Anda di halaman 1dari 69

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Konsumsi tembakau, melalui kebiasaan merokok, merupakan salah satu

masalah kesehatan masyarakat yang membutuhkan perhatian khususnya untuk

pencegahan dan pengendalian yang lebih spesifik. Beberapa tantangan dalam

pengendalian kebiasaan merokok di Indonesia adalah dampak akibat rokok yang

cukup kompleks dan luas mencakup dampak kesehatan, ekonomi dan sosial.

Dampak kesehatan yang paling jelas terlihat adalah terkait munculnya penyakit-

penyakit degeneratif akibat rokok seperti Penyakit Paru Obstruktif Kronik

(PPOK), kanker paru, kanker oral, penyakit jantung, serta penyakit sirkulasi dan

pernafasan lainnya (Nunik,2017 ).

Merokok dapat menyebabkan perubahan struktur dan fungsi saluran napas dan

jaringan paru-paru. Pada saluran napas besar, sel mukosa membesar (hipertrofi)

dan kelenjar mucus bertambah banyak (hyperplasia ).Pada saluran napas

kecilterjadi radang ringan hingga penyempitan akibat bertambahnya sel dan

penumpukan lender pada jaringan paru-paru, terjadi peningkatan jumlah sel

radang dan kerusakan alveoli. Akibat perubahan anatomi saluran napas, pada

perokok akan timbul perubahan pada fungsi paru-paru dengan segala macam

gejala klinisnya. Hal ini menjadi dasar utama terjadinya penyakit paru obstruksi

kronis (Ghofar, 2014).

PPOK akan berdampak negatif dengan kualitas hidup penderita, termasuk

pasien yang berumur > 40 tahun akan menyebabkan disabilitaspenderitanya.

1
2

Padahal mereka masih dalam kelompok usia produktif namun tidak dapat bekerja

maksimal karena sesak napas yang kronik, morbiditas PPOK akan menghasilkan

penyakit kardiovaskuler, kanker bronchial, infeksi paru-paru, trombo embolik

disorder, keberadaan asma, hiper-tensi, osteoporosis, sakit sendi, depresi dan

axiety ( Ratih,2014).

Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) merupakan salah satu penyakit

paru terbanyak di negara berpopulasi besar, PPOK sangat erat hubungannya

dengan kebiasaan atau aktivitas merokok karena zat-zat yang terkandung dalam

rokok bisa menyebabkan kerusakan baik secara struktur maupun

fungsi(Turbaga,2017).

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan masalah kesehatan di

seluruh dunia. Prevalensi, morbiditas, dan mortalitas PPOK mulai meningkat

diseluruh dunia dan diperkirakan merupakan masalah kesehatan yang

membutuhkan perhatian khusus dalam penatalaksanaan pencegahan terhadap

penurunan progesivitas fungsi paru (Ismail,2017).

PPOK merupakan salah satu penyakit tidak menular terkait rokok yang

menjadi masalah kesehatan masyarakat, PPOK merupakan penyebab kematian

ketiga didunia, setelah penyakit jantung iskemik dan stroke (Suhardi, 2017).

Kebiasaan merokok mendatangkan banyak bahaya, yaitu meningkatkan

angka kematian pada penderita asma, pneumonia,influenza dan penyakit

pernapasan lainya. Sebagian besar penderita PPOK adalah akibat menghirup asap

rokok (Darmanto, 2017).


3

Ada beberapa faktor risiko terjadinya PPOK yaitu merokok, usia, jenis

kelamin, hiperesponsif saluran pernafasan, infeksi jalan nafas, pemaparan akibat

kerja, polusi udara, status sosial dan faktor genetik, Menurut data WHO tahun

2015 didapatkan merokok merupakan penyebab utama PPOK. Merokok dikatakan

sebagai faktor risiko utama terjadinya PPOK (Fadhil,2016).

Sebelumnya jenis kelamin PPOK lebih sering terjadi pada laki-laki, tetapi

karena peningkatan penggunaan tembakau di kalangan perempuan di negara maju

dan risiko yang lebih tinggi dari paparan polusi udara di dalam ruangan (misalnya

bahan bakar yang digunakan untuk memasak dan pemanas) pada negara-negara

miskin, penyakit ini sekarang mempengaruhi laki-laki dan perempuan hampir

sama (Sahruddin,2017).

Penderita PPOK akan mengeluh karena batuk berdahak dan juga sesak

napas. Sulitnya, kelainan pada PPOK bersifat irreversible, artinya tidak dapat

kembali normal lagi, Kematian akibat penyakit paru obstruktif kronik (PPOK)

pada mereka yang merokok adalah sepuluh kali lebih tinggi dari yang tidak

merokok (Aditama,2018).

Pihak WHO sebenarnya khawatir bahwa di negara-negara berkembang

masalah infeksi dan malnutrisi belum lagi tuntas diatasi, sementara mulai tampak

kecenderungan timbulnya masalah penyakit akibat kebiasaan merokok.

di Amerika Serikat diperkirakan bahwa 80 – 90% kanker paru pada pria dan 70%

pada wanita disebabkan oleh kebiasaan merokok. Penelitian di inggris

menunjukan bahwa sekitar 87% kematian akibat kanker paru dan 82% kematian

akibat PPOK terjadi akibat kebiasaan merokok (Aditama,2018).


4

Secara global diperkirakan sekitar 65 juta orang menderita PPOK dan 3 juta

meninggal karena PPOK pada tahun 2005, dengan mewakili 5% dari seluruh

kematian. Total kematian akibat PPOK diproyeksikan akan meningkat lebih dari

30% pada 10 tahun mendatang. Peningkatan secara drastis pada dua dekade

mendatang diperkirakan di negara-negara Asia dan Afrika karena peningkatan

pemakaian tembakau, Meningkatnya masalah merokok membuat masalah PPOK

menjadi semakin serius. diperkirakan 22% dari populasi global yang berumur

lebih dari 15 tahun merupakan perokok(Erly,2016).

Di Inggris dan Amerika Serikat penyakit PPOK merupakan salah satu

penyebab utama ketidakmampuan penderita untuk bekerja dan kematian. Di

Amerika serikat 1,5 juta penderita bronchitis kronik dan 2,1 juta penderita

emfisema paru. Di Inggris penderita penyakit bronchitis kronik telah kehilangan

hari kerja pada tahun 1955 dalam nilai uang sebanyak 30 milyar dolar dan pada

tahun 1974 sebanyak 30 milyar dolar, Penderita-penderita PPOK di amerika

serikat pada tahun 1979 telah mengeluarkan biaya pengobatan sebanyak 6,5

milyar dolar (Ghofar, 2014).

Jumlah penderita PPOK di Cina tahun 2014 mencapai 38,1 juta penderita,

Jepang sebanyak 5 juta penderita dan Vietnam sebesar 2 juta penderita. Di

Indonesia diperkirakan terdapat sekitar 4,8 juta penderita PPOK. Angka ini bisa

meningkat dengan semakin banyaknya jumlah perokok karena 90% penderita

PPOK adalah perokok atau bekas perokok ( Ismail, 2017 ).

Penyebab utama PPOK adalah keterpajanan rokok, baik perokok aktif

maupun perokok pasif Prevalensi PPOK di Indonesia diperkirakan akan terus


5

meningkat, salah satunya disebabkan oleh banyaknya jumlah perokok di

Indonesia. Secara nasional konsumsi tembakau di Indonesia cenderung meningkat

dari 27% pada tahun 1995 menjadi 36.3% pada tahun 2013 (Kementerian,2015).

Terkait dengan hal itu, Indonesia merupakan salah satu negara

berkembang yang memiliki jumlah perokok aktif yang tinggi, Pada tahun 2015,

World Health Organization (WHO) telah menetapkan Indonesia sebagai negara

terbesar ketiga di dunia sebagai pengguna rokok, Data dari Riset Kesehatan Dasar

(Riskesdas) oleh Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, jumlah perokok aktif

di Indonesia meningkat dari 28,2% pada tahun 2014 menjadi 34,7% pada tahun

2015. Peningkatan prevalensi ini juga terjadi di Provinsi Sumatera Utara, dimana

meningkat dari 30,2% pada tahun 2016 menjadi 38,4% pada tahun 2017.( Erly,

2016 ).

Menurut Riset Kesehatan Dasar, pada tahun 2013 angka kematian akibat

PPOK menduduki peringkat ke-6 dari 10 penyebab kematian di Indonesia dan

prevalensi PPOK rata-rata sebesar 3,7% kasus, Tingginya angka kejadian

tersebeut diprediksi akan menunduki peringkat ke-3 penyebab kematian di

Indonesia pada tahun 2030 (Ismail, 2017).

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan penelitidi ruang bangsal

paru RSUP Dr. M. Djamil Padang periode Januari 2009 sampai Desember 2011,

dari 120 penderita PPOK dapat dilihat Indeks Brinkman penderita dengan hasil 86

orang diantaranya (71,7%) menunjukkan nilai Indeks Brinkman berat, 26 orang

(21,7%) dengan nilai sedang, dan 4 orang (3,3%) dengan nilai ringan

(Fadhil,2018)
6

Berdasarkan hasil survei yang dilakukan peneliti pada tanggal 25Februari

2019 data yang diperoleh ruang Sedap Malam di RSUD.Dr.RM Djoelham Binjai

Tahun 2019menunjukkan bahwa dari 193 penderita PPOK, usia termuda adalah

40 tahun dan tertua adalah 81 tahun. Dilihat dari riwayat merokok, hampir semua

pasien adalah bekas perokok sebanyak 109 penderita dengan proporsi sebesar

(90,83%).

Dari Uraian data dan informasi tersebut peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian yang berjudul “Hubungan Kebiasaan Merokok Dengan Tingkat

Kejadian Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) di RSUD.Dr.RM Djoelham

Binjai Tahun 2019

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka yang menjadi perumusan masalah

dalam penelitian ini adalah apakah terdapat hubungan kebiasaan merokok dengan

tingkatkejadian penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) di Rumah Sakit Djoelham

Binjai tahun 2019.

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui faktor-faktor antara Kebiasaan merokok dengan tingkat

kejadian penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) di Rumah Sakit Djoelham Binjai

tahun 2019.
7

1.3.2. Tujuan Khusus


1) Untuk mengetahui gambaran seorang perokok dengan Tingkat kejadian

penyakit paru obstruktif kronik (PPOK)


2) Untuk mengetahui gambaran merokok terhadap kesehatan di

RSUD.Dr.RM.Djoelham Binjai
3) Untuk mengetahui hubungan antara merokok dengan tingkat kejadian

penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) di RSUD.Dr.RM.Djoelham

Binjai
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 BagiResponden
Bagi perokok laki-laki dan wanita mau secara sadar menghindari perilaku

merokok untuk kepentingan kesehatanya


1.4.2 Bagi Tenaga Kesehatan
Dijadikan sebagai masukan bagi pihak tenaga kesehatan khususnya petugas

rumah sakit dalam upaya meningkatkan penyuluhan bagi pasien-pasien

terhadap bahaya merokok bagi kesehatan dimana asap rokok bagi pengguna

disekitarnya.
1.4.3 Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai referensi bagi instasi pendidikan khususnya jurusan S-1

keperawatan STIKes Putra Abadi Langkat Stabat mengenai bahaya

merokok terhadap kesehatan.

1.4.4. Bagi Peneliti


Secara Teoritis,dapat menambah khasanah ilmu kesehatan masyarakat

khususnya tentang dampak merokok bagi kesehatan dan dapat sebagai

refrensi bagi peneliti selanjutnya.


8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Pola Hidup Sehat

Pola hidup sehat adalah gaya hidup yang memperhatikan segala aspek

kondisi kesehatan. Mulai dari makanan, minuman, nutrisi yang dikonsumsi dan

perilaku kita sehari-hari. Baik itu dalam sebuah rutinitas olahraga yang tentu akan

menjaga kondisi kesehatan dan juga akan menghindarkan dari segala hal yang
9

dapat menjadi penyebab penyakit bagi tubuh kita. Kesehatan adalah dambaan kita

semua. Untuk hidup sehat tentunya akan menjalankan sebuah aktifitas rutin

dengan memperhatikan gaya hidup sehat. Kekayaan lahir dan batin tidak akan ada

artinya bila kita masih terjebak dalam kondisi atau situasi sakit baik itu karena

virus penyakit ataupun karena tingkah laku yang tidak memperhatikan kondisi

badan.

Pola hidup sehat selalu berhubungan dengan faktor makanan yang

menyehatkan serta menjauhi dari pola makanan tidak sehat yang nantinya akan

menyebabkan harihari kita menjadi suram karena timbul penyakit. Selain dari

aspek makanan yang sehat juga bergizi satu hal yang tidak boleh kita lupakan

adalah menjaga kondisi tubuh supaya tetap bugar dengan olahraga yg teratur dan

menghindari tubuh kecapekan sehingga pikiran kita stress.Dengan selalu

memperhatikan pola hidup sehat semoga kita selalu dalam keadaan sehat. Dapat

menjalani kehidupan ini dengan penuh makna bersama keluarga atau lingkungan

sekitar kita.

2.1.1 Langkah-Langkah Pola Hidup Sehat

Ada beberapa langkah yang harus diperhatikan dan dijalani untuk

mencapai pola hidup sehat, di antaranya adalah konsumsi makanan, olahraga,

istirahat, kualitas udara lingkungan yang sehat, optimis, dan pribadi yang kuat.

Konsumsi makanan yang memenuhi standar kesehatan adalah harus bisa

memenuhi kebutuhan tubuh. Untuk itu anda harus mengetahui tentang makanan

yang dibutuhkan oleh tubuh.


