Puji syukur senantiasa kami hanturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
memberikan Rahmad, Taufik dan Hidayah Nya kepada kita semua, sehingga kami dapat
menyelesaikan penyusunan makalah ini untuk memenuhi tugas KONSEP ETIKA DAN
HUKUM PELAYANAN KESEHATAN. Makalaah ini dapat digunakan sebagai bahan untuk
menambah pengetahuan, sebagai referensi tambahan dalam belajar mengenai “PELAYANAN
KESEHATAN”. Makalah ini dibuat sedemikian rupa agar pembaca mudah memahaminya secara
lanjut.
Pada kesempatan ini, kami ucapkan terima kasih kepada Dosen mata kuliah ETIKA yang
telah memberikan bimbingan kepada kami, beserta kepada semua pihak yang telah membantu
dalam penyusunan makalah ini.
Kami menyadari bahwa tulisan kami ini masih kurang dari kesempurnaan, saran dan
kritik yang bermanfaat dari semua pihak sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Dengan harapan dapat bermanfaat bagi semua pembaca untuk menambah pengetahuan dan
wawasan tentang “ ETIKA DAN HUKUM PELAYANAN KESEHATAN ”. Jangan segan
bertanya jika pembaca menemukan kesulitan. Semoga keberhasilan selalu berpihak kepada kita.
Penyusun
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR 1
DAFTAR ISI 2
BAB 1 PENDAHULUAN 3
A. Latar Belakang 3
BAB II ISI 4
DAFTAR PUSTAKA 19
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan sendiri atau bersama-
sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan
mengobati penyakit, serta memulihkan kesehatan perorangan, kelompok ataupun masyarakat.
Dalam pelayanan kesehatan tentu ada aturan-aturan yang berkaitan dengan kesehatan
yaitu bagaimana menghandle masalah-masalah itu tidak keluar dari etika dan hukum agar apa
yang dikerjakan tidak menimbulkan efek secara etika dan hukum terhadap diri sendiri dan orang
lain.
Petugas kesehatan dalam melayani masyarakat, juga akan terkait pada etika dan hukum,
atau etika dan hukum kesehatan. Dalam pelayanan kesehatan masyarakat, perilaku petugas
kesehatan harus tunduk pada etika profesi (kode etik profesi) dan juga tunduk pada ketentuan
hukum, peraturan dan perudangan-undangan yang berlaku . Apabila petugas kesehatan
melanggar kode etik profesi akan memperoleh sanksi etika dari organisasi profesinya, dan
mungkin apabila juga melanggar ketentuan peraturan atau perudangan-undangan, juga akan
memperoleh sanksi hukum (pidana atau perdana).
Etika maupun hukum dalam suatu masyarakat mempunyai tujuan yang sama, yakni
terciptanya kehidupan masyarakat yang tertib, aman dan damai. Oleh sebab itu, semua
masyarakat harus mematuhi etika dan hukum yang ada. Apabila tidak maka bagi pelanggar etika
sanksinya adalah ‘moral” sedangkan bagi para pelanggar hukum, sanksinya adalah hukuman.
3
BAB II
ISI
Pengertian ini kemudian menjadikan etika sebagai sesuatu yang sangat berbeda dengan
istilah sebelumnya yaitu adat isstiadat, namun mempnyai landasan pemikiran atau suatu
kerangka berfikir yang akhirnya melahirkan suatu sikap yang lebih bernilai.
Menurut Leenen, hukum kesehatan adalah semuaperaturan hukum yang berhubungan lan
gsung padapemberian pelayanan kesehatan dan penerapannya padahukum perdata, hukum admin
istrasi, dan hukum pidana. Hukum kesehatan ini di dalamnya berisi peraturan perundang-
undangan sebagai norma dan landasan hukumbagi dunia kesehatan.
