Anda di halaman 1dari 20

KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa kami hanturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
memberikan Rahmad, Taufik dan Hidayah Nya kepada kita semua, sehingga kami dapat
menyelesaikan penyusunan makalah ini untuk memenuhi tugas KONSEP ETIKA DAN
HUKUM PELAYANAN KESEHATAN. Makalaah ini dapat digunakan sebagai bahan untuk
menambah pengetahuan, sebagai referensi tambahan dalam belajar mengenai “PELAYANAN
KESEHATAN”. Makalah ini dibuat sedemikian rupa agar pembaca mudah memahaminya secara
lanjut.

Pada kesempatan ini, kami ucapkan terima kasih kepada Dosen mata kuliah ETIKA yang
telah memberikan bimbingan kepada kami, beserta kepada semua pihak yang telah membantu
dalam penyusunan makalah ini.

Kami menyadari bahwa tulisan kami ini masih kurang dari kesempurnaan, saran dan
kritik yang bermanfaat dari semua pihak sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Dengan harapan dapat bermanfaat bagi semua pembaca untuk menambah pengetahuan dan
wawasan tentang “ ETIKA DAN HUKUM PELAYANAN KESEHATAN ”. Jangan segan
bertanya jika pembaca menemukan kesulitan. Semoga keberhasilan selalu berpihak kepada kita.

Pontianak, September 2013

Penyusun

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR 1

DAFTAR ISI 2

BAB 1 PENDAHULUAN 3

A. Latar Belakang 3

BAB II ISI 4

A. Pengertian Dasar Etika dan Hukum 4


B. Pengertian Etika Pelayanan Kesehatan 4
C. Pentingnya Etika Pelayanan Kesehatan 5
D. Tujuan Etika Keperawatan 6
E. Beberapa Permasalahan Etika Pelayanan Kesehatan 8
F. Cara Mengatasi Permasalahan Etika Pelayanan Kesehatan 8
A. Hukum Kesehatan 11
B. Pengertian Hukum Kesehatan 11
C. Sumber Hukum Kesehatan 13
D. Latar Belakang Perlunya Hukum Kesehatan 14
E. Fungsi Dan Tujuan Hukum Kesehatan 15
F. Hukum Dalam Pelayanan Kesehatan 17

BAB III PENUTUP


Kesimpulan 18

DAFTAR PUSTAKA 19

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan sendiri atau bersama-
sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan
mengobati penyakit, serta memulihkan kesehatan perorangan, kelompok ataupun masyarakat.

Dalam pelayanan kesehatan tentu ada aturan-aturan yang berkaitan dengan kesehatan
yaitu bagaimana menghandle masalah-masalah itu tidak keluar dari etika dan hukum agar apa
yang dikerjakan tidak menimbulkan efek secara etika dan hukum terhadap diri sendiri dan orang
lain.

Petugas kesehatan dalam melayani masyarakat, juga akan terkait pada etika dan hukum,
atau etika dan hukum kesehatan. Dalam pelayanan kesehatan masyarakat, perilaku petugas
kesehatan harus tunduk pada etika profesi (kode etik profesi) dan juga tunduk pada ketentuan
hukum, peraturan dan perudangan-undangan yang berlaku . Apabila petugas kesehatan
melanggar kode etik profesi akan memperoleh sanksi etika dari organisasi profesinya, dan
mungkin apabila juga melanggar ketentuan peraturan atau perudangan-undangan, juga akan
memperoleh sanksi hukum (pidana atau perdana).

Etika maupun hukum dalam suatu masyarakat mempunyai tujuan yang sama, yakni
terciptanya kehidupan masyarakat yang tertib, aman dan damai. Oleh sebab itu, semua
masyarakat harus mematuhi etika dan hukum yang ada. Apabila tidak maka bagi pelanggar etika
sanksinya adalah ‘moral” sedangkan bagi para pelanggar hukum, sanksinya adalah hukuman.

3
BAB II

ISI

A. Pengertian Dasar Etika dan Hukum


Secara etimologis etika diambil dari bahasa Yunani Ethos yang artinya adalah adat
istiadat atau kebiasaan. Di dalam pengertian ini etika dan etiket memiliki makna yang kurang
lebih sama. Namun dalam perkembanganya etika dihubungkan dengan hal-hal yang berkait erat
dengan niali, sehingga etika menjadi bagian dari ranah aksiologi yang bahkan sering di sebut
dengan filsafat tingkah laku manusia.

Pengertian ini kemudian menjadikan etika sebagai sesuatu yang sangat berbeda dengan
istilah sebelumnya yaitu adat isstiadat, namun mempnyai landasan pemikiran atau suatu
kerangka berfikir yang akhirnya melahirkan suatu sikap yang lebih bernilai.