10

a. Makanan Sehat

Makanan yang dikategorikan sebagai makanan yang sehat adalah makanan

yang mengandung unsur-unsur zat yang dibutuhkan tubuh dan tidak mengandung

bibit penyakit atau racun. Namun, makanan yang dikategorikan sehat ini sangat

berhubungan dengan sikap dan pola makan setiap orang. Jadi, makanan yang

mengandung unsur-unsur bergizi harus disertai dengan upaya menjaga kebersihan

dan kesehatan orang yang mau memakannya.

1) Unsur-unsur zat makanan yang sehat kita perlukan agar tubuh dapat

beraktivitas dengan normal. Unsur-unsur makanan sehat adalah makanan

yang mengandung zat-zat seperti protein, lemak, karbohidrat, mineral,

vitamin, air dengan takaran yang seimbang.


2) Manfaat unsur-unsur makanan zat-zat yang dikandung dalam makanan

mempunyai fungsi atau manfaat tersendiri bagi tubuh kita

Zat-zat yang dibutuhkan tubuh berfungsi sebagai zat tenaga, sebagai

pembangun, sebagai pengatur, dan sebagainya.

1) Zat tenaga: zat tenaga biasa berasal dari karbohidrat, lemak, dan

protein. Unsur-unsur ini biasa terdapat pada nasi, jagung, daging,

telur, dan lain sebagainya.


2) Zat pembangun: dalam makanan terdapat zat yang disebut dengan zat

pembangun. Unsur-unsur makanan yang mengandung zat pembangun

adalah protein, mineral, dan air. Unsur-unsur ini harus seimbang agar

kesehatan seseorang terjaga dengan baik.


3) Zat pengatur: makanan yang terdapat zat pengatur adalah mineral,

vitamin-vitamin, dan air. Zat-zat ini mudah diperoleh dalam makanan

yang kita makan.


11

b. Minuman Sehat

Air minum yang sehat adalah air minum yang cukup mengandung mineral

yang dibutuhkan tubuh. Air minum sehat juga berarti air minum yang bebas dari

bibit penyakit dan racun. Memilih minuman memang tak lepas dari masalah

selera, namun, sebaiknya kita tidak melupakan segi kesehatan. Kita perlu

mengetahui unsur-unsur apa saja yang terdapat dalam suatu jenis minuman.

Apakah minuman itu merupakan minuman yang dibutuhkan tubuh kita atau tidak.

Atau apakah minuman itu termasuk minuman yang bersih dan sehat? Berikut ini

ada beberapa syarat air yang bersih dan sehat.

1) Harus jernih tak berwarna, tak berbau, dan tak berasa (asin, manis, pahit,

atau getir) atau disebut air yang memenuhi persyaratan fisis.


2) Tidak mengandung zat yang membahayakan kesehatan, seperti tembaga,

seng, racun, dan alkohol.


3) Atau disebut air yang memenuhi persyaratan khemis (kimiawi)
4) Tidak mengandung benih-benih penyakit, misalnya, tifus, dan disentri.
5) Cukup mengandung mineral yang dibutuhkan tubuh.

c. Gizi Seimbang

Kita sudah membahas bersama tentang minuman yang bersih dan sehat. Ada

beberapa minuman yang sangat dibutuhkan oleh tubuh kita seperti air, kopi,

jus,susu, dan lain sebagainya. Semua minuman bermanfaat bagi tubuh tetapi

belum tentu semuanya dibutuhkan oleh tubuh kita. Karena itu kita perlu menjaga

keseimbangan gizi. Jika tidak ada keseimbangan gizi maka zat-zat yang kelebihan

akan menimbulkan penyakit baru. Misalnya, kita makan makanan yang bergizi

tinggi tetapi tidak melakukan olahraga maka dapat mengakibatkan obesitas atau

kegemukan yang berlebihan.


12

Gizi seimbang adalah susunan menu seimbang yang dapat memberikan:

1) Cukup kalori/energi, guna memenuhi pengeluaran energi setiap hari.


2) Cukup protein, guna memenuhi keperluan tubuh untuk pertumbuhan.
3) Cukup lemak, guna keperluan tubuh akan asam lemak tak jenuh dan untuk

menggunakan vitamin-vitamin yang larut dalam lemak.


4) Cukup vitamin dan mineral.

2.1.2.Status Gizi Pada PPOK

Status Gizi pada pasien PPOK merupakan faktor penting yang

berpengaruh terhadap perkembangan perjalanan penyakit,karena penyakit paru

dan status gizi kurang atau malnutrisi saling berkaitan Malnutrisi pada PPOK

yang disebabkan oleh beberapa faktor yaitu peningkatan energi ekspenditur (EE)

akibat peningkatan kerja pernafasan, faktor humoral yang dipengaruhi adanya

inflamasi sistemik dan penurunan nafsu makan yang berhubungan dengan

produksi IL-6. Penurunan nafsu makan berpengaruh terhadap asupan makan

pasien PPOK (Itoh et al, 2013).

Mekanisme terjadinya malnutrisi pada pasien PPOK antara lain

disebabkan karena asupan zat gizi terutama asupan energi dan protein yang tidak

mencukupi kebutuhan, sementara itu kebutuhan energi pada pasien PPOK justru

meningkat untuk kerja pernafasan. Apabila keadaan ini berlangsung lama maka

akan mengakibatkan terjadinya pembongkaran jaringan tubuh yang ditandai

dengan penurunan indeks massa tubuh (; Almatsier, 2014).

2.1.3. Perilaku hidup sehat untuk orang dengan PPOK

PPOK adalah penyakit yang tak bisa disembuhkan. Berita buruknya lagi,

penyakit ini akan bertambah buruk seiring dengan berjalannya waktu. Namun,
13

jangan dulu merasa panik dan putus asa mengetahui fakta mengenai PPOK

barusan. Anda masih bisa membalikkan keadaan menjadi lebih baik.

PPOK adalah penyakit yang menyebabkan kerusakan pada organ

pernapasan, yaitu paru-paru dan saluran udara. Emfisema dan bronikitis kronislah

dua penyakit yang berperan dalam kerusakan paru-paru Anda. Sekali paru-paru

Anda rusak, kondisinya tak bisa lagi dikembalikan seperti sedia kala. Akan tetapi,

masih ada cara untuk mencegahnya bertambah rusak dan memperlambat

perjalanan penyakit, yaitu dengan menerapkan perilaku hidup sehat.

Perilaku hidup sehat telah diakui membawa banyak dampak positif bagi

tubuh, terutama mereka yang memiliki penyakit kronis seperti diabetes dan

PPOK. Memiliki perilaku hidup sehat dapat membantu pasien dengan penyakit

kronis memiliki kualitas hidup yang lebih baik. Apalagi perilaku hidup sehat juga

diketahui dapat mencegah orang dengan PPOK mengalami eksaserbasi alias

perburukan gejala.

2.1.4. Perilaku Hidup Sehat Apa Saja Yang Harus Diterapkan Oleh Orang

Dengan PPOK

Berikut adalah beberapa perilaku hidup sehat yang mungkin dapat Anda

terapkan untuk memiliki kualitas hidup yang lebih baik sekalipun Anda memiliki

PPOK.

1. Berhentilah merokok

Merokok adalah penyebab utama dari bronkitis dan emfisema, duet

penyakit yang menjadi penyebab PPOK. Apabila Anda adalah seorang


14

perokok dan belum juga berhenti, sangatlah penting untuk segera

menghentikan kebiasaan itu.

Untuk mencegah PPOK Anda bertambah parah, yang dapat Anda

lakukan adalah menjauhi penyebabnya alias faktor risikonya. Asap rokok,

termasuk asap rokok dari orang lain, adalah salah satu faktor risiko yang

menyebabkan PPOK bertambah parah. Beberapa iritan paru lainnya yang

dapat merusak atau memperparah kondisi PPOK Anda antara lain polusi

udara, asap kendaraan bermotor, debu, dan asap pembakaran kayu.

Usahakanlah sebisa mungkin untuk menghindari penyebab PPOK

Anda memburuk tersebut. Untuk kasus merokok, jika Anda mengalami

kesulitan berhenti merokok, Anda mungkin dapat menemui dokter untuk

mendapatkan strategi yang tepat dari sisi medis untuk berhenti merokok.

2. Berjaga-jaga

berjaga-jaga termasuk ke dalam salah satu perilaku hidup sehat.

Berjaga-jaga di sini adalah bentuk antisipasi Anda terhadap kemungkinan

terburuk yang mungkin saja terjadi. Sebab, ketika telah mempersiapkan

antisipasi keadaan darurat yang mungkin terjadi, kemungkinan

mendapatkan pertolongan juga lebih besar.

Hal pertama yang harus lakukan adalah mengenali tanda-

tanda flare-up, eksaserbasi, alias perburukan gejala PPOK. Biasakan untuk

mengetahui tempat terdekat yang bisa Anda kunjungi jika sewaktu-waktu

mengalami kesulitan bernapas. Menyimpan nomor telepon dokter ataupun


15

orang terdekat lainnya untuk dimintai bantuan juga merupakan suatu

persiapan yang cerdas.

Memeriksakan diri secara rutin juga bisa membantu mengantisipasi

gejala PPOK yang mungkin muncul. Sampaikanlah pada dokter apabila

mengalami gejala baru atau gejala yang memburuk, seperti demam.

Bawalah selalu catatan daftar teman atau anggota keluarga yang

bisa dihubungi jika Anda perlu untuk dibawa ke rumah sakit. Bawa selalu

petunjuk arah ke klinik dokter atau rumah sakit terdekat. Anda juga harus

membawa daftar semua obat yang Anda gunakan dan memberikannya ke

dokter yang mungkin harus memberikan bantuan medis darurat.

3. Dapatkan nutrisi yang baik

Mengonsumsi makanan sehat dapat membuat tubuh menjadi sehat

pula. Perilaku hidup sehat yang satu ini diamini oleh hampir seluruh orang

di dunia. Makan dengan benar adalah cara penting untuk menjaga

kesehatan tubuh dan sistem kekebalan tubuh Bagaimana makan dengan

benar? Dengan gizi seimbang tentunya.

Terkadang, penderita PPOK tingkat lanjut tidak mendapatkan

nutrisi yang mereka perlukan agar tetap sehat. Penyebabnya bisa jadi

menurunnya nafsu makan, sesak napas yang muncul saat makan, atau

bahkan setelah makan. Padahal menjaga tubuh tetap mendapatkan asupan

makanan yang berigizi bisa membantu kondisi mereka semakin baik.


16

Makan dengan porsi lebih kecil dan lebih sering mungkin bisa

membantu mengatasi masalah ini. Berkonsultasilah dengan dokter atau

ahli gizi untuk masalah ini. Dokter juga bisa menganjurkan suplemen gizi

untuk memastikan bahwa Anda mendapatkan nutrisi penting yang

dibutuhkan.

Cobalah untuk menjalani diet yang kaya akan buah-buahan,

sayuran, ikan, kacang-kacangan, minyak zaitun, dan gandum utuh.

Kurangi konsumsi daging, gula, dan makanan olahan. Menjalani pola

makan yang dikenal sebagai diet Mediterania ini telah terbukti membantu

mengurangi peradangan kronis dan memberikan banyak serat, antioksidan,

dan gizi lainnya untuk membuat Anda tetap sehat.

4. Lindungi diri dari infeksi


Penderita PPOK sangat rentan terhadap risiko infeksi pernapasan yang

dapat memicu flare-up atau perburukan gejala PPOK. Infeksi yang

memengaruhi saluran napas sering kali dapat dihindari dengan

kebiasaan mencuci tangan yang baik. Virus influenza penyebab pilek,

misalnya, sering ditularkan melalui sentuhan. Menyentuh gagang pintu

yang baru saja dipegang oleh pembawa virus flu dan menyentuh mata

Anda setelahnya juga dapat membuat Anda tertular flu yang

mengakibatkan pilek dan batuk.


Penting untuk sering mencuci tangan Anda saat berada di tempat

umum. Tak perlu terlalu pusing dengan mengharuskan produk

antibakteri sebagai sarana mencuci tangan, kecuali Anda berada di


17

lingkungan perawatan kesehatan. Air mengalir dan sabun juga sudah

cukup baik, kok, untuk membersihkan tangan dari kuman yang

berpotensi menular.
5. Atasi kebutuhan emosional
Orang yang hidup dengan penyakit yang melumpuhkan, seperti PPOK,

terkadang kalah dengan rasa cemas, stres, atau depresi. Itu sebabnya,

mendiskusikan setiap masalah emosional dengan dokter atau petugas

medis lainnya juga merupakan hal yang penting. Jangan

memendamnya sendirian karena itu bukanlah salah satu perilaku hidup

sehat.
Salah-salah, Anda malah bisa terjebak dalam depresi yang justru

berpotensi menyebabkan masalah kesehatan lainnya. Berkonsultasi

dengan dokter bisa menjadi salah satu cara untuk meredakan

kecemasan atau rasa depresi yang membelenggu Anda. Para tenaga

medis mungkin saja meresepkan obat untuk membantu Anda

mengatasi kecemasan atau depresi.


Mereka juga bisa menganjurkan pendekatan lain untuk membantu

Anda mengatasi kebutuhan emosional Anda, seperti meditasi, teknik

pernapasan khusus, atau bergabung dengan kelompok dukungan.

