills, Ontario; Sydney; Mexico City; Madrid; Amsterdam
MCMillan, J.H dan Schumacher, S. 1997. Research in Education, a
Conceptual Introduction. New York. Longman.
Sudjana. (1983). Metode Statistika. Edisi Keempat. Bandung: Tarsito.
Sudijono, A. (2006). Pengantar Statistik Pendidikan, PT Rajagrafindo
Persada, Jakarta.
Sukmadinata, N.S. 2004. Metode Penelitian Lanjutan. Outline. Program
Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia

Latihan Soal

1. Diketahui data berat badan 15 anak usia dini di TK MELATI


Desa Kayuambon Lembang Bandung tahun ajaran 2019/2020
sebagai berikut:

83
15 20 19 16 14
17 14 12 16 19
18 15 20 16 18
a. Tentukan Kuartil 1, Kuartil 2 dan Kuartil 3 data tersebut!
b. Tentukan Desil 1, Desil 4, dan Desil 6
c. Tentukan Persentil 10, Persentil 40, Persentil 70 dan
Pesrsentil 90ya!

2. Diketahui data tinggi badan 30 anak usia dini di TK MELATI


Desa Kayuambon Lembang Bandung tahun ajaran 2019/2020
sebagai berikut:
115,5 114,4 113,2 110,5 128,5 121,1
112,5 117,4 110,6 124,4 122,1 119,1
119,5 116,6 122,2 118,7 123,3 129,0
110,9 111,3 111,1 113,2 115,4 110,9
123,4 122,2 114,4 119,3 112,4 100,9
a. Tentukan Kuartil 1, Kuartil 2 dan Kuartil 3 data tersebut!
b. Tentukan Desil 1, Desil 4, dan Desil 6
c. Tentukan Persentil 10, Persentil 40, Persentil 70 dan
Pesrsentil 90ya!

84
MODUL V
UKURAN DISPERSI
(Pertemuan ke 9 dan 10)

Ukuran dispersi atau ukuran variasi atau ukuran penyimpangan adalah


ukuran yang menyatakan seberapa jauh penyimpangan nilai-nilai data
dari nilai-nilai pusatnya atau ukuran yang menyatakan seberapa
banyak nilai-nilai data yang berbeda dengan nilai-nilai pusatnya.
Ukuran dispersi pada dasarnya adalah pelengkap dari ukuran nilai
pusat dalam menggambarkan sekumpulan data. Jadi, dengan adanya
ukuran dispersi maka penggambaran sekumpulan data akan menjadi
lebih jelas dan tepat.

Setelah mempelajari modul ini mahasiswa diharapkan dapat:


- menjelaskan dan melakukan pengukuran dispersi mssencakup
Pengertian dan Perhitungan Standar Deviasi, Varians, ukuran
kecondongan dan kemiringan

Jenis-Jenis Ukuran Dispersi

1 . Rentang/Jangkauan (Range, R )
Jangkauan atau ukuran jarak adalah selisih nilai terbesar
data dengan nilai terkecil data. Cara mencari jangkauan dibedakan
antara data tunggal dan data berkelompok.
a. Rentang data tunggal
Bila ada sekumpulan data tunggal X 1 , X2 . . ., Xn maka
jangkauannya adalah
𝐽𝑎𝑛𝑔𝑘𝑎𝑢𝑎𝑛 = 𝑋𝑛 − 1

85
Contoh soal:
Tentukan jangkauan data: 1, 4, 7, 8, 9, 11!

Penyelesaian:
X6 = 11 dan X1 = 1
Jangkauan = X6 – X1 = 11 – 1 = 10

b. Jangkauan data berkelompok


Untuk data berkelompok, jangkauan dapat ditentukan
dengan dua cara. Yaitu menggunakan titik atau nilai tengah dan
menggunakan tepi kelas.
1) Jangkauan adalah selisih titik tengah kelas tertinggi dengan
titik tengah kelas terendah.
2) Jangkauan adalah selisih tepi atas kelas tertinggi dengan
tepi bawah kelas terendah.
Contoh soal:
Tentukan jangkauan dari distribusi frekuensi berikut

86
Penyelesaian:
Dari Tabel 5.1 terlihat:
Titik tengah kelas terendah = 142
Titik tengah kelas tertinggi = 172
Batas bawah kelas terendah = 139,5
Batas atas kelas tertinggi = 174,5
Jangkauan = 172 – 142 = 30
Jangkauan = 174,5 – 139,5 = 35

2. Jangkauan Antarkuartil dan Jangkauan Semi Interkuartil


Jangkauan antarkuartil adalah selisih antara nilai kuartil atas ( Q 3 ) dan
kuartil bawah (Q1). Dirumuskan:
𝐽𝐾 = 𝑄3 − 𝑄1
Jangkauan semi interkuartil atau simpangan kuartil adalah setengah dari
kuartil atas ( Q 3 ) dengan kuartil bawah ( Q 1 ) . Dirumuskan:

87
1
𝑄𝑑 = (𝑄 − 𝑄1 )
2 3
Rumus-rumus di atas berlaku untuk data tunggal dan data
berkelompok.
Contoh Soal:
a. Tentukan jangkauan antar kuartil dan jangkauan semi
interkuartil dari data berikut:
2, 4, 6, 8, 10, 12, 14
Penyelesaian:
Q1 = 4 dan Q3 = 12
JK = Q3 – Q1
= 12 – 4 = 8
Qd = ½ (12 – 4) = 4
b. Tentukan jangkauan antarkuartil dan jangkauan semi
interkuartil distribusi frekuensi berikut :
Tabel 5.2 Nilai Statistik 80 Mahasiswa
Nilai Frekuensi (f)
30 – 39 2
40 – 49 3
50 – 59 5
60 – 69 14
70 – 79 24
80 – 89 20
90 – 99 12
Jumlah 80

Penyelesaian:

