Anda di halaman 1dari 7

TUGAS I

MATA KULIAH ILMU PERILAKU DAN ETIKA PROFESI


“Membahas Kasus Masalah Etika Atau Moral Yang Mungkin Terjadi Dalam
Pekerjaan Kefarmasian”

Oleh :

Putu Ayu Prema Gita Cahyani


181055 / III B

PROGRAM STUDI DIII FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVESITAS MAHASARASWATI DENPASAR
TAHUN AKADEMIK 2019/2020
Carilah 2 kasus masalah etika/moral yang mungkin terjadi dalam pekerjaan kefarmasian
(mulai produksi hingga pelayanan ke masyarakat).

1. Kasus tersebut salah satunya berupa kejadian nyata yang terdapat dalam berita
elektronik/cetak atau hasil wawancara dengan pihak sarana kefarmasian (Apotek, RS,
DLL). Kemudian bahas masalah tersebut hingga pada penyelesaiannya/keputusan
yang diambil beserta alasannya.

Kamis, 25 Jul 2019 08:05 WIB

Distributor 'Nakal' Bikin Obat Palsu,


Salurkan ke 197 Apotek di Jabodetabek
Rosmha Widiyani – detikHealth

Jakarta - Peredaran obat palsu kembali terjadi di Indonesia yang dilakukan


Pedagang Besar Farmasi (PBF) PT Jaya Karunia Investindo (JKI). Sebanyak
197 apotek di kawasan Jabodetabek menjadi korban pelaku yang menggunakan
modus repackaging. Obat generik dikemas menjadi obat bermerk sehingga bisa dijual
lebih mahal yang dilakukan juga pada obat kadaluwarsa.

Peredaran obat palsu sebetulnya bukan kasus baru yang kerap terjadi di masyarakat.
Dalam kasus ini Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menyatakan telah
membekukan izin operasional PBF PT JKI. Dalam siaran persnya, BPOM juga
merekomendasikan pencabutan izin PBF PT JKI pada Kementerian Kesehatan. Pelaku
yang merupakan pemilik PBF PT JKI dan produsen obat palsu sempat terkena kasus
serupa pada 2018.

Dalam kasus ini BPOM tidak bersedia membuka daftar apotek yang disebut masuk
dalam distribusi obat palsu. BPOM sendiri sepakat repackaging adalah kejahatan yang
merugikan masyarakat. Meski tidak menjelaskan apotek yang menjadi korban obat
palsu, BPOM memastikan menarik produk dari PBF JKI di Jabodetabek, melakukan
verifikasi produk dengan produsen obat, memusnahkan produk palsu, dan melakukan
pengawasan.
"Dapat kami tegaskan apotek adalah korban dari kejahatan seperti ini. Tidak perlu
nama apoteknya kita share di luar. Sekali lagi, apotek ini merupakan korban. Kami
tidak mau menyebut namanya," kata Plt. Direktur Pengawasan, Kemananan, Mutu dan
Ekspor Impor Obat, Narkotika, Psikotropika, Prekursor dan Zak Adiktif (ONPPZA)
BPOM Rita Endang pada detikHealth.

Rita menyarankan masyarakat tidak perlu cemas menghadapi obat palsu, namun wajib
waspada. Masyarakat sebaiknya memperhatikan detail obat yang akan digunakan,
apalagi bagi yang rutin mengonsumsinya. Rita yakin masyarakat bisa membedakan
keaslian obat, karena yang banyak dipalsukan umumnya untuk terapi jangka panjang
misal pada penyakit diabetes. Masyarakat wajib curiga jika menemukan ada yang tidak
wajar pada produk obat.

"Karena dikonsumsi lama, masyarakat bisa tahu detail produknya misal kerapihan
kemasan atau tingkat keruh pada produk obat sirup. Selain itu bisa cek label, nomer
izin edar, tanggal kadaluwarsa produk. Jika masih curiga bisa ke laboratorium untuk
pemeriksaan lebih lanjut. Kami berharap masyarakat bisa menjadi perpanjangan
tangan BPOM dalam pengawasan dengan segera lapor jika produk yang
mencurigakan," kata Rita.