Terbukalah dengan keluarga dan teman mengenai pikiran yang

menghantui dan kekhawatiran Anda. Biarkan mereka membantu

semampu mereka.
Sebuah sikap yang wajar jika Anda merasa khawatir ketika

didiagnosis suatu penyakit, seperti PPOK. Namun, jangan

membiarkannya berlarut-larut karena penyakit ini masih bisa diatasi

dan dikendalikan dengan memelihara perilaku hidup sehat. Dengan


18

gaya hidup sehat serta kebiasaan baik yang Anda jalankan, tubuh Anda

akan menjadi lebih bugar dan kuat untuk mengatasi gejala dengan

lebih baik, atau bahkan mencegahnya.


nutrisi yang baik memainkan peran penting dalam mencegah

kerusakan lebih lanjut pada paru-paru. Ada makanan yang dapat

menyebabkan kembung atau gas, yang bisa memengaruhi kemampuan

bernapas. PPOK dapat membatasi paru-paru untuk berfungsi dengan

baik.

2.1.5 Anjuran nutrisi untuk penderita PPOK

Makanan memberi Anda energi dan nutrisi untuk menjalankan aktivitas

sehari-hari, dan salah satunya adalah bernapas. Saat Anda menderita PPOK, Anda

membutuhkan lebih banyak energi untuk bernapas daripada seseorang tanpa

PPOK. Otot-otot yang membantu Anda bernapas bisa memerlukan 10 kali lebih

banyak kalori daripada orang pada umumnya.

Berikut adalah beberapa hal yang harus Anda lakukan menyangkut nutrisi PPOK:

1. Tambahkan protein ke dalam diet

Protein sangat penting untuk melindungi tubuh dari infeksi dengan

menghasilkan antibodi. Saat Anda tidak makan cukup protein, paru-paru

Anda bisa tidak mampu untuk melindungi diri dari infeksi. Sumber protein

terbaik adalah yang berasal dari daging, ikan, telur, unggas, kacang-

kacangan dan produk susu.

2. Pertahankan berat badan sehat

Anda harus berkonsultasi pada dokter atau ahli gizi menyangkut tujuan

berat yang tepat dan jumlah kalori yang tepat bagi Anda. Saat Anda
19

kelebihan berat badan, paru-paru Anda perlu bekerja jauh lebih keras

untuk memenuhi kebutuhan oksigen bagi tubuh. Perencanaan diet yang

tepat, disertai dengan olahraga teratur, dapat membantu Anda mencapai

tujuan berat badan sehat.

3. Minum banyak cairan

Anda harus menargetkan untuk minum minimal 6 sampai 8 ons gelas

sehari. Dengan minum lebih banyak cairan, Anda bisa membuat lendir

tetap encer dan mudah untuk dibatukkan. Anda harus memilih cairan tanpa

kafein dan tanpa karbonasi. Air putih tetaplah yang terbaik!

4. Makan porsi kecil dengan lebih sering

Ini akan membantu mencegah lambung Anda melebar, sehingga tekanan

pada paru-paru menjadi berkurang dan mudah bagi Anda untuk bernapas.

Satu tanda untuk mengetahui bahwa perut memengaruhi pernapasan

adalah jika Anda mengalami kesulitan bernapas selama makan atau tepat

setelah makan.

5. Bersihkan saluran napas minimal 1 jam sebelum makan

Ini akan membantu Anda bernapas dengan lebih mudah selama makan.

6. Makan dengan perlahan sembari duduk tegak

Ini akan membantu Anda mencerna makanan dan bernapas dengan lebih

mudah selama makan.

2.1.6 Pantangan makan bagi penderita PPOK


20

Makanan yang harus Anda hindari adalah yang dapat menyebabkan

kembung dan gas, atau yang menahan terlalu banyak cairan dalam tubuh. Selain

itu, hindari makanan yang mengandung terlalu banyak lemak atau rendah nilai

gizinya. Berikut beberapa hal yang harus Anda hindari:

1. Makanan yang mengandung terlalu banyak garam

Berhati-hatilah dengan makanan beku atau makanan takeaway. Jenis

makanan ini bisa mengandung natrium dalam jumlah tinggi. Anda dapat

memeriksanya dengan melihat label nilai gizi. Cari makanan yang mengandung

kurang dari 140mg sodium per porsinya.

Mungkin akan lebih mudah untuk melihat persenan nilai gizi harian

(%AKG). Jika angka kecukupan gizi adalah 5% atau kurang per porsinya, maka

ini dianggap rendah. Jika angka kecukupan gizinya lebih dari 20%, maka ini

dianggap tinggi sodium. Terlalu banyak natrium dapat menyebabkan retensi cairan

dan berakibat pada kesulitan bernapas.

2. Makan berlebihan

Makan berlebihan dapat membuat Anda mengalami kenaikan berat badan

yang berlebih. Kelebihan berat badan dapat memberikan tekanan lebih pada paru-

paru.

3. Makanan penyebab gas atau kembung

Makanan ini bisa termasuk gorengan, makanan pedas, kacang-kacangan,

dan brokoli. Beberapa buah yang dapat menyebabkan gas adalah apel, alpukat,
21

dan melon. Saat perut penuh, paru-paru menjadi terbatasi dan tidak dapat

mengangkut cukup oksigen, sehingga menyebabkan sulit bernapas.

4. Menyiapkan makanan yang sulit dikunyah

Anda harus menjaga makanan Anda tetap sederhana dan mudah

untuk dikunyah. Simpan energi Anda untuk bernapas. Anda juga bisa meminta

bantuan dari teman dan keluarga untuk menyiapkan makanan untuk menghemat

energi Anda.

Hidup dengan PPOK bisa menjadi suatu tantangan, tetapi Anda bisa

membuatnya menjadi lebih mudah untuk diatasi dengan diet sehat. Menjalankan

yang boleh dan tidak boleh untuk nutrisi PPOK dapat membantu Anda bernapas

dengan lebih mudah dan meningkatkan kualitas hidup. Anda bisa berkonsultasi

pada dokter atau ahli gizi untuk membantu Anda membangun rencana diet sehat.

2.2.Merokok

2.2.1 Pengertian

Merokok merupakan salah satu kebiasan yang sangat lazim ditemui dalam

kehidupan sehari-hari. Dimana-mana mudah menemui orang merokok. lelaki-

wanita,anak kecil-tua renta,kaya-miskin, tidak ada terkecuali.betapa merokok

merupakan bagian hidup masyarakat,Organisasi kesehatan dunia (WHO)

menyatakan, tembakau membunuh lebih dari lima juta orang per tahun, dan

diproyeksikan akan membunuh 10 juta sampai tahun 2020, Dari jumlah itu70

persen korban berasal dari negara berkembang. Lembaga demografi universitas

Indonesia mencatat, angka kematian akibat penyakit yang disebabkan rokok tahun
22

2004 adalah 427.948 jiwa, berarti 1.172 kematian setiap hari atau sekitar 22,5

persen dari total kematian di indonesia (Busan,2018).

Dibalik kegunaan atau manfaat rokok yang secuil itu terkandung bahaya

yang sangat besar bagi orang yang merokok maupun orang disekitar perokok yang

bukan perokok. Sekali satu batang rokok dibakar maka ia akan mengeluarkan

sekitar 4.000 bahan kimia seperti nikotin,gas karbon monooksida,nitrogen

oksida,hydrogen cyanide,dan lain-lain. Setiap isapan asap rokok mengandung

10”14 radikal bebas dan 10”16 oksidan,yang semuanya tentu akan masuk terisap

ke dalam paru.jadi bila seseorang membakar kemudian menghisap rokok,maka ia

akan sekaigus menghisap bahan-bahan kimia yang disebutkan di atas. Bahan-

bahan kimia itulah yang kemudian menimbulkan berbagai penyakit(Jaya,2018).

Telah banyak riset yang membuktikan bahwa rokok dapat menyebabkan


9
kecanduan. Disamping itu rokok juga dapat menyebabkan banyak tipe kanker,

penyakit jantung,penyakit pernafasan,penyakit pencernaan,efek buruk bagi

kelahiran, dan emfisema.penyakit ini sering dihubungkan dengan kebiasaan

merokok sebagai penyebab utamanya.Pengaruh asap rokok di paru dapat berupa

peradangan kronik dari saluran napas. Dua penyakit pada paru-paru selain kanker

yang banyak dihubungkan dengan kebiasaan merokok adalah bronkitis kronik dan

emfisema paru (Aditama,2018).

2.2.2. Masalah yang dapat timbul akibat bahaya merokok

Adapun masalah gangguan kesehatan yang dapat timbul akibat merokok

adalah (Jaya,2018).

a.CO,tar,dan nikotin berpengaruh terhadap syaraf yang menyebabkan :


a) Gelisah,tangan gemetar ( tremor)
23

b) Cita rasa/selera makan berkurang


c) Ibu-ibuhamil yang suka merokok,kemungkinan dapat mengalami

keguguran kandungan.
b. Tar dan Asap Rokok, merangsang jalan nafas, dan tar tersebut tertimbun

disaluran yang menyebabkan:


a) Batuk-batuk atau sesak nafas
b) Tar yang menempel dijalan nafas dapat menyebabkan kanker jalan

napas,lidah atau bibir.


c.Nikotin, merangsang bangkitnya adrenalin hormon dari anak ginjal yang

menyebabkan:
a) Jantung berdebar-debar atau sesak napas
b) Meningkatkan tekanan darah serta kadar kolestrol dalam darahyang

erat kaitanya dengan terjadinya serangan jantung


d. Gas CO (Karbon Mono Oksida)
a) Mudah terikat pada hemoglobin daripada oksigen,karena itu darah

orang yang banyak kemasukan COakan berkurang daya angkutnya

bagi oksigen dan orang tersebut dapat meninggal dunia karena

keracunan karbon mono oksida.

2.2.3 Bahaya dan dampak negatif merokok

Beberapa bahaya dan dampak negatif yang dapat ditimbulkan oleh

merokok, diantaranya :

a. Kanker paru : salah satu bahan didalam rokok yang merupakan

penyebab kanker paru adalah tar


b. Penyakit jantung : dua bahan terpenting dalam asap rokok yang

berkaitan dengan penyakit jantung adalah nikotin dan gas CO.

Membuat irama jantung tidak teratur,mempercepat aliran

darah,menimbulkan kerusakan lapisan dalam dari pembuluh darah dan

menimbulkan penggumpalan darah.


24

c. Kehamilan : wanita hamil yang merokok lebih banyak melahirkan bayi

yang meninggal bila dibandingkan dengan wanita hamil yang bukan

perokok.seandainya bayi itu lahir normal, maka bayi wanita perokok

lebiih sering meninggal pada bulan-bulan pertama kehidupanya.


d. Antibodi menurun : pada perokok terdapat penurunan zat kekebalan

tubuh(antibodi) yang terdapat didalam ludah yang berguna untuk

menetralisir bakteri dalam rongga mulut dan menyebabkan gangguan

fungsi sel-sel pertahanan tubuh.


e. Rokok bikin jelek : bibir yang tadinya terlihat merah ranum dan

segar,pelan-pelan menjadi ungu kehitam-hitaman.perubahan warna ini

disebabkan pengaruh suhu. Dan gigi jelek disebabkan tar yang

terkandung dalam rokok menempel pada gigi kita. (Aditama,2018.):

2.2.4 Zat yang terkandung didalam rokok

Rokok merupakan salah satu produk industri dan komoditi internasional

yang mengandung sekitar 4.000 bahan kimiawi (Bustan,2018).

Tetapi hanya ada 15 macam zat berbahaya yang bisa anda ketahui yaitu:

a. Aceton :( bahan pembuat cat)


b. Naftalene : ( Bahan kapu barus)
c. Arsenik : ( penyebab kematian HAM, Munir)
d. Tar : ( bahan karsinogen penyebab kanker)
e. Metanol : ( Bahan bakar roket)
f. Vinyl chlorida : (bahan plastik PVC)
g. Fenol Butane : ( bahan bakar korek api)
h. Pottasium Nitrat
: (bahan baku pembuatan bom dan pupuk)
i. Polonium- 201 : ( bahan radioaktif)
j. Amonia : (bahan untuk pencuci lantai)
k. DDT : ( digunakan untuk racun serangga)
l. Hidrogen sianida
:(gas beracun yang digunakan dikamar
eksekusi hukuman mati)
m. Nikotin : ( zat yang bisa menimbulkan kecanduan
n. Cadmium : ( digunakan untuk aki mobil) ; dan
o. Karbonmonoksida : ( asap dari knalpot kendaraan )
25

2.2.5. Upaya berhenti merokok

a. Kemauan :kalau tidak ada kemauan yang kuat,metode apapun yang

dipakai pasti akan gagal dan kalaupun si perokok berhasil berhenti

merokok untuk jangka waktu tertentu, tidak lama lagi ia akan kembali

merokok
b. Mengurangi bahaya : kurangilah jumlah isapan pada setiap batang rokok,

dan kurangilah dalamnya dan lamanya isapan, dan segera matikan dan

buang puntung rokok setelah diisap setengah atau paling banyak dua

pertiganya.
c. Buatlah daftar tentang kerugian akibat merokok yang anda telah alami

serta catatlah berbagai keuntungan yang didapat setelah berhenti merokok

( hilangnya bau dirambut,hilangnya warna kecoklatan pada jari,gigi yang

lebih bersih dan lain-lain).


d. Berkumpul bersama teman-teman yang tidak merokok atau yang ingin

berhenti merokok, bentuklah kelompok “mantan perokok” dalam

kelompok ini para anggotanya dapat bertukar pikiran tentang masalah-

masalah yang dihadapi dalam upaya berhenti merokok,kalau perlu dapat

diundang pula tenaga ahli tertentu guna mendapat masukan.