88
𝑛
− (∑ 𝑓1 )𝑜
𝑄1 = 𝐵1 + 4 ×𝐶
𝑓𝑄1
20 − 10
= 59,5 + × 10
14
= 59,5 + 7,14 = 66,64
3𝑛
− (∑ 𝑓3 )𝑜
𝑄3 = 𝐵3 + 4 ×𝐶
𝑓𝑄3
60 − 48
= 79,5 + × 10
20
= 79,5 + 6 = 85,5
𝐽𝐾 = 85,5 − 66,64 = 85,5
1
𝑄𝑑 = (85,5 − 66,64) = 9,43
2
Jangkauan antar kuartil (JK) dapat digunakan untuk
menemukan adanya data pencilan, yaitu data yang berada diluar
pagar dalam dan pagar luar. Data pencilan ini dapat terjadi karena
ada kesalahan dari pencatatan atau salah ukur atau berasal dari
kasus yang menyimpang.
𝐿 = 1,5 × 𝐽𝐾
𝑃𝐷 = 𝑄1 − 𝐿
𝑃𝐿 = 𝑄3 + 𝐿
Keterangan :
L = satu langkah
PD = pagar dalam
PL = pagar luar

Contoh soal:
Selidiki apakah terdapat data pencilan dari data dibawah ini

89
15, 33, 42, 50, 51, 51, 53, 55, 62, 64, 65, 68, 79, 85, 97
Penyelesaian :
𝑄1 = 50 𝑑𝑎𝑛 𝑄3 = 68
𝐽𝐾 = 68 − 50
𝐿 = 1,5 × 18 = 27
𝑃𝐷 = 50 − 27 = 23
𝑃𝐿 = 68 + 27 = 95

Pada data di atas terdapat nilai 15 dan 97 yang berarti


kurang dari pagar dalam (23) atau lebih dari pagar luar (95).
Dengan demikian, nilai 15 dan 97 termasuk data pencilan, karena
itu perlu diteliti ulang. Adanya nilai 15 dan 97 mungkin disebabkan
salah dalam mencatat, salah dalam mengukur, atau data dari kasus
yang menyimpang.

3. Deviasi Rata-Rata (Simpangan Rata-Rata)


Deviasi rata-rata adalah nilai rata-rata hitung dari harga
mutlak simpangan-simpangannya.

a. Deviasi rata-rata data tunggal


Untuk data tunggal, deviasi rata-ratanya dapat dihitung
dengan menggunakan rumus:
1 ∑|𝑋 − 𝑋̅|
𝐷𝑅 = ∑|𝑋 − 𝑋̅| =
𝑛 𝑛

Contoh soal:
Tentukan deviasi rata-rata dari 2, 3, 6, 8, 11

90
Penyelesaian :
2 + 3 + 6 + 8 + 11
𝑅𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 = 𝑋̅ = =6
5
∑|𝑋𝑖 − 𝑋̅| = |2 − 6 | + |3 − 6| + |6 − 6| + |8 − 6|

+ |11 − 6| = 14
∑|𝑋𝑖− 𝑋̅| 14
𝐷𝑅 = = = 2,8
𝑛 5

b. Deviasi rata-rata untuk data berkelompok


Untuk data berkelompok (distribusi frekuensi), deviasi
rata-ratanya dapat dihitung dengan rumus:
1 ∑ 𝑓 |𝑋 − 𝑋̅|
𝐷𝑅 = ∑ 𝑓 |𝑋 − 𝑋̅| =
𝑛 𝑛

Contoh Soal:
Tentukan deviasi rata-rata dari distribusi frekuensi pada tabel
berikut:
Tabel 5.3 Temperatur selama sebulan adalah:
Interval Frekuensi F.Xi
X |𝑋 − 𝑋̅| f |𝑋 − 𝑋̅|
Temperatur oF (hari)
-50 sd -45,1 4 -47,55 -190,2 11,3 45,2
-45 sd -40,1 10 -42,55 -425,5 6,3 63
-40 sd -35,1 15 -37,55 -563,25 1,3 19,5
-35 sd -30,1 11 -32,55 -358,05 3,7 40,7
-30 sd -25,1 10 -27,55 -275,5 8,7 87

50 -1812,5 255,4

91
∑ 𝑓𝑖 𝑋𝑖 −1812,5
𝑋̅ = = = −36,25
𝑛 50
∑ 𝑓 |𝑋 − 𝑋̅|
𝐷𝑅 =
𝑛
255,4
= = 5,108
50

4. Varians
Varians adalah nilai tengah kuadrat simpangan dari nilai
tengah atau simpangan rata-rata kuadrat. Untuk sampel, variansnya
(varians sampel) disimbolkan dengan s2. Untuk populasi,

variansnya (varians populasi) disimbolkan dengan 2 (baca:


sigma).

a. Varians data tunggal


1) Untuk sampel besar (n > 30)

2
∑(𝑋 − 𝑋̅)2
𝑠 =
𝑛
2) Untuk sampel kecil (n ≤ 30)

2
∑(𝑋 − 𝑋̅)2
𝑠 =
𝑛−1

Contoh soal:
Tentukan varians dari data 2, 3, 6, 8, 11 !
Penyelesaian :
n =5

92
2 + 3 + 6 + 8 + 11
𝑋̅ = =6
5
X 𝑋 − 𝑋̅ (𝑋 − 𝑋̅)2 X2
2 -4 16 4
3 -3 9 9
6 0 0 36
8 2 4 64
11 5 25 121
30 54 234

∑(𝑋 − 𝑋̅)2
𝑠2 =
𝑛−1

54
= = 13,5
5−1

b. Varians data berkelompok


1) Untuk sampel besar (n > 30)

2
∑ 𝑓(𝑋 − 𝑋̅)2
𝑠 =
𝑛
2) Untuk sampel kecil (n ≤ 30)

2
∑ 𝑓(𝑋 − 𝑋̅)2
𝑠 =
𝑛−1
Contoh soal:
Tentukan varians dari distribusi frekuensi berikut:
Tabel 4.4 Pengukuran Diameter Pipa
Diameter Frekuensi
65 – 67 2

