Anda di halaman 1dari 11

PENDAHULUAN

Infertilitas merupakan masalah yang dihadapi oleh pasangan suami istri yang telah
menikah selama minimal satu tahun, melakukan hubungan sanggama teratur, tanpa
menggunakan kontrasepsi, tetapi belum berhasil memperoleh kehamilan. Pada prinsipnya
masalah yang terkait dengan infertilitas ini dapat dibagi berdasarkan masalah yang sering
dijumpai pada perempuan dan masalah yang sering dijumpai pada lelaki. Saran yang
digunakan untuk menilai faktor-faktor yang terkait dengan informasi yang digunakan untuk
organik, yang akan sangat berbeda antara lelaki dan perempuan. Faktor tersebut dapat
mewakili kelainan langsung organ, tetapi dapat pula disebabkan oleh faktor lain yang
mempengaruhinya seperti infeksi, faktor hormonal, faktor genetik, dan faktor proses penuaan.
Mengingat tulisan ini terutama ditujukan untuk materi pembelajaran bagi pengelola kesehatan
pada tingkat primer, maka tentu tulisan ini akan lebih memuat materi-materi yang kiranya dapat
dimanfaatkan bagi pengelola kesehatan pada level tersebut, termasuk dilengkapi dengan
indikator-indikator yang perlu disetujui untuk terselenggaranya sistem rujukan yang baik.

Mengingat faktor usia merupakan faktor yang sangat menentukan keberhasilan


perawatan, maka untuk perempuan 35 tahun atau lebih tentu tidak perlu menunggu selama satu
tahun. Minimal enam bulan sudah cukup untuk pasien dengan masalah infertilitas untuk datang
ke dokter untuk melakukan pemeriksaan dasar. Infertilitas yang disetujui sebagai infertilitas
primer jika sebelumnya pasangan suami istri belum pernah mendapatkan kehamilan.
Sementara itu, dikatakan sebagai infertilitas sekunder jika pasangan suami istri gagal untuk
memperoleh pasangan suami istri setelah satu tahun pascapersalinan atau pascaabortus, tanpa
menggunakan kontrasepsi. Delapan puluh empat persen (84%) perempuan akan memperbaiki
kehamilan dalam kurun waktu satu tahun pertama pernikahan jika mereka melakukan
hubungan suami-istri dengan teratur menggunakan kontrasepsi. Angka kehamilan kumulatif
akan meningkat menjadi 92% kompilasi lama pernikahan dua tahun.
FAKTOR PENYEBAB INFERTILITAS

Secara garis besar penyebab infertilitas dapat dibagi menjadi faktor tuba dan pelvik
(35%), faktor lelaki (35%), faktor ovulasi (15%), faktor idiopatik (10%), dan faktor lain (5%).

Penyebab Infertilas Persen


Faktor tuba dan faktor pelvik (sumbatan atau kerusakan tuba 35
akibat perlekatan atau akibat endometriosis)

Faktor lelaki (abnormalitas jumlah, motilitas dan / atau 35


morfologi sperma)
Disfungsi ovulasi (ovulasi jarang atau tidak ada ovulasi) 15

Idiopatik 10
Lain- lainnya (fibroid, polip endometrium / dan kelainan 5
bentuk uterus)

Penelitian yang dilakukan Wang 2003, berdasarkan kajian terhadap 518 pasangan-
seorang suami istri yang menggabungkan antara 20- 34 tahun dijumpai 50% penelitian
dilakukan di dua siklus haid pertama dan 90% Kehamilan terjadi di dalam enam siklus haid
pertama. Wang menemukan bahwa angka fekunditas per bulan adalah berkisar antara 30-35%.

Non-Organik

1. Usia

Untuk usia, terutama usia istri sangat menentukan besarnya kesempatan pasangan suami istri
untuk mendapatkan keturunan. Terdapat hubungan yang terbalik antara bertambahnya usia istri
dengan penurunan kemungkinan untuk mengalami kehamilan. 94% perempuan subur di usia
35 tahun atau 77% perempuan subur di usia 38 tahun akan mengalami kehamilan dalam kurun
waktu tiga tahun lama pernikahan. Ketika usia istri mencapai 40 tahun maka kesempatan untu
hamil hanya sebesar 5% per bulan dengan kejadian kegagalan sebesar 34-52% (Speroff L).