2.3 . Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PP0K)

2.3.1. Pengertian

Istilah penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) atau Chronic Obstruktive

Pulmonary Disease (COPD) ditujukan untuk mengelompokan penyakit-penyakit

yang mempunyai gejala berupa terhambatnya arus udara pernafasan. Pada

beberapa penderita, bronkitis akut bisa menetap sampai selama musim dingin
26

sehingga tidak bisa lagi dinamakan bronkitis akut, batuk dan produksi sputum

meningkat berlebihan sehingga menimbulkan napas sesak. Di negeri British dan

persemakmuran keadaan demikian ini disebut sebagai bronkitis kronik (chronic

bronchitis) sedangkan di USA disebut emfisema. Pada tahun 1960–an kedua

diagnosis penyakit ini dijadikan satu menjadi Chronic Obstructive Pulmonary

Disiase (COPD), (Darmanto,2017).

Suatu kasus obstruksi aliran udara ekspirasi dapat digolongkan sebagai

PPOK jika obstruksi aliran udara ekspirasi tersebut cenderung progresif. Kedua

penyakit tadi ( bronkitis kronik, emfisema) hanya dapat dimasukan kedalam

kelompok PPOK jika keparahan penyakitnya telah berlanjut dan obstruksinya

bersifat progresif. Pada fase awal, kedua penyakit ini belum dapat digolongkan ke

dalam PPOK ( Darmanto, 2017).

Global initiative for chronic obstructive lung disease (GOLD) mengartikan

PPOK adalah suatu penyakit yang bisa dilakukan pencegahan dan pengobatan.

PPOK memiliki tanda gejala terdapatnya hambatan aliran udara dalam saluran

pernafasan yang bersifat progresif. PPOK juga terdapat peradangan atau inflamasi

pada saluran pernafasan dan paru-paru yang diakibatkan oleh adanya partikel dan

gas yang berbahaya (GOLD, 2013).

PPOK merupakan penyakit kronis yang ditandai dengan batuk produktif dan

dispnea dan terjadinya obstruksi saluran napas sekalipun penyakit ini bersifat

kronis dan merupakan gabungan dari emfisema,bronkitis kronik maupun

asma,tetapi dalam keadaan tertentu terjadi perburukan dari fungsi pernafasan

(Tabrani,2017).
27

Masalah yang menyebabkan terhambatnya arus udara tersebut bisa terletak

pada saluran pernafasan maupun pada parenkim paru. Suatu kasus obstruksi aliran

udara ekspirasi dapat digolongkan sebagai PPOK jika abstruksi aliran udara

ekspirasi tersebut cenderung progresif.kedua penyakit tadi (bronkitis

kronik,emfisema) hanya dapat dimasukan kedalam kelompok PPOK jika

penyakitnya telah berlanjut dan obstruksinya bersifat progresif. Pada fase

awal,kedua penyakit ini belum dapat digolongkan kedalam PPOK

(Darmanto,2017).

2.3.2. Klasifikasi

Klasifikasi Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) menurut Jackson

(2014) :

a) Asma
Penyakit jalan nafas obstruktif intermien, reversible dimana trakea dan

bronkus berespon dalam secara hiperaktif terhadap stimulasi tertentu


b) Bronkhitis kronis
Bronkhitis Kronis merupakan batuk produktif dan menetap minimal 3

bulan secara berturut-turut dalam kurun waktu sekurang-kurangnya

selama 2 tahun. Bronkhitis Kronis adalah batuk yang hampir terjadi

setiap hari dengan disertai dahak selama tiga bulan dalam setahun dan

terjadi minimal selama dua tahun berturut-turut


c) Emfisema
Emfisema adalah perubahan struktur anatomi parenkim paru yang

ditandai oleh pembesaran alveolus, tidak normalnya duktus alveolar dan

destruksi pada dinding alveolar.

2.3.3. Beberapa faktor resiko penyebab dari PPOK adalah


28

a) Kebiasaan merokok. Pada perokok berat kemungkinan untuk

mendapatkan PPOK menjadi lebih tinggi. Selain itu dapat terjadi

penurunan dari refleks batuk

b) Bertambahnya usia

c) Polusi lingkungan

d) Pasien yang tinggal di kota kemungkinan untuk terkena PPOK lebih

tinggi daripada pasien yang tinggal di desa

e) Pekerjaan. Pekerja tambang yang bekerja di lingkungan yang berdebu

akan lebih muda terkena PPOK(Tabrani,2016).

2.3.4. Etiologi PPOK

Kebiasaan merokok merupakan faktor resiko utama kasus PPOK, yaitu

sekitar 90% kasus PPOK disebabkan oleh kebiasaan merokok. Asap rokok hasil

dari pembakaran tembakau dapat mengiritasi bronkiolus, dan memicu perubahan

permanen pada kelenjar yang memproduksi mukus sehingga dapat menyebabkan

hiperekskresi mukus. Merokok juga menyebabkan inflamasi pada dinding organ

saluran napas dan dapat merusak dinding alveolar, serta akan memperparah

kondisi emfisema pada pasien yang rentan. Selain disebabkan kebiasaan merokok

dalam jangka waktu yang lama, faktor genetik dan faktor lingkungan juga

berpengaruh dalam memicu timbulnya kondisi PPOK. Salah satu faktor genetik

sebagai faktor resiko PPOK yaitu kekurangan α-1 antritipsin, yaitu suatu

pelindung sistem antiprotease pada paru (Barnett, 2006). α-1 antitripsin dapat

memproteksi sel paru dari dekstruksi oleh elastase yang diproduksi oleh neutrofil
29

karena adanya fagositosis maupun kematian sel Keadaan ini jarang terjadi, yaitu

1:4000 dalam suatu populasi (Barnett, 2016).

Polusi udara terbukti memiliki peran yang dapat memicu PPOK meskipun

resikonya lebih kecil bila dibandingkan dengan merokok, Polusi udara

mengandung material berat seperti karbon dan sulfur dioksida yang merupakan

hasil pembakaran batu bara dan bahan bakar fosil petroleum. Material-material

tersebut memiliki peran penting dalam meningkatnya resiko PPOK. Faktor

lingkungan lain yangdapat menyebabkan PPOK di antaranya faktor pekerjaan.

Orang-orang yang bekerja di industri logam atau tekstil memiliki resiko besar

terjangkit PPOK karena sering terpapar oleh bahan-bahan seperti batu bara, silika,

kapas, dan logam berat yang dapat masuk ke dalam saluran respirasi dan dapat

menyebabkan kerusakan apabila terpapar dalam jumlah banyak dan dalam waktu

yang lama (Barnett, 2016).

Kondisi lain yang dapat meningkatkan resiko seseorang terjangkit PPOK

yaitu gangguan perkembangan paru janin selama dalam masa kandungan dan pada

masa kanak-kanak, misalnya berat badan kurang saat lahir, infeksi saluran napas,

dan lain-lain (GOLD, 2015).

2.3.5 Patofisiologi

a. Terjadinya penyempitan dari saluran pernafasan yang disebabkan oleh

karena sekresi mukus yang mengental terutama pada pasien bronkitis dan

bronkospasme
b. Kontraksi dari otot bronkus yang disertai dengan cairan edema akibat

inflamasi pada asma kronik


30

c. Destruksi dan parenkim paru pada emfisema, penyempitan dari bronkus

ini dapat menyebabkan terjadinya;


(a) Obstruksi pernapasan menahun
(b) Terjadinya perangkap udara,oleh karena udara yang masuk sewaktu

inspirasi lebih mudah daripada waktu ekspirasi.hal ini terutama

ditemukan pada kasus asma dan emfisema pulmonal

obstruktif(Tabrani,2016).

2.3.6 Komplikasi

Komplikasi Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) menurut Grace et al dan

Jackson (2014) :

Komplikasi yang dapat terjadi pada PPOK adalah gagal nafas kronik, gagal nafas

akut, infeksi berulang, dan kor pulmonal. Gagal nafas kronis ditunjukkan oleh

hasil analisis gas darah berupa PaO2<60 mmHg dan PaCO2>50 mmHg, serta Ph

dapat normal. Gagal nafas akut pada gagal nafas kronis ditandai oleh sesak nafas

dengan atau tanpa sianosis, volume sputum bertambah dan purulen, demam, dan

kesadaran menurun. Pada pasien PPOK produksi sputum yang berlebihan

menyebabkan terbentuk koloni kuman, hal ini memudahkan terjadi infeksi

berulang. Selain itu, pada kondisi kronis ini imunitas tubuh menjadi lebih rendah,

ditandai dengan menurunnya kadar limfosit darah. Adanya kor pulmonal ditandai

oleh P pulmonal pada EKG, hematokrit>50 %, dan dapat disertai gagal jantung

kanan (PDPI, 2016)

2.3.7Penatalaksanaan PPOK
31

PPOK adalah penyakit paru-paru kronis yang bersifat progresif dan

irreversible. Penatalaksanaan PPOK dibedakan berdasarkan pada keadaan stabil

dan eksaserbasi akut. Penatalaksanaan PPOK berdasarkan PDPI (2016):

a. Tujuan penatalaksanaan berdasarkan GOLD (2006) dan dan PDPI (2016):

a) Meminimalkan gejala
b) Pencegahan terjadinya eksaserbasi
c) Pencegahan terjadinya penurunan fungsi paru
d) Peningkatan kualitas hidup

b. Penatalaksanaan umum PPOK terdiri dari:

1) Edukasi

Penatalaksanaan edukasi sangat penting pada PPOK keadaan stabil yang dapat

dilakukan dalam jangka panjang karena PPOK merupakan penyakit kronis yang

progresif dan irreversible. Intervensi edukasi untuk menyesuaikan keterbatasan

aktifitas fisik dan pencegahan kecepatan penurunan fungsi paru. Edukasi

dilakukan menggunakan bahasa yang singkat, mudah dimengerti dan langsung

pada inti permasalahan yang dialami pasien. Pelaksanaan edukasi seharusnya

dilakukan berulang dengan materi edukasi yang sederhana dan singkat dalam satu

kali pertemuan.

Tujuan edukasi pada pasien PPOK :

a) Mengetahui proses penyakit


b) Melakukan pengobatan yang optimal
c) Mencapai aktifitas yang maksimal
d) Mencapai peningkatan kualitas hidup

Materi edukasi yang dapat diberikan yaitu:

a) Dasar- dasar penyakit PPOK


b) Manfaat dan efek samping obat-obatan
c) Mencegah penyakit tidak semakin memburuk
d) Menjauhi faktor penyebab (seperti merokok)
32

e) Menyesuaikan aktifitas fisik

Materi edukasi menurut prioritas yaitu:

a) Penyampaian berhenti merokok dilakukan pada saat pertama kali penegakan

diagnosis PPOK.
b) Penggunaan dari macam-macam dan jenis obat yang meliputi: cara

penggunaan, waktu penggunaan dan dosis yang benar serta efek samping

penggunaan obat.
c) Waktu dan dosis penggunaan oksigen. Mengenal efek samping kelebihan

dosis penggunaan oksigen dan cara mengatasi efek samping penggunaan

oksigen tersebut.
d) Mengetahui gejala eksaserbasi akut dan penatalaksanannya seprti adanya

sesak dan batuk, peningkatan sputum, perubahan warna sputum, dan

menjauhi penyebab eksaserbasi.


e) Penyesuaian aktifitas hidup dengan berbagai keterbatasan aktifitasnya.
2) Terapi obat yaitu: bronkodilator, antibiotik, anti peradangan, anti oksidan,

mukolitik dan antitusif.


3) Terapi oksigen Pasien PPOK mengalami hipoksemia yang progresif dan

berkepanjangan sehingga menyebabkan kerusakan sel dan jaringan.

Pemberian terapi oksigen merupakan hal yang sangat penting untuk

mempertahankan oksigenasi seluler dan mencegah kerusakan sel baik di otot

maupun organ-organ lainnya.


4) Ventilasi mekanis
Ventilasi mekanis pada PPOK diberikan pada eksaserbasi dengan adanya

gagal nafas yang akut, gagal nafas akut pada gagal nafas kronis atau PPOK

derajat berat dengan gagal nafas kronis. Ventilasi mekanis dapat dilakukan di

rumah sakit (ICU) dan di rumah.


5) Nutrisi
33

Pasien PPOK sering mengalami malnutrisi yang disebabkan meningkatnya

kebutuhan energi sebagai dampak dari peningkatan otot pernafasan karena

mengalami hipoksemia kronis dan hiperkapni sehingga terjadi

hipermetabolisme. Malnutrisi akan meningkatkan angka kematian pada

pasien PPOK karena berkaitan dengan penurunan fungsi paru dan perubahan

analisa gas darah.


6) Rehabilitasi
Rehabilitasi ini bertujuan meningkatkan kualitas hidup dan toleransi pasien

PPOK terhadap katifitas fisik yaitu: menyesuaikan aktifitas, latihan batuk

efektif dan latihan pernafasan.

2.3.8. Patogenesis PPOK

PPOK merupakan suatu penyakit yang dapat dicegah dan diobati, yang

ditandai dengan hambatan aliran udara penapasan yang menetap, biasanya bersifat

progresif dan berhubungan dengan adanya respon inflamasi kronik pada paru

yang disebabkan oleh partikel dan gas berbahaya (GOLD, 2015).

Berbagai studi menunjukkan bahwa proses inflamasi yang terjadi pada

kasus PPOK tidak hanya inflamasi lokal pada parenkim paru tetapi juga terjadi

inflamasi secara sistemik. Pada inflamasi yang terjadi sistemik, terjadi

peningkatan level tumor necrosis factor alpha (TNF-α), interleukin (IL)-6, dan IL-

8. Demikian pula terjadi peningkatan marker inflamasi yaitu protein C reaktif

(CRP) (Nici, L., 2014).