93
68 – 70 5
71 – 73 13
74 – 76 14
77 – 79 4
80 – 82 2
Jumlah 40

Penyelesaian:
𝑋̅ = 73,425
Diameter f X 𝑋 − 𝑋̅ (𝑋 𝑓(𝑋
− 𝑋̅)2 − 𝑋̅)2
65 – 67 2 66 -7,425 55,131 110,262
68 – 70 5 69 -4,425 19,581 97,905
71 – 73 13 72 -1,425 2,031 26,403
74 – 76 14 75 1,575 2,481 34,734
77 – 79 4 78 4,575 20,931 83,724
80 – 82 2 81 7,575 57,381 114,762
Jumlah 40 - - - 467,790

∑ 𝑓(𝑋 − 𝑋̅)2
𝑠2 =
𝑛
467,790
𝑠2 = = 11,694
40
5. Simpangan Baku (Standar Deviasi)
Simpangan baku adalah akar dari tengah kuadrat
simpangan dari nilai tengah atau akar simpangan rata-rata kuadrat.
Untuk sampel, simpangan bakunya (simpangan baku sampel)

94
disimbolkan dengan s. Untuk populasi, simpangan bakunya
(simpangan baku populasi) disimbolkan  (dibaca sigma).
Variansnya tentulah s2 untuk sampel dan 𝜎 2 untuk varians
populasi. Jelasnya s dan s2 merupakan statistik sedangkan  dan 𝜎 2
merupakan parameter. Untuk nentukan nilai simpangan baku,
caranya:
𝑠 = √𝑣𝑎𝑟𝑖𝑎𝑛𝑠

a. Simpangan baku data tunggal


Untuk seperangkat data X1, X2, X3, …....Xn (data
tunggal) simpangan bakunya dapat ditentukan dengan:
1) Untuk sampel besar (n > 30):

∑(𝑋 − 𝑋̅)2
𝑠= √
𝑛

2) Untuk sampel kecil (n ≤ 30)

∑(𝑋 − 𝑋̅)2
𝑠= √
𝑛−1

Contoh soal:
Diberikan sampel dengan data: 8, 7, 10, 11, 4
Tentukan simpangan bakunya.
Xi 𝑋𝑖 − 𝑋̅ (𝑋𝑖 − 𝑋̅)2
8 0 0
7 -1 1
10 2 4
11 3 9

95
4 -4 16
∑(𝑥𝑖 – 𝑥̅ ) = 0 ∑(𝑥𝑖 – 𝑥̅ )2= 30
Rata – rata 𝑋̅ = 8

30
𝑠 = √ = √7,5 = 2,74
4

b. Simpangan baku data berkelompok


1) Untuk sampel besar (n > 30)
2
√∑ 𝑓(𝑋 − 𝑋̅)
𝑠=
𝑛
2) Untuk sampel kecil (n ≤ 30)
2
√∑ 𝑓(𝑋 − 𝑋̅)
𝑠=
𝑛−1

Contoh soal;
Tentukan simpangan baku
Tabel 4.5 Nilai ujian statistik 100 orang mahasiswa
Niali ujian Frekuensi
40 – 44 8
45 – 49 12
50 – 54 19
55 – 59 31
60 – 64 20
65 – 69 6
70 – 74 4

96
Jumlah 100

Penyelesaian:
Nilai f X fX 𝑋 − 𝑋̅ (𝑋 − 𝑋̅)2 𝑓(𝑋 − 𝑋̅)2
40 – 44 8 42 336 -13,85 191,8225 1534,58
45 – 49 12 47 564 -8,85 78,3225 939,87
50 – 54 19 52 988 -3,85 14,8225 281,63
55 – 59 31 57 1767 1,15 1,3225 40,99
60 – 64 20 62 1240 6,15 37,8225 756,45
65 – 69 6 67 402 11,15 124,3225 745,94
70 – 74 4 72 288 16,15 260,8225 1043,29
Jumlah 100 5585 5342,75

∑ 𝑓𝑋 5585
𝑋̅ = = = 55,85
∑𝑓 100
2
∑ 𝑓(𝑋 − 𝑋̅) 5342,75
𝑠= √ = √ = 7,31
𝑛 100

Koefisien Variasi
Untuk membandingkan dispersi atau variasi dari beberapa
kumpulan data digunakan istilah dispersi relatif, yaitu perbandingan
antara dispersi absolut dan rata-ratanya. Dispersi relatif dirumuskan:

𝐷𝑖𝑠𝑝𝑒𝑟𝑠𝑖 𝑎𝑏𝑠𝑜𝑙𝑢𝑡
𝐷𝑖𝑠𝑝𝑒𝑟𝑠𝑖 𝑟𝑒𝑙𝑎𝑡𝑖𝑓 =
𝑅𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎

97
Koefisien Variasi (KV)
Jika dispersi absolut digantikan dengan simpangan bakunya
maka dispersi relatifnya disebut koefisien variasi ( K V ) Koefisien
variasi dirumuskan:
𝑠
𝐾𝑉 = × 100%
𝑋̅

Keterangan:
KV = Koefisien variasi
s = simpangan baku
𝑋̅ = rata-rata

Contoh soal:
Dari hasil sampling terhadap kandungan Ag dengan menggunakan
channel sampling dan bulk sampling diperoleh data sebagai berikut:
Bulk sampling:
𝑆̅ = 57,99 g/t 𝑋̅ = 78,274
Channel sampling :
𝑆̅ = 69,99 g/t 𝑋̅ = 88,584
a. Tentukan koefisien variasi masing-masing
b. Metode sampling yang mana sebaiknya dilalakukan

Penyelesaian:
Bulk sampling
𝑆 57,99
𝐾𝑉 = × 100% = × 100% = 74,085 %
𝑋̅ 78,274
Channel sampling

98
𝑆 69,99
𝐾𝑉 = × 100% = × 100% = 79,01 %
𝑋̅ 88,584
a. Jadi variasi kadar Ag dengan menggunakan Channel sampling
lebih besar daripada variasi kadar Ag dengan menggunakan Bulk
Sampling
b. Sebaiknya menggunakan channel sampling untuk pengambilan
sampel.

