Anda di halaman 1dari 16

PRofesi Humas: Jurnal Ilmiah Ilmu Hubungan Masyarakat, Volume 2, No. 1, Agustus 2017, hlm.

57-72 57

MANAJEMEN KAMPANYE ELIMINASI KAKI GAJAH


DALAM UPAYA PENINGKATAN KESEHATAN DI KABUPATEN BOGOR
Seftia Rahmaning Tyas1, Hanny Hafiar2, dan Anwar Sani3
1
Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Bogor
2,3
Universitas Padjadjaran
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses prakampanye, proses pengelolaan kampanye, dan
hasil evaluasi kampanye oleh Kementerian Kesehatan. Penelitian ini menggunakan konsep manajemen
kampanye oleh Antar Venus yang dikembangkan berdasarkan Model Kampanye Ostergaard. Penelitian
ini menggunakan metode deskriptif dengan data kualitatif. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan
wawancara, teknik dokumen, studi kepustakaan, dan angket menggunakan teknik pengumpulan informan
dengan purposive sampling. Teknik analisis data menggunakan deskriptif kualitatif, sedangkan teknik
validitas data menggunakan triangulasi sumber. Hasil penelitian ini mengemukakan bahwa proses kampanye
Belkaga dibagi dalam tiga tahap yaitu prakampanye, pengelolaan kampanye, dan evaluasi kampanye. Hasil
prakampanye menyatakan bahwa masih banyak daerah di Indonesia yang merupakan daerah endemis dan
belum melaksanakan program Pemberian Obat Pencegahan Massal Filariasis (POPMF). Hasil pengelolaan
menunjukkan bahwa Kementerian Kesehatan RI tidak melakukan identifikasi segmentasi sasaran berdasarkan
klasifikasi warga yang sehat, terduga tertular virus, serta warga yang teridentifikasi penyakit sehingga pesan
yang disampaikan dibuat sama rata. Selain itu, penyebaran informasi yang kurang jelas mengakibatkan pesan
yang diterima khalayak tidak sesuai dengan apa yang ingin disampaikan komunikator. Kesimpulannya,
masalah kampanye Belkaga timbul karena manajemen kampanye yang kurang efektif oleh Kementerian
Kesehatan RI. Peneliti menyarankan agar Kementerian Kesehatan RI menyesuaikan pesan berdasarkan
klasifikasi warga sehat, terduga tertular virus, serta warga yang teridentifikasi penyakit sehingga pesan tepat
sasaran, mengoptimalkan media yang digunakan, memberikan pelatihan penyampaian informasi kepada
kader kesehatan.
Kata-kata Kunci: Manajemen, kampanye, manajemen kampanye, belkaga, bulan eliminasi kaki gajah,
kementerian kesehatan RI

CAMPAIGN MANAGEMENT OF ELEPHANTIASIS ELIMINATION


AS EFFORT OF HEALTH IMPROVEMENT IN BOGOR REGENCY
ABSTRACT
The purpose of this research is to identify the pre-campaign process, campaign management process, and
the result of campaign evaluation by the Ministry of Health. This research took the management concept by
Antar Venus which developed based on the Ostergaard Campaign Model and is using descriptive method
with qualitative data. The data was collected by interviews, technical documents, literature studies, and
questionnaires through informants with purposive sampling. The data was analyzed by using descriptive
qualitative, while the data validity technique was using the triangulate source.The results of this research
propose that Belkaga campaign process which divided into three stages which; pre-campaign, management
campaign, and campaign evaluation. The pre-campaign has resulted that there are many region in Indonesia
which is the endemic area and have not using the Filariasis Preventive Mass drug Admnistration (MDA)
program. The management’s result has shown that Indonesia’s Ministry of Health do not identify target
segmentation based on classification of those who are healthy, allegedly contaminated, and sick get the
same messages from the campaign. Meanwhile, uneven dissemination of information has causes the received
message by the audiences is not in accordance to what the communicator has to deliver. It concludes that the
campaign’s problem are caused by ineffective campaign management from Indonesia’s Ministry of Health.
The researcher suggest that Indonesia’s Ministry of Health should identify the campaign target based on
classification before to get the right message, optimize the media, and give a proper training in sharing
information to the volunteers.
Keywords: Management, campaign, campaign management, belkaga, elimination month of elephanthiasis,
indonesia’s ministry of health

Korespondensi: Seftia Rahmining Tyas, S.I.Kom. KPU Kab. Bogor, Jln. Moh Noh Nur, No. 05 Kecamatan
Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat 16640. Email: tyaseftia12@gmail.com
Submitted: April 2017, Accepted: December 2017, Published: December 2017
ISSN: 2528-6927 (printed), ISSN: 2541-3678 (online). Website: http://jurnal.unpad.ac.id/profesi-humas
58 PRofesi Humas: Jurnal Ilmiah Ilmu Hubungan Masyarakat, Volume 2, No. 1, Agustus 2017, hlm. 57-72

PENDAHULUAN kepanjangan dari Pemberian Obat Pencegahan


Massal. Program ini harus dilaksanakan tiap
Filariasis (penyakit kaki gajah) adalah daerah yang dinyatakan endemis Filariasis dan
penyakit menular yang mengenai saluran dan merupakan bagian dari program kampanye
kelenjar limfe disebabkan oleh cacing filarial dan Belkaga. Maka, untuk mempercepat
ditularkan oleh nyamuk. Penyakit ini bersifat terwujudnya Indonesia Bebas Kaki Gajah,
menahun (kronis) dan bila tidak mendapatkan diselenggarakanlah kampanye Bulan Eliminasi
pengobatan dapat menimbulkan cacat menetap, Kaki Gajah (Belkaga) setiap bulan Oktober
berupa pembesaran kaki, lengan dan alat selama lima tahun berturut-turut dimulai sejak
kelamin baik pada perempuan maupun laki-laki. 2015 lalu (Infodatin, 2014).
Akibatnya, penderita tidak dapat bekerja secara Menurut data WHO, saat ini 39 negara
optimal bahkan hidupnya bergantung kepada sudah berada di jalur yang tepat untuk mencapai
orang lain sehingga menjadi beban keluarga, eliminasi kaki gajah pada tahun 2020. WHO
masyarakat dan negara (Infodatin, 2014). terus bekerja sama erat dengan Pemerintah
Penderita Kaki Gajah dapat mengalami Indonesia melalui penyediaan dukungan teknis,
stigma tersingkir dari lingkungannya dan pengobatan massal, advokasi, dan komunikasi
menghadapi kesulitan sosial dan ekonomi publik. Setelah dicanangkannya Belkaga ini,
yang berat bagi dirinya dan keluarganya. setiap bulan Oktober, sejumlah penduduk di
Filariasis selain menyebabkan dampak sosial 241 kabupaten/kota endemis penyakit kaki
dan psikologik, juga ditetapkan oleh WHO gajah, harus melaksanakan Pemberian Obat
sebagai penyebab kecacatan permanen nomor Pencegahan Massal (POPM) (BPOM RI, 2015).
dua. Program pemberantasan filariasis sendiri Berdasarkan wawancara yang telah
sebenarnya telah dilaksanakan sejak 40 tahun dilakukan dengan dr. Intan Widayati dari
lalu, yakni pada tahun 1975, terutama di daerah- Dinas Kesehatan Bogor, program ini pernah
daerah endemis yang tinggi (Infodatin, 2014). diselenggarakan di tahun-tahun sebelumnya,
Pada tanggal 8 April 2002 Menteri tetapi hanya di daerah yang endemisitasnya
Kesehatan Republik Indonesia telah tinggi saja. Sementara itu mulai tahun 2015,
mencanangkan dimulainya eliminasi kampanye tersebut diselenggarakan lagi dalam
penyakit Kaki Gajah di Indonesia dan telah skala besar yakni secara nasional karena telah
menetapkan eliminasi Kaki Gajah sebagai ditemukan hasil penelitian yang menyatakan
salah satu program prioritas. Sebagai pedoman, bahwa masih ada daerah-daerah di Indonesia
Pengendalian Filariasis (Penyakit Kaki Gajah) yang endemis filariasis, khususnya di
tertuang dalam Keputusan Menteri Kesehatan Kabupaten Bogor yang belum melaksanakan
Republik Indonesia Nomor: 1582/MENKES/ Pemberian Obat Pencegahan Massal Filariasis
SK/XI/2005 Tanggal 18 November 2005. atau POPMF, maka harus mengikuti program
Sampai tahun 2014 berdasarkan survei darah WHO untuk eliminasi Filariasis.
jari, dari 511 kabupaten/kota di Indonesia ada Data statistik divisi Dermatologi umum
241 kabupaten/kota sebagai daerah endemis, Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
dari 241 kabupaten/kota tersebut, sebanyak FKUI/RSCM menyatakan bahwa, berdasarkan
46 kabupaten/kota telah melaksanakan POPM survei jari tahun 1999, tingkat endemisitas
Filariasis minimal 5 tahun berturut-turut dengan filariasis di Indonesia masih tinggi dengan
cakupan pengobatan di atas 65% berhasil microfilarial rate 3,1%. Daerah endemis
menurunkan microfilaria pada masyarakat filariasis adalah daerah dengan microfilarial rate
menjadi < 1%. ≥ 1%. Disebutkan dalam Petunjuk Teknis dan
Sementara itu 195 kabupaten/kota lainnya Petunjuk Pelaksanaan Filariasis (Juknis Juklak
akan melaksanakan POPM Filariasis tahun Filariasis) 2015 Pemkab Bogor, hingga tahun
2015—2019. POPM Filariasis adalah sebuah 2015 lalu di Kabupaten Bogor telah ditemukan
program untuk melakukan pencegahan penyakit 60 kasus penyakit kaki gajah (filariasis) yang
Filariasis secara massal atau merupakan tersebar di 22 Kecamatan. Kasus elephantiasis

MANAJEMEN KAMPANYE ELIMINASI KAKI GAJAH DALAM UPAYA PENINGKATAN KESEHATAN DI KABUPATEN
BOGOR (DINI SAFITRI ISTIQOMAH BANTILAN, RORO RETNO WULAN, DAN INDRA N. A. PAMUNGKAS)
PRofesi Humas: Jurnal Ilmiah Ilmu Hubungan Masyarakat, Volume 2, No. 1, Agustus 2017, hlm. 57-72 59

berasal dari wilayah Kecamatan Rumpin, pihak Dinkes.