Akibat masalah ekonomi atau kepentingan keinginan segolongan perempuan untuk meletakkan
kehamilan sebagai prioritas kedua sebagai priritas kedua setelah upaya mereka meraih jenjang
jabatan yang baik di dalam pekerjaannya, merupakan alasan bagi perempuan untuk menunda
kehamilannya sampai berusia sekitar 30 tahun atau bahkan lebih tua lagi. Hal ini menyebabkan
usia rata-rata perempuan masa kini melahirkan bayi pertamanya 3,5 tahun lebih tua
dibandingkan dengan perempuan yang dilahirkan pada 30 tahun yang lalu. Tentu hal ini
memberikan pengaruh yang kuat terhadap penurunan kesempatan bagi perempuan masa kini
untuk memperoleh kehamilan.

2. Frekuensi Sanggama

Angka kejadian kehamilan mencapai puncaknya ketika pasangan suami istri melakukan
hubungan suami istri dengan frekuensi 2- 3 kali dalam seminggu. Upaya penyesuaian saat
melakukan hubungan suami istri dengan terjadinya ovulasi, justeru akan meningkatkan
kejadian stres bagi pasangan suami istri tersebut, upaya ini sudah tidak direkomendasikan lagi.

3. Pola Hidup
a. Alkohol
Pada wanita tidak terdapat cukup bukti ilmiah yang menyatakan adanya hubungan
antara minuman mengandung alkohol dengan peningkatan risiko kejadian infertilitas.
Namun, pada lelaki terdapat sebuah laporan yang menyatakan adanya hubungan antara
minum alkohol dalam jumlah banyak dengan penurunan kualitas sperma.
b. Merokok
Dari beberapa penelitian yang ada, dijumpai fakta bahwa merokok dapat menurunkan
fertilitas perempuan. Oleh karena itu sangat diharapkan untuk menghentikan kebiasaan
merokok jika perempuan memiliki masalah infertilitas. Penurunan fertilitas wanita
juga terjadi pada wanita perokok pasif. Penurunan kesuburan juga dialami oleh lelaki
yang memiliki kebiasaan merokok.
c. Berat Badan
Perempuan dengan indeks massa tubuh lebih dari 29, yang termasuk dalam kelompok
obesitas, terbukti mengalami keterlambatan hamil. Usaha yang baik untuk mengurangi
berat badan adalah dengan cara menjalani olahraga terur serta mengurangi asupan
kalori di dalam makanan.
Organik

1. Masalah Vagina

Vagina merupakan hal yang penting dalam tata laksana infertilitas. Terjadi proses reproduksi
manusia sangat terkait dengan kondisi vagina yang sehat dan berfungsi normal. Masalah pada
vagina yang memiliki kaitan erat dengan peningkatan kejadian ini fertilitas adalah sebagai
berikut.

a. Dispareunia
Merupakan masalah kesehatan yang ditandai dengan rasa tidak nyaman atau rasa sakit saat
melakukan sanggama. Dispareunia dapat dialami perempuan atau punaki lelaki. Pada
perempuan dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain adalah sebagai berikut :
 Faktor infeksi, seperti infeksi kandida vagina, infeksi klamidia trakomatis vagina,
infeksi trikomonas vagina, dan pada saluran berkemih
 Faktor organik, seperti vaginismus, nodul endometriosis pada vagina, pelvik
endometriosis, atau keganasan vagina

Dispareunia pada lelaki dapat disebabkan oleh beberapa faktor berikut.

 Faktor infeksi, seperti uretritis, prostitis, atau sistitis. Beberapa penyebab infeksi
antara lain adalah Niseria Gonore.
 Faktor organik, seperti prepusium yang terlampau sempit, luka parut di penis akibat
infeksi sebelumnya, dan sebagainya.

b. Vaginismus
Merupakan masalah pada wanita yang ditandai dengan rasa sakit saat penis akan
melakukan penetrasi ke dalam vagina. Hal ini bukan disebabkan oleh kurangnya zat
lubrikans atau pelumas vagina, tetapi sebagian besar disebabkan oleh diameter liang
vagina yang terlalu sempit, karena kontraksi refleks otot pubokoksigeus yang terlalu
sensitif, sehingga terjadi kesulitan penetrasi vagina oleh penis. Penyempitan liang vagina
ini dapat disebabkan oleh faktor psikogenik atau disebabkarn oleh kelainan anatomik.

Faktor anatomi yang terkait dengan vaginismus dapat disebabkan oleh operasi di vagina
sebelumnya seperti episiotomi atau karena luka trauma di vagina yang sangat hebat
sehingga memungkinkan jaringan parut. Vaginitis. Beberapa infeksi kuman seperti
klamidia trakomatis, Niseria Gonore, dan bakterial vaginosis ditambahkan tidak
menimbulkan gejala klinik sama sekali. Namun, infeksi yang disebabkan oleh infeksi tuba
yang dapat ditimbulkannya. Masalah Uterus Uterus dapat menjadi penyebab dari
infertilitas. Faktor uterus yang terkait dengan infertilitas adalah serviks, kavum uteri, dan
korpus uteri.

