BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Tujuan
Untuk mengetahui denan pasti seperti apa itu Perdarahan Post Partum.
C. Rumusan Masalah
1) Apa itu Perdarahan Post Partum ?
2) Bagaimana Etiologi Perdarahan Post Partum ?
3) Apa saja Faktor Predisposisi Perdarahan Post Partum ?
4) Bagaimana Patofisiologi Perdarahan Post Partum ?
5) Bagaimana gambaran klinik Perdarahan Post Partum ?
D. Manfaat
1) Mengetahui apa itu perdarahan post partum.
2) Mengetahui etiologi perdarahan post partum.
3) Mengetahui faktor predisposisi perdarahan post partum.
4) Mengetahui patofisiologi perdarahan post partum.
5) Menetahui gambaran klinik dari perdarahan post partum.
BAB II
PEMBAHASAN
Perdarahan Postpartum adalah perdarahan lebih dari 500 – 600 ml dalam masa 24 jam
setelah anak lahir. Termasuk perdarahan karaena retensio plasenta.
Perdarahan Post partum diklasifikasikan menjadi 2, yaitu:
a) Early Postpartum : Terjadi 24 jam pertama setelah bayi lahir.
b) Late Postpartum : Terjadi lebih dari 24 jam pertama setelah bayi lahir.
Tiga hal yang harus diperhatikan dalam menolong persalinan dengan komplikasi
perdarahan post partum :
1) Menghentikan perdarahan.
2) Mencegah timbulnya syok.
3) Mengganti darah yang hilang.
b. Penyebab perdarahan paska persalinan terlambat biasanya disebabkan oleh sisa plasenta atau
bekuan darah, infeksi akibat retensi produk pembuangan dalam uterus sehingga terjadi sub
involusi uterus.
b. Penatalaksanaan khusus
a) Atonia uteri
1. Kenali dan tegakan kerja atonia uteri
2. Sambil melakukan pemasangan infus dan pemberian uterotonika, lakukan pengurutan uterus
3. Pastikan plasenta lahir lengkap dan tidak ada laserasi jalan lahir
4. Lakukan tindakan spesifik yang diperlukan :
5. Kompresi bimanual eksternal yaitu menekan uterus melalui dinding abdomen dengan jalan
saling mendekatkan kedua belah telapak tangan yang melingkupi uteus. Bila perdarahan
berkurang kompresi diteruskan, pertahankan hingga uterus dapat kembali berkontraksi atau
dibawa ke fasilitas kesehata rujukan.
6. Kompresi bimanual internal yaituv uterus ditekan diantara telapak tangan pada dinding
abdomen dan tinju tangan dalam vagina untuk menjempit pembuluh darah didalam
miometrium.
7. Kompresi aorta abdominalis yaitu raba arteri femoralis dengan ujung jari tangan kiri,
pertahankan posisi tersebut genggam tangan kanan kemudian tekankan pada daerah
umbilikus, tegak lurus dengan sumbu badan, hingga mencapai kolumna vertebralis,
penekanan yang tepat akan menghetikan atau mengurangi, denyut arteri femoralis.
c) Plasenta inkaserata
1. Tentukan diagnosis kerja
2. Siapkan peralatan dan bahan untuk menghilangkan kontriksi serviks yang kuat, tetapi
siapkan infus fluothane atau eter untuk menghilangkan kontriksi serviks yang kuat, tetapi
siapkan infus oksitosin 20 Untuk500 NS atau RL untuk mengantisipasi gangguan kontraksi
uterus yang mungkin timbul.
3. Bila bahan anestesi tidak tersedia, lakukan manuver sekrup untuk melahirkan plasenta.
4. Pasang spekulum Sims sehingga ostium dan sebagian plasenta tampak jelas.
5. Jepit porsio dengan klem ovum pada jam 12, 4 dan 8 dan lepaskan spekulum
6. Tarik ketiga klem ovum agar ostium, tali pusat dan plasenta tampak jelas.
7. Tarik tali pusat ke lateral sehingga menampakkan plasenta disisi berlawanan agar dapat
dijepit sebanyak mungkin, minta asisten untuk memegang klem tersebut.