Kemencengan/Kecondongan
Kemencengan atau kecondongan (skewness) adalah tingkat
ketidaksimetrisan atau kejauhan simetri dari sebuah distribusi.
Jika distribusi memiliki ekor yang lebih panjang ke kanan daripada
yang ke kiri maka distribusi disebut menceng ke kanan atau memiliki
kemencengan positif. Sebaliknya, jika distribusi memiliki ekor yang
lebih panjang ke kiri daripada yang ke kanan maka distribusi disebut
menceng ke kiri atau memiliki kemencengan negatif.
Berikut ini gambar kurva dari distribusi yang menceng ke kanan
(menceng/condong positif) dan menceng ke kiri (menceng/condong
negatif).

99
Gambar 16 Kemencengan distribusi (a) Menceng/condong ke kiri (b)
menceng/condong ke kanan
Untuk mengetahui bahwa konsentrasi distribusi menceng ke
kanan atau menceng ke kiri, dapat digunakan menggunakan metode
koefisien kemencengan/kecondongan Person

Koefisien Kemencengan/kecondongan Pearson


Koefisien kemencengan Pearson merupakan nilai selisih rata-
rata dengan modus dibagi simpangan baku. Koefisien kemencengan
Pearson dirumuskan:
𝑋̅ – 𝑀𝑜
𝑠𝑘 =
𝑠
Keterangan:
sk = koefisien kemencengan Person
Jika nilai sk dihubungkan dengan keadaan kurva maka:
1) sk = 0 —> kurva memiliki bentuk simetris;

2) sk > 0 —> nilai-nilai terkonsentrasi pada sisi sebelah kanan ( X


terletak di
sebelah kanan M o ) , sehingga kurva memiliki ekor
memanjang ke kanan, kurva menceng ke kanan atau
menceng positif;

100
3 ) sk < 0 —> nilai-nilai terkonsentrasi pada sisi sebelah kiri ( X
terletak d i
sebelah kiri M o ) , sehingga kurva memiliki ekor
memanjang ke kiri, kurva menceng ke kiri atau
menceng negatif.
Contoh soal:
Berikut ini adalah frekuensi debit air sungai
Tabel 4.6 frekuensi debit sungai

Interval Kelas Frekuensi


(m3/s) (f)
31 – 40 4
a. Tentukan nilai sk dan
41 – 50 3
ujilah
51 – 60 5
arah kemencengan
61 –70 8
b. Gambarkan kurvanya
71 – 80 11
81 – 90 7
91 – 100 2
Jumlah 40

Penyelesaian:

Interval Titik Frekuens fX 𝑋 − 𝑋̅ (𝑋 − 𝑋̅)2 f(𝑋 −


Kelas Tengah i 𝑋̅)2
(m3/s) (X) (f)

101
31 – 40 35,5 44 142142 -32
-32 1024
1024 40964096
41 – 50 45,5 33 136,5
136,5 -22
-22 484
484 14521452
51 – 60 55,5 55 277,5
277,5 -12
-12 144
144 720 720
61 –70 65,5 88 524524 -2
-2 44 32 32
71 – 80 75,5 1111 830,5
830,5 88 64 704 704
81 – 90 85,5 77 598,5
598,5 18 324
324 22682268
91 – 100 95,5 22 191191 28 784
784 15681568
Jumlah 40 2700 10840

∑ 𝑓𝑋 2700
𝑋̅ = = = 67,5
∑𝑓 40
2
√ ∑ 𝑓(𝑋 − 𝑋̅) 10840
𝑠 = =√ = 16,672
𝑛−1 39
1 1
𝑛 − (∑ 𝑓2)𝑜 (40) − 12
𝑀𝑒 = 𝐵 + 2 𝐶 = 60,5 + 2 × 10
𝑓𝑀𝑒 8
= 60,5 + 10 = 70,5
𝑑1 4
𝑀𝑜 = 𝐿 + 𝐶 = 70,5 + × 10 = 70,5 + 4,44
𝑑1 + 𝑑2 4+5
= 74,94

𝑋̅ – 𝑀𝑜 67,5 − 74,94
𝑎. 𝑠𝑘 = = = −0,446
𝑠 16,672
Dari hasil perhitungan diperoleh nilai sk -0,446, yaitu negative
maka kurvanya menceng ke kiri atau menceng 102eptokur.
b. Gambar kurva:

102
12

10

0
35.5 45.5 55.5 65.5 75.5 85.5 95.5

Gambar 4.2 Kurva menceng ke kiri untuk debit air sungai

Keruncingan (Kurtosis)
Keruncingan atau kurtosis adalah tingkat kepuncakan dari
sebuah distribusi yang biasanya diambil secara relatif terhadap suatu
distribusi normal.
Berdasarkan keruncingannya, kurva distribusi dapat dibedakan
atas tiga macam, yaitu sebagai berikut.
1. Leptokurtik
Leptokurtik merupakan distribusi yang memiliki puncak relatif
tinggi.
2. Platikurtik
Platikurtik merupakan distribusi yang memiliki puncak hampir
mendatar.
3. Mesokurtik
Mesokurtik merupakan distribusi yang memiliki puncak tidak tinggi
dan tidak mendatar.
103
Bila distribusinya merupakan distribusi simetris maka
distribusi mesokurtik dianggap sebagai distribusi normal.

Gambar 4.3 Keruncingan Kurva


Ukuran yang sering digunakan untuk mengetahui keruncingan suatu
distribusi adalah koefisien keruncingan

Koefisien Keruncingan
Koefisien keruncingan atau koefisien kurtosis
dilambangkan dengan 4. (alpha 4). Jika hasil perhitungan
koefisien keruncingan diperoleh:
a. nilai lebih kecil dari 3 (<3) maka distribusinya adalah
distribusi platikurtik:
b. nilai lebih besar dari 3 (>3) maka distribusinya adalah
distribusi 104eptokurtic.