Gunung Sindur, Sukamakmur, Cisarua, Tenjo, Berdasarkan pemaparan tersebut, peneliti
Ciomas, Parungpanjang, Sentul, Bojonggede, melihat bahwa masalah dalam penelitian ini
Tenjolaya, Dramaga, Cariu, Citeureup, Parung, timbul karena pesan yang disampaikan oleh
Jasinga, Cijeruk, Cibungbulang, Ciawi, komunikator tidak sesuai dengan apa yang
Karadenan, Jonggol, Tajurhalang dan Cibinong. diterima oleh komunikan. Sehingga, masih ada
Hasil pemeriksaan cross check sampel Filariasis warga yang tidak mematuhi pesan kampanye.
di Kabupaten Bogor menunjukkan Mikrofilaria Adanya perbedaan pemahaman pesan antara
Rate 1,92% sehingga ditetapkan Kabupaten komunikator dengan komunikan merupakan
Bogor sebagai daerah endemis Filariasis, masalah dalam pelaksanaan kampanye. Selain
yang selanjutnya menjadi dasar pelaksanaan itu, pembentukan pesan merupakan salah
Pengobatan Masal Filariasis selama lima tahun satu unsur penting yang terdapat di dalam
berturut turut dari tahun 2015 s/d 2019. manajemen kampanye. Hasil yang tidak sesuai
Menurut petunjuk teknis dan petunjuk dengan target pencapaian juga memperlihatkan
pelaksanaan kampanye Belkaga, kegiatan yang bahwa adanya pengelolaan kampanye yang
dicanangkan oleh Menkes tersebut bertujuan agar kurang efektif sehingga perlu dicari tahu hal
terselenggaranya kegiatan Sosialisasi Penyakit apakah yang telah dilewatkan oleh pelaksana
dan Pemberian Obat Massal (POPM) Filariasis kampanye.
di seluruh Kecamatan wilayah Kabupaten Peneliti menemukan hal tersebut menjadi
Bogor guna mencegah dan memberantas daya tarik bagi penelitian ini, sehingga peneliti
penyakit gajah/filariasis. Sementara itu tujuan berusaha untuk mendeskripsikan Manajemen
khusus lainnya dalam rangka mewujudkan Kampanye Bulan Eliminasi Kaki Gajah melalui
tujuan yang telah disebut sebelumnya adalah individu-individu yang terlibat dalam kegiatan
dengan meningkatkan kemampuan petugas tersebut. Penelitian ini menggunakan metode
puskesmas dalam pelaksanaan eliminasi deskriptif sebagai tujuan utamanya untuk
filariasis, meningkatkan kesiapan masyarakat menggambarkan secara sistematis fakta dan
dalam pelaksanaan kegiatan pengobatan karakteristik objek dan subjek yang diteliti secara
masal, membuat acuan untuk keseragaman tepat. Kampanye Nasional Bulan Eliminasi
pelaksanaan eliminasi filariasis di puskesmas, Kaki Gajah yang dilakukan oleh Kementerian
serta memenuhi Target Cakupan minimal 75% Kesehatan RI memiliki ketidaksesuaian
dari seluruh penduduk Kabupaten Bogor. terhadap konsep tahapan manajemen kampanye
Sayangnya, masih terdapat hal-hal yang yang dikemukakan oleh Venus.
belum sepenuhnya terlaksana dengan baik, Menurut Venus, manajemen kampanye
sehingga tak sedikit halangan serta rintangan terdiri atas tiga tahapan, yaitu pada tahap pra
di tengah keberlangsungan pelaksanaan dari kampanye, pengelolaan, dan evaluasi. Pada
kampanye itu sendiri. Salah satunya adalah penelitian ini, peneliti ingin meneliti dan
kurangnya sosialisasi dari otoritas kesehatan menggali lebih dalam mengenai permasalahan
setempat yang kemudian menjadi alasan dalam manajemen kampanye Bulan Eliminasi
timbulnya kesalahpahaman masyarakat yang Kaki Gajah yang dilakukan oleh Kementerian
takut akan isu-isu yang sudah tersebar mengenai Kesehatan RI dalam upaya pengingkatan
reaksi atau efek samping dari meminum obat kesehatan di Kabupaten Bogor.
pencegahan penyakit Kaki Gajah. Johnson-Cartee and Copeland (1997: 21)
Hal ini terlihat dari jumlah total cakupan menyebut kampanye sebagai an organized
yang kurang memenuhi target minimal behavior, harus direncanakan dan diterapkan
di beberapa daerah di Kabupaten Bogor. secara sistematis dan berhati-hati. Hal ini
Seharusnya, minimal mencapai 75% hingga menunjukkan bahwa kegiatan kampanye
85%, tetapi Kabupaten Bogor hanya dapat membutuhkan sentuhan manajemen yakni
merealisasikan total cakupan sebesar 67% saja, merancang, melaksanakan, mengendalikan, dan
berdasarkan wawancara yang dilakukan dengan mengevaluasi suatu program kegiatan secara

MANAJEMEN KAMPANYE ELIMINASI KAKI GAJAH DALAM UPAYA PENINGKATAN KESEHATAN DI KABUPATEN
BOGOR (DINI SAFITRI ISTIQOMAH BANTILAN, RORO RETNO WULAN, DAN INDRA N. A. PAMUNGKAS)
60 PRofesi Humas: Jurnal Ilmiah Ilmu Hubungan Masyarakat, Volume 2, No. 1, Agustus 2017, hlm. 57-72

Problem

Campaigns

Knowledge Skills
Attitudes

Behavior

Reduced
Problem

Sumber: Johnson-Cartee and Copeland (1997: 21)


Gambar 1 Model Kampanye Ostergaard

rasional, realistis, efisien, dan efektif (Venus, perubahan sosial. Dikembangkannya model
2009: 26). Sejak awal, kegiatan kampanye selalu Ostergaard ini menjadi buah pikirnya sendiri
meliputi tahapan perencanaan, pelaksanaan yang dituangkan dalam buku manajemen
hingga evaluasi. Perbedaannya adalah pada kampanye. Venus mengembangkan model
masa kini berbagai tahapan tersebut dibakukan Ostergaard ini dengan membuat istilah dan
dan diformalkan dengan istilah manajemen tahapan kampanye yang berbeda dari apa yang
kampanye secara efektif dan efisien dengan dikemukakan dalam model Ostergaard. Tahapan
memanfaatkan seluruh sumber daya yang ada kampanye yang dinyatakan oleh Venus tersebut
guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. dibagi menjadi tiga tahap yaitu prakampanye,
Dimasukannya unsur manajerial dalam pengelolaan kampanye, dan evaluasi.
pengelolaan kampanye diharapkan peluang Tahap pertama yaitu pra kampanye atau
keberhasilan pencapaian tujuan kampanye identifikasi masalah, dalam tahap ini pembuat
menjadi lebih terbuka dan lebih besar. (Venus, keputusan atau pelaksana kampanye melihat
2009: 26) fakta-fakta yang terjadi dalam lingkungannya
Model manajemen kampanye dan model sebagai masalah. Menurut Ostergaard sebuah
kampanye Ostergaard yang menjadi landasan rancangan program kampaye untuk perubahan
dalam penelitian ini penulis sajikan dalam sosial yang tidak didukung oleh temuan-temuan
Gambar 1. Di antara berbagai model kampanye ilmiah tidaklah layak untuk dilaksanakan. Maka
yang ada, model Ostergaard menghasilkan model dari itu, sebuah program kampanye hendaknya
yang paling pekat sentuhan ilmiahnya. Oleh selalu dimulai dari identifikasi masalah secara
karena itu, Venus memilih model Ostergaard ini jernih (Venus, 2009: 15). Pada tahap identifkasi
sebagai model terbaik untuk digunakan dalam masalah tersebut akan dicari hubungan sebab-
membuat kampanye yang bertujuan untuk akibat (cause and effect relationship) dengan