Menurut Leenen, hukum kesehatan adalah semuaperaturan hukum yang berhubungan lan
gsung padapemberian pelayanan kesehatan dan penerapannya padahukum perdata, hukum admin
istrasi, dan hukum pidana. Hukum kesehatan ini di dalamnya berisi peraturan perundang-
undangan sebagai norma dan landasan hukumbagi dunia kesehatan.

PENGERTIAN HUKUM KESEHATAN (UU RI NO.23/1992) Hukum Kesehatan adalah


semua ketentuan hukum yang berhubungan langsung dengan pemeliharaan/pelayanan kesehatan

A. Pengertian Etika Pelayanan Kesehatan


Dalam arti yang sempit, pelayanan kesehatan adalah suatu tindakan pemberian obat-
obatan dan jasa kepada masyarakat oleh pemerintah dalam rangka tanggung jawabnya kepada
publik, baik diberikan secara langsung maupun melalui kemitraan dengan swasta masyarakat,
berdasarkan jenis dan intensitas kebutuhan masyarakat, kemampuan masyarakat. Konsep ini
lebih menekankan bagaimana pelayanan publik terutama pelayanan kesehatan berhasil diberikan
melalui suatu sistem yang sehat. Pelayanan kesehatan ini dapat dilihat sehari-hari di RSUD
ataupun puskesmas-puskesmas. Tujuan pelayanan kesehatan adalah menyediakan obat-obatan

4
dan pelayanan jasa yang terbaik bagi masyarakat. Obat-obatan dan pelayanan jasa yang terbaik
adalah yang memenuhi apa yang dijanjikan atau apa yang dibutuhkan oleh masyarakat. Dengan
demikian pelayanan kesehatan yang terbaik adalah yang memberikan kepuasan terhadap
masyarakat, kalau perlu melebihi harapan masyarakat

Dalam arti yang luas, konsep pelayanan kesehatan (health service) identik dengan
memberikan pelayanan jasa demi kepentingan masyarakat luas. Dalam konteks ini pelayanan
kesehatan lebih dititik beratkan kepada bagaimana elemen-elemen pelayan kesehatan seperti para
tim medis melakukan pelayanan, dimana pelayanan kesehatan identik dengan pengobatan yang
merupakan bagian dari manajemen ilmu kesehatan.

B. Pentingnya Etika Pelayanan Kesehatan


Saran klasik di tahun 1900 sampai 1929 untuk memisahkan antara administrasi dan
politik (dikotomi) menunjukan bahwa administrator harus sungguh-sungguh netral, bebas dari
pengaruh politik ketika memberikan pelayanan kesehatan. salah satunya jasa pelayanan
kesehatan. Akan tetapi kritik bermunculan menentang ajaran dikotomi administrasi – politik
pada tahun 1930-an, sehingga perhatian mulai ditujukan kepada keterlibatan para administrator
dalam keputusan-keputusan publik dalam kebijakan pentingnya pelayanan kesehatan. Sejak saat
ini dimata masyarakat mulai memberikan perhatian khusus terhadap “permainan etika” yang
dilakukan oleh para tim medis yang beprofesi dibidang pelayanan kesehatan.
Penilaian keberhasilan seorang administrator atau para tim medis dibidang pelayanan
kesehatan tidak semata didasarkan pada pencapaian kriteria efisiensi, ekonomi, dan prinsip-
prinsip administrasi lainnya, tetapi juga kriteria moralitas, khususnya terhadap kontribusinya
terhadap public interest atau kepentingan umum (Henry, 1995). Alasan mendasar mengapa
pelayanan kesehatan harus diberikan adalah adanya public interest atau kepentingan masyarakat
yang harus dipenuhi oleh pemerintah terutama dibidang pelayanan kesehatan, karena
pemerintahlah yang memiliki “tanggung jawab” atau responsibility. Dalam memberikan
pelayanan ini pemerintah diharapkan secara profesional melaksanakannya, dan harus mengambil
keputusan politik secara tepat mengenai siapa mendapat apa, berapa banyak, dimana, kapan, dsb.
Salah satu uraian menarik dari Bertens (2000) adalah tentang pembedaan atas konsep
etika dari konsep etiket. Etika lebih menggambarkan norma tentang perbuatan itu sendiri – yaitu
apakah suatu perbuatan boleh atau tidak boleh dilakukan, misalnya mengambil barang milik

5
orang tanpa ijin tidak pernah diperbolehkan. Sementara etiket menggambarkan cara suatu
perbuatan itu dilakukan manusia, dan berlaku hanya dalam pergaulan atau berinteraksi dengan
orang lain, dan cenderung berlaku dalam kalangan tertentu saja, misalnya memberi sesuatu
kepada orang lain dengan tangan kiri merupakan cara yang kurang sopan menurut kebudayaan
tertentu, tapi tidak ada persoalan bagi kebudayaan lain. Karena itu etiket lebih bersifat relatif,
dan cenderung mengutamakan simbol lahiriah, bila dibandingkan dengan etika yang cenderung
berlaku universal dan menggambarkan sungguh-sungguh sikap bathin.