8. Lakukan hal yang sama pada plasenta kontra lateral
9. Satukan kedua klem tersebut, kemudian sambil diputar searah jarum jam tarik plasenta keluar
perlahan-lahan.
d) Ruptur uteri
1. Berikan segera cairan isotonik ( RL/NS) 500 cc dalam 15-20 menit dan siapkan laparatomi
2. Lakukan laparatomi untuk melahirkan anak dan plasenta, fasilitas pelayanan kesehatan dasar
harus merujuk pasien ke rumah sakit rujukan
3. Bila konservasi uterus masih diperlukan dan kondisi jaringan memungkinkan, lakukan
operasi uterus
4. Bila luka mengalami nekrosis yang luas dan kondisi pasien mengkwatirkan lakukan
histerektomi
5. Lakukan bilasan peritonial dan pasang drain dari cavum abdomen
6. Antibiotik dan serum anti tetanus, bila ada tanda-tanda infeksi.
e) Sisa plasenta
1. Penemuan secara dini, dengan memeriksa kelengkapan plasenta setelah dilahirkan
2. Berika antibiotika karena kemungkinan ada endometriosis
3. Lakukan eksplorasi digital/bila serviks terbuka dan mengeluarkan bekuan darah atau
jaringan, bila serviks hanya dapat dilalui oleh instrument, lakukan evakuasi sisa plasenta
dengan dilatasi dan kuret.
4. Hbv 8 gr% berikan transfusi atau berikan sulfat ferosus 600mg/hari selama 10 hari.
5. f. Ruptur peritonium dan robekan dinding vagina
6. Lakukan eksplorasi untuk mengidentifikasi lokasi laserasi dan sumber perdarahan
7. Lakukan irigasi pada tempat luka dan bubuhi larutan antiseptik
8. Jepit dengan ujung klem sumber perdarahan kemudian ikat dengan benang yang dapat
diserap
9. Lakukan penjahitan luka dari bagian yang paling distal
10. Khusus pada ruptur perineum komplit dilakukan penjahitan lapis demi lapis dengan bantuan
busi pada rektum, sebagai berikut :
11. Setelah prosedur aseptik- antiseptik, pasang busi rektum hingga ujung robekan
12. Mulai penjahitan dari ujung robekan dengan jahitan dan simpul sub mukosa, menggunakan
benang polyglikolik No 2/0 ( deton/vierge ) hingga ke sfinter ani, jepit kedua sfinter ani
dengan klem dan jahit dengan benang no 2/0.
13. Lanjutkan penjahitan ke lapisan otot perineum dan sub mukosa dengan benang yang sama
( atau kromik 2/0 ) secara jelujur.
14. Mukosa vagina dan kulit perineum dijahit secara sub mukosa dan sub kutikuler
15. Berikan antibiotik profilaksis. Jika luka kotor berikan antibiotika untuk terapi.
f) Robekan serviks
1. Sering terjadi pada sisi lateral, karena serviks yang terjulur akan mengalami robekan pada
posisi spina ishiadika tertekan oleh kepala bayi.
2. Bila kontraksi uterus baik, plasenta lahir lengkap, tetapi terjadi perdarahan banyak maka
segera lihat bagian lateral bawah kiri dan kanan porsio
3. Jepitan klem ovum pada kedua sisi porsio yang robek sehingga perdarahan dapat segera di
hentikan, jika setelah eksploitasi lanjutkan tidak dijumpai robekan lain, lakukan penjahitan,
jahitan dimulai dari ujung atas robekan kemudian kearah luar sehingga semua robekan dapat
dijahit
4. Setelah tindakan periksa tanda vital, kontraksi uterus, tinggi fundus uteri dan perdarahan
paska tindakan
5. Berikan antibiotika profilaksis, kecuali bila jelas ditemui tanda-tanda infeksi
6. Bila terjadi defisit cairan lakukan restorasi dan bila kadar Hb dibawah 8 gr% berikan
transfusi darah
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Perdarahan postpartum adalah perdarahan lebih dari 500-600 ml selama 24 jam setelah
anak lahir. Perdarahan Post partum diklasifikasikan menjadi 2, yaitu, Early Postpartum yang
terjadi 24 jam pertama setelah bayi lahir, dan Late Postpartum yang terjadi lebih dari 24 jam
pertama setelah bayi lahir. Tiga hal yang harus diperhatikan dalam menolong persalinan
dengan komplikasi perdarahan post partum adalah menghentikan perdarahan, mencegah
timbulnya syok, dan mengganti darah yang hilang.
B. Saran
Mahasiswa dapat memahami dan mengerti mengenai konsep perdarahan post
partum, memahami tentang Definisi, Etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, pemeriksaan
penunjang, pemeriksaan fisik dandapat memberikan Asuhan Keperawatan yang tepat
pada ibu perdarahan post partum.