104
c. nilai yang sama dengan 3 (= 3) maka distribusinya adalah
distribusi mesokurtik.

Untuk mencari nilai koefisien keruncingan, dibedakan


antara data tunggal dan data berkelompok.
1) Untuk data tunggal
1
∑(X − ̅
X )4
α4 = n
s4
Contoh soal
Tentukan keruncingan kurva dari data kadar Au hasil
pemboran
Lubang Bor Kadar Au g/t
1 5,2
2 1,5
3 35,9
4 9,8
5 17,7

Penyelesaian:
X 𝑋 − 𝑋̅ (𝑋 − 𝑋̅)2 (𝑋 − 𝑋̅)4
5,2 -8,82 77,7924 6051,65
1,5 1,5 2,25 7
35,9 35,9 1288,81 5,0625
9,8 9,8 96,04 166103
17,7 17,7 313,29 1

105
9223,68
2
98150,6
2
70,1 14,02 1778,1824 1774462

∑𝑥 70,1
𝑥̅ = = = 14,02
𝑛 5

∑(𝑋 − 𝑋̅)2 1778,182


𝑠= √ =√ = 21,084
𝑛−1 4

1 1
∑(X − ̅
X )4 × 1774462 354892,4
α4 = n = 5 = = 1,796
s4 (21,084)4 197611,4
Karena nilainya lebih kecil dari pada 3 yaitu 1,796 maka
distribusi platikurtik.

2) Untuk data berkelompok


1
∑(𝑋 − 𝑋̅)4 𝑓
𝛼4 = 𝑛
𝑠4
Contoh soal:
Berikut ini adalah distribusi frekuensi dari pengukuran
diameter pipa

Diameter Pipa Frekuensi (f)


(mm)

106
65 – 67 2
68 – 70 5
71 – 73 13
74 – 76 14
77 – 79 4
80 – 82 2
Jumlah 40

a. Tentukan nilai koefisien keruncingannya


b. Gambar grafiknya

Penyelesaian:
Dari perhitungan diperoleh s = 3,42
Diameter f X 𝑋 (𝑋 − 𝑋̅)4 𝑓(𝑋 − 𝑋̅)4
− 𝑋̅
65 – 67 2 66 - 3039,386 6078,772
68 – 70 5 69 7,425 383,4009 1917,004
71 – 73 13 72 - 4,123438 53,60469
74 – 76 14 75 4,425 6,1535 86,14901
77 – 79 4 78 - 438,0911 1752,364
80 – 82 2 81 1,425 3292,536 6585,072
1,575
4,575
7,575
Jumlah 40 - - - 16472,97

107
1 1
∑(𝑋 − 𝑋̅)4 𝑓 × 16.472,97 411,824
𝑎. 𝛼4 = 𝑛 = 40 =
𝑠4 (3,42)4 136,806
= 3,01
Karena nilai keruncingannya adalah 3,01 maka bentuk
kurva tersebut adalah mesokurtik
b. Grafik:
16

14

12

10

0
66 69 72 75 78 81

Gambar 17 Keruncingan kurva bagi diameter pipa

Referensi

Latihan Soal

1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan ukuran :


a. Kemiringan
b. Kurtosis
2. Berikan contoh fenomena yang dapat memberikan model kurva:

108
a. Negatif
b. Positif
3. Jelaskan bagaimana sifat data akan berkumpul jika lengkungannya:
a. Leptokurtik
b. Platikutik
4. Diketahui data curah hujan rata-rata setiap bulan selama tahun 2012
adalah sebagai berikut :
Bulan Jan Feb Mar Apr Mei Juni
mm/ bulan 554,X 261,X 176,X 297,X 264,X 122,X
Bulan Juli Agus Sept Okt Nov Des
mm/ bulan 232,X 122,X 84,X 73,X 285,X 380,X

a. Deviasi rata-rata
b. Hitung varians dan simpangan bakunya

5. Diketahui kadar Ni (%) dari enam buah drill hole adalah :


Drill hole 1 2 3 4 5 6
Kadar Ni (%) 0,9 1,2 1,5 1,9 2,4 2,6

Tentukan simpangan kuartil, deviasi rata-rata, varians, dan simpangan


baku dari data diatas apakah ada data pencilan dari kadar Ni diatas

109
MODUL VI
KORELASI DAN REGRESI
(Pertemuan ke 11, 12 dan 13)

Dalam kehidupan sehari-hari kita sering menjumpai adanya


hubungan antara satu variabel dengan variabel lainnya. Sebagai contoh
tingkat pendidikan seseorang berhubungan dengan gaji yang diperolehnya;
dalam bidang pendidikan kita ketahui adanya hubungan antara sarana
pendidikan atau media pembelajaran, model pembelajaran dengan hasil
belajar dan lain-lain. Hubungan variabel diatas digambarkan adanya
variabel bebas (X) dan tak bebas (Y).
Hubungan antara dua atau lebih variabel tersebut ada dua macam,
yaitu bentuk hubungan dan keeratan hubungan. Bila ingin diketahui bentuk
hubungan, maka digunakan analisis regresi. Sedangkan bila yang ingin
diketahui adalah keeratan hubungan, maka digunakan analisis korelasi.
Analisis regresi adalah suatu proses melakukan estimasi untuk
memperoleh suatu hubungan fungsional antara variabel acak Y dengan
variabel X.
Persamaan regresi digunakan untuk memprediksi nilai Y untuk
nilai X tertentu. Analisis regresi sederhana adalah analisis regresi antara
satu variabel Y dan satu variabel X.
Pada modul bagian ini kita hanya membahas persamaan regresi
sederhana linier. Alat lain untuk mempelajari hubungan antara dua
variabel adalah analisis Korelasi. Analisis ini meliputi pengukuran arah
dan kekuatan suatu hubungan linier antara dua variabel. Arah dan kekuatan
hubungan ini dinyatakan dalam koefisien korelasi.