Faktor serviks - Servisitis. Memiliki lebih dari satu dengan infertilitas. Servisitis kronis dapat
menyebabkan kesulitan bagi sperma untuk melakukan penetrasi ke dalam kavum uteri. Adanya
tanda infeksi klamidia trakomatis di serviks meminta memi liki terkait dengan peningkatan
risiko kerusakan tuba melalui reaksi imunologi Trauma pada serviks. Tindakan operatif
tertentu pada serviks seperti konisasi atau percobaan abortus profokatus sehingga
menyebabkan cacat pada serviks, dapat menjadi penyebab meningkatnya infertilitas. Faktor
kavum uteri Faktor yang terkait dengan kavum kerium anatomi kavum uteri dan faktor yang
terkait dengan endometrium. -Kelainan anatomi kavum uteri. Adanya septum pada kavum
uteri, tentu saja akan me- ngubah struktur anatomi dan struktur vaskularisasi endometrium.
Tidak terkait dengan erat antara septum uteri ini dengan peningkatan kejadian infertilitas
Sejauh, ada yang terkait antara septum uteri dengan peningkatan kejadian gagal betina
berulang. Kondisi rahim bikornis atau uterus arkuatus tidak memiliki yang terkait dengan
kejadian infertilitas Faktor endometriosis. Endometriosis merupakan bagian yang sangat
penting dalam proses implantasi. Faktor ini dapat memecahkan masalah penyakit radang
panggul pada perempuan dengan infertilitas. Polip endometrium meru pakan pertumbuhan
abnormal endometrium yang membutuhkan pembelanjaan dengan jadian infertilitas. Adanya
pertentangan antara kejadian polip endometrium dengan kelaikan jadian endometrium kroniks
perlu meningkatkan kejadian infertilitas suatu renometrik miometrium Mioma adalah tumor
jinak uterus yang terkait dengan dampak proliferasi sel-sel miometrium. Berdasarkan lokasi
mioma uteri terhadap miometrium, serviks dan kavum uteri, maka mioma uteri dapat dibagi
menjadi 5 klasifikasi sebagai berikut. Mioma subserosum, mioma intramural, mioma
submukosum, mioma serviks, dan mioma di rongga peritoneum. Pengaruh mioma terhadap
peristiwa infertilitas hanya antara 30 50%. Mioma uteri yang mempengaruhi kesuburan yang
terkait dengan sumbatan pada tuba, sumbatan pada kanalis servikalis, atau memaruhi
implantasi (lihat Gambar 19-1) - Adenomiosis, adenomiosis, susunan kelainan pada
miometrium, sesuai dengan kebutuhan, stroma, dan saat ini sudah lama dicari. dengan pasti
patogenesis dari adenomiosis uteri ini pada dasarnya, memulai proses metaplasi jaringan
bagian dalam dari miometrium (zona fungsional) yang secara ontogeni merupakan sisa dari
duktus Muller. Adidomiosis berhubungan erat dengan pelny mnyeri, nyeri haid, perdarahan
uterus yang abnormal, deformitas bentuk uterus, dan infertilitas pai jar yang sangat disukai
endometrium. S

Masalah Tuba

Tuba Fallopi memiliki peran yang besar di dalam proses fertilisasi, karena tuba berperan di
dalam proses transpor sperma, kapasitas sperma proses fertilisasi dan transpor embrio. Adanya
kerusakan /kelainan tuba tentu akan akan berpengaruh terhadap angka fertilitas.

Kelainan tuba yang seringkali dijumpai pada penderita infertilitas adalah sumbatan tuba baik
pada pangkal, pada bagian tengah tuba maupun pada ujung distal dari tuba. Berdasarkan bentuk
dan ukurannya, tuba yang tersumbat dampat tampil dengan bentuk dan ukuran yang normal,
tetapi terdapat pula tampil dalam bentuk hidrosalping. Sumbatan tuba dapat disebabkan oleh
infeksi atau dapat disebabkan oleh endrometriosis. Infeksi Klamida trakomatis memiliki kaitan
yang erat dengan terjadinya kerusakan tuba.