MAKALAH PERDARAHAN POST PARTUM
BAB 1
PENDAHULUAN
BAB II
PERDARAHAN PASCA SALIN
2.1 Definisi
Perdarahan pasca salin didefinisikan kehilangan darah 500 cc dalam persalinan pervaginam
atau 1000 cc dalam persalinan perabdominal.( Ramanathan G, Arulkumaran S ,2006)
Menurut waktu terjadinya dibagi menjadi dua:
1) Perdarahan Pasca Persalinan Dini (Early Postpartum Haemorrhage, atau Perdarahan
Postpartum Primer, atau Perdarahan Pasca Persalinan Segera). Perdarahan pasca persalinan
primer terjadi dalam 24 jam pertama. Penyebab utama perdarahan pasca persalinan primer
adalah atonia uteri, retensio plasenta, sisa plasenta, robekan jalan lahir dan inversio uteri.
Terbanyak dalam 2 jam pertama.
2) Perdarahan masa nifas (perdarahan pasca salin kasep atau Perdarahan Persalinan Sekunder
atau perdarahan pasca persalinan lambat). Perdarahan pasca persalinan sekunder terjadi
setelah 24 jam pertama. Perdarahan pasca persalinan sekunder sering diakibatkan oleh
infeksi, penyusutan rahim yang tidak baik (subinvolusio uteri), atau sisa plasenta yang
tertinggal.
2.2 EPIDEMIOLOGI
1. Insiden
Angka kejadian perdarahan pasca salin setelah persalinan pervaginam yaitu 5-8 %.
Perdarahan postpartum adalah penyebab paling umum perdarahan yang berlebihan pada
kehamilan, dan hampir semua tranfusi pada wanita hamil dilakukan untuk menggantikan
darah yang hilang setelah persalinan.(Alan H, Decherney,2003)
2. Peningkatan angka kematian di Negara berkembang
Di negara kurang berkembang merupakan penyebab utama dari kematian maternal. Hal ini
disebabkan kurangnya tenaga kesehatan yang memadai, kurangnya layanan transfusi,
kurangnya layanan operasi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi perdarahan pasca persalinan
1. Perdarahan pasca persalinan dan usia ibu
Wanita yang melahirkan anak pada usia dibawah 20 tahun atau lebih dari 35 tahun
merupakan faktor risiko terjadinya perdarahan pascapersalinan yang dapat mengakibatkan
kematian maternal. Hal ini dikarenakan pada usia dibawah 20 tahun fungsi reproduksi
seorang wanita belum berkembang dengan sempurna, sedangkan pada usia diatas 35 tahun
fungsi reproduksi seorang wanita sudah mengalami penurunan dibandingkan fungsi
reproduksi normal sehingga kemungkinan untuk terjadinya komplikasi pascapersalinan
terutama perdarahan akan lebih besar. Perdarahan pascapersalinan yang mengakibatkan
kematian maternal pada wanita hamil yang melahirkan pada usia dibawah 20 tahun 2-5 kali
lebih tinggi daripada perdarahan pascapersalinan yang terjadi pada usia 20-29 tahun.
Perdarahan pascapersalinan meningkat kembali setelah usia 30-35tahun.(Tsu VD,1993)
2. Perdarahan pascapersalinan dan gravida
Ibu-ibu yang dengan kehamilan lebih dari 1 kali atau yang termasuk multigravida mempunyai
risiko lebih tinggi terhadap terjadinya perdarahan pascapersalinan dibandingkan dengan ibu-
ibu yang termasuk golongan primigravida (hamil pertama kali). Hal ini dikarenakan pada
multigravida, fungsi reproduksi mengalami penurunan sehingga kemungkinan terjadinya
perdarahan pascapersalinan menjadi lebih besar. (Tsu VD,1993)
2.3 ETIOLOGI
Banyak faktor potensial yang dapat menyebabkan perdarahan pasca salin, faktor-
faktor yang menyebabkan perdarahan pasca salin adalah atonia uteri, perlukaan jalan lahir,
retensio plasenta, sisa plasenta, kelainan, pembekuan darah. Secara garis besar dapat
disimpulkan penyebab perdarahan post partum adalah 4 T: ( Mukherjee S, Arulkumaran S,
2009 )
2. Tissue
a. Retensio plasenta
b. Sisa plasenta
Retensio Plasenta adalah keadaan dimana plasenta belum lahir dalam waktu 1 jam setelah
bayi lahir. Faktor-faktor yang mempengaruhi pelepasan plasenta:
1. Kelainan dari uterus sendiri, yaitu anomali dari uterus atau serviks; kelemahan dan tidak
efektifnya kontraksi uterus; kontraksi yang tetanik dari uterus; serta pembentukan
constriction ring.