Kasus obat palsu mendapat perhatian dari Gabungan Pengusaha (GP) Farmasi karena
kembali terulang. Menurut Ketua Komite Perdagangan dan Industri Bahan Baku
Farmasi Gabungan Pengusaha (GP) Farmasi Vincent Harijanto, peluang terulang
selalu ada karena tiap orang bisa membeli sendiri mesin produksi, cetak, dan teknologi
pendukung lain. Produk asli juga makin terlihat mirip dengan yang asli.

Menurut Vincent, menghadapi kasus obat saat ini BPOM harusnya bisa lebih peka.
Produsen dan PBF harus memberikan laporan tiap 3 bulan yang berisi kepada siapa
obat dijual, berapa jumlahnya, harganya, tahapan produksi, dan bahan baku. Laporan
harus dibaca dengan cermat sehingga bisa segera tahu jika ada kasus obat palsu.
Vincent juga 'mengkritik' pemilik apotek yang seharusnya langsung curiga jika
kemasan obat terlihat rusak, atau ada perubahan harga misal lebih rendah dari
biasanya.
"Agak sulit ya buat konsumen membedakan obat asli dan bukan, karena semua
dianggap sama. Harusnya memang dari jalur distribusi dan BPOM yang
pengawasannya bisa lebih peka. Tapi memang ada anjuran supaya masyarakat bisa
membeli obat yang asli. Tentunya anjuran bisa dilaksanakan bila ada kesadaran dari
masyarakat supaya tidak terjebak obat palsu. Ke depannya ada rencana penerapan QR
Code pada obat supaya pengawasan bisa lebih baik," kata Vincent.

Kepada masyarakat, Vincent menyarankan lebih peka untuk menghindari terjebak


obat palsu. Misal langsung curiga jika mendapat harga obat yang berubah dari
biasanya, apalagi bila telah rutin mengonsumsinya. Masyarakat jangan senang dulu
jika harga obat lebih murah karena bisa jadi ada bahan yang dikurangi atau tidak ada.
Obat seperti ini wajib dicurigai meski kemasan terlihat sama dengan yang asli.
https://m.detik.com/health/berita-detikhealth/d-4638350/distributor-nakal-bikin-obat-
palsu-salurkan-ke-197-apotek-di-
jabodetabek?_ga=2.207327440.293520384.1569907123-1408154079.1569907123

Topik pembahasan :
a. Masalah yang terjadi pada kasus tersebut, dan pembahasannya.
1. Pemalsuan obat dengan menggunakan modus repackaging.
 Repackaging merupakan modus pedagang dala mengemas kembali
obat generik menjadi obat bermerek, yang nantinya akan dijual dengan
harga lebih mahal. Sehingga dapat memberikan keuntungan kepada
salah satu pihak, dan ternyata hal ini dilakukan juga pada obat yang
sudah kadaluarsa.
2. Ketidaktelitian para Tenaga Teknis Kefarmasian dan Apoteker pada Apotek
korban modus repackaging.
 Dalam hal ini, meskipun Apotek merupakan korban. Tetapi disini, para
Tenaga Teknis Kefarmasian dan Apoteker pada Apotek tersebut dinilai
tidak teliti dalam memilah dan memastikan obat yang masuk ke
Apotek. Mestinya Tenaga Kefarmasian di Apotek tersebut bisa menilai
dengan langsung, bagaimana keadaan obat yang masuk ke Apotek.
Misalnya, langsung curiga, jika melihat hal – hal yang tidak masuk akal
pada obat yang dinilai “palsu” yang dapat dilihat dari kemasan obat
terlihat rusak, atau ada perubahan harga misal lebih rendah dari
biasanya. Sehingga pelaku tidak cemas dengan perbuatannya karena
tidak dicurigai oleh Tenaga Kefarmasian di Apotek setempat.
3. Pada kasus ini Badan POM dinilai kurang tegas dalam mengawasi peraliran
obat di Apotek dan masyarakat.
 Kasus ini sudah terjadi berulang – ulang kali, karena ketidak tegasan
Badan POM dalam memperhatikan dan mengawasi peredaran obat di
masyarakat, sehingga terjadi lagi kasus seperti ini kembali.
4. Kurangnya pengetahuan masyarakat dalam memilah obat.
 Menurut saya, walaupun masyarakat merupakan korban dari modus
ini, tetapi seharusnya masyarakat bisa menilai bagaimana kondisi obat
yang diterimanya, apakah ada cacat pada kemasannya atau ada hal lain
yang tidak masuk akal pada obat tersebut. Apalagi jika obat yang
sedang dikonsumsinya merupakan obat jangka panjang, seharusnya
konsumen sudah mengenal bagimana kondisi fisik dari obat tersebut.
Maka dari itu, masyarakat perlu menerima sosialisasi yang lebih
berkualitas lagi dari petugas BPOM mengenai pengenalan obat hingga
cara membedakan obat palsu dengan yang asli. Sehingga dapat
mengurangi persentase kasus ini dapat terulang kembali.
b. Keputusan yang diambil serta alasannya.
1. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) membekukan izin operasional
PBF PT Jaya Karunia Investindo (JKI).
 Alasannya sangat jelas, memang karena mereka sudah berbuat
kesalahan yang merugikan banyak pihak, maka mereka dikenai
hukuman tersebut sesuai dengan peraturannya.
2. Selain membekukan izin operasuonal PBF PT JKI, BPOM juga menarik
produknya di Kawasan Jabodetabek serta menghapus izin PBF PT JKI pada
Kementerian Kesehatan.
2. Satu kasus lainnya bisa karangan/rekaan dengan topik yang sesuai seperti diatas. satu
kasus lainnya bisa karangan/rekaan dengan topik yang sesuai seperti diatas