MANAJEMEN KAMPANYE ELIMINASI KAKI GAJAH DALAM UPAYA PENINGKATAN KESEHATAN DI KABUPATEN
BOGOR (DINI SAFITRI ISTIQOMAH BANTILAN, RORO RETNO WULAN, DAN INDRA N. A. PAMUNGKAS)
PRofesi Humas: Jurnal Ilmiah Ilmu Hubungan Masyarakat, Volume 2, No. 1, Agustus 2017, hlm. 57-72 61

fakta-fakta yang ada. Apabila dari analisis dan bersifat realistis. Penyusunan tujuan yang
ini diyakini bahwa masalah tersebut dapat realistis ini bertujuan agar kampanye yang akan
dikurangi melalui pelaksanaan kampanye maka dilaksanakan mempunyai arah yang terfokus
kegiatan kampanye perlu dilaksanakan (Venus, pada pencapaian tujuan tersebut. (Venus, 2009:
2009: 16). 147). Tujuan dari kampanye sangat beragam
Tahap prakampanye ini penting untuk dan berbeda antara satu organisasi dengan
memaksimalkan kemungkinan meraih organisasi yang lainnya. Ostergaard (2002)
keberhasilan dalam kampanye, sebab hal itu dalam Venus mengatakan ketiga aspek tersebut
dapat memberikan gambaran nyata mengenai dengan sebutan “3A” yaitu, awareness, attitude,
sejumlah besar kampanye-kampanye yang dan actions. Ketiga aspek ini bersifat saling
dilakukan tetapi kampanye tersebut tidak berkaitan dan merupakan sasaran pengaruh
dilandasi dengan penelitian yang rasional (target of influences) yang harus dicapai secara
untuk mencapai keberhasilan dan biasanya bertahap agar satu kondisi perubahan dapat
hasil kampanye tersebut dapat dipastikan tercipta.
tidak akan memuaskan. Persoalannya adalah Tahap kedua yaitu pengelolaan kampanye
kampanye-kampanye yang biasanya dilakukan yang dimulai dari perancangan, pelaksanaan,
tanpa didasari penelitian maupun dasar-dasar hingga evaluasi. Pada tahap pengelolaan ini
teori akan memerlukan pembiayaan luar biasa seluruh isi program kampanye diarahkan
besarnya, sehingga berdampak pada kehidupan untuk membekali dan mempengaruhi aspek
bisnis dan berimplikasi pada kehidupan sosial pengetahuan, sikap dan keterampilan khalayak
kemasyarakatan, kondisi seperti ini dapat sasaran. Ketiga aspek ini dalam literatur ilmiah
berlangsung selama berminggu-minggu, dipercayai menjadi prasyarat dalam terjadinya
berbulan-bulan dan bahkan bisa mencapai perubahan perilaku (Venus, 2009: 16).
tahunan, untuk itu banyak sekali persoalan Tahap terakhir dalam proses manajemen
yang harus ditangani sebelum kampanye kampanye ini adalah tahap evaluasi. Venus
berlangsung. (2012: 210) mengatakan bahwa evaluasi adalah
Venus (2009: 147) menyatakan bahwa upaya sistematis untuk menilai berbagai aspek
dalam melakukan analisis masalah hendaknya yang berkaitan dengan proses pelaksanaan dan
dilakukan secara cermat dan terstruktur, agar pencapaian tujuan kampanye. Dua aspek dalam
masalah tersebut dapat diidentifikasikan dengan definisi tersebut menunjukkan bahwa dalam
jelas. Selain itu, pengumpulan informasi yang melakukan evaluasi perlu diperhatikan tentang
berhubungan dengan permasalahan harus bagaimana kampanye dilaksankaan dan apa
dilakukan secara objektif dan tertulis agar hasil yang dicapai.
terhindar dari pemecahan masalah yang tidak Menurut Ostergaard (dalam Venus 2009:
tepat. Penelitian ini dapat dilakukan oleh pihak 213), evaluasi kampanye dapat dikategorisasi
eksternal maupun internal. Penelitian dapat dalam empat level atau tingkatan sebagai
bersifat kuantitatif yang menggunakan data berikut; tingkatan kampanye (campaign level),
berbentuk angka dan statistik, dan penelitian tingkatan sikap (attitude level), tingkatan
bersifat kualitatif yang membutuhkan data yang perilaku (behavior level), dan tingkatan
tidak bisa dibentuk dengan angka, seperti opini, masalah (problem level). Tingkatan kampanye
reaksi, dan sikap. Penelitian itu dapat dilakukan mengetahui apakah khalayak sasaran terterpa
dengan teknik seperti menyebarkan angket, kegiatan kampanye yang dilakukan atau tidak.
wawancara langsung atau tidak langsung, focus Metode yang digunakan untuk mendapatkan
group discussion, atau melalui informasi yang hasil evaluasi adalah dengan cara survei.
terdapat di media. Metode ini bukan hanya memberikan berapa
Berdasarkan analisis identifikasi masalah persen kira-kira khalayak yang terterpa tetapi
tersebut, selanjutnya wajib dilakukan juga apakah khalayak memberikan perhatian
penyusunan tujuan kampanye yang harus atau tidak pada pesan (kemampuan kelompok
disusun dan dituangkan dalam bentuk tertulis, sasaran dalam menyebutkan sumber pesan,

MANAJEMEN KAMPANYE ELIMINASI KAKI GAJAH DALAM UPAYA PENINGKATAN KESEHATAN DI KABUPATEN
BOGOR (DINI SAFITRI ISTIQOMAH BANTILAN, RORO RETNO WULAN, DAN INDRA N. A. PAMUNGKAS)
62 PRofesi Humas: Jurnal Ilmiah Ilmu Hubungan Masyarakat, Volume 2, No. 1, Agustus 2017, hlm. 57-72

siapa yang menyampaikan, waktu penayangan dalam penelitian ini adalah teknik purposive
atau mungkin warna yang digunakan dalam sampling. Purposive sampling adalah teknik
menyajikan pesan, dan lain-lain). pengambilan sampel sumber data dengan
pertimbangan tertentu.
METODE PENELITIAN Pertimbangan tertentu ini misalnya orang
tersebut yang dianggap paling tahu tentang
Penelitian mengenai Kampanye Belkaga apa yang kita harapkan atau mungkin dia
oleh Kementerian Kesehatan RI tahun 2015 ini sebagai penguasa sehingga akan memudahkan
mengacu pada paradigma Positivisme, sebab peneliti untuk menjelajahi objek/situasi sosial
penelitian ini menggunakan pola pikir deduktif. yang diteliti (Sugiyono 2012: 218). Peneliti
Paradigma positivisme adalah suatu paradigma memilih orang tertentu, orang yang dinilai
yang terorganisasi untuk mengkombinasikan paling paham atau yang dipertimbangkan dapat
deductive logic dan pengamatan empiris membukakan akses data yang diperlukan,
dari perilaku individu, yang berguna secara selanjutnya berdasarkan data atau informasi
probablistik menemukan atau memperoleh yang diperoleh dari sampel sebelumnya itu,
konfirmasi tentang sebab-akibat yang bisa peneliti dapat menetapkan sampel lainnya yang
dipakai untuk memprediksi pola umum dari dipertimbangkan akan memberikan data lebih
kegiatan manusia (Neumann, 2005: 140). lengkap.
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan Berdasarkan penjelasan tersebut, maka
metode deskriptif melalui pendekatan kualitatif peneliti memiliki kriteria khusus yang dibuat
yang akan menjelaskan dan menggambarkan untuk menentukan narasumber/informan kunci
fenomena yang terjadi (Rakhmat, 2007: 24). yang sesuai dengan tujuan penelitian untuk
Tujuan penelitian deskriptif kualitatif ini adalah menghindari subjektifitas dalam pemilihan
untuk mencari informasi faktual yang detil sampel. Kriteria khusus tersebut di antaranya
mengenai gejala yang ada, mengidentifikasi adalah: orang-orang yang peneliti anggap
masalah-masalah yang terjadi dan praktik- berkaitan dengan masalah penelitian, dalam
praktik yang sedang berlangsung, serta membuat hal ini masalah mengenai penyakit Filariasis/
komparasi dan evaluasi (Rakhmat, 2007: 27). Kaki Gajah, dan telah memiliki pemahaman
Penelitian deskriptif hanya memaparkan situasi serta memiliki peran penting dalam program
atau peristiwa. Penelitian ini tidak mencari atau tersebut; orang-orang yang terlibat langsung
menjelaskan hubungan, tidak menguji hipotesis dalam pelaksanaan kampanye, minimal selama
atau membuat prediksi. (Rakhmat, 2012: 24) proses perencanaan berlangsung; orang-orang
Metode deskriptif adalah suatu metode yang terlibat selama pelaksanaan kampanye;
dalam meneliti status sekelompok manusia, orang-orang yang memiliki kredibilitas
suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem di bidang tertentu yang berkaitan dengan
pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa Kampanye Belkaga; serta orang-orang yang
pada masa sekarang. Menurut Whitney bersedia dan memiliki waktu luang yang cukup
(1960), seperti dikutip Nazir dalam buku untuk diwawancarai.
Metode Penelitian, metode deskriptif adalah Sedangkan untuk teknik keabsahan data,
pencarian fakta dengan interpretasi yang tepat. peneliti memilih seorang triangulator untuk
Penelitian deskriptif mempelajari masalah- memeriksa hasil wawancara yang telah peneliti
masalah dalam masyarakat, serta tata cara yang lakukan dengan informan melalui kriteria
berlaku dalam masyarakat serta situasi-situasi tertentu. Triangulator yang peneliti pilih adalah
tertentu, termasuk tentang hubungan, kegiatan- orang yang paham mengenai penyelenggaraan
kegiatan, sikap-sikap, pandangan-pandangan, kampanye dan/atau berprofesi di bidang
serta proses-proses yang sedang berlangsung komunikasi, serta pernah terlibat dalam suatu
dan pengaruh-pengaruh dari suatu fenomena. kampanye sebagai panitia pelaksana.
(Nazir, 2009: 54-55)
Teknik sampling yang digunakan penulis HASIL DAN PEMBAHASAN

MANAJEMEN KAMPANYE ELIMINASI KAKI GAJAH DALAM UPAYA PENINGKATAN KESEHATAN DI KABUPATEN
BOGOR (DINI SAFITRI ISTIQOMAH BANTILAN, RORO RETNO WULAN, DAN INDRA N. A. PAMUNGKAS)
PRofesi Humas: Jurnal Ilmiah Ilmu Hubungan Masyarakat, Volume 2, No. 1, Agustus 2017, hlm. 57-72 63