2. Kelainan dari placenta dan sifat perlekatan placenta pada uterus.
3. Kesalahan manajemen kala tiga persalinan, seperti manipulasi dari uterus yang tidak perlu
sebelum terjadinya pelepasan dari plasenta menyebabkan kontraksi yang tidak ritmik;
pemberian uterotonik yang tidak tepat waktu dapat menyebabkan serviks kontraksi dan
menahan plasenta; serta pemberian anestesi terutama yang melemahkan kontraksi uterus.
Sebab-sebab terjadinya retensio plasenta ini adalah:
1. Plasenta belum terlepas dari dinding uterus karena tumbuh melekat lebih dalam. Perdarahan
tidak akan terjadi jika plasenta belum lepas sama sekali dan akan terjadi perdarahan jika lepas
sebagian. Hal ini merupakan indikasi untuk mengeluarkannya. Menurut tingkat perlekatannya
dibagi menjadi:
a. Plasenta adhesiva, melekat pada endometrium, tidak sampai membran basal.
b. Plasenta inkreta, vili khorialis tumbuh lebih dalam dan menembus desidua sampai ke
miometrium.
c. Plasenta akreta, menembus lebih dalam ke miometrium tetapi belum menembus serosa.
d. Plasenta perkreta, menembus sampai serosa atau peritoneum dinding rahim.
2. Plasenta sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum keluar, disebabkan oleh tidak
adanya usaha untuk melahirkan atau karena salah penanganan kala III, sehingga terjadi
lingkaran konstriksi pada bagian bawah uterus yang menghalangi keluarnya plasenta
(plasenta inkarserata)
Tanda-tanda lepasnya plasenta adalah fundus naik dimana pada perabaan uterus terasa
bulat dan keras, bagian tali pusat yang berada di luar lebih panjang dan terjadi perdarahan
sekonyong-konyong. Cara memastikan lepasnya plasenta:
1. Kustner
Tangan kanan menegangkan tali pusat, tangan kiri menekan di atas simfisis. Bila tali pusat
tak tertarik masuk lagi berarti tali pusat telah lepas.
2. Strassman
Tangan kanan menegangkan tali pusat, tangan kiri mengetuk-ngetuk fundus. Jika terasa
getaran pada tali pusat, berarti tali pusat belum lepas.
3. Klein
Ibu disuruh mengejan. Bila plasenta telah lepas, tali pusat yang berada diluar bertambah
panjang dan tidak masuk lagi ketika ibu berhenti mengejan.
Apabila plasenta belum lahir ½ jam-1 jam setelah bayi lahir, harus diusahakan untuk
mengeluarkannya. Tindakan yang dapat dikerjakan adalah secara langsung dengan perasat
Crede dan Brant Andrew dan secara langsung adalah dengan manual plasenta.
d. Ruptur uteri
1) Berikan segera cairan isotonik ( RL/NS) 500 cc dalam 15-20 menit dan siapkan laparatomi
2) Lakukan laparatomi untuk melahirkan anak dan plasenta, fasilitas pelayanan kesehatan dasar
harus merujuk pasien ke rumah sakit rujukan
3) Bila konservasi uterus masih diperlukan dan kondisi jaringan memungkinkan, lakukan
operasi uterus
4) Bila luka mengalami nekrosis yang luas dan kondisi pasien mengkwatirkan lakukan
histerektomi
5) Lakukan bilasan peritonial dan pasang drain dari cavum abdomen
6) Antibiotik dan serum anti tetanus, bila ada tanda-tanda infeksi. ( Widfa Satriani, 2013)
e. Sisa plasenta
1) Penemuan secara dini, dengan memeriksa kelengkapan plasenta setelah dilahirkan
2) Berika antibiotika karena kemungkinan ada endometriosis
3) Lakukan eksplorasi digital/bila serviks terbuka dan mengeluarkan bekuan darah atau
jaringan, bila serviks hanya dapat dilalui oleh instrument, lakukan evakuasi sisa plasenta
dengan dilatasi dan kuret.