Pada pasien PPOK yang disebabkan karena merokok, terjadi perubahan

interaksi antara oksidan dan antioksidan serta terjadi peningkatan stress oksidatif

yang ditandai dengan meningkatnya oksidan. Terjadinya peningkatan marker


34

oksida seperti hidrogen peroksida dan nitrit oksida terlihat pada cairan lapisan

epitel. Peningkatan oksidan tersebut dipicu oleh zat berbahaya yang terdapat di

dalam rokok yang bereaksi dan menyebabkan kerusakan berbagai protein dan

lipid kemudian terjadi kerusakan sel dan jaringan paru. Oksidan juga

memperantarai terjadinya respon inflamasi secara langsung dan menghambat

aktivitas antiprotease sehingga mengakibatkan ketidakseimbangan protease-

antiprotease (Williams & Bourdet, 2014).

Beberapa respon yang diakibatkan oleh stress oksidatif pada paru yaitu

aktivasi mediator inflamasi, penginaktifan antiprotease, perangsangan

pengeluaran mukus, dan perangsangan peningkatan eksudat plasma (GOLD,

2016).

Inflamasi pada PPOK dimulai dengan adanya kontak sel epitel paru dan

sel makrofag alveolar dengan gas berbahaya seperti dari asap rokok atau lainnya.

Kemudian makrofag alveolar akan melepaskan sitokin atau kemokin diikuti

dengan pengumpulan neutrofil dan akumulasi makrofag di bronkiolus dan

alveolar (Reilly et al., 2015).

2.4. Komplikasi PPOK

2.4.1. Gangguan Keseimbangan Asam-Basa

Pasien PPOK dapat mengalami asidosis respiratori yang disebabkan

karena keadaan hipoventilasi dan peningkatan PaCO2. Hal ini berhubungan


35

dengan kegagalan ventilasi atau gangguan pada pengontrolan ventilasi. Tubuh

dapat mengkompensasi keadaan tersebut yaitu dengan meningkatkan konsentrasi

bikarbonat dengan menurunkan sekresinya oleh ginjal (Chan & Winn, 2014).

Asidosis respiratori yang tidak ditangani dengan tepat, dapat

mengakibatkan kondisi dispnea, psikosis, halusinasi, serta ketidaknormalan

tingkah laku bahkan koma. Hiperkapnia yang berlangsung lama atau kronik pada

pasien PPOK akan menyebabkan gangguan tidur, amnesia, perubahan tingkah

laku, gangguan koordinasi dan tremor (DuBose, 2015).

Respon yang diberikan tubuh pada keadaan asidosis respiratori yaitu

dengan meningkatkan ventilasi alveolar yang ditentukan oleh adanya perubahan

konsentrasi hidrogen di dalam cairan serebrospinal yang kemudian akan

mempengaruhi kemoreseptor di medula. Cairan serebrospinal relatif tidak

mengandung buffer nonbikarbonat sehingga karbondioksida dapat berdifusi

menembus Blood Brain Barrier (BBB) dimana karbondioksida tersebut

berkontribusi pada peningkatan konsentrasi hidrogen. Kenaikan PaCO2 yang

signifikan akan meingkatankadar bikarbonat serum. Peningkatan 10 mmHg

PaCO2, dapat meningkatkan bikarbonat sebanyak 1 mmol/L. Selain itu, ginjal

juga memiliki peran yang penting pada peningkatan kadar bikarbonat, dimana

ginjal melakukan fungsi reabsorbsi bikarbonat di tubulus proksimal sebagai

kompensasi untuk menormalkan pH pada keadaan asidosis (Chan & Winn, 2014).

2.4.2. Polisitemia

Keadaan pasien dengan level oksigen di sirikulasi rendah atau hipoksemia

kronik dapat meningkatkan jumlah sel darah merah. Hal tersebut sebagai
36

kompensasi tubuh terhadap kondisi hipoksia dan bertujuan untuk memproduksi

lebih banyak hemoglobin untuk membawa oksigen yang terdapat di sirkulasi.

Namun, kekurangan dari mekanisme ini yaitu terjadinya peningkatan viskositas

darah. Viskositas darah yang meningkat juga meningkatkan resiko terjadinya

thrombosis pada vena dalam atau deep vein thrombosis, emboli pada paru maupun

vaskular (Barnett, 2016).

Konsistensi darah yang lebih kental dari normal mempersulit proses

pemompaan darah ke dalam jaringan tubuh dan akan mengurangi pengantaran

oksigen. Untuk menghindari keadaan tersebut, tindakan venesection harus

dipertimbangkan untuk dilakukan apabila nilai packed cell volume (PVC) lebih

besar dari 60% pada pria dan 55% pada wanita (Barnett, 2016).

2.4.3. Cor Pulmonale

Cor pulmonale atau disebut juga gagal jantung bagian kanan merupakan

keadaan yang diakibatkan oleh meningkatnya ketegangan dan tekanan ventrikel

bagian kanan (hipertrofi ventrikel kanan). Peningkatan resistensi vaskular paru

dikarenakan hipoksia yang diinduksi oleh vasokonstriksi pada pembuluh kapiler

paru membuat tegangan yang lebih berat pada ventrikel kanan. Selanjutnya, dalam

waktu singkat hal tersebut dapat menyebabkan hipertrofi dan kegagalan fungsi

ventrikel kanan. Hal ini akan menimbulkan keadaan edema periferal yang

berkembang menjadi gagal jantung kanan, dimana cairan dari kapiler akan

merembes ke dalam jaringan dan menyerang jaringan (Barnett, 2016).

2.4.4. Pneumothorax
37

Peumothorax dapat terjadi secara spontan pada pasien dengan emfisema.

Pada kondisi emfisema, kerusakan rongga udara pada alveoli disebut bullae.

Bullae tersebut dapat ruptur dengan mudah yang menyebabkan udara di dalam

alveoli akan keluar menuju ke rongga pleura dan menyebabkan syok paru-paru.

Gejala dari pneumothorax yaitu peningkatan nyeri dada pleuritik yang tiba-tiba

serta peningkatan sesak. Keadaan ini dapat diidentifikasi dengan melakukan

pemeriksaan X-ray rongga dada. Manajemen terapi pneumothorax ditentukan

berdasarkan ukuran pneumothorax(Barnett, 2016).

Pneumothorax kecil tanpa gejala seringkali akan sembuh dengan

sendirinya, pneumothorax median dan berat memerlukan tindakan khusus dari

ahli medis (Barnett, 2016).

2.5. Presentasi Klinik PPOK

Diagnosis PPOK ditetapkan berdasarkan gejala dasar pasien PPOK,

meliputi batuk, produksi sputum, dan dispnea, serta ditinjau dari faktor resiko

seperti asap rokok maupun paparan material berbahaya yang dapat terpapar

karena pekerjaan pasien (Williams & Bourdet, 2008).

Diagnosa PPOK sebaiknya dipertimbangkan pada pasien dengan batuk

kronik, produksi sputum, atau dispnea dan pasien yang memiliki faktor resiko

terhadap PPOK (GOLD, 2015).

Terjadinya hambatan pada aliran udara respirasi harus dikonfimasi dengan

spirometri. Spirometri merupakan suatu cara mengidentifikasi volume dan

kapasitas paru-paru. Tanda yang spesifik untuk PPOK yaitu rasio FEV1:FVC

kurang dari 70%, hal ini mencerminkan adanya obstruksi saluran napas. Selain
38

itu, nilai postbronkodilator FEV1 kurang dari 80% menunjukkan hambatan aliran

udara pernapasan yang tidak seluruhnya reversibel (Williams & Bourdet, 2014).

Spirometri yang dikombinasi dengan pemeriksaan fisik yang sesuai dapat

membantu meninngkatkan keakuratan diagnosis dari PPOK. Spirometri juga

digunakan untuk mendiagnosis PPOK yang berat selama terdapat adanya

identifikasi komplikasi penyakit tersebut. Manfaat utama dari spirometri yaitu

dapat mengidentifikasi kondisi individu untuk mendapatkan farmakoterapi yang

tepat untuk mengurangi eksaserbasi (Williams & Bourdet, 2014).

2.5.1. Data Pemeriksaan Fisik

Pasien PPOK yang ringan pada umumnya tidak menunjukkan gejala yang

signifikan, bahkan cenderung tidak menunjukkan kelainan fisik. Terdapat

gambaran fisik yang khas pada pasien PPOK yaitu pursed- lips breathing yang

menggambarkan kondisi pasien bernapas dengan mulut mecucu dan ekspirasi

yang memanjang. Kondisi tersebut merupakan mekanisme tubuh untuk

mengeluarkan CO2 yang tertahan di dalam tubuh yang terjadi pada pasien dengan

gagal napas kronik. Selain gambaran tersebut, pasien PPOK juga dapat

menunjukkan keadaan fisis yaitu pink puffer dan blue bloaters. Pink puffer

merupakan gambaran yang khas pada pasien PPOK dengan emfisema, tubuh

pasien kurus, kulit kemerahan dan pernapasan pursed-lips breathing. Sedangkan

blue bloaters merupakan keadaan yang khas pada bronkitis kronik, tubuh pasien

gemuk, serta terdapat edema tungkai dan ronki basah di basal paru, pasien juga

mengalami sianosis baik di sentral maupun perifer(PDPI, 2015 ).


39

Pasien PPOK yang menjalani pemeriksaan inspeksi menunjukkan pursed-

lips breathing, barrel chest (diameter antero- posterior dan transversal sebanding),

penggunaan otot bantu napas, hipertropi otot bantu napas, pelebaran sela iga, serta

menunjukkan kondisi pink puffer atau blue bloater. Melalui pemeriksaan palpasi

menunjukkan kondisi emfisema fremitus yang melemah, dan sela iga melebar.

Pemeriksaan perkusi menunjukkan pada kondisi emfisema hipersonor dan batas

jantung mengecil, letak diafragma rendah, hepar terdorong ke bawah. Sedangkan

dengan pemeriksaan auskultas, pasien PPOK menunjukkan keadaan suara napas

vesikuler yang normal, atau dapat pula melemah, terdengar suara mengi pada saat

bernapas biasa atau padaekspirasi paksa, ekspirasi memanjang, serta bunyi

jantung terdengar jauh (PDPI, 2015).

2.5.2. Data Pemeriksaan Laboratorium

Data laboratorium PPOK ditunjukkan dengan rasio FEV1:FVC kurang

dari 70%, yang menunjukkan terjadinya obstruksi saluran napas. Sedangkan

FEV1 posbronkodilator yang kurang dari 80% diprediksi sebagai indikasi

terjadinya pembatasan aliran udara yang kemungkinan tidak dapat kembali seperti

semula. FVC merupakan jumlah total dari udara yang dihembuskan setelah proses

inhalasi secara maksimal(Williams&Bourdet,2014).

Penegakan diagnosa PPOK dilakukan dengan menggunakan spirometri

dan didukung dengan pemeriksaan fisik. Spirometri juga berguna untuk

mengidentifikasi tingkat keparahan penyakit(Williams&Bourdet,2014).

2.6. Penatalaksanaan Terapi PPOK


40

Pada awalnya tujuan terapi PPOK yang utama adalah meredakan atau

menghilangkan gejala penyakit. Saat ini tujuan terapi PPOK yaitu termasuk juga

memperbaiki fungsi paru atau memperlambat kerusakan fungsi paru, dan untuk

mencegah terjadinya eksaserbasi. Kebanyakan dari obat-obatan untuk PPOK

adalah secara inhalasi. Standar terapi untuk PPOK termasuk didalamnya yaitu

bronkodilator inhalasi, β-agonis atau antimuskarinik (antikolinergik), dan ICS

atau Inhaled Corticosteroid (kortikosteroid inhalasi). Sedangkan untuk terapi

secara oral tidak umum digunakan untuk terapi PPOK, yaitu obat golongan

methylxanthine(misalnya teofilin), penghambat phosphodiesterase-4 (misalnya

roflumilast), dan kortikosteroid (misalnya prednisone atau prednisolone) (Han

&Lazarus, 2016).

Pengobatan PPOK dengan menggunakan obat yang diberikan secara

inhalasi membutuhkan pengetahuan, kepahaman, dan kemampuan untuk

menggunakan alat inhalasi (inhaler). Beberapa alat yang dapat digunakan

misalnya metered-dose inhalers (MDIs), dry powder inhalers (DPIs), nebulizer,

dan berbagai alat bantu tambahan lainnya. Hal ini perlu diperhatikan mengingat

pasien PPOK memungkinkan untuk memiliki penyakit penyerta lain (termasuk

keadaan fisik dan mental) yang dapat sangat mempengaruhi kemampuan pasien

dalam menggunakan alat-alat untuk terapi tersebut (Williams & Bourdet, 2014).

Pilihan terapi yang diberikan untuk pasien PPOK harus berdasarkan

pemeriksaan mengenai tingkat keparahan obstruksi saluran napas, gejala,

frekuensi dan beratnya eksaserbasi, dan hambatan fungsional lain pada pasien,

termasuk juga mengenai kemampuan finansial pasien. Pilihan terapi diputuskan


41

tidak hanya berdasarkan tingkat keparahan obstruksi jalan napas, namun juga

berdasarkan pada pedoman dari Global initiative for chronic Obstructive Lung

Disease (GOLD) yaitu obstruksi saluran napas (tingkat GOLD), berdasarkan

persentase FEV1, gejala (berdasarkan skala dyspnea dari mMRC atau dari CAT)

serta berdasarkan resiko eksaserbasi(Williams & Bourdet, 2014).