4
dan pelayanan jasa yang terbaik bagi masyarakat. Obat-obatan dan pelayanan jasa yang terbaik
adalah yang memenuhi apa yang dijanjikan atau apa yang dibutuhkan oleh masyarakat. Dengan
demikian pelayanan kesehatan yang terbaik adalah yang memberikan kepuasan terhadap
masyarakat, kalau perlu melebihi harapan masyarakat
Dalam arti yang luas, konsep pelayanan kesehatan (health service) identik dengan
memberikan pelayanan jasa demi kepentingan masyarakat luas. Dalam konteks ini pelayanan
kesehatan lebih dititik beratkan kepada bagaimana elemen-elemen pelayan kesehatan seperti para
tim medis melakukan pelayanan, dimana pelayanan kesehatan identik dengan pengobatan yang
merupakan bagian dari manajemen ilmu kesehatan.
5
orang tanpa ijin tidak pernah diperbolehkan. Sementara etiket menggambarkan cara suatu
perbuatan itu dilakukan manusia, dan berlaku hanya dalam pergaulan atau berinteraksi dengan
orang lain, dan cenderung berlaku dalam kalangan tertentu saja, misalnya memberi sesuatu
kepada orang lain dengan tangan kiri merupakan cara yang kurang sopan menurut kebudayaan
tertentu, tapi tidak ada persoalan bagi kebudayaan lain. Karena itu etiket lebih bersifat relatif,
dan cenderung mengutamakan simbol lahiriah, bila dibandingkan dengan etika yang cenderung
berlaku universal dan menggambarkan sungguh-sungguh sikap bathin.
Sesuai dengan tujuan di atas, perawat ditantang untuk mengembangkan etika propesi
secara trus-menerus agar dapat menampung keinginan dan masalah baru; dan mampu
menurunkan etika propesi keperawatan kepada perawat generasi muda, secara trus-menerus juga
meletakkan landasan filsafat keprawatan agar setiap perawat tetap menyenangi profesinya.
Selain itu pula, agar perawat dapat menjadi wasit untuk anggota propesi yang bertindak kurang
profesional karena melakukan tindakan “ di bawah “ standar profesional atau merusak
kepercayaan masyarakat terhadap propesi keprawatan.
Menurut American Ethcs Commission Bureau on Teaching, tujuan etika profesi keprawatan
adalah mampu:
6
Perawat membutuhkan kemampuan untuk menghubungkan dan mempertimbangkan
peran prinsip moralitas, yaitu keyakinannya terhadap tindakan yang di hubungkan dengan ajaran
agama dan perintah Tuhan dalam:
1. Pelaksanaan kode perilaku yang disepakati oleh kelompok profesi, perawat sendiri,
maupun masyarakat.
2. Cara mengambil keputusan yang didasari oleh sikap kebiasaan dan pandangan ( hal yang
dianggap benar ). Menurut Veatch, yang mengambil keputusan tentang etika profesi
keperawatan adalah perawat sendiri, tenaga kesehatan lainnya; dan etika yang
berhubungan dengan pelayanan keperawatan ialah masyarakat/orang awam yang
menggunakan ukuran dan nilai umum sesuai dengan tuntutan masyarakat.
Menurut National League for Nursing ( NLN [ pesat pendidikan keperawatan milik perhimpunan
perawat Amerika ]), pendidikan etika keperawatan bertujuan :
1. Meningkatkan pengertian peserta didik tentang hubungan antarprofesi kesehatan lain dan
mengerti tentang peran dan fungsi anggota tim kesehatan tersebut.
2. Mengembangkan potensi pengambilan keputusan yang bersifat moralitas, keputusan
tentang baik dan buruk yang akan dipertanggungjawabkan kepada tuhan sesuai dengan
kepercayaannya.
