Tidjab
1
TUTUR TINULAR I
Pelangi di Atas Kurawan
Buanergis Muryono & S.Tidjab
TUTUR TINULAR 1
Pelangi di Atas Kurawan
Hak cipta © Buanergis Muryono & S.Tidjab
Pertama kali diterbitkan dalam bahasa Indonesia
oleh Penerbit Buku Kompas, Juni 2001
PT Kompas Media Nusantara
Jl. Palmerah Selatan 26-28
Jakarta 10270
e-mail: buku@kompas.com
KMN. 2070201012 Desain sampul: Eko Soenardjadi
Ilustrasi sampul: Firman Gondez Penata teks: Tim Penerbit
Buku Kompas
Hak Cipta dilindungi undang-undang
Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian
atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit.
Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT)
Buanergis Muryono & S. Tidjab,
Tutur Tinular 1, cet 1
Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2001
vi+ 112 hlm.; 11 x 17,5 cm
ISBN : 979-9251-67-2
Isi di luar tanggung jawab Percetakan SMK Grafika
Mardi Yuana Bogor
2
TUTUR TINULAR I
Pelangi di Atas Kurawan
Buanergis Muryono & S.Tidjab
layak. Baik jasa yang besar maupun yang kecil, semua akan
mendapat imbalan dari pemerintah Singasari. Dan kalian
berdua, kutugas-kan untuk mengatur dan mengawasi
pelaksanaan pemberian ini. Ingat, jangan sampai ada yang
tercecer. Semua yang telah berjasa harus menikmati
hasilnya!"
"Daulat, Ayahanda Prabu. Ananda akan melaksanakan
perintah sebaik-baiknya," sahut Dyah Wijaya
menghaturkan sembah.
"Sssstth, Kakang
Jarawaha,
bukankah
itu
Tuan
Pranaraja?"
"Hmh, ya. Pasti ada sesuatu yang penting. Tidak
7
TUTUR TINULAR I
Pelangi di Atas Kurawan
Buanergis Muryono & S.Tidjab
ruangan
9
TUTUR TINULAR I
Pelangi di Atas Kurawan
Buanergis Muryono & S.Tidjab
yang
"Bukankah kalian
bermaksud
merampok
kami?"
tanyanya ringan.
"Hahahahha, tidak! Kami hanya ingin minta ganti rugi!"
jawab Jaran Bangkai kasar. Suaranya parau.
"Ganti rugi apa? Kami tidak pernah merugikan kalian!"
tukas Jarawaha. Jaran Bangkai maju selangkah dengan
mata semakin jalang memandang Jarawaha
"Semalam kalian tidur nyenyak di rumah penginapan itu,
sedang kami hampir tak bisa tidur!"
"Ya! Kami tidur dikerubuti nyamuk dan kepinding.
Apakah itu bukan kerugian namanya?" timpal Jaran Lejong
sambil memelototkan matanya
"Baik! Sekarang apa yang ingin kalian lakukan?" tanya
Pranaraja sedikit bersabar.
"Kalau kalian mau memberi kami lima puluh ringgit,
maka kami akan membiarkan kalian melewati jalan ini!"
jawab Jaran Bangkai.
hidup.
Namun pada saat yang kritis itu muncul dua sosok tubuh
menguak pohon-pohon hutan yang meranggas tak berdaun.
Laki-laki dan perempuan. Mereka langsung melompat dari
punggung kuda masing-masing tak jauh dari Jaran Lejong
yang merintih minta ampun.
"Tunggu! Apa yang terjadi?" tanya lelaki cebol berkepala
botak mendekati mereka. Pranaraja menahan pedangnya di
udara.
"Aku akan memotong tangan kedua perampok ini!"
jawabnya tegas.
"Tenanglah. Jangan terburu nafsu," lanjut lelaki cebol
bermata tajam memandang Pranaraja, Ganggadara, dan
Jarawaha berganti-ganti.