2.7Derajat Merokok

Menurut PDPI (2013), derajat merokok seseorang dapat diukur dengan Indeks

Brinkman, merupakan perkalian antara jumlah batang rokok yang dihisap dalam

sehari dikalikan dengan lama merokok dalam satu tahun, akan menghasilkan

pengelompokan sebagai berikut:

1) Perokok ringan : 0-200 batang per tahun


2) Perokok sedang : 200-600 batang per tahun
3) Perokok berat : lebih dari 600 batang per tahun

Menurut penelitian Leffrondre dkk. mengenai model-model riwayat merokok,

status merokok seseorang dapat dibagi menjadi tidak pernahmerokok dan sering

merokok. Never smoke adalah orang yang selama hidupnya tidak pernah merokok

atau seseorang selama kurang dari 1 tahun (Indeks Brinkman 0). Smoker adalah

seseorang yang mempunyai riwayat merokok sedikitnya satu batang tiap hari

selama sekurang-kurangnya satu tahun baik yang masih merokok ataupun yang

sudah berhenti.

Derajat hisapan merokok

1) Berat (menghisap dalam) : cara menghisap rokok yang dibakar dan

dirasakan sampai masuk ke saluran napas bawah.


2) Ringan (menghisap dangkal) : cara menghisap rokok yan dibakar dan

hanya dirasakan di mulut saja kemudian dikeluarkan.22


42

2.8.Derajat PPOK

PPOK adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran

udara di saluran napas yang bersifat progressif nonreversibel atau reversibel

parsial. PPOK terdiri dari bronkitis kronik dan emfisema atau gabungan

keduanya.

Edukasi PPOK diberikan sejak ditentukan diagnosis dan berlanjut secara

berulang pada setiap kunjungan, baik bagi penderita sendiri maupun bagi

keluarganya. Edukasi dapat diberikan di poliklinik, ruang rawat, bahkan di unit

gawat darurat ataupun di ICU dan di rumah. Secara intensif edukasi diberikan di

klinik rehabilitasi atau klinik konseling, karena memerlukan waktu yang khusus

dan memerlukan alat peraga. Edukasi yang tepat diharapkan dapat mengurangi

kecemasan pasien PPOK, memberikan semangat hidup walaupun dengan

keterbatasan aktiviti. Penyesuaian aktiviti dan pola hidup merupakan salah satu

cara untuk meningkatkan kualiti hidup pasien PPOK.

Bahan dan cara pemberian edukasi harus disesuaikan dengan derajat berat

penyakit, tingkat pendidikan, lingkungan sosial, kultural dan kondisi ekonomi

penderita.

Secara umum bahan edukasi yang harus diberikan adalah

1. Pengetahuan dasar tentang PPOK


2. Obat - obatan, manfaat dan efek sampingnya
3. Cara pencegahan perburukan penyakit
4. Menghindari pencetus (berhenti merokok)
5. Penyesuaian aktiviti

Agar edukasi dapat diterima dengan mudah dan dapat dilaksanakan

ditentukan skala prioriti bahan edukasi sebagai berikut :


43

1) Berhenti merokok

Disampaikan pertama kali kepada penderita pada waktu diagnosis PPOK

ditegakkan

2) Pengunaan obat - obatan


a. Macam obat dan jenisnya
b. Cara penggunaannya yang benar ( oral, MDI atau nebuliser )
c. Waktu penggunaan yang tepat ( rutin dengan selangwaku tertentu atau

kalau perlu saja )


d. Dosis obat yang tepat dan efek sampingnya
3) Penggunaan oksigen
a. Kapan oksigen harus digunakan
b. Berapa dosisnya
c. Mengetahui efek samping kelebihan dosis oksigen
4) Mengenal dan mengatasi efek samping obat atau terapi oksigen
5) Penilaian dini eksaserbasi akut dan pengelolaannya Tanda eksaserbasi :
a. Batuk atau sesak bertambah
b. Sputum bertambah
c. Sputum berubah warna
6) Mendeteksi dan menghindari pencetus eksaserbasi
7) Menyesuaikan kebiasaan hidup dengan keterbatasan aktiviti

Edukasi diberikan dengan bahasa yang sederhana dan mudah diterima,

langsung ke pokok permasalahan yang ditemukan pada waktu itu. Pemberian

edukasi sebaiknya diberikan berulang dengan bahan edukasi yang tidak terlalu

banyak pada setiap kali pertemuan. Edukasi merupakan hal penting dalam

pengelolaan jangka panjang pada PPOK stabil, karena PPOK merupakan penyakit

kronik progresif yang ireversibel

Pemberian edukasi berdasar derajat penyakit :

1. Ringan
1) Penyebab dan pola penyakit PPOK yang ireversibel
2) Mencegah penyakit menjadi berat dengan menghindari pencetus,

antara lain berhenti merokok


3) Segera berobat bila timbul gejala
2. Sedang
44

1) Menggunakan obat dengan tepat


2) Mengenal dan mengatasi eksaserbasi dini
3) Program latihan fisik dan pernapasan

3. Berat
1) Informasi tentang komplikasi yang dapat terjadi
2) Penyesuaian aktiviti dengan keterbatasan
3) Penggunaan oksigen di rumah
45

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Kerangka Konsep

Kerangka konsep dalam penelitian ini disusun berdasarkan tinjauan

pustaka diamana peneliti ingin mengetahui tentanghubunganKebiasaan merokok

terhadap tingkat kejadian PPOK di RSUD.Dr.RM Djoelham Binjai Tahun 2019

sebagai berikut

Variabel IndependenVariabel Dependen

Pola Hidup Penyakit Paru


Obstruktif Kronik
Merokok
3.2. Hipotesa Penelitian

Hipotesa adalah kesimpulan sementara yang perlu di uji. Adapun hippotesa

penelitian ini adalah:

1. Ho : Tidak ada hubungan Pola Hidup dengan tingkat kejadian PPOK di


RSUD.Dr.RMDjoelham Binjai tahun 2019
2. Ha : Ada Hubungan Pola Hidup dengan tingkat kejadian PPOK di
RSUD.Dr.RM Djoelham Binjai tahun 2019
3. Ho : Tidak ada hubungan Kebiasaan merokok dengan tingkat kejadian
PPOK di RSUD.Dr.RMDjoelham Binjai tahun 2019
4. Ha : Ada Hubungan Kebiasaan Merokok dengan tingkat kejadian PPOK di
RSUD.Dr.RM Djoelham Binjai tahun 2019

3.3. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan penelitian menggambarkan

denganmenggunakan rancangan studi cross sectional tujuan penelitian yaitu untuk


48
mengetahui hubungan Kebiasaan merokok dengan tingkat kejadian PPOK di

Rumah Sakit Djoelham Binjai tahun 2109.


46

3.4. Lokasi dan Waktu Penelitian

3.4.1. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian akan dilaksanakan di RSUD.Dr.RM.Djoelham Binjai tahun

2019

3.4.2. Waktu penelitian

Waktu penelitian akan dilaksanakan pada bulan Februari tahun 2019

3.5. Populasi dan Sampel

3.5.1. Populasi

Populasi yang diambil dalam penelitian ini adalahpasien yang dirawat inap

di Ruang Sedap Malam RSUD DR. RM. Djoelham Binjaipada bulan Februari

s/d Maret 2019 sampel dalam penelitian ini sebanyak 38 Orang.

3.5.2. Sampel

Menurut Arikunto (2013), jika populasi kurang dari 100 maka baik

diambil semuanya dan jika populasi lebih dari 100 maka harus menggunakan

rumus.

n = 35% x N

Keterangan :

n = Besar sampel

N= Besar populasi

N = 35% x 109

= 35/100 x 109

= 38 sampel.
47

Dalam penelitian ini teknik pengambilan sampel dilakukan dengan

menggunakan teknik total sampling sebanyak 38 orang.Walaupun demikian,

peneliti tetap mengoptimalkan responden sebagai obyek penelitian untuk

menggali data. Kriteria sampel meliputi kriteria inklusi dan kriteria eksklusi,

dimana kriteria tersebut menentukan dapat atau tidaknya sampel digunakan.

Adapun kriteria inklusi dan ekslusi dalam penelitian ini adalah

a.Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi adalah kriteria dimana subjek penelitian dapat mewakili dalam

sampel penelitian yang memenuhi syarat sembagai sampel ( Notoarmodjo,20120)

Yaitu :

1. Pasien Yang yang menderita PPOK dirawat Inap di RSUD Djoelham

Binjai
2. Sehat Mental
3. Bersedia menjadi responden
4. Bisa berbahasa indonesia

b.Kriteria ekslusi

Kriteria ekslusi merupakan kriteria dimana subjek penelitian tidak dapat

mewakili sampel karena tidak mem enuhi syarat sebagai sampel penelitian

(Notoatmodjo, 2012).

4.6. Definisi Operasional


Tabel 3.1
Definisi Operasional

No Variabel Defenisi operasional Alat ukur Hasil ukur Skala


1. Kebiasaan suatu kebiasaan Cheklist 1. Perokok berat> 600 Ordinal
merokok menghisap rokok batang Per tahun
setiap hari (> 3 batang 2. Perokok sedang =
200-600 batang
/hari) tanpa
pertahun
berhentihinggamenim 3. Perokok ringan = 0-
48

bulkan kecanduan 200 batang pertahun

2 Pola Hidup Pola hidup sehat Kuesioner 1. Baik : 1-5 Ordinal


Sehat adalah gaya hidup 2. T.Baik :6-10
yang memperhatikan
segala aspek kondisi
kesehatan. Mulai dari
makanan, minuman,
nutrisi yang
dikonsumsi dan
perilaku kita sehari-
hari. Baik itu dalam
sebuah rutinitas
olahraga yang tentu
akan menjaga kondisi
kesehatan dan juga
akan menghindarkan
dari segala hal yang
dapat menjadi
penyebab penyakit
bagi tubuh kita

2. PPOK Pasien yang Kuesioner Berat = score 7-10 Ordinal


dinyatakan menderita Sedang= score 4-6
PPOK berdasarkan Ringan = score 1-3
hasil diagnosis dokter
dan tercatat dalam
rekam medis..

3.7. Metode Pengumpulan Data

3.7.1. Data primer

Data primer dikumpulkan oleh peneliti dengan metode pengumpulan data

menggunakan kuesioner penelitian.

3.7.2. Data sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari pasien.


49

3.8. Aspek Pengukuran Data

1. PPOK

Pada penelitian ini kuesioner PPOK terdiri dari 10 pertanyaan terstruktur

menggunakan skala Guttman. Total score tertinggi adalah 10 dan nilai terendah

adalah 0.Jika responden menjawab Ya di beri nilai 1,bila menjawab tidak di beri

nilai 0.Semakin tinggi score berarti semakin berat PPOK pasien

PPOK : Berat =7-10

Sedang= 4-6

Ringan =1-3

2. Pola hidup sehat

Pada penelitian ini kuesioner Pola hidup sehat terdiri dari 10 pertanyaan

terstruktur menggunakan skala Guttman. Total score tertinggi adalah 10 dan nilai

terendah adalah 0.Jika responden menjawab Ya di beri nilai 1,bila menjawab

tidak di beri nilai 0.Semakin tinggi score berarti semakin berat Pola hidup sehat

Pola hidup sehat : Ya =1-5

Tidak = 6-10

3.9. Instrumen Penelitian


50

Instrument penelitian yang digunakan dalam penelitian ini harus dilakukan uji

coba. Uji coba dilakukan untuk menentukan validitas skor butir bertujuan untuk

menentukan tingkat keabsahan butir pertanyaan yang tercantum didalam

instrument. Sedangkan uji reabilitas dilakukan untuk membuktikan tingkat

konsistensi atau kepercayaan atas butir pertanyaan.


Uji validitas dilakukan untuk mengetahui tingkat kesahian suatu intrumen.

Suatu instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan

dan dapat mengungkapkan data dari variabel yang diteliti secara tepat (Arikunto,

2014).
Untuk uji validitas dugaan menggunakan program SPSS uji product

moment dengan mencari r hitung masing – masing item pertanyaan/pernyataan

dan selanjutnya dibandingkan dengan r tabel. Dikatakan valid jika r hitung > dari r

tabel. Item yang valid diambil dan item yang tidak valid direvisi atau diganti atau

dibuang.

Tabel 3.1. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner PPOK

No Caring Uji Validitas Kuesioner Uji Reliabilitas Kuesioner

r r tabel
(Cronbach Alpha)
hitung

1 P1 0,920 0,3610 valid 0,938 reliabel

2 P2 0,920 0,3610 valid 0,938 reliabel

3 P3 0,920 0,3610 valid 0,938 reliabel

4 P4 0,556 0,3610 valid 0,938 reliabel

5 P5 0,502 0,3610 valid 0,938 reliabel


51

6 P6 0,432 0,3610 valid 0,938 reliabel

7 P7 0,920 0,3610 valid 0,938 reliabel

8 P8 0,585 0,3610 valid 0,938 reliabel

9 P9 0,920 0,3610 valid 0,938 reliabel

10 P10 0,860 0,3610 valid 0,938 reliabel

Tabel 3.2. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Pola Hidup

No Beban Kerja Uji Validitas Kuesioner Uji Reliabilitas Kuesioner

r r tabel
(Cronbach Alpha)
hitung

1 P1 0,621 0,3610 valid 0,865 reliabel

2 P2 0,572 0,3610 valid 0,865 reliabel

3 P3 0,621 0,3610 valid 0,865 reliabel

4 P4 0,621 0,3610 valid 0,865 reliabel

5 P5 0,555 0,3610 valid 0,865 reliabel

6 P6 0,548 0,3610 valid 0,865 reliabel

7 P7 0,621 0,3610 valid 0,865 reliabel

8 P8 0,499 0,3610 valid 0,865 reliabel


52

9 P9 0,536 0,3610 valid 0,865 reliabel

10 P10 0,575 0,3610 valid 0,865 reliabel

3.10. Pengolahan Data

Setelah semua data terkumpul, maka peneliti melakukan pengolahan data

melalui beberapa tahap, yaitu:

1. Editing, adalah mengevaluasi kelengkapan, konsistensi dari semua jawaban

responden terhadap kuesioner, sehingga tidak ditemui jawaban yang kosong

dari responden.