Gambar 19-1 Mioma submukosum yang sering terjadi dengan kejadian infertilitas. Masalah
Tuba Tuba Fallopii memiliki peran yang besar dalam proses pemupukan, karena tuba berperan
dalam proses sperma transpor, kapasitas proses sperma fertilisasi, dan embrio transpor.
Adanya kerusakan / kelainan tuba tentu akan melawan terhadap angka kelainan tuba yang
ditangguhkan pada penderita infertilitas adalah sumbatan tuba baik pada pangkal, pada bagian
tengah tuba, maupun pada ujung distal dari tuba sesuai bentuk dan ukurannya, tuba yang
tersumbat dapat ditampilkan sesuai dengan keinginan bentuk dan ukuran yang normal, tetapi
dapat pula tampil dalam bentuk hidrosalping. Sumbat - tuba dapat disebabkan oleh infeksi atau
dapat disebabkan oleh endometriosis. Infeksi klamidia trakomatis memiliki yang terkait
dengan kerusakan tuba ** Masalab Ovarium Ovarium memiliki fungsi sebagai penghasil oosit
dan penghasil hormon. Masalah utama yang berkaitan dengan kesuburan terkait dengan fungsi
ovulasi. Sindrom ovarium berpotensi menyebabkan masalah ovulasi utama yang dijumpai
pada kasus infertilitas. Saat ini untuk menegakkan diagnosis sindrom ovarium polikistik jika
dijum pai dari tiga gejala di bawah ini. Ada Siklus yang dicoba oligoovulasi atau anovulasi.
Diperiksa ovarium polikistik pada pemeriksaan ultrasonografi (USG). Apakah gambaran
hiperandrogenisme baik klinis maupun biokimiawi
Empat puluh hingga tujuh puluh persen kasus ovarium polikistik ternyata memiliki masalah
insulin. Penderita infertilitas dengan obsesi yang ditunjukkan oleh ovarium polikistik.
Masalah ovulasi yang lain terkait dengan pertumbuhan ovarium kista non-neoplastik atau kista
ovarium neoplastik. Kista ovarium yang sering dijumpai pada penderita infertilitas adalah kista
endometrium yang sering dikenal dengan istilah kista cokelat. Kista endometriosis tidak hanya
berfungsi sebagai ovulasi, tetapi juga dapat berfungsi sebagai maturasi oosit. Untuk menilai
derajat keparahan endometriosis, saat ini digunakan untuk menilai tingkat American Fertility
Society (AFS). Pada kista endometriosis dengan AFS derajat sedang atau berat kejadian
infertilitas dapat kesulitan dengan ovulasi, kegagalan maturasi oosit, dan kegagalan fungsi tuba
akibat deformitas tuba. Tindakan operatif untuk pengangkatan kista ovarium jika tidak
dilakukan dengan hati-hati dapat berakibat perencanaan pemutusan fungsi ovarium, yang akan
semakin memperburuk prognosis fertilitasnya. Masalab Peritoneum Masalah yang sering
terjadi antara faktor peritoneum dengan infertilitas ada yang palsu endometriosis.
Endometriosis dijumpai sebesar 25 40% pada wanita dengan masalah infertilitas dan dijumpai
sebesar 2 5% pada populasi umum. Endometriosis dapat muncul dalam bentuk keberadaan
nodul-nodul saja di permukaan peritoneum atau jaringan endometriosis yang berinfiltrasi di
bawah lapisan peritoneum. Enometriometri dapat dilihat dengan mudah dalam bentuk yang
khas yaitu nodul hitam nodul hitam kebiruan, nodul cokelat, nodul putih, nodul kuning, dan
nodul merah, yang dapat digunakan dengan mudah oleh sebaran pembuluh darah. Bercak
endometriosis juga muncul tersembunyi di bawah lapisan peritoneum yang dikenal dengan
istilah nodul terbakar, dan ada pula yang bercak endometriosis yang terhubung di bawah
lapisan peritoneum (endometriosis infiltrasi dalam). Patogenesis endometriosis pada rongga
peritoneum yang disetujui dengan teori regurgitasi implantasi dari Sampson atau dapat pula
dibahas dengan teori metaplasia perlu endometriosis yang sangat disertai pula dengan
hormonal hormon estrogen dan progestogen Saat ini juga diperlukan oleh yang terkait dengan
endometrik yang terkait dengan infertilitas. Diperkirakan disebabkan oleh faktor-faktor
imunologis yang kemudian berdampak negatif terhadap kerusakan jaringan. PEMERIKSAAN
DASAR INFERTILITAS Pemeriksaan dasar merupakan hal yang sangat penting dalam tata