B. Tujuan Etika Keperawatan


Etika propesi keperawatan merupakan alat untuk mengukur prilaku moral dalam
keperawatan . Dalam penyusunan alat pengukur ini, keputusan di ambil berdasarkan kode etik
sebagai standar yang mengukur dan mengevalusi prilaku moral perawat.

Dengan menggunakan kode etik keperawatan, organisasi propesi keperawatan dalam


meletakkan kerangka berpikir perawat untuk mengambil keputusan dan bertanggung jawab
kepada masyrakat, anggota tim kesehatan yang lain, dan kepada propesi ( ANA, 1976 ). Secara
umum tujuan etika propesi keperawatan adalah menciptakan dan mempertahankan kepercayaan
klien kepada perawat, kepercayaan di antara sesama perawat, dan kepercayaan masyarakat
kepada propesi keperawatan.

Sesuai dengan tujuan di atas, perawat ditantang untuk mengembangkan etika propesi
secara trus-menerus agar dapat menampung keinginan dan masalah baru; dan mampu
menurunkan etika propesi keperawatan kepada perawat generasi muda, secara trus-menerus juga
meletakkan landasan filsafat keprawatan agar setiap perawat tetap menyenangi profesinya.
Selain itu pula, agar perawat dapat menjadi wasit untuk anggota propesi yang bertindak kurang
profesional karena melakukan tindakan “ di bawah “ standar profesional atau merusak
kepercayaan masyarakat terhadap propesi keprawatan.

Menurut American Ethcs Commission Bureau on Teaching, tujuan etika profesi keprawatan
adalah mampu:

1. Mengenal dan mengindentifikasi unsur moral dalam praktik keprawatan.


2. Membentuk strategi/cara dan menganalisis masalah moral yang terjadi dalam praktik
keperawatan
3. Menghubungkan prinsip moral/pelajaran yang baik dan dapat di pertanggungjawabkan
pada diri sendiri, keluarga, masyarakat, dan kepada Tuhan, sesuai dengan
kepercayaannya.

6
Perawat membutuhkan kemampuan untuk menghubungkan dan mempertimbangkan
peran prinsip moralitas, yaitu keyakinannya terhadap tindakan yang di hubungkan dengan ajaran
agama dan perintah Tuhan dalam:

1. Pelaksanaan kode perilaku yang disepakati oleh kelompok profesi, perawat sendiri,
maupun masyarakat.
2. Cara mengambil keputusan yang didasari oleh sikap kebiasaan dan pandangan ( hal yang
dianggap benar ). Menurut Veatch, yang mengambil keputusan tentang etika profesi
keperawatan adalah perawat sendiri, tenaga kesehatan lainnya; dan etika yang
berhubungan dengan pelayanan keperawatan ialah masyarakat/orang awam yang
menggunakan ukuran dan nilai umum sesuai dengan tuntutan masyarakat.

Menurut National League for Nursing ( NLN [ pesat pendidikan keperawatan milik perhimpunan
perawat Amerika ]), pendidikan etika keperawatan bertujuan :

1. Meningkatkan pengertian peserta didik tentang hubungan antarprofesi kesehatan lain dan
mengerti tentang peran dan fungsi anggota tim kesehatan tersebut.
2. Mengembangkan potensi pengambilan keputusan yang bersifat moralitas, keputusan
tentang baik dan buruk yang akan dipertanggungjawabkan kepada tuhan sesuai dengan
kepercayaannya.
3. Mengembangkan sifat pribadi dan sikap propesional peserta didik.
4. Mengembangkan pengetahuan dan ketrampilan yang penting untuk dasar praktik
keperawatan profesional.Diakui bahwa pengembangan keterampilan ini melalui dilemma
etika, artinya konflik yang dialami, yang memerlukan pengambilan keputusan yang baik
dan benar di pandang dari sudut profesi, kemanusiaan, kemasyarakatan, kesehatan, dan
keprawatan
5. Memberi kesempatan kepada peserta didik menerapkan ilmu dalam prinsip etika
keperawaran dalam praktik dan dalam situasi nyata.

Pendidikan etika sangat penting dalam pendidikan keperawatan yang berfungsi untuk
meningkatkkan kemampuan peserta didik tentang perbedaan nilai, norma yang timbul dalam
keputusan keperawatan. Namun, etika keperawatan tidak cukup hanya diajarkan, tetapi harus di
tanamkan dan diyakini oleh peserta didik melalui pembinaan, tidak saja di pendidikan, tetapi
dalam lingkungan pekerjaan dan lingkungan profesi.