3. Mengembangkan sifat pribadi dan sikap propesional peserta didik.
4. Mengembangkan pengetahuan dan ketrampilan yang penting untuk dasar praktik
keperawatan profesional.Diakui bahwa pengembangan keterampilan ini melalui dilemma
etika, artinya konflik yang dialami, yang memerlukan pengambilan keputusan yang baik
dan benar di pandang dari sudut profesi, kemanusiaan, kemasyarakatan, kesehatan, dan
keprawatan
5. Memberi kesempatan kepada peserta didik menerapkan ilmu dalam prinsip etika
keperawaran dalam praktik dan dalam situasi nyata.
Pendidikan etika sangat penting dalam pendidikan keperawatan yang berfungsi untuk
meningkatkkan kemampuan peserta didik tentang perbedaan nilai, norma yang timbul dalam
keputusan keperawatan. Namun, etika keperawatan tidak cukup hanya diajarkan, tetapi harus di
tanamkan dan diyakini oleh peserta didik melalui pembinaan, tidak saja di pendidikan, tetapi
dalam lingkungan pekerjaan dan lingkungan profesi.
7
C. Beberapa Permasalahan Etika Pelayanan Kesehatan
Dibutuhkan Kode Etik dalam pelayanan kesehatan. Kode etik pelayanan kesehatan di
Indonesia masih terbatas pada beberapa profesi seperti ahli keperawatan, kebidanan dan
kedokteran sementara kode etik untuk profesi yang lain masih belum nampak. Ada yang
mengatakan bahwa kita tidak perlu kode etik karena secara umum kita telah memiliki nilai-nilai
agama, etika moral Pancasila, bahkan sudah ada sumpah pegawai negeri yang diucapkan setiap
apel bendera. Pendapat tersebut tidak salah, namun harus diakui bahwa ketiadaan kode etik ini
telah memberi peluang bagi para pemberi pelayanan kesehatan untuk mengenyampingkan
kepentingan masyarakat umum. Kehadiran kode etik itu sendiri lebih berfungsi sebagai alat
kontrol langsung bagi perilaku para pegawai yang bekerja dibidang kesehatan.
Kelemahan kita terletak pada ketiadaan atau terbatasnya kode etik. Demikian pula
kebebasan dalam menguji dan mempertanyakan norma-norma moralitas yang berlaku dalam
pelayanan kesehatan masih kurang maksimal, bahkan seringkali kaku terhadap norma-norma
moralitas yang sudah ada tanpa melihat perubahan jaman. Kita juga masih membiarkan diri kita
didikte oleh pihak luar sehingga belum terjadi otonomi beretika.
Dalam konteks ini, yang lebih penting adalah bahwa kode etik itu tidak hanya sekedar
ada, tetapi juga dinilai tingkat implementasinya dalam kenyataan. Bahkan berdasarkan penilaian
implementasi tersebut, kode etik tersebut kemudian dikembangkan atau direvisi agar selalu
sesuai dengan tuntutan perubahan jaman. Kita mungkin perlu belajar dari negara lain yang sudah
memiliki kedewasaan beretika. Di Amerika Serikat, misalnya, kesadaran beretika dalam
8
pelayanan kesehatan telah begitu meningkat sehingga banyak profesi pelayanan kesehatan yang
telah memiliki kode etik.
Pelayanan Kesehatan pada masa ini sudah merupakan industri jasa kesehatan utama
dimana setiap rumah sakit bertanggung gugat terhadap penerima jasa pelayanan kesehatan yang
diberikan ditentukan oleh nilai-nilai dan harapan dari penerima jasa pelayanan tersebut.
Disamping itu, penekanan pelayanan kualitas yang tinggi tersebut harus dapat dicapai dengan
biaya yang dapat dipertanggung jawabkan.
Sesuai dengan batasan diatas, pelayanan kesehatan memiliki bentuk dan jenis yang
bermacam-macam yang ditentukan oleh:
10
d) Sistem pelayanan kesehatan
1. Pelayanan Kesehatan Dasar
2. Pada umumnya pelayanan dasar dilaksanakan di puskesmas, puskesmas pembantu,
puskesmas keliling dll selain rumah sakit.