Di Beri Obat Yang Sudah Kadaluwarsa, Pasien Meminta


Pertanggung Jawaban Apoteker
BANDUNG, detik.com - Seorang pasien mendapat resep obat metampiron generik,
tetapi karena obat metampiron merek dagang AG jumlah stok digudang masih banyak,
maka obat Metampiron generik di dalam resep diganti dengan obat merek dagang AG
yang kandungannya sama. Dan jelas bahwa harga obat merek dangang AG lebih
mahal dibandingkan obat generik, tetapi apoteker memanipulasinya dengan informasi
ke pasien bahwa efek obat merek dagang AG lebih cepat maka pasien menerimanya.

Kepala Apoteker Dr. Budi, apt mengatakan bahwa ini merupakan kelalaian
petugasnya, obat yang diberikan kepada pasien tersebut sebenarnya sudah ditandai
sebagai obat yang sudah kedaluwarsa. Obat tersebut sebenarnya juga sudah dipisah.
"Namun hari itu rupanya dia (apoteker) lalai untuk mengambil di wadah yang ternyata
itu sudah dipakai (diberikan)," tuturnya.

Sementara itu saat ditemui di kediamannya yang tak jauh dari Apotek, Apoteker juga
mengakui telah memberikan obat kedaluwarsa. Apoteker tersebut itu juga langsung
mendatangi rumah korban untuk meminta maaf. Dan korban meminta pertanggung
jawaban atas kerugian yang ia dapat. Apoteker akan bertanggung jawab dengan
mengganti rugi serta membiayai pengobatan pasien akibat kelalaiannya.

Topik pembahasan :
a. Masalah yang terjadi pada kasus tersebut, dan pembahasannya.
1. Kelalaian seorang Apoteker dalam pelayanan kefarmasian.
 Dalam praktik kefarmasian, kasus ini merupakan masalah serius dalam
pelayanan kefarmasian, sehingga dari kasus ini Apoteker tersebut
dinilai tidak kompeten dalam melayani pasien
 Pada kasus tersebut, juga sudah dijelaskan jika obat tersebut sudah
ditandai dan sudah diletakan pada wadah yang terpisah, namun setelah
menerima resep, rupanya si apoteker lalai saat mengambil obat di rak,
alhasil ia mengambil obat tersebut dari wadah yang telah diberi label
kadaluwarsa.
b. Keputusan yang diambil serta alasannya
 Apoteker meminta maaf atas kelalaiannya dalam pelayanan
kefarmasian dan akan bertanggung jawab untuk mengganti rugi segala
kerugian pasien yang bersangkutan.

 Meski demikian, si apoteker akan dikenakan pasal 8 UU RI Nomor 8


Tahun 1999 tentang Perlidungan Konsumen

Anda mungkin juga menyukai