2. Coding, adalah hasil jawaban dari setiap pertanyaan diberi kode sesuai

petunjuk untuk memudahkan peneliti dalam mengolah data.

3. Tabulasi, adalah mempermudah analisa data, pengolahan dan pengambilan

kesimpulan maka hasil pengumpulan data yang dimasukkan kedalam tabel

distribusi frekwensi.

4. Entry, memasukkan semua data kedalam komputer dengan pengolahan

menggunakan teknik komputerisasi

3.11. Analisa Data

Setelah semua data pada kuesioner dikumpulkan, maka dilakukan analisa

data melalui beberapa tahap. Pertama melihat kembali kelengkapan identitas dan

data responden serta memastikan bahwa semua jawaban telah di isi. Kemudian

peneliti mengklasifikasikan data dengan membuat tabulasi data yang telah


53

dikumpulkan. Pada penelitian ini pengolahan data dengan menggunakan program

komputer.

Analisa data dalam penelitian ini menggunakan beberapa teknik yaitu :

a. Analisa univariat

Analisa data yang dilakukan terhadap variabel hasil penelitian yang hanya

digunakan untuk menghasilkan distribusi dan persetase dari setiap variabel.

b. Analisa bivariat

Untuk mengetahui apakan ada hubungan anatara variabel maka penelitian ini

menggunakan uji chi-square.

Untuk dasar pengambilan keputusan dibedakan atas dua macam yaitu :

a. Jika Sig < α maka H0 diterima, Ha ditolak


b. Jika Sig > α maka H0 ditolak, Ha diterima

3.12 . Etika Penelitian

Dalam melakukan penelitian, peneliti memandang perlu adanya

rekomendasi dari pihak institusi dengan mengajukan permohonan izin kepada

institusi tempat penelitian. Setelah mendapat persetujuan barulah dilakukan

penelitian dengan menekankan masalah etika penelitian meliputi:

a. Informend Consent (Persetujuan)

Memberi lebar persetujuan dan menjelaskan kepada responden tentang tujuan

penelitian dan prosedur pelaksanaan penelitian. Apabila calon responden

bersedia maka responden dipersilahkan untuk menandatangani Informend

Consent tetapi jika calon responden tidak bersedia, maka calon responden

berhak untuk menolak dan berhak mengundurkan diri selama proses

pengumpulan data berlangsung.


54

b. Anonimity (Tanpa Nama)

Penelitian ini tidak menimbulkan resiko bagi individu yang menjadi responden,

baik resiko fisik maupun psikologis

c. Confidential (Kerahasiaan)

Kerahasian catatan mengenai data responden dijaga dengan cara tidak

menuliskan nama responden pada instrumen dan peneliti memusnahkan

instrumen penelitian setelah proses penelitian selesai. Data-data yang diperoleh

dari responden juga hanya digunakana untuk kepentingan penelitian.

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1. Hasil Penelitian

Sejarah tentang RSUD Dr. R.M. Djoelham Binjai belum dapat dikisahkan

secara pasti. Namun berdasarkan kisah-kisah yang dikumpulkan, RSUD Dr. R.M.

Djoelham Binjai berawal dari sebuah gedung yang memberikan pelayanan

kesehatan dengan nama RSU Binjai. Gedung ini telah ada sejak zaman

Kesultanan. Dengan luas bangunan yang tidak begitu besar, fasilitas peralatan

medis yang disediakan pun sangat sederhana. Bangunan tersebut diperkirakan

letaknya di Gedung A RSUD Dr. R.M. Djoelham Binjai saat ini.

RSU Binjai sudah berdiri sejak tahun 1927, yang didirikan oleh Tengku

Musa. Pada masa itu telah ada seorang dokter umum yang bertugas memberikan
55

pelayanan kesehatan, baik bagi keluarga kesultanan maupun masyarakat. Dokter

tersebut adalah dr. Jalaluddin Siregar. Tidak ada catatan resmi sampai kapan

beliau melaksanakan pengabdiannya di RSU Binjai.

Diperkirakan sejak tahun 1937 Dr. R.M. Djoelham mulai memberikan

pelayanan kesehatan di RSU Binjai. Pada masa penjajahan Jepang, disamping

berjuang dalam memberikan pelayanan kesehatan, Dr. R.M. Djoelham juga aktif

memperjuangkan kemerdekaan Kota Binjai. Antara tahun 1942-1945 Dr. R.M.

Djoelham tercatat dalam sejarah Kota Binjai sebagai Anggota Dewan Eksekutif

Kota Binjai.

Periode selanjutnya adalah tahun 2019 Direktur RSUD Dr. R.M.

Djoelham Binjai dijabat oleh dr Sugianto, S.PoG Sampai sekarang.

4.2. Analisa Univariat

Hasil pengumpulan data dari responden melalui penelitian ini tentang

Hubungan Antara Pola Hidup Sehat Dan Kebiasan Merokok Dengan Tingkat

Kejadian Penyakit Paru Obstruktif Kronik(Ppok) Di Rumah Sakit Djoelham

Binjai Tahun 2019 dengan jumlah responden 38 orang dapat disajikan dalam

bentuk tabel sebagai berikut :

Tabel 4.1
Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Umur Di Ruang ruang Sedap
Malam Rumah Sakit Umum Daerah Dr. RM. Djoelham Binjai
Tahun 2019
No Variabel Frekuensi (f) Persentase(%)
1 < 20 Tahun 4 11
2 20 – 39 Tahun 12 32
3 > 40 Tahun 22 57
Total 38 100
56

Pada tabel 4.1 dapat dilihat bahwa dari 38 responden Minoroitas berumur

< 20 Tahun Sebanyak 4 responden (11 %) dan moyaritas berumur > 40 Tahun

sebanyak 22 responden (52.6 %).

Tabel 4.2
Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Jenis Kelamin Di Ruang Sedap
Malam Rumah Sakit Umum Daerah Dr. RM. Djoelham Binjai

No Variabel Frekuensi (f) Persentase(%)


1 Laki – Laki 29 76
2 Perempuan 9 24
Total 38 100
Tahun 2019
Pada tabel 4.2.dapat dilihat bahwa dari 38 responden mayoritas berjenis

kelamin Laki-laki sebanyak 29 responden (76 %) dan minoritas berjenis kelamin

Perempuan sebanyak 9 responden (24%).

Tabel 4.3
Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Pekerjaan
Di Ruang Sedap Malam Rumah Sakit Umum Daerah
Dr. RM. Djoelham Binjai
Tahun 2019

No Variabel Frekuensi (f) Persentase(%)


1 Petani 7 18
2 Wiraswasta 20 53
3 Karyawan 9 24
57

4 Pns 2 5
Total 38 100
Pada tabel 4.3. dapat dilihat bahwa dari 38 responden mayoritas Pekerjaan

Wiraswasta sebanyak 20 responden (53%) dan minoritas Pekerjaan Pns sebanyak

2 responden (5%).

Tabel 4.4
Distribusi Frekuensi kebiasaan Merokok Di Ruang sedap malam Rumah Sakit
Umum Daerah Dr. RM. Djoelham Binjai

No Variabel Frekuensi (f) Persentase(%)


1 Berat 26 68
2 Sedang 9 24
3 Ringan 3 8
Total 38 100
Tahun 2019
Pada tabel 4.4. dapat dilihat bahwa dari 38 responden mayoritas perokok

berat sebanyak 26 responden (68 %) dan minoritas ringan sebanyak 3 responden

(8 %).

Tabel 4.5

Distribusi Frekuensi Pola Hidup Sehat Di Ruang sedap malam Rumah Sakit Umum
Daerah Dr. RM. Djoelham Binjai

No Variabel Frekuensi (f) Persentase(%)


1 Baik 7 18
2 Tidak Baik 31 82
58

Total 38 100
Tahun 2019
Pada tabel 4.5. dapat dilihat bahwa dari 38 responden mayoritas pasien

pola hidup tidak baik sebanyak 31 responden (82 %) dan minoritas pola hidup

baik sebanyak 7 responden (18 %).

Tabel 4.6
Distribusi Frekuensi PPOK Ruang Sedap malam Rumah Sakit Umum
Daerah Dr. RM. Djoelham Binjai Tahun 2019

No Variabel Frekuensi (f) Persentase(%)


1 PPOK 29 76
2 Tidak PPOK 9 24
Total 38 100
Pada tabel 4.6 dapat dilihat bahwa dari 38 responden mayoritas pasien kena

PPOK sebanyak 29 responden (76 %) dan minoritas tidak PPOK sebanyak 9

responden (24 %)

4.3 Analisa Bivariat


Tabel 4.7
Hubungan Pola Hidup dengan kejadian PPOK
di Rumah Sakit DjoelhamBinjai
Tahun 2019

Pola Hidup Sehat Kejadian PPOK Total p.value df


PPOK Tidak PPOK
F % F % n %
Baik 2 5 5 13 7 18
Tidak Baik 27 71 4 11 31 82 0,004 1
Jumlah (n) 29 76 9 24 38 100

Berdasarkan tabel 4.3 menunjukkan bahwa dari 38 responden dengan pola

hidup sehat baik sebanyak 7 responden (18%) dengan kategori PPOK sebanyak

2 responden (5%) Sedangkan sebagian besar responden dengan tidak PPOK

sebanyak 5 responden (13%) dengan kategori pola hidup sehat tidak baik
59

sebanyak 31 responden (28%) dengan Kejadian PPOK sebanyak 27 responden

(71 %)

Hasil pengujian hipotesis untuk melihat hubungan antara variabel X dan

variabel Y adalah dengan taraf signifikan (α) = 5% (0,04) dan df = 1 diperoleh

hasil p.value= 0,004 dimana sig< α (0,004< 0,05) maka dapat diketahui ada

hubungan Hubungan Pola Hidup dengan kejadian PPOK di Rumah Sakit

Djoelham Binjai Tahun 2019

Tabel 4.8
Hubungan Kebiasaan Merokok dengan kejadian PPOK
di Rumah Sakit Djoelham Binjai
Tahun 2019

Kebiasaan Merokok Kejadian PPOK Total p.value df


PPOK Tidak PPOK
F % F % n %
Berat 23 60 3 8 26 68
Sedang 6 16 3 8 9 24 0,002 2
Ringan 0 0 3 8 11 8
Jumlah (n) 29 76 9 24 38 100

Berdasarkan tabel 4.4 menunjukkan bahwa dari 38 responden dengan

kebiasaan merokok berat sebanyak 26 responden (68 %) dengan kategori PPOK

sebanyak 23 responden (60%) Sedangkan sebagian besar responden dengan tidak

PPOK sebanyak 3 responden (8 %) dengan kategori kebiasaan merokok sedang


60

sebanyak 9 responden (24%) dengan Kejadian PPOK sebanyak 6 responden

(16 %)

Hasil pengujian hipotesis untuk melihat hubungan antara variabel X dan

variabel Y adalah dengan taraf signifikan (α) = 5% (0,002) dan df = 2 diperoleh

hasil p.value= 0,002 dimana sig< α (0,002< 0,05) maka dapat diketahui ada

hubungan Hubungan Kebiasaan Merokok dengan kejadian PPOK di Rumah Sakit

Djoelham Binjai Tahun 2019

4.4 Regresi Linier Berganda

Tabel 4.9.

Distribusi Frekuensi Regresi Linier Berganda hubungan pola hidup


dan Kebiasaan Merokok dengan kejadian PPOK
di Rumah Sakit Djoelham Binjai
Tahun 2019

Coefficientsa
Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) 1.729 .282 6.123 .000
POLA_HIDUP
-.516 .132 -.471 -3.919 .000
_SEHAT
ROKOK .319 .081 .473 3.934 .000

a. Dependent Variable: PPOK


Berdasarkan tabel 4.5 menunjukkan bahwa hasil signifikan t dari pola

hidup sehat adalah p = 0,000 < α = 0,05, rokok adalah p = 0,000 < α = 0,05 maka

dapat dikatakan pola hidup dan kebiasaan merokok memiliki hubungan terhadap
61

PPOK. Untuk dasar pengambilan kesimpulan Ha diterima H0 ditolak, apabila thitung

> ttabel atau Sig. t < ɑ dan Ha ditolak H0 diterima, apabila thitung < ttabel atau Sig. t > ɑ

Untuk nilai t menunjukkan bahwa nilai t tabel < t hitung dimana nilai t tabelnya

adalah 1,699 sehingga menunjukkan variabel independent memiliki hubungan

terhadap variabel dependen, dengan nilai 1,699 < 3,919 untuk pola hidup , 1,699 <

3,934 untuk kebiasaan merokok

maka dapat diketahui ada hubungan Hubungan Pola Hidup dan Kebiasaan

Merokok dengan kejadian PPOK di Rumah Sakit Djoelham Binjai Tahun 2019

BAB V

PEMBAHASAN

Berdasarkan tabel distribusi pada BAB sebelumnya menjelaskan tentang

hubungan kebiasaan merokok dengan tingkat kejadian penyakit paru obstruktif

kronis ( PPOK ) di rumah sakit djoelham binjai tahun 2019

5.1. Hubungan Pola Hidup Dengan Tingkat Kejadian Penyakit Paru

Obstruktif Kronis ( PPOK )

Dari tabel 4.3 menunjukkan bahwa kecenderungan penderita PPOK

mempunyai riwayat Pola Hidup tidak sehat sebesar 27 responden (71 %) lebih

kecil dibanding non PPOK 3 responden (8 %).