7
C. Beberapa Permasalahan Etika Pelayanan Kesehatan
Dibutuhkan Kode Etik dalam pelayanan kesehatan. Kode etik pelayanan kesehatan di
Indonesia masih terbatas pada beberapa profesi seperti ahli keperawatan, kebidanan dan
kedokteran sementara kode etik untuk profesi yang lain masih belum nampak. Ada yang
mengatakan bahwa kita tidak perlu kode etik karena secara umum kita telah memiliki nilai-nilai
agama, etika moral Pancasila, bahkan sudah ada sumpah pegawai negeri yang diucapkan setiap
apel bendera. Pendapat tersebut tidak salah, namun harus diakui bahwa ketiadaan kode etik ini
telah memberi peluang bagi para pemberi pelayanan kesehatan untuk mengenyampingkan
kepentingan masyarakat umum. Kehadiran kode etik itu sendiri lebih berfungsi sebagai alat
kontrol langsung bagi perilaku para pegawai yang bekerja dibidang kesehatan.
Kelemahan kita terletak pada ketiadaan atau terbatasnya kode etik. Demikian pula
kebebasan dalam menguji dan mempertanyakan norma-norma moralitas yang berlaku dalam
pelayanan kesehatan masih kurang maksimal, bahkan seringkali kaku terhadap norma-norma
moralitas yang sudah ada tanpa melihat perubahan jaman. Kita juga masih membiarkan diri kita
didikte oleh pihak luar sehingga belum terjadi otonomi beretika.

D. Cara Mengatasi Permasalahan Etika Pelayanan Kesehatan


Lebih berkenaan dengan lingkungan di dalam birokrasi yang memberikan pelayanan
kesehatan itu sendiri. Desakan untuk memberi perhatian kepada aspek kemanusiaan dalam
organisasi (organizational humanism) telah disampaikan oleh Denhardt. Dalam literatur tentang
aliran human relations dan human resources, telah dianjurkan agar manajer harus bersikap etis,
yaitu memperlakukan manusia atau anggota organisasi secara manusiawi. Alasannnya adalah
bahwa perhatian terhadap manusia (concern for people) dan pengembangannya sangat relevan
dengan upaya peningkatan produktivitas, kepuasan dan pengembangan kelembagaan.

Dalam konteks ini, yang lebih penting adalah bahwa kode etik itu tidak hanya sekedar
ada, tetapi juga dinilai tingkat implementasinya dalam kenyataan. Bahkan berdasarkan penilaian
implementasi tersebut, kode etik tersebut kemudian dikembangkan atau direvisi agar selalu
sesuai dengan tuntutan perubahan jaman. Kita mungkin perlu belajar dari negara lain yang sudah
memiliki kedewasaan beretika. Di Amerika Serikat, misalnya, kesadaran beretika dalam

8
pelayanan kesehatan telah begitu meningkat sehingga banyak profesi pelayanan kesehatan yang
telah memiliki kode etik.

a) Batas-batas pelayanan kesehatan

Pelayanan Kesehatan pada masa ini sudah merupakan industri jasa kesehatan utama
dimana setiap rumah sakit bertanggung gugat terhadap penerima jasa pelayanan kesehatan yang
diberikan ditentukan oleh nilai-nilai dan harapan dari penerima jasa pelayanan tersebut.
Disamping itu, penekanan pelayanan kualitas yang tinggi tersebut harus dapat dicapai dengan
biaya yang dapat dipertanggung jawabkan.

Sesuai dengan batasan diatas, pelayanan kesehatan memiliki bentuk dan jenis yang
bermacam-macam yang ditentukan oleh:

1. Pengorganisasian pelayanan, apakah dilaksanakan secara sendiri atau bersama-sama


dalam suatu organisasi.
2. Ruang lingkup kegiatan, apakah hanya mencakup kegiatan pemeliharaan kesehatan,
peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit dari padanya.
3. Sasaran pelayanan kesehatan, apakah perorangan, keluarga, kelompok atau
masyarakat secara keseluruhan.

b) Syarat-syarat pelayanan kesehatan


1. Tersedianyan dan berkesinambungan (Available and continue)
2. Pelayanan Kesehatan harus tersedia dimasyarakat dan dilaksanakan secara
berkesinambungan.
3. Dapat diterima dan wajar (Acceptable and appropriate)
4. Pelayanan Kesehatan yang baik adalah pelayanan kesehatan yang dapat diterima dan
wajar.
5. Mudah dijangkau (Affortable)
6. Terjangkaunya dari segi pembiayaan yang sesuai dengan kemampuan ekomoni-ekonomi
masyarakat.
7. Mudah dicapai (Accesible).
9
8. Pelayanan yang mudah dicapai lokasinya
9. Bermutu (Quality)
10. Pelayanan Kesehatan satu pihak memuaskan pemakai jasa dan pihak lain memberikan
pelayanan sesuai dengan kode etik dan standar yang telah ditetapkan.

