Anda di halaman 1dari 4

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesehatan merupakan salah satu Indikator penting dalam mengukur tingkat


kesejateraan masyarakat atau bangsa, sedangkan Kesehatan Masyarakat ilmu dan seni
untuk mencegah penyakit, memperpanjang hidup dan meningkatkan kesehatan dan
efisiensi melalui upaya masyarakat yang terorganisasi untuk sanitasi lingkungan,
Penyuluhan individual dalam menjaga kebersihan, pengorganisasian layanan medis
dan keperawatan untuk mendapatkan diagnosis dini dan pengobatan preventif penyakit
dan pengendalian infeksi menular seperti Caar Air, Kangker Paru dan HIV/AIDS
(Djoko Wijono,2009). Kesehatan dapat dilihat sebagai masalah apabila upaya peventif
tidak dilakukan sejak dini. Banyak faktor yang menyebabkan kesehatan dapat menjadi
sebuah masalah yang secara dinamis dan lintas sektoral muncul dalam suatu wilayah.
Upaya-upaya yang berorientasi pada suatu peningkatan pemeliharan dan perlindungan
terhadap masyarakat agar tetap sehat sesungguhnya sudah banyak dilakukan. Namun
demikian, sepertinya berbagai upaya tidak membuahkan hasil yang signifikan karena
untuk mengukur derajat kesehatan masyarakat dipengaruhi oleh factor lingkungan,
gaya hidup, pelayanan kesehatan, dan factor genetic (Febri E.Setiawan,2016).

Dalam beberapa decade, salah satu penyakit Infeksii Menular yang masih
menjadi perhatian dunia karena di pandang sangat berbahaya bagi kelangsungan hidup
bangsa-bangsa adalah HIV (Human Immunideficiensy Virus) yang menyerang System
kekebalan tubuh manusia, sedangkan AIDS (Acquired Immuno Deficiency Syndrome)
sindrom kekebalan tubuh oleh infeksi HIV.Sebagian besar (75%) penularan terjadi
melalui hubungan seksual (Nana Novianto,2016). Penyebaran Penyakit HIV tahun
2016 menurut WHO (Summary of global HIV epidemic 2016) diperkirakan orang
yang hidup dengan HIV adalah 30,8 - 42,9 juta orang.dari jumlah tersebut, orang yang
baru terinfeksi HIV adalah sejumlah 1,8 juta orang sedangakan yang meninggal karna
HIV adalah 1,0 juta orang (World Health Organization,2016).
Menurut Data terbaru Kementerian Kesehatan Repubik Indonesia tahun 2017,
jumlah penderita HIV di Indonesia 2005 sampai 2017 adalah 242.699 orang
sedangakan jumlah penderita AIDS 2005 sampai 2017 adalah 87.453 orang (validasi
bersama Dinkes Propinsi).. Sementara berdasarkan jenis kelamin (Januari- Maret
2017) Penderita HIV Laki – laki 66% perempuan 34 %, sedangkan penderita AIDS
laki – laki 70,9%, perempuan 28,7% dan 0,4% tidak diketahui. Sementara AIDS yang
dilaporkan menurut pekerjaan / Status januari – Maret 2017 Ibu Rumah tangga 83
orang dan supir 23 orang.

Di Propinsi NTT yang memiliki 20 Kabupaten dan 1 Kotamadya, jumlah kasus


HIV menurut data Kemenkes untuk tiga tahun terakir yaitu 2015, 2016 dan 2017 cukup
signfikan. Tahun 2015 terdapat 299 penderita, tahun 2016 sebanyak 487 orang dan
tahun 2017 sebanyak 174 orang. Sedangkan jumlah penderita AIDS tiga tahun terakir
yakni 2015-2017 sebanyak 32 orang. Jumlah penderita yang meninggal adalah 531
orang. Khusus untuk Kabupaten Manggarai Barat, pada tahun 2015 dan 2016 memang
tidak ditemukan penderita HIV, dan pada tahun 2017 sesuai data Tim voluntary
counselling and testing (VCT) Dinas Kesehatan Kabupaten Manggarai Barat penderita
HIV/AIDS sebanyak 12 orang, terdiri dari 7 (tujuh) PSK, 5 (lima) ibu rumah tangga
dan 1 (satu) orang berprofesi sebagai sopir.