Pada tanggal 1 Oktober tahun 2015, Wilayah endemis Filariasis meliputi satuan
Kementerian Kesehatan RI mulai mencanangkan kabupaten/kota yang ditentukan berdasarkan
Kampanye Nasional Bulan Eliminasi Kaki hasil survei data dasar prevalansi mikrofilaria
Gajah sebagai kegiatan yang dilakukan untuk menunjukkan angka mikrofilaria (mikrofilaria
mengingatkan kembali sekaligus mengajak rate) lebih dari 1%. Secara sederhana, apabila
masyarakat mencegah dan mengendalikan pada suatu daerah terdapat seseorang yang di
penyakit Kaki Gajah dengan meminum obat dalam tubuhnya terdapat cacing filaria, dan di
Filariasis. Pada tahun 2002, sudah pernah tempat tinggalnya terdapat nyamuk penular
dilakukan pencanangan Belkaga oleh Menkes yang sesuai, maka daerah sekitarnya adalah
di Banyuasin, Sumatera Selatan. Namun, saat daerah penularan. Pelaksana survei adalah
itu kegiatannya belum diselenggarakan secara Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, atau unit
nasional dan besar-besaran, sehingga masih lain di Pusat dan Daerah berkoordinasi dengan
banyak daerah endemis Filariasis yang tidak Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
melaksanakannya. Sementara itu, penyebaran Setelah itu, kampanye Belkaga ini
penyakit Kaki Gajah atau Flariasis di Indonesia ditentukan dan dibuat rumusan tujuan yang
masih sangat mengkhawatirkan. Tercatat, mengacu pada tujuan dari organisasi dunia,
105 juta penduduk tanah air rentan terserang yaitu WHO, bahwa pada tahun 2020, seluruh
penyakit tersebut. Untuk itu, Kementerian dunia harus sudah eliminasi Filraiasis. Maka
Kesehatan RI melalui Biro Pusat Komunikasi tujuan kampanye Belkaga adalah untuk
Publik kembali menggalakkan kegiatan melakukan pengobatan massal dalam rangka
pemberian obat pencegahan filariasis secara pencegahan penyakit Filariasis. Dikutip dari
massal. Namun, kegiatan tersebut belum jurnal berjudul Kampanye Program Pemberian
efektif dalam mencapai hasil kampanye. Sebab, ASI Eksklusif: Studi Deskriptif Implementasi
masih ada warga yang tidak ingin mendatangi Program Peningkatan Pemberian ASI Eksklusif
pos pengobatan untuk meminum obat sesuai di Kota Administrasi Jakarta Utara, tujuan
pesan kampanye. Kampanye digunakan karena kampanye program PP ASI Eksklusif di Kota
mengacu pada hasil penelitian bahwa: “hasil Administrasi Jakarta Utara dibuat berdasarkan
penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan prioritas yang pasti dan paling utama, yaitu
yang kuat antara kampanye dengan sikap tercapainya MDGs 2015. Hal ini dikaitkan
masyarakat terhadap kesehatan diri”(Citrasiwi, dengan teori tujuh tujuan utama kampanye PR
Hafiar, & Sjoraida, 2017). menurut Gregory ( Ekawati, S. Dkk. 2015).
Berdasarkan model Ostergaard, tahap Helena,salah satu informan dari
pertama dalam model tersebut adalah problem, Kementerian Kesehatan RI, mengatakan bahwa
yaitu tahap untuk mencari tahu masalah apa yang tujuan dilaksanakannya kampanye Belkaga
terjadi di lapangan sebelum memutuskan untuk adalah untuk melakukan pemutusan transmisi
melaksanakan kampanye. Tahap pertama itu yang efektif di daerah endemis bahkan di
disebut Venus sebagai tahap prakampanye atau Indonesia. Disamping itu juga untuk mengejar
identifikasi masalah, dalam tahap ini pembuat target eliminasi Filariasis di tahun 2020 melalui
keputusan atau pelaksana kampanye melihat kegiatan pengobatan massal tersebut. Helena
fakta-fakta yang terjadi dalam lingkungannya juga menjelaskan bahwa kegiatan ini merupakan
sebagai masalah. (Venus, 2009: 15). Mengacu sebuah cara yang efisien untuk mencapai tujuan
pada tahap tersebut, Kementerian Kesehatan dari eliminasi Filariasis itu. Dinas Kesehatan
bersama tim dari masing-masing Dinas Kabupaten Bogor pun telah menegaskan
Kesehatan Kabupaten/Kota telah melakukan bahwa tujuan penyelenggaraan kampanye
riset terlebih dahulu sebelum memutuskan Belkaga adalah untuk mencapai target cakupan
untuk membuat kampanye tentang Kaki Gajah. minimal 75% sehingga dapat dikatakan tujuan
Pengumpulan informasi berdasarkan Survei yang mereka buat berorientasi kepada hasil.
data dasar prevalansi mikrofilaria dilakukan Pelaksana kampanye akan fokus pada tujuan
untuk menentukan wilayah endemis Filariasis. utama tersebut sehingga bagaimanapun caranya

MANAJEMEN KAMPANYE ELIMINASI KAKI GAJAH DALAM UPAYA PENINGKATAN KESEHATAN DI KABUPATEN
BOGOR (DINI SAFITRI ISTIQOMAH BANTILAN, RORO RETNO WULAN, DAN INDRA N. A. PAMUNGKAS)
64 PRofesi Humas: Jurnal Ilmiah Ilmu Hubungan Masyarakat, Volume 2, No. 1, Agustus 2017, hlm. 57-72

yang terpenting adalah tercapainya target sasaran. Maka,Kementerian Kesehatan pun


cakupan pengobatan. melakukan perumusan pesan agar tujuan yang
Tahap kedua yaitu pengelolaan kampanye ingin disampaikan dapat diterima dengan baik.
yang dimulai dari perancangan, pelaksanaan, Pertama, Kemenkes menentukan tema besar
hingga evaluasi. Dalam melakukan dari kampanye Belkaga, yaitu, “Minum Obat
perancangan kampanye ini riset perlu Bersama untuk Indonesia Bebas Penyakit Kaki
dilakukan untuk mengidentifikasi karakteristik Gajah. ”
khalayak sasaran untuk dapat merumuskan Menurut Venus (2004: 71), hal-hal seperti
pesan, aktor kampanye, saluran hingga teknis ilustrasi kejadian, visualisasi kejadian, fakta,
pelaksanaan kampanye yang sesuai. (Venus, dan kejadian bersejarah dalam sebuah pesan
2009: 16). Langkah identifikasi segmentasi sangat mempengaruhi perubahan sikap orang
sasaran dilakukan agar kegiatan atau program yang menerima pesan tersebut. Pada sisi lain,
yang disusun tepat sasaran. Perlu dilakukan pelaku kampanye juga harus melihat pesan dari
penetapan khalayak melalui identifikasi pendekatan emosional, rasa takut, kreativitas,
khalayak mana saja yang mestinya mengetahui dan humor pada saat penyampaian pesan. Pada
kampanye serta peduli akan isu yang diangkat kampanye Belkaga, visualisasi digunakan
oleh kampanye tersebut. Segmentasi sasaran dengan mengekspos foto dan video dari warga
kampanye dilakukan Kemenkes berdasarkan yang sudah terjangkit penyakit Kaki Gajah atau
pendataan sasaran pengobatan yang telah dibuat para penderita yang dampaknya sudah terlihat
berdasarkan prosedur warga wajib minum parah untuk menyentuh sisi emosional publik.
obat. Seluruh warga yang tinggal di daerah Konten gambar dan video tersebut terutama
endemisitas merupakan sasaran kampanye dikhususkan untuk masyarakat yang tingkat
juga. Kementerian Kesehatan RI tidak memiliki pendidikannya menengah ke bawah, sedangkan
target khalayak yang jelas antara masyarakat masyarakat yang tingkat pendidikannya lebih
mana yang memiliki kepentingan untuk tinggi sudah cukup diberi penjelasan dengan
menerima pesan kampanye, apakah mereka tulisan saja. Pendekatan pesan rasa takut akan
yang sehat, teridentifikasi penyakit Filariasis terjangkit bahaya virus penyakit Kaki Gajah
ataupun terduga tertular virus Filariasis, dan menjadi strategi pengolahan pesan yang lebih
yang benar-benar terjangkit penyakit tersebut efektif untuk menimbulkan perubahan perilaku
sehingga semua mempunyai pembobotan yang dalam kampanye Belkaga.
sama. Helena menjelaskan bahwa pesan yang
Setelah mengenal khalayak dan situasinya, ingin disampaikan kepada masyarakat
maka langkah selanjutnya ialah menyusun adalah mengenai pentingnya meminum obat
pesan, yaitu menentukan tema dan materi. pencegahan penyakit Filariasis tersebut.
Hal ini juga telah disebutkan dalam jurnal Masyarakat diimbau untuk mengetahui dan
berjudul Strategi Komunikasi Pada Kampanye menyadari bahwa tujuan pemberian obat
Perlindungan Orangutan Oleh LSM Centre for itu adalah untuk memutus transmisi virus
Orangutan Protection (COP) di Samarinda, Filariasis, bukan hanya sekadar obat yang
Klimantan Timur, bahwa pesan untuk kegiatan dibagikan secara gratis. Hal itu akan menjadikan
School Visit dibuat berbeda sesuai dengan masyarakat seorang warga negara yang baik
tingkat sekolah yang dituju. Hal tersebut sesuai karena patuh terhadap program pemerintah
dengan konsep pesan yang tertulis pada bab teori selain demi menjaga kesehatan dirinya sendiri.
dan konsep yang menyebutkan bahwa pesan Pembentukan pesan ini sudah dilakukan secara
tidaklah berdiri sendiri, karena pesan yang baik intensif di awal tahun oleh tim dari pusat
harus sesuai, terutama, dengan karakteristik promosi dan komunikasi di Kemenkes bekerja
khalayak sasaran, dan efek yang diharapkan sama dengan WHO, lembaga donor, dan juga
(Misnawati, I. T. , 2013). mengundang ahli-ahli komunikasi lainnya
Pada tiap kampanye, tentunya harus yang sudah berpengalaman. Secara khusus,
ada pesan yang disampaikan kepada target pesan yang akan disampaikan dalam kampanye