c) Ciri-Ciri pelayanan kesehatan


1. Pleasantness : Seorang petugas harus mampu menyenangkan pelanggan
2. Eagernees to help others : Seorang memiliki keinginan yang kuat dari dalam dirinya
untuk membantu dan menyukai pelanggan
3. Respect for other people : Seorang harus menghargai dan menghormati pelanggan
4. Sens of responsibility is a realization that what one does and says is important :
Seorang harus memiliki rasa tanggung jawab terhadap pekerjaan dan perkataannya
terhadap pelangan
5. Oderly mind is essential nethodical and accurate work : Seorang harus memiliki jalan
pemikiran yang terarh dan terorganisasi untuk melakukan pekerjaan dengan metode
baik dan tingakat ketepatan yang tinggi.
6. Neatnees indicates pride in self and job : Seorang harus memiliki kerapian diri dan
bangga dengan pekerjaannya sendiri
7. Accurate in everything done and is of permanent importance : Seorang harus
melakukan pekerjaan dengan keakuratan atau ketelitian, hal ini merupakan sebuah
nilai yang sangat penting.
8. Loyality to bith management and collaugues make good temwork : Seorang harus
bersikap setia kepada mnenejemen dan rekan kerja, merupakan kunci membangun
kerjasama
9. Intelligence use of common sens at all time : Seorang senantiasa mengunakan akal
sehat dalam memahami pelanggan dari waktu ke waktu.
10. Tact saying and doing the righ thing at the righ time: Seorang memiliki keperibadian,
berbicara bijaksana dan melakukan pekerjaan secara benar
11. Yearning to be good servive clerk ang love of the work is essential : Seorang
mempunyai keinginan menjadi pelayan yang baik serta mencintai pekerjaannya.

10
d) Sistem pelayanan kesehatan
1. Pelayanan Kesehatan Dasar
2. Pada umumnya pelayanan dasar dilaksanakan di puskesmas, puskesmas pembantu,
puskesmas keliling dll selain rumah sakit.
3. Pelayanan Kesehatan rujukan
4. Pelayanan umum dilakukan dirumah sakit. Pelayanan keperawatan diperlukan baik
dalam pelayanan kesehatan dasar maupun pelayanan kesehatan rujukan.
5.

I. Hukum Kesehatan
Hukum adalah peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh suatu kekuasaan dalam
mengatur pergaulan hidup bermasyarakat. Pergaulan hidup atau hidup di masyarakat yang sudah
maju seperti sekarang ini tidak cukup hanya dengan adat kebiasaan yang turun-temurun seperti
sebelum lahirnya peradaban yang modern. Untuk itu, maka oleh kelompok masyarakat yang
hidup dalam suatu masyarakat atau negara diperlukan aturan-aturan yang secara tertulis, yang
disebut hukum. Meskipun demikian, tidak semua perilaku masyarakat atau hubungan antara satu
dengan yang lainnya juga masih perlu diatur oleh hukum ynag tidak tertulis yang disebut : etika,
adat-istiadat, tradisi, kepercayaan dan sebagainya.

A. Pengertian Hukum Kesehatan


Hukum kesehatan merupakan suatu spesialisasi dari ilmu hukum yang ruang lingkupnya
meliputi segala peraturan perundang-undangan di sektor pemeliharaan kesehatan.banyak istilah
yang digunakan oleh para pakar, ada yang menyebutkan hukum kedokteran dan hukum medik
sebagai terjemahan dari medical law dan droit medical. Para ahli hukum dan dokter yang berasal
dari Inggris, Amerika, dan Australia menggunakan istilah droit medical. Dengan demikian health
law diterjemahkan sebagai hukum kesehatan, sedangkan istilah hukum kedokteran tetap
digunakan sebagai bagian dari hukum kesehatan yang semula disebut hukum medik

Menurut kansil (1989), hukum kesehatan adalah rangkaian peraturan perundang-


undangan dalam bidang kesehatan yang mengatur pelayanan medik dan sarana medik.
Sedangkan leenen (dalam Amri Amir, 1999) mengemukakan bahwa hukum kesehatan meliputi
semua ketentuan umum yang langsung berhubungan dengan pemeliharaan kesehatan dan

11
penerapan dari hukum perdata, hukum pidana, dan hukum administrasi dalam hubungan tersebut
serta pedoman internasional, hukum kebiasaan dan jurisprudensi yang berkaitan dengan
pemeliharaan kesehatan, hukum otonom, ilmu, dan literatur, menjadi sumber hukum kesehatan.