Apabila dikaitkan dengan sejarah munculnya HIV/AIDS di Indonesia yang erat


hubungan dengan dunia pariwisata, maka Labuan Bajo sebagai Ibu Kabupaten
Manggarai Barat juga berpotensi menjadi tempat yang strategis terhadap
keberangsungan penyakit yang menyerang system kekebalan tubuh manusia ini.
Adalah binatang Komodo yang diduga sebagai dinosaurus terakhir yang ada di muka
bumi, sebagai penarik utama para wisatawan baik domestic maupun manca Negara.
Di tambah lagi pada tahun 2017, Pemerintah Pusat sudah menetapkan Manggarai Barat
sebagai saah satu Kawasan Strategis Pariwisata Nasiona (KSPN). Manggarai Barat
sudah ditetapkan sebagai Bali baru. Akibatnya banyak investor dari luar melakukan
investasi dengan mendirikan hotel-hotel berbintang. Sedikitnya 8 hotel berbintang dan
54 non-bintang yang saat ini sudah beroperasi dan masih masih banyak lainnya yang
saat ini dalam proses pembangunan. Dan di sekitar hotel-hotel tersebut juga terdapat
tempat-tempat hiburan yang di dalamnya terdapat wanita Pekerja Seks Komersil
(PSK). Saat ini perkembangan dan kehidupan masyarakat di Labuan Bajo mengalami
perubahan. Tiap hari masyarakat Labuan Bajo selalu bertemu dengan wisatawan baik
demestik maupun manca Negara, berbeda dengan 14 tahun silam. Hal ini tentu
mempengaruhi perilaku sosial masyarakatnya pada semua profesi.

Namun dalam penulisan rencana penelitian ini, penulis focus pada profesi yang
saat ini sangat rentan yakni profesi sopir dan Ibu rumah Tangga. Menurut hemat
penulis Sopir dan Ibu Rumah tangga adalah kelompok beresiko tertular HIV. Seorang
yang berprofesi sebagai sopir, berpotensi mengindap HIV/AIDS karena pekerjaan
menuntut dia untuk selalu berada di luar rumah dalam waktu yang cukup lama. Jika
tidak bijak, maka seorang yang berprofesi sebagai sopir bisa saja menghabiskan
sebagian waktunya dengan PSK. Masalah akan muncul, apabila dia (sopir)
berhubungan dengan PSK dan tidak menggunakan pengaman seperti kondom secara
konsisten (STBP,2007). Sementara Ibu rumah tangga juga memiliki persentase cukup
besar namun itu dikarenakan dampak dari sebagian suami yang memiliki kebiasaan
buruk dan beresiko terhadap HIV/AIDS (BKKBN,2012).

Untuk sementara ada dua factor penyebab yang penulis temukan munculnya
HIV/Aids di kalangan Sopir di Labuan Bajo, diantaranya factor rendahnya pendidikan
dan minimnya informasi tentang HI/Aids. Yang pertama, kebanyakan orang yang
berprofesi Sopir di Labuan Bajo adalah orang-orang yang putus sekolah. Bagi mereka
jika ada uang cukup, cenderung dihabiskan di tempat hiburan yang juga
mempekerjakan PSK. Yang kedua, umumnya mereka mengakui tidak pernah
mengikuti penyuluhan tentang HIV/AIDS yang dilaksanakan baik oleh Pemerintah
Daerah maupun lembaga-lembaga penggiat HIV/AIDS. Karena bagi mereka lebih
baik mencari penumpang dan mendapatkan uang dari pada mengikuti penyuluhan.
Dari dua factor penyebab di atas dapat disimpulkan bahwa Penularan penyakit
HIV/AIDS di Labuan Bajo-Manggarai Barat muncul karena kurangnya pengetahuan
sehingga perilaku terhadap pencegahanpun kurang baik. Jika Pengetahuan kurang
tentang HIV/AIDS maka Perilaku pencegahannyapun kurang baik.

Dari uraian di atas penulis akan menawarkan solusi pencegahan yang harus
dilakukan, agar tidak menularkanya kepada orang lain. Disamping itu perlu juga
memberikan promosi kesehatan kepada masyarakat agar jika ditemukan gejala
langsung dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan kepada petugas kesehatan. Hal
yang paling penting dan harus dilakukan Pemerintah khusunya Dinas Kesehatan
membuat perencanaan kegiatan dalam memberikan penyuluhan secara berkala kepada
masyarakat kususnya pada sopir–sopir angkutan. Berdasarkan latar belakang dan
fenomena di atas Penulis ingin meneliti “Hubungan antara Tingkat Pengetahuan
dan Perilaku Masyarakat tentang HIV/AIDS dengan Upaya Pencegahan pada
Kalangan Sopir dan IRT di Labuan Bajo”

Anda mungkin juga menyukai