MANAJEMEN KAMPANYE ELIMINASI KAKI GAJAH DALAM UPAYA PENINGKATAN KESEHATAN DI KABUPATEN
BOGOR (DINI SAFITRI ISTIQOMAH BANTILAN, RORO RETNO WULAN, DAN INDRA N. A. PAMUNGKAS)
PRofesi Humas: Jurnal Ilmiah Ilmu Hubungan Masyarakat, Volume 2, No. 1, Agustus 2017, hlm. 57-72 65

membahas mengenai pemilihan kata-kata, logo, Selanjutnya, untuk dapat mewujudkan strategi
materi dan bahan-bahan KIE. tersebut, Kemenkes menentukan taktik yang
Kementerian Kesehatan RI memilih akan dilakukan, yaitu dengan publikasi
beberapa artis dalam membantu menyampaikan melalui media elektronik, cetak, dan online.
pesannya, yaitu Cak Lontong dan Jarwo Taktik lainnya yaitu dengan melakukan
Kwat sebagai talentuntuk Iklan Layanan sosialiasi mengenai kampanye Belkaga untuk
Masyarakat mengenai Belkaga dan juga meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku
Nycta Ghina sebagai penyampai pesan dalam masyarakat dengan memberikan informasi yang
acara talkshow di salah satu stasiun televisi jelas tentang kegiatan POPM Filariasis, sehingga
swasta. Mereka dipilih berdasarkan tingkat semua penduduk minum obat pencegahannya.
kepeduliannya terhadap kesehatan masyarakat Kementerian Kesehatan tentunya melibatkan
selain juga karena dikenal baik oleh masyarakat kader kesehatan dan pihak lainnya untuk
Indonesia. Pada umumnya, faktor pokok yang mengajak masyarakat untuk berpartisipasi
harus diperhatikan dalam menyeleksi pelaku dalam kampanye Belkaga tersebut. Pemberian
kampanye adalah kesesuaian tokoh tersebut informasi melalui sosialisasi ini termasuk yang
dengan objek kampanye, media yang digunakan, penting dilakukan, tetapi juga tidak mudah
dan kredibilitas yang bersangkutan di mata untuk dapat disampaikan ke beberapa pihak
publik. Objek kampanye umumnya dijadikan tertentu. Seperti juga dijelaskan dalam jurnal
dasar pertimbangan pertama dalam menetapkan berjudul Aktivisme Sosial Melalui Penggunaan
penyampai pesan kampanye. (Venus, 202: 2012) Media Sosial Studi Kasus Asosiasi Ibu
Pemilihan public figuresebagai penyampai Menyusui Indonesia (AIMI), yang menyatakan
pesan dilakukan karena orang yang sudah bahwa di awal pendirian Pengurus AIMI
dikenal baik oleh masyarakat diharapkan dapat mengakui bahwa seringkali sulit meyakinkan
lebih memotivasi dan menarik minat khalayak pihak-pihak lain bahwa AIMI dan konselor
untuk mendengar dan menuruti ajakan mereka laktasi non medis juga dapat membantu
sesuai isi pesan yang ingin disampaikan oleh memberikan kontribusi nyata serta memiliki
Kementerian Kesehatan kepada khalayak. otoritas untuk membicarakan isu ASI eksklusif
Dalam suatu kampanye tentunya harus ada dan kesehatan ibu dan anak. Resistensi tidak
komunikator yang menyampaikan pesan atau hanya datang dari tenaga-tenaga kesehatan
konten dalam suatu kampanye. Dan untuk yang merasa AIMI tidak memiliki otoritas
mengetahui efektivitas suatu media kampanye, baik secara akademis maupun professional
maka peran dan siapa komunikatornya pun akan untuk berkiprah di sektor kesehatan, namun
menjadi pengaruh penting. Apakah komunikator juga harus menghadapi resistensi masyarakat
tersebut merupakan orang yang berkredibilitas yang belum paham mengenai Konselor Laktasi
dalam media kampanye yang digunakan. Apakah non medis yang memiliki sertifikasi khusus
komunikator tersebut mampu mewakili pesan untuk membantumemberikan konseling hingga
yang ingin disampaikan. Apakah komunikator derajat tertentu(Hartoyo,N. M. dkk. (2015).
tersebut dapat menggunakan media yang dipilih Advokasi juga dilakukan untuk
sehingga media kampanye tersebut menjadi memperoleh dukungan pelaksanaan kegiatan
media yang efektif. Pernyataan tersebut POPM Filariasis oleh bupati/walikota setempat.
didapatkan dari jurnal berjudul Kampanye Taktik dengan publikasi oleh Kemenkes juga
Produk Minuman Melalui Games Interaktif dilakukan melalui SMS Blast, yaitu SMS yang
(Wicaksana, R. R. , 2015). disebar berisi ajakan untuk mendatangi pos
Strategi Kemenkes dalam mewujudkan minum obat pencegahan Filariasis pada tanggal
tujuan kampanye Belkaga yaitu dengan 1 Oktober. Kemenkes RI bekerjasama melalui
menyampaikan hal-hal mengenai kasus beberapa perusahaan provider Telkomsel dan
Filariasis yang terjadi di Indonesia dan juga juga Kementerian lainnya. Taktik dengan media
menggerakkan masyarakat untuk mendatangi publikasi ini juga tertera dalam buku Kampanye
pos POPM Filariasis pada saat pelaksanaannya. Public Relations oleh Ruslan yang mengatakan

MANAJEMEN KAMPANYE ELIMINASI KAKI GAJAH DALAM UPAYA PENINGKATAN KESEHATAN DI KABUPATEN
BOGOR (DINI SAFITRI ISTIQOMAH BANTILAN, RORO RETNO WULAN, DAN INDRA N. A. PAMUNGKAS)
66 PRofesi Humas: Jurnal Ilmiah Ilmu Hubungan Masyarakat, Volume 2, No. 1, Agustus 2017, hlm. 57-72

bahwa melakukan kampanye untuk penyebaran berisi jadwal yang akan dilakukan dari awal
pesan (message) melalui proses publikasi suatu hingga akhir kampanye. Bekerjasama dengan
berita melalui kerjasama dengan berbagai media tim dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota,
massa. (Ruslan, 2005: 54) jadwal disusun berdasarkan bulan dan harian
Para ahli kampanye sepakat bahwa rencana sesuai dengan kegiatan yang akan dilakukan
kampanye, khususnya desain pesan, haruslah dalam satu kota atau jangka waktu pelaksanaan
diujicoba terlebih dahulu untuk menentukan kampanye secara keseluruhan.
apakah cara ini memberikan hasil yang Pelaksanaan kegiatan POPMF sendiri
diharapkan atau tidak. Jika hasilnya negatif, dilaksanakan mulai bulan Agustus hingga bulan
maka dapat disusun kembali rencana lain dan Oktober. Pencanangannya baru dimulai sejak
jika hasilnya positif, maka rencana tersebut tanggal 1 Oktober dan selama sebulan penuh
dapat dilanjutkan ke tahap tindakan. di bulan tersebut pelaksanaan pemberian obat
Pada umumnya, pengajuan rencana dilakukan di desa masing-masing di Indonesia
tidaklah dilakukan terhadap semua aspek yang yang merupakan daerah endemis. Sementara itu
ada dalam rancangan kampanye, melainkan persiapannya sudah dilakukan sejak dua bulan
hanya beberapa hal yang memerlukan investasi sebelum pelaksanaan POPMF, seperti advokasi,
waktu atau biaya yang besar. Dalam pengujian sosialisasi, distribusi obat, hingga pelatihan
rencana ini, perlu ditekankan lagi, unsur pesan petugas kesehatan. Pada tenggat waktu yang
kampanye biasanya menjadi fokus utama. Hal ini sama, hal ini dilakukan pada tahun-tahun
dapat dimengerti mengingat pesan adalah kunci berikutnya berturut-turut hingga tahun 2019.
untuk membangun kesamaan persepsi antara Kementerian Kesehatan bekerja sama dengan
pelaksana dan khalayak sasaran kampanye. berbagai pihak dalam menjalankan kampanye
(Venus, 2007: 204-205). Oleh karena itu, Belkaga, sebab kegiatan ini merupakan kegiatan
Kemenkes melakukan uji coba terlebih dahulu nasional yang tentunya perlu melibatkan banyak
terhadap pesan yang akan disampaikan dalam personil sehingga tidak mungkin jika Kemenkes
kampanye Belkaga. Pesan kampanye yang bisa menjalankannya sendiri. Kegiatan ini
diujicobakan dilakukan kepada dua kalangan dilakukan oleh sumber daya manusia yang
masyarakat sebagai bahan perbandingan. memiliki keahlian dan kompetensi sesuai
Sebab, bisa terjadi perbedaan pendapat antara ketentuan peraturan perundang-undangan.
masyarakat dari perkotaan dan dari pedesaan. Beberapa di antaranya seperti Kemendagri,
Maka, diambillah dua daerah pedesaan dan dua Kemkominfo, SKPD, para tenaga kesehatan,
daerah perkotaan yang mewakili untuk ditanya dan satuan dinas-dinas instansi lainnya turut
pendapatnya mengenai pesan kampanye. berpartisipasi dalam melaksanakan kampanye
Kampanye selalu dilaksanakan dalam Belkaga.
rentang waktu tertentu. Membuatperencanaan Selain perencanaan waktu, hal penting
waktu kampanye sangat penting dilakukan lainnya yang harus ada dalam perencanaan
oleh seorang PR. Menurut Gregory (2000), kampanye adalah sumber daya. Sumber
ada dua faktor utama yang saling berkaitan daya sendiri di sini dikelompokkan menjadi
yang harusdiamati ketika mempertimbangkan tiga bagian yaitu sumber daya manusia,
skala waktu. Pertama, tenggat waktu (deadline) biaya dan peralatan. Kementerian Kesehatan
harus diidentifikasi sehingga tugas–tugas bekerja sama dengan berbagai pihak dalam
yang dihubungkan dengansuatu proyek dapat menjalankan kampanye Belkaga, sebab
diselesaikan tepat waktu. Kedua adalah sumber kegiatan ini merupakan kegiatan nasional yang
daya yangtepat perlu dialokasikan sehingga tentunya perlu melibatkan banyak personil
tugas – tugas yang ada dapat diselesaikan. Dinas sehingga tidak mungkin jika Kemenkes bisa
Kesehatan mulai menyusun time schedule untuk menjalankannya sendiri. Kegiatan ini dilakukan
kegiatan yang dimulai sekitar bulan Maret oleh sumber daya manusia yang memiliki
untuk melakukan persiapan. Kementerian keahlian dan kompetensi sesuai ketentuan
Kesehatan menyusun tabel perencanaan waktu peraturan perundang-undangan. Beberapa di