62

Hasil pengujian hipotesis untuk melihat hubungan antara variabel X dan

variabel Y adalah dengan taraf signifikan (α) = 5% (0,04) dan df = 1 diperoleh

hasil p.value= 0,004 dimana sig< α (0,004< 0,05) maka dapat diketahui ada

hubungan Hubungan Pola Hidup dengan kejadian PPOK di Rumah Sakit

Djoelham Binjai Tahun 2019

Menurut Binongko (2012) dalam Maksalmina (2013), salah satu faktor

yang mempengaruhi penyakit PPOK adalah status gizi. Serupa dengan pendapat

dari Achmadi (2005), yang menyatakan bahwa status gizi merupakan

salah faktor risiko yang berperan terhadap timbulnya penyakit PPOK Status

gizi adalah salah satu faktor terpenting dalam pertahanan tubuh terhadap

infeksi. Pada keadaan gizi yang buruk, maka reaksi kekebalan tubuh akan

melemah sehingga kemampuan dalam mempertahankan diri terhadap infeksi

menjadi menurun sebab itu, peningkatan status gizi menjadi salah satu

program penanggulangan PPOK di Indonesia(Departemen Kesehatan RI,

2008).

Diungkapkan oleh pakar gizi dari Fakultas Kedokteran Universitas

Diponegoro (FK UNDIP) Semarang, Profesor Muhammad Sulchan, sekitar 90

persen penyakit, baik yang bersifat fisik maupun mental, disebabkan pola hidup.

Ada pula penelitian yang menyatakan apa yang dimakan dapat memengaruhi

perilaku manusia ,teori itu disebut neurotransmitter.

Hal senada juga diungkapkan oleh Ketua Lembaga Pengkajian Pangan

Obat-obatan dan Kosmetik Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) Jateng, Prof.
63

Mukhoyur (2010), bahwa Pola hidup sehat akan memengaruhi perilaku seseorang

menjadi baik, sedangkan Pola hidup tidak sehat akan berakibat sebaliknya

Menurut Notoatmodjo (2013) pola perilaku adalah “semua kegiatan atau

aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung maupun yang tidak dapat

diamati oleh perilaku luar”. Dari hal tersebut perilaku hidup sehat menurut

Notoatmodjo (2013) adalah “perilaku yang berkaitan dengan upaya atau kegiatan

seseorang untuk menciptakan dan meningkatkan kesehatannya”. Menurut Lutan

(2012) perilaku sehat adalah “setiap tindakan yang mempengaruhi peluang secara

langsung atau jangka panjang semua konsekuensi fisik yang terwujud lebih baik”.

Ada pula yang dikatakan oleh Lisnawati (2013), gaya hidup sehat

menggambarkan pola perilaku sehari-hari yang mengarah pada upaya memelihara

kondisi fisik, mental, dan sosial berada dalam keadaan positif. Gaya hidup sehat

meliputi kebiasaan tidur, makan, pengendalian berat badan, tidak merokok, dan

alkohol, olahraga secara teratur dan terampil dalam mengelola stress yang

dialami.

Perilaku hidup sehat telah diakui membawa banyak dampak positif bagi

tubuh, terutama mereka yang memiliki penyakit kronis seperti diabetes dan

PPOK. Memiliki perilaku hidup sehat dapat membantu pasien dengan penyakit

kronis memiliki kualitas hidup yang lebih baik. Apalagi perilaku hidup sehat juga

diketahui dapat mencegah orang dengan PPOK mengalami eksaserbasi alias

perburukan gejala.

5.2. Hubungan Kebiasaan Merokok Dengan Tingkat Kejadian Penyakit

Paru Obstruktif Kronis ( PPOK )


64

Berdasarkan tabel 4.4 menunjukkan bahwa dari 38 responden dengan

kebiasaan merokok berat sebanyak 26 responden (68 %) dengan kategori PPOK

sebanyak 23 responden (60%) Sedangkan sebagian besar responden dengan tidak

PPOK sebanyak 3 responden (8 %) dengan kategori kebiasaan merokok sedang

sebanyak 9 responden (24%) dengan Kejadian PPOK sebanyak 6 responden

(16 %)

Hasil pengujian hipotesis untuk melihat hubungan antara variabel X dan

variabel Y adalah dengan taraf signifikan (α) = 5% (0,002) dan df = 2 diperoleh

hasil p.value= 0,002 dimana sig< α (0,002< 0,05) maka dapat diketahui ada

hubungan Hubungan Kebiasaan Merokok dengan kejadian PPOK di Rumah Sakit

Djoelham Binjai Tahun 2019

Menurut Aditama (2014), besar pajanan asap rokok bersifat kompleks dan

dipengaruhi oleh kuantitas rokok yang dihisap dan pola penghisapan rokok antara

lain usia mulai merokok, lama merokok, dalamnya hisapan dan lain-lain. Pajanan

asap rokok menyebabkan kelainan pada mucosa saluran nafas, kapasitas ventilasi

maupun fungsi sawar alveolar/kapiler

Kebiasaan merokok adalah suatu kebiasaan seorang responden menghisap

rokok setiap hari yang menyebabkan ketergantungan ataupun kecanduaan rokok.

Dalam hal ini paparan asap rokok berdampak juga pada perokok aktif dan pasif.

Bermacam-macam bentuk perilaku merokok yang dilakukan seseorang dalam

menanggapi stimulus yang diterimanya. Orang yang memiliki kebiasan merokok

memiliki risiko yang lebih tinggi untuk terkena PPOK karena didalam rokok itu

banyak menggandung bahan-bahan berbahaya seperti tar, nikotin, dan lain


65

sebagainya. Tetapi tidak menutup kemungkinan bagi yang bukan perokok bisa

juga terkena apabila dia terpapar asap rokok.

Menurut Situmeang (2014), merokok adalah suatu kebiasaan yang

merugikan bagi kesehatan karena suatu proses pembakaran massal tembakau yang

menimbulkan polusi udara dan terkonsentrasi yang secara sadar langsung dihirup

dan diserap oleh tubuh bersama udara pernapasan. Hal ini didukung oleh

Setyohasi (2015) yang mengatakan bahwa merokok merupakan suatu kebiasaan

yang dapat memberikan kenikmatan semu bagi si perokok, tetapi dilain pihak

menimbulkan dampak buruk bagi si perokok sendiri maupun bagi orang-orang di

sekitarnya (Setyohadi, 2016). Resiko untuk menderita PPOK bergantung pada

“dosis merokok”nya, seperti umur orang tersebut mulai merokok, jumlah rokok

yang dihisap per hari dan berapa lama orang tersebut merokok

Hubungan merokok dengan gangguan kesehatan/ penyakit merupakan

hubungan dose response, lebih lama kebiasaan merokok dijalani, lebih banyak

batang rokok setiap harinya, lebih dalam menghisap asap rokoknya, maka lebih

tinggi risiko untuk mendapatkan penyakit akibat merokok

Menurut Teramoto (2014) Penyakit Paru Obstruksi Kronik merupakan

suatu kelainan saluran napas yang bersifat irreversible dalam paru. Pendapat

serupa dikemukakan oleh Global Initiative for Chronic Obstrictive Lung Disease

(GOLD) mendefinisikan PPOK sebagai penyakit kronik yang ditandai oleh

adanya hambatan aliran udara di saluran nafas (bawah) yang tidak sepenuhnya

reversibel. Hambatan aliran udara pernafasan tersebut bersifat progresif dan


66

dihubungkan dengan respon inflamasi yang abnormal dari paru karena rangsangan

gas dan partikel yang merusak.

Gambaran secara umum bagaimana rokok dapat menyebabkan kerusakan

saluran pernafasan adalah bahwa di dalam asap rokok terdapat ribuan radikal

bebas dan bahan-bahan iritan yang merugikan kesehatan. Bahan iritan tersebut

masuk saluran pernafasan selanjutnya menempel pada silia (rambut getar) yang

selalu berlendir. Di samping itu bahan iritan tersebut mampu membakar silia

sehingga lambat laun terjadi penumpukan bahan iritan yang dapat mengakibatkan

infeksi. Sementara itu produksi mucus makin bertambah banyak dan kondisi ini

sangat kondusif untuk tumbuh kuman. Apabila kondisi tersebut berlanjut maka

akan terjadi radang dan penyempitan saluran nafas serta berkurangnya elastisitas.

Besar kecilnya intensitas dan waktu paparan bahan-bahan iritan dalam asap rokok

akan berpengaruh terhadap kondisi saluran pernafasan. Semakin besar intensitas,

dosis, serta waktu paparan, akan mempercepat terjadinya kerusakan atau

ketidaknormalan pada saluran pernafasan. Dengan kata lain bahwa kebiasaan

merokok dapat meningkatkan risiko terjadinya kelainan pada saluran nafas, antara

lain berupa penyempitan yang dalam hal ini dikaitkan dengan kejadian PPOK.

5.3 Hubungan Pola Hidup dan Kebiasaan Merokok Dengan Tingkat

Kejadian Penyakit Paru Obstruktif Kronis ( PPOK )

Berdasarkan tabel 4.5 menunjukkan bahwa hasil signifikan t dari pola

hidup sehat adalah p = 0,000 < α = 0,05, rokok adalah p = 0,000 < α = 0,05 maka

dapat dikatakan pola hidup dan kebiasaan merokok memiliki hubungan terhadap
67

PPOK. Untuk dasar pengambilan kesimpulan Ha diterima H0 ditolak, apabila thitung

> ttabel atau Sig. t < ɑ dan Ha ditolak H0 diterima, apabila thitung < ttabel atau Sig. t > ɑ

Untuk nilai t menunjukkan bahwa nilai t tabel < t hitung dimana nilai t tabelnya

adalah 1,699 sehingga menunjukkan variabel independent memiliki hubungan

terhadap variabel dependen, dengan nilai 1,699 < 3,919 untuk pola hidup , 1,699 <

3,934 untuk kebiasaan merokok

maka dapat diketahui ada hubungan Hubungan Pola Hidup dan Kebiasaan

Merokok dengan kejadian PPOK di Rumah Sakit Djoelham Binjai Tahun 2019

Terdapat beberapa faktor risiko yang dapat meningkatkan peluang

terjadinya PPOK seperti kebiasaan merokok, Pola Hidup polusi udara, lingkungan

yang tidak baik, genetik, hiperaktifitas bronkus, daya tahan saluran nafas yang

kurang, dan defisiensi alfa-antitripsin. Diyakini bahwa merokok merupakan faktor

yang paling berkontribusi terhadap berkembangnya PPOK. Separuh dari semua

orang yang merokok berpeluang terjadi kerusakan/ obstruksi saluran nafas dan 10-

20 persennya berkembang secara signifikan menjadi PPOK (Devereux, 2013).

Sumber lain menambahkan bahwa seseorang yang merokok dalam kurun waktu

20-25 tahun berpeluang terkena PPOK (Teramoto, 2015).

Penelitian terdahulu didapatkan bahwa anak dari orang tua perokok dapat

menderita penyakit pernafasan lebih sering dan lebih berat serta prevalensi

terhadap gangguan pernapasan lebih tinggi. Selain itu, orang yang tidak merokok

tetapi tinggal dengan perokok (perokok pasif) mengalami peningkatan kadar

karbon monoksida darah. Dari keterangan tersebut untuk penyakit familiar dalam

hal ini PPOK mungkin berkaitan dengan Pola hidup Sehat


68

Faktor yang berpengaruh dalam penyebaran Tuberkulosis Paru dan

kegagalan dalam pengobatan secara tuntas adalah perilaku masyarakat, sehingga

setiap tahun selalu ada kasus baru yang tercatat (Tobing, 2009).Menurut Supariasa

(2002), salah satu yang mempengaruhi kesehatan adalah perilaku hidup, sehingga

jika seseorang memiliki perilaku hidup yang tidak sehat maka dapat terkena

penyakit infeksi dan terjadi penurunan status gizi

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan.

1. bahwa kecenderungan penderita PPOK mempunyai riwayat Pola

Hidup tidak sehat sebesar 27 responden (71 %) lebih kecil dibanding

non PPOK 3 responden (8 %).

2. dari 38 responden dengan kebiasaan merokok berat sebanyak 26

responden (68 %) dengan kategori PPOK sebanyak 23 responden

(60%) Sedangkan sebagian besar responden dengan tidak PPOK


69

sebanyak 3 responden (8 %) dengan kategori kebiasaan merokok

sedang sebanyak 9 responden (24%) dengan Kejadian PPOK

sebanyak 6 responden (16 %)

3. Ada Hubungan hubungan kebiasaan merokok dengan tingkat kejadian

penyakit paru obstruktif kronis ( ppok ) di rumah sakit djoelham binjai

tahun 2019

6.2. Saran.

Kebiasaan merokok meningkatkan risiko terjadinya penyakit kanker,

kardiovaskuler, dan sistem pernafasan atau Penyakit Paru Obstruksi Kronik

(PPOK) dan merupakan masalah kesehatan yang besar di dunia luas dengan

prevalensi, dan biaya yang tinggi. Penyakit ini telah menjadi enam besar penyebab

kematian

Anda mungkin juga menyukai