Menurut pasal 1 Anggaran Dasar Perhimpunan Hukum KesehatanIndonesia (Perhuki),


hukum kesehatan adalah semua ketentuan hukum yang berhubungan langsung dengan
pemeliharaan/pelayanan kesehatan dan penerapannya serta hak dan kewajiban baik dari
perorangan dan segenap lapisan masyarakat maupun dari pihak penyelenggara pelayanan
kesehatan dalam segala aspek organisasi, sarana, pedoman-pedoman medis
nasional/internasional, hukum di bidang kesehatan, jurisprudensi serta ilmu pengetahuan di
bidang kedokteran /kesehatan. Sedangkan menurut rumusan Tim Rumusan Hukum Kedokteran
Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN), hukum kesehatan adalah ketentuan hukum yang
mengatur tentang hak dan kewajiban, baik dari tenaga kesehatan dalam melaksanakan upaya
kesehatan maupun dari individu dan masyarakat yang menerima upaya kesehatan tersebut dalam
segala aspeknya, yaitu aspek promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif selain aspek organisasi dan
sarana yang harus diperhatikan: pedoman medis, internasional, hukum kebiasaan, dan hukum
otonom di bidang kesehatan, ilmu pengetahuan dan literatur medis juga merupakan sumber
hukum kesehatan.

Sebagai bahan perbandingan, dapat dikemukakan pula rumusan dari van der mijn
(Veronica K, 1991) yang menyatakan bahwa hukum kesehatan adalah lembaga peraturan yang
langsung berhubungan dengan perawatan kesehatan, sekaligus juga dengan penerapan hukum
sipil umum, pidana, dan administrasi. Dengan demikian, hukum kesehatan meliputi seluruh
aturan hukum yang berhubungan langsung dengan bidang pemeliharaan kesehatan yakni
meliputi hukum medis/kedokteran, hukum keperawatan, hukum farmasi, hukum rumah sakit,
hukum kesehatan lingkungan, hukum kesehatan masyarakat, dan hukum lainnya di sektor
kesehatan. Hukum kesehatan mengandung makna pengertian lebih luas, sedangkan hukum
kedokteran mengandung makna yang lebih sempit, yakni hanya meliputi aturan-aturan hukum
yang berkaitan kegiatan pelayanan medik, yaitu hubungan hukun antara dokter dan pasien, antara
dokter dan rumah sakit, serta antara rumah sakit dan pasien.

12
B. Sumber Hukum Kesehatan

Dari berbagai definisi hukum kesehatan sebagaimana yang dikemukakan di atas, sumber
hukum keshatan adalah:

a. Pedoman internasional

Konferensi helsinki (1964) merupakan kesepakatan para dokter sedunia mengenai penelitian
kedokteran, khususnya eksperimen pada manusia, yakni ditekankan pentingnya persetujuan
tindakan medik.

b. Hukum kebiasaan

Biasanya tidak tertulis dan tidak dijumpai pada peraturan perundang-undangan. Kebiasaan
tertentu telah dilakukan dan pada setiap operasi yang akan dilakukan di rumah sakit harus
mendatangani izin operasi, kebiasaan ini kemudian di tuangkan kedalam peraturtan tertulis
dalam bentuk informed consent.

c. Jurisprudensi

Keputusan hakim yang di ikuti oleh para hakim dalam menanggapi kasus yang sama.

d. Hukum otonom

Suatu ketentuan yang berlaku untuk suatu daerah tertentu. Ketentuan yang dimaksud hanya
berlaku bagi anggota profesi kesehatan, misalnya kode etik kedokteran, kode etik keperawatan
kode etik bidan, dan kode etik fisioterapi.

e. Ilmu

Substansi ilmu pengetahuan dari masing-masing disiplin ilmu. Misalnya pemakaian sarung
tangan bagi dokter dalam menangani pasien, dimaksudkan untuk mencegah penularan penyakit
dari pasien ke[ada dokter tersebut.

f. Literatur

13
Pendapat ahli hukum yang berwibawa menjadi sumber hukum kesehatan. Misalnya mengenai
penanggung jawaban hukum, perawat tidak boleh melakukan melakukan tindakan medis kecuali
atas tanggung jawab dokter.

C. Latar Belakang Perlunya Hukum Kesehatan


Kesehatan adalah salah satu modal pokok dalam rangka pertumbuhan dan kehidupan
bangsa dan mmpunyai peranan penting dalam pembentukan masyarakat adil, makmur, dan
sejahtera. Bahkan kesehatan sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum harus di wujudkan
sesui dengan cita-cita bangsa indonesia sebagaimana dimaksud dalam pembukaan undang
undang dasar 1945.

Derajat kesehatan sangat berarti bagi pengembangan dan pembinaan sumber daya
manusia serta sebagai salah satu modal bagi pelaksanaan pengembangan nasional yang pada
hakikatnya adalah pembangunan manusia sutuhnya. Dengan memperhatikan peranan kesehatan,
diperlukan upaya yang lebih memadai bagi peningkatan derajat kesehatan dan pembinaan
penyelenggaraan upaya kesehatan secara menyeluruh dan terpadu.