4) Hb 8 gr% berikan transfusi atau berikan sulfat ferosus 600mg/hari selama 10 hari. ( Widfa
Satriani, 2013)
f. Ruptur peritonium dan robekan dinding vagina
1) Lakukan eksplorasi untuk mengidentifikasi lokasi laserasi dan sumber perdarahan
2) Lakukan irigasi pada tempat luka dan bubuhi larutan antiseptic
3) Jepit dengan ujung klem sumber perdarahan kemudian ikat dengan benang yang dapat
diserap
4) Lakukan penjahitan luka dari bagian yang paling distal
5) Khusus pada ruptur perineum komplit dilakukan penjahitan lapis demi lapis dengan bantuan
busi pada rektum, sebagai berikut :
a) Setelah prosedur aseptik- antiseptik, pasang busi rektum hingga ujung robekan
b) Mulai penjahitan dari ujung robekan dengan jahitan dan simpul sub mukosa, menggunakan
benang polyglikolik No 2/0 ( deton/vierge ) hingga ke sfinter ani, jepit kedua sfinter ani
dengan klem dan jahit dengan benang no 2/0.
c) Lanjutkan penjahitan ke lapisan otot perineum dan sub mukosa dengan benang yang sama
( atau kromik 2/0 ) secara jelujur.
d) Mukosa vagina dan kulit perineum dijahit secara sub mukosa dan sub kutikuler
e) Berikan antibiotik profilaksis. Jika luka kotor berikan antibiotika untuk terapi. ( Widfa
Satriani, 2013)
g. Robekan serviks
a) Sering terjadi pada sisi lateral, karena serviks yang terjulur akan mengalami robekan pada
posisi spina ishiadika tertekan oleh kepala bayi.
b) Bila kontraksi uterus baik, plasenta lahir lengkap, tetapi terjadi perdarahan banyak maka
segera lihat bagian lateral bawah kiri dan kanan porsio
c) Jepitan klem ovum pada kedua sisi porsio yang robek sehingga perdarahan dapat segera di
hentikan, jika setelah eksploitasi lanjutkan tidak dijumpai robekan lain, lakukan penjahitan,
jahitan dimulai dari ujung atas robekan kemudian kearah luar sehingga semua robekan dapat
dijahit
d) Setelah tindakan periksa tanda vital, kontraksi uterus, tinggi fundus uteri dan perdarahan
paska tindakan
e) Berikan antibiotika profilaksis, kecuali bila jelas ditemui tanda-tanda infeksi
f) Bila terjadi defisit cairan lakukan restorasi dan bila kadar Hb dibawah 8 gr% berikan
transfusi darah( Widfa Satriani, 2013)
BAB III
MANAJEMEN PERDARAHAN PASCA SALIN
Tujuan utama penanganan perdarahan pasca salin adalah (1) mengembalikan volume
darah dan mempertahankan oksigenasi (2) menghentikan perdarahan dengan menangani
penyebab peradarahan. Idealnya stabilisasi dilakukan lebih dulu sebelum tindakan definitif
dikerjakan, tetapi hal ini kadang-kadang tidak mungkin dikerjakan sendiri-sendiri melainkan
seringkali dikerjakan perbaikan keadaan umum ( resusitasi ) sambil dilakukan tindakan untuk
menghentikan perdarahan tersebut. Dari perdarahan pasca salin yang terjadi penyebab yang
paling sering adalah atonia uteri. Sebuah algoritma HAEMOSTASIS telah diusulkan untuk
membantu pengelolaan bertahap perdarahan pasca salin yang disebabkan atonia uteri.
(Ramanathan G, Arulkumaran S,2006)
H (Ask for HELLP and Hands on the uterus (uterine massage))
Penanganan perdarahan memerlukan kerjasama antar multidisiplin. Kerjasama yang
baik antara dokter kandungan, anestesi, bank darah, dan tempat perawatan intensive (ICU)
dapat memberikan hasil yang lebih baik. (Ramanathan G, Arulkumaran S,2006)
A (Assess (vital signs, blood loss) and resuscitate)
Penilaian awal, resusitasi yang tepat serta pemulihan kembali sirkulasi aliran darah
merupakan komponen penting dalam penanganan perdarahan pasca salin. Langkah umum
resusitasi meliputi penilaian tanda vital hemodinamik meliputi tingkat kesadaran, tekanan
darah, denyut nadi dan saturasi oksigen. Penilaian kehilangan darah yang akurat akan
mencegah terjadinya syok hipovolemik. Resusitasi cairan dalah penanganan perdarahan
sangatlah penting. Kekhawatiran pemberian cairan berlebihan akan menyebabkan edema paru
dan gagal jantung dapat menyesatkan. Hilangnya 1 liter darah memerlukan penggantian
dengan 4-5 liter kristaloid
(0,9% normal salin atau larutan Ringer lactated) atau koloid sampai pencocokan silang darah
yang tersedia, karena sebagian besar cairan intravena bergeser dari intravaskular ke ruang
interstisial .