110
Setelah mempelajari modul ini mahasiswa diharapkan dapat:
- Mahasiswa menjelaskan dan melakukan pengukuran korelasi yang
mencakup Hubungan antar Dua Variabel, Koefisien korelasi,
Karakteristik Koefisien Korelasi, Menghitung koefisien korelasi,
Kuadrat Korelasi dan Korelasi Spearman: Mencakup Koefisien
kuadrat korelasi dan Koefisien korelasi Spearman Brown
- menjelaskan dan melakukan pengukuran regresi linier sederhana
yang mencakup Menetapkan hubungan antar variabel, Melakukan
prediksi Y berdasar X, Melakukan prediksi dengan menggunakan
Regresi Linier

Scatter Diagram
Bila dua variabel X dan Y berhubungan sebab akibat, dengan variabel X
sebagai variabel independent (variabel bebas, variabel yang nilainya
mempengaruhi nilai variabel tak bebas) dan variabel Y sebagai variabel
dependent (variabel tak bebas, variabel yang nilainya dipengaruhi oleh
variabel bebas), maka bila nilai variabel X diketahui, nilai tersebut dapat
dipergunakan untuk memperkirakan nilai variabel Y jika bentuk hubungan
kedua variabel tersebut diketahui. Untuk mengethaui pola hubungan yang
mungkin terbentuk dari dua variabel X dan Y dapat dipergunakan Scatter
diagram (diagram pencar).

Scatter diagram adalah grafik yang menunjukkan titik-titik perpaduan nilai


observasi dari 2 variabel (X & Y). Pada umumnya dalam grafik, variabel
independent (X) diletakkan pada garis horisontal, sedangkan variabel
dependent (Y) pada garis vertikal. Dari scatter diagram dapat diperoleh

111
informasi tentang bentuk hubungan antara dua variabel X dan Y dengan
melihat macam pola yang terbentuk. Selain memberikan informasi tentang
bentuk hubungan dari kedua variabel, polayang terbentuk juga dapat
menggambarkan keeratan hubungan dari kedua variabel tersebut.

Tabel 1. Nilai test masuk dan IP Mahasiswa


Mahasiswa A B C D E F G H
Nilai test masuk (X) 74 69 85 63 82 60 79 91
IP (Y) 2.6 2.2 3.4 2.3 3.1 2.1 3.2 3.1

Dari informasi tersebut jika nilai test masuk digunakan untuk


memrpediksikan keberhasilan studi mahasiswa, maka test masuk
merupakan variabel independent, sedangkan IP sebagai variabel
dependent. Bila dibuat plot atas pasangan nilai diatas, akan diperoleh
scatter diagram berikut :

4.00

3.75

3.50

3.00

2.75

2.50

2.25

50 55 60 65 70 75 80 85 90 95

Gambar 18 Diagam Pencar

Dari scatter diagram yang terbentuk dapat diberikan beberapa penjelasan


sebagai berikut :

112
a. Hubungan kedua variabel tersebut adalah positif karena
peningkatan nilai X juga diikuti peningkatan nilai Y (searah)
b. Derajat atau tingkat hubungan kedua variabel X dan Y sangat erat
(titik-titik yang menunjukkan pertemuan nilai X dan Y mendekati
garis lurus)
c. Hubungan kedua variabel adalah linier, karena titik-titik yang
menunjukkan pertemuan nilai X dan Y tersebut dapat
menggambarkan garis lurus.
d. Berdasarkan pola hubungan natara X dan Y yang diperoleh dari
scatter diagram maka secara garis besar sifat hubungan antara
variabel independent (X) dan variabel dependent (Y) dapat
diklasifikasikan sebagai hubungan linier dan hubungan nonlinier.
Persamaan Regresi Linier
Y’ = a + bX
Y’ = nilai Y prediksi
Y = Variabel terikat
a = nilai rata-rata Y prediksi jika X = 0
b = rata-rata perubahan pada Y jika X berubah 1 satuan
X = Variabel bebas
Untuk menghitung koefisien a dan b pada persamaan diatas digunakan
rumus :
Y  b  X n  XY   X  Y
a b
n  
n  X 2   X 
2

Contoh :
Berikut data hasil test karyawan dengan unit penjualan perminggu :
Salesman Hasil Test (X) Penjualan (Y)
A 4 5

113
B 7 12
C 3 4
D 6 8
E 10 11
Tentukan persamaan regresi linier sederhana data diatas
Hitunglah nilai penjualan, apabila salesman memiliki hasil test sebesar 8

Jawab
X Y X2 XY Y2
4 5 16 20 25
7 12 49 84 144
3 4 9 12 16
6 8 36 48 64
10 11 100 110 121
30 40 210 274 370

Y’ = a + b X
n  XY   X  Y 5(274)  (30)(40) 1370  1200
b    1.133
 
n  X 2   X 
2
5(210)  (30) 2 1050  900
 Y  b  X 40  (1.133)(30)
a   1.202
n 5
 Y = 1.202 + 1.133
Jika X = 8 Y = 1.202 + 1.133 (8)
= 1.202 + 9.1
= 10.302  10

Contoh :

114
Seorang pengusaha usaha transportasi ingin mengetahui hubungan antara
umur kendaraan dengan biaya perawatannya. Setelah dilakukan
pengamatan, diketahui hubungan antara umur kendaraan dengan biaya
perawatan sebagai berikut :
Tabel 2. Biaya Perawatran Kendaraan
No Kendaraan Umur Kendaraan (tahun) (X) Biaya Reparasi (Rp. juta) (Y)
H 101 CC 5 3.1
H 104 CC 11 4
H 207 CC 4 3
H 532 CC 5 3.4
H 227 CC 3 2.5
H 438 CC 2 2
Berdasarkan informasi tersebut diatas dapat dilakukan, estimasi garis
regresi berdasarkan metode kuadrat terkecil sebagai berikut :
No. Umur Biaya Perawatan XY X2 Y2
(X) (Y)
1 5 3.1 15.5 25 9.61
2 11 4 44.0 121 16
3 4 3 12.0 16 9
4 5 3.4 17.0 25 11.56
5 3 2.5 7.5 9 6.25
6 2 2 4 4 4
X = 30 Y = 18 XY = X2 = Y2 =
100 200 56.42