16
TUTUR TINULAR I
Pelangi di Atas Kurawan
Buanergis Muryono & S.Tidjab
dihukum
19
TUTUR TINULAR I
Pelangi di Atas Kurawan
Buanergis Muryono & S.Tidjab
ke
Pranaraja,
21
TUTUR TINULAR I
Pelangi di Atas Kurawan
Buanergis Muryono & S.Tidjab
Jarawaha
dan
Ganggadara
melotot
dan
bertolak
pinggang.
Ganggadara naik pitam, ia anggap lelaki tua itu sudah
gila dan tidak tahu aturan. Dadanya terbakar dan
membetulkan
letak caping
kropaknya.
"Pak Tua! Kau mau pamer kepandaian di depan kami?"
bentak Pranaraja.
"Huh. Apa? Aku pamer kepandaian? Teman-temanmu
itulah yang sok jago. Mentang-mentang prajurit Singasari
lalu main tendang, main pukul, main keroyok. Tentu sa]a
aku tidak mau diperlakukan seperti itu."
"Kalau kau masih berkeras tidak mau melayani kami
dengan baik, aku yang akan turun tangan."
kau
yang
ingin
pamer
26
TUTUR TINULAR I
Pelangi di Atas Kurawan
Buanergis Muryono & S.Tidjab
kepandaianmu di depanku."
Pranaraja meraih sesuatu dari balik timangnya,
"Pak Tua! Lihat, aku membawa tanda pengenal dari
istana. Kau tahu artinya?"
"Tidak." Lelaki tua itu jujur dan polos. Ia benar-benar
tidak tahu apa yang dimaksudkan dengan benda emas
berbentuk bintang di tangan Pranaraja
Pranaraja makin geram, ia menganggap lelaki tua itu
tidak tahu diri, kurang ajar, dan telinganya serasa gatal.
"Jawabanmu semakin memerahkan telinga!" serta merta
Pranaraja memasukkan lencana dan segera mencabut
pedang seraya melangkah beberapa tindak dan berteriak,
"Aku sendiri yang akan menghajarmu, Pak Tuaaaaa!"
Pranaraja melompat dan menyambarkan pedangnya ke
arah kepala lelaki tua. Tapi sekali lagi ia terhenyak, lelaki
tua itu mampu menepiskan serangannya. Cangkul lelaki tua
menangkis sambaran pedangnya hingga tampaklah
pancaran percikan api. Beberapa sabetan terus menghajar
cangkul yang digunakan dengan baik sebagai perisai.
Mpu
"maaf,
Tuan
33
TUTUR TINULAR I
Pelangi di Atas Kurawan
Buanergis Muryono & S.Tidjab
"Mana Kakang
Ranubhaya?
Apakah
aku
bisa
menemuinya?"
"Apakah harus sekarang, Tuan?"
"Aku besok pagi harus sudah berangkat ke kota
Singasari."
"Kalau begitu mari ikut saya, Tuan," Wirot segera
melangkah dan Mpu Hanggareksa mengikutinya dari
belakang. Wirot mengajak tamu gurunya menyusuri sungai
kecil. Kaki pemuda itu seolah punya mata sehingga mampu
melewati tempat-tempat sulit. Apalagi dalam keadaan gelap
gulita seperti malam itu. Hanya sinar bintang yang
menerangi mereka Sesampai di batu ceper dia tidak
36
TUTUR TINULAR I
Pelangi di Atas Kurawan
Buanergis Muryono & S.Tidjab
pada
sendiri.
Tidak memperhatikan orang yang mengajaknya bicara.
Bahkan bicara pun tak terkontrol. Berbuat ini salah, berbuat
itu salah, dan memang serba salah. Pura-pura meyakinkan
orang lain dengan membohongi hati dan diri sendiri."
"Kakang saja beranggapan begitu. Apakah Kakang tidak
pernah memperhatikan diriku sebelum ini? Heh, lucu! Sejak
kecil memang aku pendiam. Lebih-lebih setelah Ibu tiada."
"Bukan, bukan itu... masalahnya lain, Adi Kamandanu.