Perdarahan yang berat dapat menyebabkan kegagalan kardiovaskuler bila tidak
didiagnosa dan diterapi dengan efektif. Langkah darurat harus segera dimulai bila perkiraan
kehilangan darah lebih dari 1/3 dari volume darah.( Volume darah(ml)= berat (kg)x 80) atau
perdarahan lebih dari 1000 cc atau terjadi perubahan status hemodinamik.
Resusitasi yang terlambat menurunkan kemungkinan untuk bertahan hidup oleh
karena sudah terjadi asidosis metabolic. Oleh karena itu satu jam pertama merupakan waktu
yang penting untuk probabalitas bertahan hidup. Suatu ‘RULE 30’ telah diusulkan untuk
penanganan perdarahan yang akut. Penurunan tekanan darah sistolik 30 mmHg, denyut
jantung meningkat 30 /menit, laju nafas lebih dari 30 kali/menit, hemoeglobin atau
hematrocit turun 30%, dan produksi urine < 30 ml/jam menandakan bahwa telah kehilangan
darah 30 % dari volume darah dan dalam keadaan shock sedang yang mengarah shock berat.
(Ramanathan G,Arulkumaran S,2006)
Beberapa modifikasi dari B- lynch dilakukan dan memberikan hasil yang baik. Jahitan
vertical dua atau lebih untuk meningkatkan kekuatan tekanan. Sedangkan penjahitan
horizontal lebih ditujukan untuk mengontrol perdarahan dari plasenta bed pada kasus plasenta
previa. Untuk mencegah resiko trauma pada kandung kencing atau traktus urinarius, kandung
kencing disisihkan sehingga berada di bawah jahitan dan jahitan 2cm medial dari batas lateral
uterus. Kompresi uterus menggunakan benang mudah dilakukan, waktu singkat, dan
alternative efektif daripada histerektomi. Laporan kasus akhir-akhir ini pemakainnya tidak
menggangu kesuburan dan kehamilan selanjutnya. (Ramanathan G,Arulkumaran S,2006)
BAB IV
ASUHAN KEPERAWATAN PADA IBU POST PARTUM DENGAN PERDARAHAN
PASCA PARTUM
e. Resiko infeksi berhubungan dengan perdarahan dan prosedur yang kurang steril
Tujuan: Tidak terjadi infeksi ( lokea tidak berbau dan TV dalam batas normal )
Rencana tindakan :
1) Catat perubahan tanda vital
R/: Perubahan tanda vital ( suhu ) merupakan indikasi terjadinya infeksi
2) Catat adanya tanda lemas, kedinginan, anoreksia, kontraksi uterus yang lembek, dan nyeri
panggul
R/: Tanda-tanda tersebut merupakan indikasi terjadinya bakterimia, shock yang tidak
terdeteksi
3) Monitor involusi uterus dan pengeluaran lochea
R/: Infeksi uterus menghambat involusi dan terjadi pengeluaran lokea yang berkepanjangan
4) Perhatikan kemungkinan infeksi di tempat lain, misalnya infeksi saluran nafas, mastitis dan
saluran kencing
R/: Infeksi di tempat lain memperburuk keadaan
5) Tindakan kolaborasi
a) Berikan zat besi ( Anemi memperberat keadaan )
b) Beri antibiotika ( Pemberian antibiotika yang tepat diperlukan untuk keadaan infeksi ).
Daftar Pustaka
Akhter S, Begum MR, Kabir Z, Rashid M, Laila TR, Zabeen F.(2003): Use of a condom to
control massive PPH. Medscape General Medicine.
AlanH, DeCherney , Lauren Nathan ( 2003) Curren Obstretric & Gynecologic Diagnosis &
Tretment, Ninth edition; The McGraw-Hill Companies, Inc