Oleh sebab itu, upaya kesehatan merupakan setiap kegiatan untuk memelihara dan
meningkatkan kesehatan yang dilakukan oleh pemerintah dan atau oleh masyarakat dengan
mempergunakan jasa tenaga. Kewenangan untuk melaksanakan upaya kesehatan itulah yang
memerlukan peraturan hukum sebagai dasar pembenarah hukum wewenang kesehatan tersebut.
Peraturan hukum tentang upaya kesehatan saja belum cukup karena upaya kesehatan
penyelenggaraannya disertai pendukung berupa sumber daya kesehatan baik yang berupa
perangkat keras maupun perangkat lunak.

Bidang sumber daya kesehatan inilah yang dapat memasuki kegiatan pelayanan
kesehatan. Untuk mencapai peningkatan pelayanan kesehatan bagi seluruh lapisan masyarakat
indonesia yang jumlah penduduknya amat besar bukanpekerjaan mudah, oleh sebab itu
diperlukan juga peraturan perlindungan hukum untuk melindungi pemberi dan penerima jasa
pelayanan kesehatan. Perlindungan hukum tersebut diperlukan perangkat hukum kesehatan yang
berpandangan maju untuk menjangkau perkembangan kesehatan yang semakin kompleks,

14
sehingga pelaksanaan “hukum kesehatan” diberlakukan secara proporsional dan bertahap sebagai
bidang hukum khusus.

D. Fungsi Dan Tujuan Hukum Kesehatan


Dalam suatu negara yang berlandaskan hukum, maka sesuai dengan sifat dan hakikatnya,
hukum berperan besar dalam mengatur setiap hubungan hukum yang timbul, baik antara individu
dan individu maupun antara individu dan masyarakat di dalam berbagai bidang kehidupan,
termasuk kesehatan.akan tetapi berlakunya hukum berdasarkan sifat dan hakikatnya itu tidak
terlpas dari sistem hukum yang dianut dan nilai yang berlaku di dalam masyarakat. Radbruch
(Veronica K, 1999) membedakan keharusan alamiah dan keharusan susilawi, yang selanjutnya di
sebut norma alam dan norma susila. Antara kedua norma itu terdapat perbedaan yang mendasar.

Norma adalah sarana yang dipakai oleh masyarakat untuk menertibkan, menuntun, dan
mengarahkan tingkah laku anggotanya dalam hubungannya satu sama lain. Oleh sebab itu jika
suatu peraturan dikeluarkan oleh pemerintah yang sah menurut perundang-undangan yang
berlaku, maka peraturan tersebut di tanggapi sebagai norma yang berlaku sebagai yuridis. Hal ini
menunjukkan bahwa hukum bersifat normatif dan sifat normatif dari hukum ini tampak dalam
rumusan berbagai norma atau kaidah hukum. Hukum tidak hanya bermaksud untuk menetapkan
sikap individu, tetapi juga membawaindividu agar bersifat sesuai dengan yang seharusnya dan
tidak bertentangan dengan hukum. Dengan demikian dapat ditunjukan bahwa norma hukum itu
bukan hanya merupakan perintah, melainkan juga mengandung nalar tertentu. Nalar itu terletak
pada penilaian yang ditentukan oleh masyarakat terhadap tingkah laku dan perbuatan individu
dalam masyarakat.

Menurut zevenbergen (Veronica K, 1999), nahwa norma hukum dalam diri individu
mengandung dua hal yaitu patokam penilaian dan patokan tingkah laku. Ada 3 teori
pendukungnya yaitu :

Teori etis : tujuan hukum itu semata-mata untuk keadilan

Teori utilitas : tujuan hukum semata-mata mewujudkan hal yang bermanfaat

Teori campuran : isi hukum harus di tentukan oleh keadilan dan kemanfaatan

15
Dalam pelayanan kesehatan ada 2 kelompok yang perlu dibedakan yaitu

a. Penerima layanan kesehatan

Misalnya pasien, orang yang memelihara/meningkatkan kesehatannya

b. Pemberi pelayanan kesehatan

Misalnya dokter, perawat, bidan dan fisioterapi

Kedua kelompok tersebut menginginkan adanya kepastian dan perlindungan hukum, sebagai
contoh :

Kepastian hukum untuk health receiver

Perlindungan hukum untuk health receiver

Bagi health provider

Selanjutnya hukum pidana mempunyai dua segi perlindungan yaitu pada segi pertama untuk
melindungi masyarakat atau individu dari gangguan kejahatan dan segi ke dua untuk melindungi
masyarakat atau individu dari perlakuan yang tidak wajar/tidak benar dari petugas kesehatan.