Y = a + bX

115
n  XY   X  Y 6(100)  (30)(18) 600  540 60
b     0.2
 2

n  X   X 
2
6(200)  (30) 2
1200  900 300
 Y  b  X 18  (0.2)(30) 18  6
a   2
n 6 6
 Y = 2 + 0.2X
Jika X = 8
Y = 2 + 0.2 (8) = 3.6

Standard Error Estimasi


Proses selanjutnya dalam mempelajari analisis regresi adalah mengukur
ketepatan persamaan estimasi. Ukuran keteparan persamaan-persamaan
estimasi tersebut disebut standard error estimasi yang dilambangkan
dengan Se.
Standard Error Estimasi adalah standard deviasi yang digunakan untuk
mengukur penyebaran nilai observasi di sekitar garis regresi.
Standard error estimasi, mendekati sama dengan standard deviasi,
keduanya merupakan ukuran penyebaran. Standard deviasi digunakan
untuk mengukur penyebaran dari kumpulan nilai observasi dengan bertitik
tolak pada mean, sedangkan standard error estimasi bertitik tolak pada
garis pregresi.

116
(a) (b)
Garis Regresi ini lebih tepat Garis Regresi ini kurang
sebagai estimasi dari sebagai estimatr dari
hubungan X dan Y hubungan X dan Y

Formula dari Standard Error Estimasi (Se) adalah :

(Y  Y ' ) 2
Se  atau
n2

 Y 2  a( Y )  b( XY )
Se 
n2

Contoh :
Kembali pada pemilik usaha angkutan yang berupaya mengadakan
prediksi terhadap biaya perawatan tiap mobil dengan melihat masa
pakainya, telah ditemukan persamaan estimasi :
Y’ = 2 + 0.2X

 Y 2  a( Y )  b( XY )
Se 
n2

117
56.42  2(18)  0.2(100) 56.42  36  20 0.42
Se     0.324
62 4 4

Sebenarnya standard error estimasi dapat diinterpretasikan seperti halnya


standard deviasi terhadap nilai mean. Semakin besar nilai Se, semakin
tersebar nilai observasi yang berada di sekitar garis regresi atau sebaliknya
semakin kecil nilai Se, maka penyebaran nilai observasi akan mendekati
garis regresi. Apabila Se = 0 berarti tidak ada penyebaran atau semua nilai
observasi terletak pada garis regresi sehingga garis regresi yang terbentuk
dapat digunakan secara sempurna untuk mengadakan prediksi nilai
variabel dependent.
Dengan asumsi bahwa semua nilai observasi yang berada di sekitar garis
regresi mengikuti distribusi normal maka :
68% Nilai observasi berada dalam jarak  1 Se
95% Nilai observasi berada dalam jarak  2 Se
99.7% Nilai observasi berada dalam jarak  3 Se
 1 Se,  2 Se, dan  3 Se terletak disekitar garis regresi

Se Y = a + bX

3 Se (99.7%)
2 Se (95.5%)
1 Se (68%)

Koefisien Korelasi Linier Sederhana


Bila analisis regresi berusaha memprediksi bentuk hubungan antara
variabel Y dan X agar dapat memprediksi variabel Y untuk variabel X

118
tertentu, analisis korelasi berusaha meghitung arah dan kekuatan hubungan
antara variabel Y dan variabel X.
Perbedaan utama regresi dengan korelasi adalah jika pada analisis regresi
terdapat hubungan sebab akibat, pada analisis korelasi hubungan semacam
ini tidak ada. Artinya korelasi antara Y dengan X akan sama dengan
korelasi antara X dengan Y.
Kekuatan dan arah hubungan antara 2 variabel diukur dengan koefisien
korelasi. Koefisien korelasi bertanda + (positif) atau – (negatif), dengan
angka yang berkisar dari –1 hingga +1.
-1 +1

Hubungan Kuat Tidak Hubungan Hubungan Kuat


Negatif Sempurna Positif Sempurna

Semakin mendekati +1, koefisien korelasi menunjukkan adanya hubungan


yang poasitif dan kuat. Koefisien korelasi yang mendekati –1
menunjukkan hubungan yang negatif dan kuat. Jika koefisien korelasi
mendekati 0, memberikan indikasi bahwa ke 2 variabel tidak memiliki
hubungan.
Untuk mencari koefisien korelasi linier sederhana digunakan rumus
sebagai berikut :
n.  XY   X .  Y
r
n.  X 2  ( X ) 2 n.  Y 2  ( Y ) 2
dimana :
n = jumlah pasangan data
X = variabel bebas
Y = variabel terikat

119
Apa yang dimaksud dengan korelasi positif dan negatif? Jika 2 variabel
berkorelasi positif, kenaikan variabel satu akan diikuti kenaikan variabel
lain dan penurunan variabel satu diikuti dengan penurunan variabel lain.
Sedangkan korelasi negatif menunjukkan jika satu variabel naik, variabel
lain akan turun. Perhatikan gambar berikut :
Y

II I II I

0 +

III IV X
0

III IV

Kuandran I : Jika X naik, Y naik (korelasi positif)


Kuandran III : Jika X turun, Y turun (korelasi positif)
Kuandran II : Jika X turun, Y naik (korelasi negatif)
Kuandran IV : Jika X naik, Y turun (korelasi negatif)

Contoh :
Mencari koefisien korelasi antara variabel penjualan dengan variabel hasil
test.
Salinan Hasil Test Penjualan X2 XY Y2
(X) (Y)
A 4 5 16 20 25
B 7 12 49 84 144
C 3 4 9 12 16

120
D 6 8 36 48 64
E 10 11 100 110 120
 30 40 210 274 370

n.  XY   X .  Y
r
n.  X  ( X ) 2  n.  Y 2  ( Y ) 2
2

5(274)  (30)(40)
r  0.87
5(210)  (30) 2  5.(370)  (40) 2

artinya antara hasil test dengan penjualan memiliki hubungan yang positif
dan cukup kuat.

