Lansia sering mengalami gangguan yang disebabkan karena proses
penuaan, antara lain gangguan sirkulasi darah (hipertensi, kelainan pembuluh darah, gangguan pembuluh darah diotak dan ginjal), gangguan pada persendian (osteoarthritis, rheumatoid dan asam urat), dan berbagai penyakit neoplasma. Hampir 8% orang yang berusia 50 ke atas mempunyai keluhan persendian misalnya linu, pegal, dan kadang-kadang terasa nyeri (Nugroho, 2008). Salah satu dari golongan penyakit persendian yang sering menyertai usia lanjut adalah Rheumatoid arthritis (Fitriani, 2009). Penyakit rheumatoid arthritis adalah penyakit kronis yang menyebabkan nyeri, kekakuan, pembengkakan, dan keterbatasan gerak serta fungsi sendi. Rheumatoid arthritis dapat mempengaruhi sendi apapun, sendi-sendi kecil ditangan dan kaki cendrung paling sering terlibat. Organisasi kesehatan dunia (WHO) melaporkan bahwa 20%, penduduk dunia terserang penyakit rheumatoid arthritis. Dimana 5-10% adalah mereka yang berusia 5-20 tahun dan 20% mereka yang berusia55 tahun (Wiyono, 2010). Prevelensi penyakit arthritis di Indonesia juga cukup tinggi, sebesar 24,7%. Pada usia 45-54 tahun prevelensinya sebesar 37,2%, usia 55-64 tahun sebesar 45,0%, usia 65-74 tahun sebesar 51,9% dan usia lebih dari 75 tahun sebesar 54,8% (RISKESDA, 2013). Berdasarkan laporan tahunan Rumah sakit seksi kesehatan dan khusus (2012) bahwa jumlah penderita arthritis berjumlah 6.734 yang mengikuti rawat jalan di RSU pemerintah kelas C Provinsi Jawa Timur (Dinkes Jatim, 2012). Hasil wawancara dengan petugas panti wedha hargodedali pada tanggal dari 38 lansia hampir setengah mengalami keluhan nyeri dan kaku pada persendian tangan dan kaki. Rheumatoid Arthritis merupakan suatu penyakit yang tersebar luas serta melibatkan semua kelompok ras dan etnik di dunia. Penyakit ini merupakan suatu penyakit auto imun yang ditandai dengan terdapatnya sinovitis erosive simetrik yang walaupun terutama mengenai jaringan persendian, seringkali juga melibatkan organ tubuh lainnya yang disertai nyeri dan kaku pada sistem otot (musculoskeletal) dan jaringan ikat / connective tissue (Sudoyono, 2007). Masalah yang timbul pada penderita rheumatoid arthritis yaitu nyeri, dan tindakan untuk menghilangkan nyeri seperti nyeri sendi, secara nonfarmakologi adalah menghangatkan persendian yang sakit dengan terapi kompres hangat, yang dilakukan dengan kombinasi herbal yaitu rebusan serei. Metode penghilang nyeri nonfarmakologi biasanya mempunyai resiko lebih rendah. Meskipun tindakan tersebut bukan merupakan pengganti obat-obatan, tindakan tersebut dapat mempersingkat episode nyeri (Smeltzer, 2001). Dalam buku herbal Indonesia disebutkan bahwa khasiat tanaman serei mengandung minyak atsiri yang memiliki sifat kimiawi dan efek farmkologi yaitu rasa pedas dan bersifat hangat sebagai anti radang (anti inflamasi) dan menghilangkan rasa sakit atau nyeri yang bersifat analgetik serta melancarkan sirkulasi darah, yang diindikasikan untuk meghilangkan nyeri otot dan nyeri sendi pada penderita rheumatoid arthritis (Hembing,2007). Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu perawat panti mengatakan umumnya lansia yang mengalami nyeri sendi hanya diberikan obat analgesik untuk mengurangi nyerinya. Di Panti werdha hargodedali belum ada program penanggulangan nyeri secara non farmakologi yang diberikan melalui penyuluhan pada penderita rheumatoid arthritis. Berdasarkan uraian diatas bahwa kompres hangat merupakan tindakan nonfarmakologi yang dapat dilakukan untuk menghilangkan atau mengurangi nyeri rheumatoid arthritis dan metode ini biasanya mempunyai resiko lebih rendah, maka peneliti tertarik untuk meneliti secara langsung apakah kompres hangat dengan menggunakan air rebusan serei dapat digunakan untuk menghilangkan nyeri rheumatoid arthritis padan lansia di panti werdha hargodedali.