3. Pelayanan Kesehatan rujukan
4. Pelayanan umum dilakukan dirumah sakit. Pelayanan keperawatan diperlukan baik
dalam pelayanan kesehatan dasar maupun pelayanan kesehatan rujukan.
5.
I. Hukum Kesehatan
Hukum adalah peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh suatu kekuasaan dalam
mengatur pergaulan hidup bermasyarakat. Pergaulan hidup atau hidup di masyarakat yang sudah
maju seperti sekarang ini tidak cukup hanya dengan adat kebiasaan yang turun-temurun seperti
sebelum lahirnya peradaban yang modern. Untuk itu, maka oleh kelompok masyarakat yang
hidup dalam suatu masyarakat atau negara diperlukan aturan-aturan yang secara tertulis, yang
disebut hukum. Meskipun demikian, tidak semua perilaku masyarakat atau hubungan antara satu
dengan yang lainnya juga masih perlu diatur oleh hukum ynag tidak tertulis yang disebut : etika,
adat-istiadat, tradisi, kepercayaan dan sebagainya.
11
penerapan dari hukum perdata, hukum pidana, dan hukum administrasi dalam hubungan tersebut
serta pedoman internasional, hukum kebiasaan dan jurisprudensi yang berkaitan dengan
pemeliharaan kesehatan, hukum otonom, ilmu, dan literatur, menjadi sumber hukum kesehatan.
Sebagai bahan perbandingan, dapat dikemukakan pula rumusan dari van der mijn
(Veronica K, 1991) yang menyatakan bahwa hukum kesehatan adalah lembaga peraturan yang
langsung berhubungan dengan perawatan kesehatan, sekaligus juga dengan penerapan hukum
sipil umum, pidana, dan administrasi. Dengan demikian, hukum kesehatan meliputi seluruh
aturan hukum yang berhubungan langsung dengan bidang pemeliharaan kesehatan yakni
meliputi hukum medis/kedokteran, hukum keperawatan, hukum farmasi, hukum rumah sakit,
hukum kesehatan lingkungan, hukum kesehatan masyarakat, dan hukum lainnya di sektor
kesehatan. Hukum kesehatan mengandung makna pengertian lebih luas, sedangkan hukum
kedokteran mengandung makna yang lebih sempit, yakni hanya meliputi aturan-aturan hukum
yang berkaitan kegiatan pelayanan medik, yaitu hubungan hukun antara dokter dan pasien, antara
dokter dan rumah sakit, serta antara rumah sakit dan pasien.
12
B. Sumber Hukum Kesehatan
Dari berbagai definisi hukum kesehatan sebagaimana yang dikemukakan di atas, sumber
hukum keshatan adalah:
a. Pedoman internasional
Konferensi helsinki (1964) merupakan kesepakatan para dokter sedunia mengenai penelitian
kedokteran, khususnya eksperimen pada manusia, yakni ditekankan pentingnya persetujuan
tindakan medik.
b. Hukum kebiasaan
Biasanya tidak tertulis dan tidak dijumpai pada peraturan perundang-undangan. Kebiasaan
tertentu telah dilakukan dan pada setiap operasi yang akan dilakukan di rumah sakit harus
mendatangani izin operasi, kebiasaan ini kemudian di tuangkan kedalam peraturtan tertulis
dalam bentuk informed consent.
c. Jurisprudensi
Keputusan hakim yang di ikuti oleh para hakim dalam menanggapi kasus yang sama.
d. Hukum otonom
Suatu ketentuan yang berlaku untuk suatu daerah tertentu. Ketentuan yang dimaksud hanya
berlaku bagi anggota profesi kesehatan, misalnya kode etik kedokteran, kode etik keperawatan
kode etik bidan, dan kode etik fisioterapi.
e. Ilmu
Substansi ilmu pengetahuan dari masing-masing disiplin ilmu. Misalnya pemakaian sarung
tangan bagi dokter dalam menangani pasien, dimaksudkan untuk mencegah penularan penyakit
dari pasien ke[ada dokter tersebut.
f. Literatur
13
Pendapat ahli hukum yang berwibawa menjadi sumber hukum kesehatan. Misalnya mengenai
penanggung jawaban hukum, perawat tidak boleh melakukan melakukan tindakan medis kecuali
atas tanggung jawab dokter.