Pendiam karena sifatmu, dibandingkan dengan diam,
berdiam diri oleh sesuatu hal jelas bedanya. Dan kau tentu
perlu ingat, bahwa aku telah mengalaminya lebih dulu!"
"Kakang Dwipangga tak usah menebak-nebak. Kalau
betul sih tak masalah, kalau kurang tepat?" tangkis
Kamandanu.
"Seorang pecinta kata-kata akan lebih jeli pandangan
serta perasaannya. Ia dikaruniai Hyang Widhi kepekaan
yang luar biasa. Darah dan bakat Ibu amat kuat merasuk
dalam hidupku, Adi Kamandanu. Boleh kau menutup diri
padaku, tetapi ada sebuah sajak yang pernah kubaca dan
aku tak melupakannya. Begini syair itu,
Jika kau jatuh cinta, ikutilah ke mana hatimu pergi, agar
cintamu mengalir bagaikan air kali.
Arya Kamandanu acuh tak acuh lalu meninggalkan
kakaknya yang terkekeh sendiri karena menganggap ulah
adiknya kekanak-kanakan.
DW
"Aku ingin
hubungan
kita
lebih
dari
sekadar
persahabatan."
"Tidak bisa. Aku tidak bisa meluluskan permintaanmu
itu, Dangdi. Lebih baik kau segera berpaling pada gadis
lain," kukuh dan ketus sekali gadis itu menjawab desakan
pemuda yang semakin tak sabar itu.
Dalam hatinya Dangdi semakin menggelegak perasaan
kesal dan cemburu. Giginya gemeretak. Rahangnya tampak
menonjol kukuh. Tatap matanya getir dan bola matanya
berkaca-kaca, membuat pandangannya sedikit berkunang-
kunang. Wajah cantik yang memberengut di depannya
semakin memudar, pegangan tangannya semakin
mengendur hingga kesempatan bagus itu tak disia-siakan
oleh gadis itu. Ia tepiskan tangan pemuda itu, bangkit dan
berusaha melepaskan diri dari kurungan tangan pemuda itu
51
TUTUR TINULAR I
Pelangi di Atas Kurawan
Buanergis Muryono & S.Tidjab
"Dan membiarkan
kau
merusak
kehormatannya,
menodai kesuciannya?"
"Jangan merasa dirimu paling bersih, Kamandanu!"
"Setidak-tidaknya aku tifiak sekotor Dangdi, anak kepala
desa Manguntur," ucap Arya Kamandanu tenang, tetapi
sangat pedas di telinga Dangdi.
Serta merta pemuda itu habis kesabarannya. Ia
melompat dan menerjang Arya Kamandanu. Arya
Kamandanu berkelit menghindar hingga kakinya
55
TUTUR TINULAR I
Pelangi di Atas Kurawan
Buanergis Muryono & S.Tidjab
"Ohh... Kakang
Kamandanu
Lihatlah
di
sana,
Kakang...."
"Hemhh!" Arya Kamandanu tersenyum dan melirik Nari
Ratih yang menepuk lengannya.
"Ada pelangi di sebelah sana!"
"Aku sudah melihatnya sejak tadi, Ratih."
"Mengapa Kakang diam saja? Mengapa tidak memberi
tahu aku? Ahh, aku tahu. Kakang Kamandanu sudah bosan
melihat pelangi bukan?"
Nari Ratih memandang Arya Kamandanu, lalu beralih
pada cakrawala langit yang berhiaskan dewangga busur
Sang Pencipta. Warna-warni hiasan langit. Warna pelangi
61
TUTUR TINULAR I
Pelangi di Atas Kurawan
Buanergis Muryono & S.Tidjab
Bahkan
ia
66
TUTUR TINULAR I
Pelangi di Atas Kurawan
Buanergis Muryono & S.Tidjab
67
TUTUR TINULAR I
Pelangi di Atas Kurawan
Buanergis Muryono & S.Tidjab
68
TUTUR TINULAR I
Pelangi di Atas Kurawan