Contoh Lain
Tabel dibawah ini, menunjukan data curah hujan (Xi) dalam satuan mm
dari DPS Cimanuk-Leuwigoong dan debit alirannya (Yi) dalam m3/det,
pada rata-rata bulanan dari tahun 1978-1982. Tentukan:

Persamaan regresi, koefisien korelasi dan determinasi data itu ?


Apa Artinya koefesien determinasi tersebut ?
Curah Hujan (mm)- Debit air
No. Bulan
Xi (m3/det)-Yi

121
1. Januari 229 32
2. Februari 205 31
3. Maret 271 38
4. April 304 40
5. Mei 145 28
6. Juni 154 24
7. Juli 98 21
8. Agustus 69 13
9. September 71 14
10. Oktober 96 12
11. November 184 28
12. Desember 280 37

Jawab.
Dengan menggunakan calculator Casio fx-3600 misalnya, didapat:

X  175,5 ,  X  2106 ,  X 2
 445942 , S X2  6939,91

Y  26,5 ,  Y  318 ,  Y 2
 9492 , S y2 = 96,82 dan  XY  64510
sehingga:

n XY   X  Y  12(64510)  (2106)(318) 104412


b    0,113
n X   X  12(445942)  (2106) 2
2 2
916068

a  Y  b X =26,5-(0,113)(175,5)=6,669

didapat persamaan regresinya:


Y  6,669  0,113 X , dapat digunakan untuk:
Meramal data debit berdasarkan data curah hujan.

122
Koefsien arah (b) menyatakan perubahan rata-rata variabel Y untuk setiap
perubahan variabel X sebesar satu satuan. Dengan demikian dapat
dikatakan, bahwa terjadi perubahan curah hujan satu satuan, maka
diharapkan terjadi perubahan debit rata-rata bulanan sebesar 0,113 m3/det.

Bila data curah hujan pada Range data di atas ( 69  X  304 ), maka dapat
diramalkan debit di antara kedua batas tersebut, disebut dengan interpolasi
debit. Sebaliknya, jika mensubstitusikan variabel X di luar Range data
tersebut, misalnya X=500 mm maka didapat Y=74,46 m3/det, disebut
ekstrapolasi debit.

Koefien korelasi adalah:


n XY   X  Y
R
n X 2

  X  n Y 2   Y 
2 2

(12)(64510)  (2106)(318)
R  0,9649
12(445942)  (2106) (12)(9492)  (318) 
2 2

Korelasi positif (R=0,9649) antara debit (Y) dengan curah hujan (X),
berarti semakin besar curah hujan semakin besar pula debit DPS Cimanuk-
Leuwigoong.

Koefisien determinasi (R2)=0,9312=93,12%, artinya bertambah atau


menurunnya debit air (Y) sebesar 93,12% dapat dijelaskan oleh hubungan
linier antara curah hujan dan debit dengan persamaan Y=0,669+0,113X,
sedangkan sisanya 6,88% disebabkan faktor lain yang tidak termasuk
dalam analisis ini.

123
Referensi
Ali, M. 1993. Strategi Penelitian Pendidikan. Bandung. Penerbit Angkasa..
Arikunto, S. 2002. Prosedur Penelitian. Jakarta PT. Rineka Cipta.. Gall,
M.D., Gall, J.P., Borg, W.R. 2003. Educational Research An
Introduction. Ablongman. Boston, New York, San Francisco,
Mexico City, Montreal, Toronto, London, Madrid, Munich, Paris,
Hong Kong, Singapore, Tokyo, Cape Town, Sydney
Hamid, dkk. 2014. Statistika Pendidikan. Tangerang: Universitas Terbuka
Krathwohl, D.R. 1998. Methods of Educational & Social Science Research
An Integrated Approach. Longman. New York; Reading
Massachusetts; Menlo Park, California; Harlow, England; Don
Mills, Ontario; Sydney; Mexico City; Madrid; Amsterdam
MCMillan, J.H dan Schumacher, S. 1997. Research in Education, a
Conceptual Introduction. New York. Longman.
Sudjana. (1983). Metode Statistika. Edisi Keempat. Bandung: Tarsito.
Sudijono, A. (2006). Pengantar Statistik Pendidikan, PT Rajagrafindo
Persada, Jakarta.
Sukmadinata, N.S. 2004. Metode Penelitian Lanjutan. Outline. Program
Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia

Latihan Soal
1. Suatu penelitian dilakukan utk mengetahui seberapa besar
pengaruh pemberian pupuk N terhadap berat kering tanaman
tertentu.
Untuk keperluan penelitian ini dilakukan percobaan dgn
memberikan pupuk N kepada tanaman tersebut dengan dosis
N/Tan :
X : 0 10 20 30 40 50 60
Dari hasil penelitian yang dilakukan diperoleh data berat kering
tanaman (gr/Tan) sebagai berikut :
Y = 2,1 57 2,482 2,740 2,835 3,277 3,415 3,762
Dari data tersebut diatas :
a.Tentukanlah persamaan regresi liniernya
b.Hitunglah koefisien korelasinya, jelaskan apa artinya.
c.Uji apakah r signifikan pada tingkat kesalahan () = 5 %
d.Uji apakah pupuk N berpengaruh terhadap berat kering tanaman

124
2. Seorang mahasiswa melakukan survai untuk meneliti apakah ada
korelasi antara nilai statistik dengan nilai ekonometrika, untuk
kepentingan penelitian tersebut diambil 10 mahasiswa yang telah
menempuh mata kuliah statistika dan ekonometrik. Sebaran data
diperoleh sebagai berikut :
3.
Statistik 9 6 5 7 4 3 2 8 7 6
Ekonometrik 8 7 6 8 5 4 2 9 8 6

Dari data tersebut diatas uji apakah terdapat korelasi yg positif


antara kemampuan mahasiswa dalam memahami ilmu statistika
dan ilmu ekonometrika pada tingkat kesalahan 5 %?

125
126
127

Anda mungkin juga menyukai