MANAJEMEN KAMPANYE ELIMINASI KAKI GAJAH DALAM UPAYA PENINGKATAN KESEHATAN DI KABUPATEN
BOGOR (DINI SAFITRI ISTIQOMAH BANTILAN, RORO RETNO WULAN, DAN INDRA N. A. PAMUNGKAS)
PRofesi Humas: Jurnal Ilmiah Ilmu Hubungan Masyarakat, Volume 2, No. 1, Agustus 2017, hlm. 57-72 67

antaranya seperti Kemendagri, Kemkominfo, koordinator sebagai pengelola kampanye dengan


SKPD, para tenaga kesehatan, dan satuan dinas- melatihnya terlebih dahulu. Sehingga, pengelola
dinas instansi lainnya turut berpartisipasi dalam tersebut dapat mengatur jalannya kegiatan
melaksanakan kampanye Belkaga. secara keseluruhan. Koordinator kampanye
Menyusun anggaran adalah salah satu bertugas mengatur kegiatan bersama para tim
pekerjaan penting yang harus dilakukan sebagai yang bekerja di bawah perintahnya. Sementara
bagian dari kegiatan kampanye. Penyusunan itu pelatihan petugas juga dilakukan terhadap
anggaran diperlukan untuk mengetahui petugas puskesmas dan kader-kader kesehatan.
seberapa banyak dana diperlukan dalam Salah satu kebutuhan penting adalah pengadaan
rangka membiayai suatu program humas. pelatihan-pelatihan untuk membangun
Dalam hal ini, pihak Kementerian Kesehatan kemampuan-kemampuan pihak-pihak yang
RI mendapatkan bantuan anggaran dari APBN bermitra agar bisa beroperasi secara efektif.
(Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara), Hal ini dijelaskan pula dalam jurnal berjudul
APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Model Kemitraan PT. Holcim Indonesia Tbk.
Daerah), Bank yang bekerjasama dengan Pembentukan tim untuk pelaksanaan kampanye
Kemenkes, serta perusahaan lain yang turut Belkaga tidak lagi dilakukan seleksi khusus
menjadi donatur dalam kegiatan kampanye sebab seluruh divisi yang berkaitan dengan
Belkaga atau sumber lain yang sah sesuai penyelenggaraan porgram sudah otomatis
dengan ketentuan perundang-undangan. menjalankan tugas sesuai bagiannya masing-
Alokasi biaya ini dibuat dalam laporan tertulis masing (Nassaluka, Hafiar, & Priyatna, 2016).
ke dalam laporan keuangan yang nantinya akan Selanjutnya dilakukan pelatihan terhadap
dipertanggungjawabkan. petugas, khususnya petugas Filariasis yang ada
Terakhir dan tidak kalah penting adalah di Puskesmas dan juga petugas kader kesehatan,
sumber daya peralatan. Suatu kampanye dapat sebab mereka adalah orang yang bertanggung
dikatakan tidak berjalan secara efektif kecuali jawab langsung menangani pos pengobatan
bila didukung oleh peralatan yang tepat. Maka pada saat pelaksanaan POPMF. Pelatihan
dari itu pengalokasian dana operasional harus tersebut penting agar proses pelaksanaan secara
didasarkan efektivitas dan efisiensi. Dalam teknis dapat berjalan sesuai prosedur yang
hal ini Kementerian Kesehatan melakukan telah ditetapkan. Seperti juga disebutkan dalam
persiapan logistik dan segala kebutuhan sebuah jurnal berjudul Emergency Response
kegiatan setelah diketahui daerah mana yang Plan Garuda Indonesia, menjaga sesuatu
akan melaksanakan POPMF. Peralatan yang biasanya lebih susah daripada mendapatkannya.
dibutuhkan tersebut di antaranya dapat berupa Untuk menjaga pemahaman orang-orang yang
jumlah obat yang dibutuhkan, jumlah bahan- terlibat di dalam Emergency Response Plan,
bahan KIE, buku saku kader, leaflet, poster, Garuda Indonesia secara berkala mengadakan
dan lain sebagainya. Namun, ternyata masih simulasi krisis yang bertujuan untuk menjaga
terdapat kekurangan anggaran untuk mencetak pemahaman, pengetahuan, dan flow kerja pada
bahan KIE sebanyak-banyaknya. Beberapa saat menangani krisis yang bisa terjadi kapan
daerah bahkan memfotokopi sendiri brosur dan pun (Yogi, G. P. dkk 2016).
semacamnya untuk dibagikan kembali ke warga Segera setelah personel direkrut, mereka
lainnya. Buku saku kader yang seharusnya harus mengikuti pelatihan, baik yang bersifat
dimiliki oleh para kader kesehatanpun teknis atau nonteknis, yang berkaitan dengan
jumlahnya terbatas, sehingga tidak jarang ada berbagai aspek dan proses yang akan dijalankan
kader yang tidak mengetahui bahwa buku saku selama kampanye berlangsung. (Venus, 2012:
kader tersebut ada. 200). Pelatihan ini lebih kepada bagaimana
Proses pelaksanaan pada program ini, teknis pelaksanaan petugas dalam memberikan
dimulai dari penentuan siapa saja yang obat kepada warga atau sasaran yang mendatangi
akan terlibat sebagai pelaksana kampanye. pos. Pelatihan kader ini agar kader yang turun
Pertama, Kementerian Kesehatan menentukan membantu Kementerian Kesehatan mengetahui

MANAJEMEN KAMPANYE ELIMINASI KAKI GAJAH DALAM UPAYA PENINGKATAN KESEHATAN DI KABUPATEN
BOGOR (DINI SAFITRI ISTIQOMAH BANTILAN, RORO RETNO WULAN, DAN INDRA N. A. PAMUNGKAS)
68 PRofesi Humas: Jurnal Ilmiah Ilmu Hubungan Masyarakat, Volume 2, No. 1, Agustus 2017, hlm. 57-72

apa yang harus mereka kerjakan. melalui media yang terjangkau biaya dan
Selanjutnya, kampanye Belkaga harus dapat menyasar khalayak dengan tepat. Semua
dipublikasikan kepada khalayak sasaran agar media dikerahkan agar dapat menjangkau
mereka mengetahui acara tersebut. Oleh karena seluruh kalangan, sebab pesan kampanye
itu, publikasi dilakukan melalui media cetak dan harus dapat diterima oleh seluruh masyarakat.
elektronik. Iklan layanan masyarakat, talkshow Namun, Dinas Kesehatan Kabupaten hanya
di radio dan tv lokal, surat kabar, penempelan bisa menentukan media yang telah dipilahkan
stiker, pemasangan spanduk, penyebaran oleh pusat, yaitu Kementerian Kesehatan RI,
brosur/leaflet dan poster semua dilakukan berdasarkan anggaran yang dimiliki.
sebagai cara untuk mempublikasikan kampanye Meskipun demikian, pertimbangan
Belkaga. Selanjutnya, kampanye Belkaga harus mengenai penggunaan media resmi dan
dipublikasikan kepada khalayak sasaran agar jumlah pemirsa juga dilakukan. Selain itu,
mereka mengetahui acara tersebut. Kementerian penayangan iklan maupun acara talkshow
Kesehatan juga menggunakan media sosial hanya mendapat slot yang tidak banyak karena
seperti facebook dan twitter sebagai tambahan jumlah anggaran yang terbatas. Media tersebut
dalam menyampaikan segala informasi di antaranya JakTV, TVRI, MetroTV, RRI,
mengenaiBelkaga. Kementerian Kesehatan TVOne, detikcom, kompas. com, BaliTV, TV
RI perlu menyeleksi media terlebih dahulu Antara dan lain-lain. Dijelaskan pula oleh dr.
dengan melakukan berbagai pertimbangan Intan Widayati, bahwa di Kabupaten Bogor
untuk menentukan media mana yang dapat juga melakukan publikasi melalui radio-radio
digunakan sebagai saluran kampanye. Proses lokal serta surat kabar dengan terlebih dahulu
seleksi media sosial ini juga dijelaskan dalam mengundang wartawan untuk mendatangi Press
jurnal berjudul Literasi Media Sebagai Strategi Conference yang diselenggarakan satu bulan
Komunikasi Tim Sukses Relawan Pemenangan sebelum pelaksanaan.
Pemilihan yang menyatakan bahwa proses Beberapa faktor yang perlu untuk
pemilihan media sosial yang dipergunakan dipertimbangkan dalam pemilihan media
dalam pemenangan presidenJokowi di kota diantaranya: jangkauan media, tipe dan ukuran
Bandung ini merupakansuatu proses yang besarnya publik, biaya, waktu, dan tujuan serta
cukup memakan waktudan pikiran para anggota objek kampanye. Di samping itu, faktor lain
tim sukses relawan. Butuh lima kali pertemuan yang juga perlu mendapat perhatian adalah
antara anggotatimses untuk membahas karakteristik publik, baik secara demografis,
masalah tersebut,banyaknya anggota yang psikografis, maupun geografis. Pola
berbeda pendapatmenjadi salah satu kendala penggunaan media publik(media habit) juga
apakah mediasosial secara terus menerus akan harus diperhitungkan untuk memastikan media
efektifdalam penggunaannya (Senova, A, apa yang biasanya digunakan publik (Venus,
2016). 2012: 203).
Strategi media relations merupakan Tahapan pengelolaan kampanye ini
sekumpulan kebijakan dan taktik yang sudah ditutup dengan melakukan evaluasi mengenai
ditetapkan untuk mencapai tujuan kegiatan efektivitas program yang telah dilaksanakan.
media relations khususnya, dan public relations Sebagai sebuah kegiatan yang terprogram dan
yang tentunya sebagai peranan yang diacukan direncanakan dengan baik, maka segala tindakan
pada tujuan perusahaan. Pernyataan tersebut dalam kampanye harus dipantau agar banyak
didapat dari jurnal berjudul Strategi Media kendala yang dihadapi untuk membuat tindakan
Relations PT Pelabuhan Tanjung Priok dalam kampanye tetap pada jalur yang benar. Untuk
Menanggapi Krisis Febriansyah, R. A. dkk. itu, harus dipahami bahwa tindakan kampanye
(2016). bukanlah tindakan yang kaku dan parsial. (Venus,
Pertimbangan pemilihan media terlebih 2007: 205) Evaluasi dan tinjauan terhadap
dahulu disesuaikan dengan anggaran yang program kampanyemerupakan salah satu
dimiliki. Sebisa mungkin publikasi dilakukan bagian dari perencanaan kampanye yang tidak