Dengan demikian fungsi hukum adalah memberikan perlindungan kepada pemberi dan penerima
jasa kesehatan. Fungsi hukum adalah menjaga hak-hak manusia. Hukum harus melindungi hak-
hak pribadi manusia. Jadi menurut tanggapan umum, perasaan hukum adalah menciptakan suatu
aturan masyarakat yang baik sehingga hak manusia terjamin. Pada hakikatnya, hukum
menghendaki adanya penataan hubungan antar manusia, termasuk juga hubungan antar manusia,
termasuk juga hubungan antara tenaga kesehatandan pasin, sehingga kepentingan masing-masing
dapat terjamin dan tidak ada yang melanggarkepentingan pihak lain.

16
II. HUKUM DALAM PELAYANAN KESEHATAN
Etika profesi ( Kode Etik ) sebagai kaidah moral tidak mampu lagi menjamin hubungan
yang sifatnya kepercayaan antara pasien dan penyedia layanan kesehatan ( Pendekatan
Paternalistik ke Phatnership atau Kesetaraan ).

Akibat diaturnya suatu peristiwa oleh Kaidah Hukum Kepatuhan terhadap aturan-aturan
dalam pelayanan kesehatan tidak lagi tergantung pada kesadaran dan kemauan bebas dari kedua
belah pihak Melahirkan apa yang kita sebut “LEGAL CLAIM” dan bukan semata-mata
“MORAL CLAIM/ETHICAL CLAIM” Terutama untuk melindungi kepentingan-kepentingan
yang bisa saling berbenturan antara pasien, masyarakat, pemerintah dan penyedia layanan
kesehatan.

Perawat merupakan aspek penting dalam pembangunan kesehatan Perawat merupakan


salah satu tenaga kesehatan yang diatur dalam PP No. 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan.
Bahkan dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan, tenaga perawat merupakan jenis tenaga
kesehatan terbesar yang dalam kesehariannya selalu berhubungan langsung dengan pasien dan
tenaga kesehatan lainnya. Namun di dalam menjalankan tugasnya tak jarang perawat
bersinggungan dengan masalah hukum.

1. Kaidah Hukum Melengkapi Etika Kesehatan Yang Ada

a. Adanya kebutuhan pada keahlian keilmuan medis


b. Kualitas pelayanan kesehatan yang baik
c. .Hasil guna/tepat guna
d. Pengendalian biaya
e. Ketertiban masyarakat
f. Perlindungan hukum terhadap pasien
g. Perlindungan hukum pengemban profesi kesehatan
h. Perlindungan hukum pihak ketiga
i. Perlindungan hukum kepentingan umum

17
18
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan
Secara umum kita telah mengetahui bahwa peranan pelayanan kesehatan yaitu
sebagaiorganisasi fungsional yang menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat
menyeluruh, terpadu, merata, dapat diterima dan terjangkau oleh masyarakat, dengan peran serta
aktif masyarakat dan menggunakan hasil pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tepat
guna, dengan biaya yang dapat dipikul oleh pemerintah dan masyarakat. Upaya kesehatan
tesebut diselenggarakan dengan menitikberatkan kepada pelayanan untuk masyarakat luas guna
mencapai derajat kesehatan yang optimal, tanpa mengabaikan mutu pelayanan kepada
perorangan. Tetapi dinamika yang terjadi saat ini yaitu begitu banyak penyalahgunaan pelayanan
kesehatan yang dilakukan oleh para tim medis maupun oknum-oknum tertentu yang mana hal
tersebut didasari oleh lemahnya moralitas sehingga merugikan masyarakat terutama masyarakat
yang berada dibawah garis kemiskinan.

19
Daftar Pustaka
Bertens, K. 2000. Etika. Seri Filsafat Atma Jaya: 15. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka
Utama.

Denhardt, Kathryn G. 1988. The ethics of Public Service. Westport, Connecticut: Greenwood
Press.

Henry, Nicholas. 1995. Public Administration and Public Affairs. Sixth Edition. Englewood
Cliffs, N. J: Prentice-Hall International, Inc.

Perry, James L. 1989. Handbook of Public Administration. San Fransisca, CA: Jossey- Bass
Limited.

Shafritz, Jay.M. dan E.W.Russell. 1997. Introducing Public Administration. New York, N.Y.:
Longman.http://budiutomo79.blogspot.com/2007/11/etika-dalam-pelayanan-publik.html.

Dewi, A.Indriyanti, 2008, Etika dan Hukum Kesehatan, Pustaka Publik.

Notoatmodjo, Soekidjo. (2010). Etika dan Hukum Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta
Hendrik , SH, Mkes . Etika Dan Hukum Kesehatan
Ismani , Nila HJ . 2001 , Etika Keperawatan. Jakarta : Wjdya medika.

20

Anda mungkin juga menyukai