Derajat kesehatan sangat berarti bagi pengembangan dan pembinaan sumber daya
manusia serta sebagai salah satu modal bagi pelaksanaan pengembangan nasional yang pada
hakikatnya adalah pembangunan manusia sutuhnya. Dengan memperhatikan peranan kesehatan,
diperlukan upaya yang lebih memadai bagi peningkatan derajat kesehatan dan pembinaan
penyelenggaraan upaya kesehatan secara menyeluruh dan terpadu.
Oleh sebab itu, upaya kesehatan merupakan setiap kegiatan untuk memelihara dan
meningkatkan kesehatan yang dilakukan oleh pemerintah dan atau oleh masyarakat dengan
mempergunakan jasa tenaga. Kewenangan untuk melaksanakan upaya kesehatan itulah yang
memerlukan peraturan hukum sebagai dasar pembenarah hukum wewenang kesehatan tersebut.
Peraturan hukum tentang upaya kesehatan saja belum cukup karena upaya kesehatan
penyelenggaraannya disertai pendukung berupa sumber daya kesehatan baik yang berupa
perangkat keras maupun perangkat lunak.
Bidang sumber daya kesehatan inilah yang dapat memasuki kegiatan pelayanan
kesehatan. Untuk mencapai peningkatan pelayanan kesehatan bagi seluruh lapisan masyarakat
indonesia yang jumlah penduduknya amat besar bukanpekerjaan mudah, oleh sebab itu
diperlukan juga peraturan perlindungan hukum untuk melindungi pemberi dan penerima jasa
pelayanan kesehatan. Perlindungan hukum tersebut diperlukan perangkat hukum kesehatan yang
berpandangan maju untuk menjangkau perkembangan kesehatan yang semakin kompleks,
14
sehingga pelaksanaan “hukum kesehatan” diberlakukan secara proporsional dan bertahap sebagai
bidang hukum khusus.
Norma adalah sarana yang dipakai oleh masyarakat untuk menertibkan, menuntun, dan
mengarahkan tingkah laku anggotanya dalam hubungannya satu sama lain. Oleh sebab itu jika
suatu peraturan dikeluarkan oleh pemerintah yang sah menurut perundang-undangan yang
berlaku, maka peraturan tersebut di tanggapi sebagai norma yang berlaku sebagai yuridis. Hal ini
menunjukkan bahwa hukum bersifat normatif dan sifat normatif dari hukum ini tampak dalam
rumusan berbagai norma atau kaidah hukum. Hukum tidak hanya bermaksud untuk menetapkan
sikap individu, tetapi juga membawaindividu agar bersifat sesuai dengan yang seharusnya dan
tidak bertentangan dengan hukum. Dengan demikian dapat ditunjukan bahwa norma hukum itu
bukan hanya merupakan perintah, melainkan juga mengandung nalar tertentu. Nalar itu terletak
pada penilaian yang ditentukan oleh masyarakat terhadap tingkah laku dan perbuatan individu
dalam masyarakat.
Menurut zevenbergen (Veronica K, 1999), nahwa norma hukum dalam diri individu
mengandung dua hal yaitu patokam penilaian dan patokan tingkah laku. Ada 3 teori
pendukungnya yaitu :
Teori campuran : isi hukum harus di tentukan oleh keadilan dan kemanfaatan
15
Dalam pelayanan kesehatan ada 2 kelompok yang perlu dibedakan yaitu
Kedua kelompok tersebut menginginkan adanya kepastian dan perlindungan hukum, sebagai
contoh :
Selanjutnya hukum pidana mempunyai dua segi perlindungan yaitu pada segi pertama untuk
melindungi masyarakat atau individu dari gangguan kejahatan dan segi ke dua untuk melindungi
masyarakat atau individu dari perlakuan yang tidak wajar/tidak benar dari petugas kesehatan.