MANAJEMEN KAMPANYE ELIMINASI KAKI GAJAH DALAM UPAYA PENINGKATAN KESEHATAN DI KABUPATEN
BOGOR (DINI SAFITRI ISTIQOMAH BANTILAN, RORO RETNO WULAN, DAN INDRA N. A. PAMUNGKAS)
PRofesi Humas: Jurnal Ilmiah Ilmu Hubungan Masyarakat, Volume 2, No. 1, Agustus 2017, hlm. 57-72 69

bolehterlupakan. Evaluasi adalah komponen berisi berbagai data dan fakta sebagai hasil
terakhir dari rangkaian proses pengelolaan proses pemantauan (monitoring), pengamatan
kampanye. Bentuk evaluasi pengelolaan lapangan dan wawancara yang dilakukan
kampanye yang dilakukan oleh Kementerian untuk mendapatkan umpan balik. Dijelaskan
Kesehatan RI adalah dengan melakukan survei pula dalam jurnal berjudul Strategi Promosi
dan wawancara langsung. Setelah kegiatan Penjualan Lazada. co. id bahwa Hasil evaluasi
POPMF selesai dilakukan oleh suatu daerah, strategi promosi penjualan melalui website
maka tim independen yang tidak berkaitan yang dilakukan oleh lazada Indonesia hanyalah
dengan dinas setempat akan turun ke lapangan sebagai pembelajaran untuk tidak mengulangi
mendatangi warga yang ada di daerah tersebut kesalahan yang sama dan untuk memperbaiki
untuk diwawancara mengenai pengetahuannya kegiatan promosi penjualan yang akan diadakan
akan Kaki Gajah maupun kesediaannya hadir selanjutnya (Reza, 2016).
pada pos pengobatan. Kementerian Kesehatan Proses evaluasi yang dilakukan
RI melakukan evaluasi dengan melakukan Kementerian Kesehatan difokuskan pada dua
pemantauan melalui tim-tim yang bekerja di hasil, yaitu evaluasi dari metode kampanye dan
bawahnya. Masing-masing tim dari kabupaten/ evaluasi mengenai penemuan kasus Kaki Gajah.
kota memiliki petugas tersendiri untuk dapat Kemenkes melaksanakan proses ini seperti yang
memantau pelaksanaan dengan mendatangi dilakukan pada model Ostergaard, evaluasi
langsung daerah yang sedang melaksanakan mengenai pesan yang disampaikan apakah
program kampanye Belkaga, yaitu program dapat diingat, diterima dan dipublikasikan. Hal
POPMF. Pemantauan tersebut nantinya dibuat itu dilakukan dengan survei dan wawancara
laporan yang kemudian diserahkan ke pusat dengan mendatangi penduduk secara langsung
untuk dievaluasi apa saja kekurangan dan oleh tim independen.
kendala selama pelaksanaan. Kementerian Kesehatan RI membagi
Sementara itu dalam jurnal berjudul proses evaluasi ke dua bagian, yaitu evaluasi
Implementasi Kegiatan Corporate mengenai efektivitas metode kampanye untuk
Communication Oleh Divisi Corporate mengetahui KAP (Knowledge, Attitude,
Secretary PT Biofarma (Persero) dijelaskan Practice) masyarakat dan evaluasi terhadap
bahwa perihal monitoring dan evaluasi program, active case finding. Berdasarkan hasil
disusun oleh tim monitoring/evaluasi Bio wawancara peneliti kepada beberapa pelaksana
Farma dengan berpedoman pada Perencanaan kampanye Belkaga, ada beberapa tolok ukur
Program dan Indikator Kinerja Program. yang akan dijadikan acuan dalam menilai
Monitoring dilakukan melalui kunjungan tim keberhasilan program. Beberapa tolok ukur
Bio Farma ke lapangan, sementara evaluasi tersebut yaitu, keikutsertaan masyarakat dalam
meliputi laporan semesteran dan laporan akhir POPM, angka cakupan pengobatan minimal
tahun yang disusun Mizumi Koi (Rakhmawati 65%, serta pemahaman masyarakat terhadap
& Sani, 2016). pesan kampanye.
Tahap ketiga dalam manajemen kampanye, Biasanya evaluasi terhadap suatu proses
yaitu tahap evaluasi kampanye. Tahap dapat berupa tolok ukur suatu pencapaian
ini merupakan langkah akhir yang harus keberhasilan atau juga kegagalan selama
dilakukan dalam sebuah kampanye untuk berlangsungnya kegiatan kampanye baik dalam
mengevaluasi kampanye secara keseluruhan. jangka pendek atau jangka panjang, termasuk
Evaluasi kampanye diartikan sebagai upaya mengevaluasi pemanfaatan, dan hingga sejauh
sistematis untuk menilai berbagai aspek yang mana kegiatan kampanye telah menjadi liputan
berkaitan dengan proses pelaksanaan dan media massa, serta hasil-hasil apa saja yang
pencapaian tujuan kampanye. Secara singkat telah dicapai. (kampanye pemberian ASI)
penilaian terhadap proses implementasi Sementara itu evaluasi terhadap Actice
rancangan kampanye dapat dilakukan dengan Case Finding, adalah sebuah proses dan
menganalisis catatan harian kampanye yang tatalaksana penemuan kasus Kaki Gajah baru

MANAJEMEN KAMPANYE ELIMINASI KAKI GAJAH DALAM UPAYA PENINGKATAN KESEHATAN DI KABUPATEN
BOGOR (DINI SAFITRI ISTIQOMAH BANTILAN, RORO RETNO WULAN, DAN INDRA N. A. PAMUNGKAS)
70 PRofesi Humas: Jurnal Ilmiah Ilmu Hubungan Masyarakat, Volume 2, No. 1, Agustus 2017, hlm. 57-72

di masyarakat. Terselenggaranya kegiatan yang datang ke pos POPMF.


kampanye Belkaga yang terencana dengan
baik terhadap seluruh penduduk sasaran di SIMPULAN
Daerah Endemis Filariasis (Kabupaten/Kota
Endemis Filariasis) dengan cakupan lebih 85% Pada tahap pra kampanye, penentuan
jumlah penduduk sasaran pengobatan dan 65% daerah endemis dilakukan melalui pengumpulan
dari jumlah penduduk total, sehingga dapat informasi berdasarkan survey dasar atau Survey
menurunkan angka mikrofilaria rate menjadi Based Line oleh Kementerian Kesehatan RI.
<1%. Perumusan tujuan kampanye oleh Kementerian
Menurut Frank Jefkins (Jefkins, 2004: Kesehatan RI berorientasi pada hasil saja, yakni
129), hasil evaluasi dapat dibagi menjadi dua, untuk mengejar target eliminasi Filariasis di
yaitu hasil kualitatif dan hasil kuantitatif. tahun 2020 dengan melakukan pengobatan
Pertama yaitu hasil kualitatif. Pada umumnya massal dalam rangka pencegahan penyakit
hasil-hasil dari suatu kegiatan PR bersifat Filariasis.
kualitatif. Artinya, hasil tersebut tidak bisa Pada tahap selanjutnya yaitu pengelolaan
diukur secara statistik, melainkan diukur kampanye, Kementerian Kesehatan
melalui pengalaman dan perbandingan nyata. melakukan tiga tahapan lagi yang terdiri atas
Berdasarkan hal ini, Kementerian Kesehatan perancangan, pelaksanaan, dan evaluasi. Pada
mengevaluasi kampanye dengan melakukan perancangan kampanye, hal yang dilakukan
assessment coverage survey untuk mengetahui adalah menentukan publik sasaran kampanye.
sejauh mana pesan kampanye sampai dan Segmentasi sasaran yang dilakukan oleh
dapat diterima oleh khalayak sasaran. Evaluasi Kemenkes dilakukan berdasarkan pendataan
tersebut kemudian akan memberikan hasil sasaran pengobatan. Strategi yang digunakan
berupa tingkat pemahaman masyarakat terhadap oleh Kemenkes adalah menyampaikan kasus-
pesan dan perilaku serta tindakan mereka dalam kasus Filariasis di Indonesia dan menggerakkan
kegiatan kampanye tersebut. masyarakat untuk mendatangi pos POPM
Kedua, hasil kuantitatif. Secara sederhana, Filariasis dengan taktik publikasi melalui
hasil kuantitatif adalah suatu hasil yang bisa berbagai media, sosialisasi oleh opinion leader,
diukur secara statistik berdasarkan angka-angka. merekrut volunteer, dan melalui persuasi
Kementerian Kesehatan juga menggunakan personal.
hasil kuantitatif untuk mengevaluasi hasil Pada pelaksanaan kampanye, Kemenkes
kampanye dengan cara menghitung total tidak melakukan seleksi personil, namun tetap
cakupan pemberian obat pencegahan dalam dilakukan pelatihan baik terhadap pengelola
suatu daerah untuk mengetahui berapa jumlah maupun petugas puskesmas dan kader
total khalayak sasaran yang mendatangi pos kesehatan. Pelatihan tersebut hanya fokus
pengobatan pada saat POPMF diselenggarakan. kepada teknis pemberian obat serta informasi
Berdasarkan dua hal tersebut, dapat mengenai POPMF secara umum, namun tidak
dikatakan bahwa Kementerian Kesehatan berisi anjuran mengenai cara menyampaikan
RI sudah melakukan evaluasi baik dari segi informasi yang sudah didapat kepada
kualitatif maupun kuantitatif. Dijelaskan pula masyarakat awam yang menjadi target sasaran
oleh Jefkins (Jefkins, 2004) yang menyatakan minum obat mereka. Selanjutnya, Publikasi
bahwa evaluasi juga perlu dilakukan dengan dilakukan melalui televisi, radio, surat kabar,
mengumpulkan pendapat yang nantinya media online, SMS Blast, brosur, banner dan
digunakan untuk mengetahui pendapat khalayak lain-lain. Namun, terdapat keterbatasan bahan
tentang program yang berlangsung dan dampak penyebaran informasi termasuk buku saku
yang mereka rasakan setelah mengikuti kader yang seharusnya dimiliki oleh tiap kader
program tersebut. Hal ini bisa dilakukan dengan kesehatan. Media yang dipilih pun disesuaikan
cara membagikan kuisioner atau melakukan dengan anggaran yang terbatas.
wawancara secara langsung terhadap warga Tahap terakhir, Kementerian Kesehatan

MANAJEMEN KAMPANYE ELIMINASI KAKI GAJAH DALAM UPAYA PENINGKATAN KESEHATAN DI KABUPATEN
BOGOR (DINI SAFITRI ISTIQOMAH BANTILAN, RORO RETNO WULAN, DAN INDRA N. A. PAMUNGKAS)
PRofesi Humas: Jurnal Ilmiah Ilmu Hubungan Masyarakat, Volume 2, No. 1, Agustus 2017, hlm. 57-72 71

melakukan evaluasi dengan dua cara. Kemenkes Visi Komunikasi, 14/2, 136–145.
melakukan evaluasi dengan melaksanakan Data statistik divisi Dermatologi umum
assesment coverage survey, yaitu survey kepada Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan
masyarakat cakupan atau dengan kata lain yang Kelamin FKUI/RSCM. Terdapat 1 pasien
telah mengikuti program POPM. limfedema akibat filariasis sepanjang
Kementerian Kesehatan RI juga melakukan tahun 2003-2005.
evaluasi terhadap Actice Case Finding, yaitu Febriansyah, R. A. dkk. (2016). Strategi media
relations pt pelabuhan tanjung priok
sebuah proses dan tatalaksana penemuan kasus
dalam menanggapi krisis. Jurnal Kajian
Kaki Gajah baru di masyarakat.
Komunikasi, Vol. 4, No. 2, Desember 2016:
Berdasarkan seluruh simpulan tersebut, 229-242
penulis memberi saran sebagai berikut. Ekawati, S. Dkk. (2015). Kampanye program
Sebaiknya, Kementerian Kesehatan RI pemberian asi eksklusif: studi deskriptif
menyesuaikan penyampaian pesan dengan implementasi program peningkatan
klasifikasi khalayak sasaran berdasarkan warga pemberian asi eksklusif di kota administrasi
yang sehat atau tidak teridentifikasi penyakit, jakarta utara. Kalbisocio. Vol. 2 No. 1, 1-10
warga yang teridentifikasi penyakit atau terduga Gregory, A. (2004). Perencanaan dan
tertular virus Filariasis, serta warga yang manajemen kampanye public relations
memang sedang menderita penyakit Filariasis. (edisi kedua). Jakarta: Penerbit Erlangga.
Kementerian KesehatanRI seharusnya Hartoyo, N. M. dkk. (2015). Aktivisme sosial
menyasar media massa dengan melakukan melalui penggunaan media sosial studi
riset terlebih dahulu mengenai penggunaan kasus asosiasi ibu menyusui indonesia
(aimi). Jurnal Kajian Komunikasi, Vol. 3,
media di kabupaten/kota yang menjadi sasaran
No. 1, Juni 2016: 1-11
kampanye. Pola penggunaan media publik
Infodatin (Pusat Data dan Informasi Kementrian
(media habit) juga harus diperhitungkan Kesehatan RI) Filariasis. (2014). Filariasis.
untuk memastikan media apa yang biasanya Diakses dari http: //www. depkes. go. id/
digunakan publik. resources/download/pusdatin/infodatin/
Pelatihan petugas kader sebaiknya tidak infodatin-filariasis. pdf
hanya mengenai teknis pelaksanaan pemberian Juknis Juklak Filariasis 2015 Pemkab Bogor
obat saja, tetapi juga diajarkan bagaimana cara Misnawati, I. T. (2013). Strategi komunikasi
untuk menyampaikan informasi sejelas-jelasnya pada kampanye perlindungan orangutan
mengenai Belkaga ataupun POPMF agar tidak oleh lsm centre for orangutan protection
terjadi kesalahpahaman dan tidak ada lagi isu (cop) di samarinda, kalimantan timur.
buruk mengenai efek samping penggunaan eJournal Ilmu Komunikasi, Vol. 1 No. 4,
obat. 135-149
Nassaluka, E. U. R., Hafiar, H., dan Priyatna,
DAFTAR PUSTAKA C. C. (2016). Model kemitraan pt holcim
tbk. PRofesi Humas. Vol. 1, No. 1, Agustus
BPOM RI. (2015). Canangkan belkaga untuk 2016: 22-34
indonesia sehat dan bebas kaki gajah. Nazir, M. (2009). Metode Penelitian. Jakarta:
Diakses dari https://www.pom.go.id/ Ghalia Indonesia.
new/view/more/berita/9335/Canangkan- Neuman, W. (2005). Lawrence, Basic of Social
Belkaga-Untuk-Indonesia-Sehat-dan- Reasearch: Qualitative and Quantitative
Bebas-Kaki-Gajah. html Approaches, Pearson Education Inc,
Buku Saku Dokter. (2013). Filariasis. Diakses Boston.
dari http://bukusakudokter. org/2013/04/12/ Rakhmat, J. (2005). Metode penelitian
filariasis/ pada Rabu, 14 Oktober 2015 komunikasi dilengkapi contoh analisis.
Citrasiwi, G., Hafiar, H., & Sjoraida, D. F. Bandung: Rosdakarya.
(2017). Pembentukan sikap masyarakat ----------------------. (2007). Metode penelitian
terhadap kesehatan diri melalui kampanye komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya.
10 perilaku hidup bersih dan sehat. Jurnal Rakhmawati, R. (2016). Implementasi kegiatan

MANAJEMEN KAMPANYE ELIMINASI KAKI GAJAH DALAM UPAYA PENINGKATAN KESEHATAN DI KABUPATEN
BOGOR (DINI SAFITRI ISTIQOMAH BANTILAN, RORO RETNO WULAN, DAN INDRA N. A. PAMUNGKAS)
72 PRofesi Humas: Jurnal Ilmiah Ilmu Hubungan Masyarakat, Volume 2, No. 1, Agustus 2017, hlm. 57-72

corporate secretary pt. biofarma (persero). 142-153


PRofesi Humas. Vol. 1, No. 1, Agustus Sugiyono. (2012). Metode penelitian kualitatif,
2016: 40-52 kuantitatif dan r&d. Bandung: Alfabeta.
Reza, F. (2016). Strategi promosi penjualan Venus, A. (2004). Manajemen kampanye:
online lazada.co.id. Jurnal Kajian panduan teoritis dan praktis dalam
Komunikasi. Vol. 4, No. 1, Juni 2016: 64- mengefektifkan kampanye komunikasi.
74 Bandung: Simbiosa Rekatama Media.
Ruslan, R. (1998). Manajemen public relations Wicaksana, R. R. (2015). Kampanye produk
dan media komunikasi (konsepsi dan minuman kesehatan melalui games
aplikasi). Jakarta: Raja Grafindo Persada. interaktif. Jurnal Kajian Komunikasi. Vol.
-------------. (2005). Kiat dan strategi kampanye 3, No. 1, Juni 2015: 81-92
public relations. Jakarta: Raja Grafindo Yogi, G. P. dkk (2016). Emergency response
Persada. plan garuda indonesia. PRofesi Humas.
Senova, A. (2016). Literasi media sebagai Vol. 1, No. 1, Agustus 2016: 65-77
strategi komunikasi tim sukses relawan Yusuf, I. (2008). Filariasis. Diakses dari http://
pemenangan pemilihan. Jurnal Kajian drismailyusuf.blogspot.co.id/2008/06/
Komunikasi. Vol. 4, No. 2, Desember 2016: filariasis. html pada Rabu, 14 Oktober 2015

MANAJEMEN KAMPANYE ELIMINASI KAKI GAJAH DALAM UPAYA PENINGKATAN KESEHATAN DI KABUPATEN
BOGOR (DINI SAFITRI ISTIQOMAH BANTILAN, RORO RETNO WULAN, DAN INDRA N. A. PAMUNGKAS)

Anda mungkin juga menyukai