Dengan demikian fungsi hukum adalah memberikan perlindungan kepada pemberi dan penerima
jasa kesehatan. Fungsi hukum adalah menjaga hak-hak manusia. Hukum harus melindungi hak-
hak pribadi manusia. Jadi menurut tanggapan umum, perasaan hukum adalah menciptakan suatu
aturan masyarakat yang baik sehingga hak manusia terjamin. Pada hakikatnya, hukum
menghendaki adanya penataan hubungan antar manusia, termasuk juga hubungan antar manusia,
termasuk juga hubungan antara tenaga kesehatandan pasin, sehingga kepentingan masing-masing
dapat terjamin dan tidak ada yang melanggarkepentingan pihak lain.
16
II. HUKUM DALAM PELAYANAN KESEHATAN
Etika profesi ( Kode Etik ) sebagai kaidah moral tidak mampu lagi menjamin hubungan
yang sifatnya kepercayaan antara pasien dan penyedia layanan kesehatan ( Pendekatan
Paternalistik ke Phatnership atau Kesetaraan ).
Akibat diaturnya suatu peristiwa oleh Kaidah Hukum Kepatuhan terhadap aturan-aturan
dalam pelayanan kesehatan tidak lagi tergantung pada kesadaran dan kemauan bebas dari kedua
belah pihak Melahirkan apa yang kita sebut “LEGAL CLAIM” dan bukan semata-mata
“MORAL CLAIM/ETHICAL CLAIM” Terutama untuk melindungi kepentingan-kepentingan
yang bisa saling berbenturan antara pasien, masyarakat, pemerintah dan penyedia layanan
kesehatan.
17
18
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Secara umum kita telah mengetahui bahwa peranan pelayanan kesehatan yaitu
sebagaiorganisasi fungsional yang menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat
menyeluruh, terpadu, merata, dapat diterima dan terjangkau oleh masyarakat, dengan peran serta
aktif masyarakat dan menggunakan hasil pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tepat
guna, dengan biaya yang dapat dipikul oleh pemerintah dan masyarakat. Upaya kesehatan
tesebut diselenggarakan dengan menitikberatkan kepada pelayanan untuk masyarakat luas guna
mencapai derajat kesehatan yang optimal, tanpa mengabaikan mutu pelayanan kepada
perorangan. Tetapi dinamika yang terjadi saat ini yaitu begitu banyak penyalahgunaan pelayanan
kesehatan yang dilakukan oleh para tim medis maupun oknum-oknum tertentu yang mana hal
tersebut didasari oleh lemahnya moralitas sehingga merugikan masyarakat terutama masyarakat
yang berada dibawah garis kemiskinan.
19
Daftar Pustaka
Bertens, K. 2000. Etika. Seri Filsafat Atma Jaya: 15. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka
Utama.
Denhardt, Kathryn G. 1988. The ethics of Public Service. Westport, Connecticut: Greenwood
Press.
Henry, Nicholas. 1995. Public Administration and Public Affairs. Sixth Edition. Englewood
Cliffs, N. J: Prentice-Hall International, Inc.
Perry, James L. 1989. Handbook of Public Administration. San Fransisca, CA: Jossey- Bass
Limited.
Shafritz, Jay.M. dan E.W.Russell. 1997. Introducing Public Administration. New York, N.Y.:
Longman.http://budiutomo79.blogspot.com/2007/11/etika-dalam-pelayanan-publik.html.
Notoatmodjo, Soekidjo. (2010). Etika dan Hukum Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta
Hendrik , SH, Mkes . Etika Dan Hukum Kesehatan
Ismani , Nila HJ . 2001 , Etika Keperawatan. Jakarta : Wjdya medika.
20