laksana infertilitas. Dengan melakukan pemeriksaan dasar yang baik dan lengkap, maka terapi
dapat dilakukan dengan cepat dan tepat, sehingga para penderita infertilitas dapat terhindar dari
keterlambatan tata laksana.infertilitas yang dapat memperburuk prognosis dari pasang- seorang
suami istri tersebut.
Anamnesis Pada pertemuan awal, penting sekali untuk memperoleh data apakah pasangan
suami istri atau salah punya kebiasaan merokok atau minum, minuman beralkohol. Diperoleh
pula sebagai salah satu solusi terbaik untuk antihipertensi, kartikosteroid, dan sitostatika.
Siklus diucapkan merupakan variabel yang sangat penting. Dapat diterima dalam siklus normal
jika berada dalam kisaran antara 21 35 hari. Sebagian besar perempuan dengan siklus haid
yang normal akan menunjukkan siklus haid yang berovulasi. Untuk men- dapatkan rerata
siklus haid Diperlukan informasi haid dalam kurun 3 -4 bulan terakhir. Diperlukan juga
informasi yang diperlukan tentang penanganan luka setiap hari dan perlu dipertimbangkan
terkait penurunan aktivitas fisik saat serangan rasa atau diperlukan penggunaan obat
penghilang nyeri saat serangan terjadi. Perlu dilakukan anamnesis terkait dengan frekuensi
sanggama yang dilakukan selama ini. Karena sulitnya menentukan waktu ovulasi secara tepat,
maka disarankan untuk pasutri untuk melakukan sanggama secara teratur dengan frekuensi 2
3 kali per minggu. Upaya untuk mengevaluasi keberadaan ovulasi seperti mengukur suhu
badan dan menilai kadar uteinizing hormone (LH) di dalam urin sulit untuk dilakukan dan sulit
untuk mempercepat ketepatannya, sehingga hal ini dapat dilakukan dengan baik. Pemeriksaan
Fisik Pemeriksaan fisik yang perlu dilakukan pada pasutri dengan masalah infertilitas adalah
pengukuran tinggi badan, penilaian berat badan, dan pengukuran lingkar pinggang. Pe nentuan
indeks massa tubuh perlu dilakukan dengan menggunakan rumus berat badan (kg) dibagi
dengan tinggi badan (m2). Perempuan dengan indeks massa tubuh (IMT) lebih dari 25kg / m2
termasuk dalam kelompok kriteria berat badan lebih. Hal ini berkaitan dengan metabolisme
metabolik. IMT yang kurang dari 19kg / m2 mudah dipecahkan dengan penampilan pasien
yang terlalu kurus dan perlu dipikirkan adanya penyakit kronis seperti tuberkulosis (TBC),
kanker, atau masalah kese- hatan jiwa seperti anoreksia nervosa atau bulimia nervosa. Adanya
pertumbuhan rambut abnormal seperti kumis, jenggot, jambang, bulu dada yang lebat, bulu
kaki yang lebat dan sebagainya (hirsutisme) atau pertumbuhan jerawat yang banyak dan tidak
normal pada wanita, terkait dengan kondisi hi perandrogenisme, baik klinis maupun
biokimiawi Dasar yang disetujui untuk dilindungi atau dipastikan keberadaannya dalam siklus
haid adalah tingkat kadar progesteron pada fase luteal madia, yaitu kurang lebih 7 hari sebelum
memperkirakan datangnya haid. Adanya ovulasi dapat di-tentukan jika kadar progesteron fase
luteal madia dijumpai lebilh besar dari 9,4 mg / ml (30 nmol / l)
Penilaian kadar progesteron pada fase luteal madia menjadi tidak memiliki nilai diag- nostik
yang baik jika termasuk siklus haid yang tidak normal seperti siklus haid yang lebih jarang
(lebih dari 35 hari), atau siklus haid yang lebih sering (kurang dari 21 hari) stimulating
hormone (TSH) dan prolaktin hanya dilaku- kan terkait dengan siklus yang tidak berovulasi,
termasuk galaktore atau termasuk kelainan fisik atau klinik yang sesuai dengan kelainan pada
saat tiroid, kadar luteinizing bormone (LH) dan follicles stimulating hormone (FSH) )
dilakukan pada fase proliferasi awal (hari 3 - 5) LH / FSH pada kasus evolusi ovarium polikistik
(SOPK). Jika dijumpai tanya jawab klinis hiperandrogenisme, seperti hirsutisme atau akne
yang lebih banyak, maka perlu dilakukan pemeriksaan kadar testosteron atau pemeriksaan
indeks androgen bebas (FAI), yaitu dengan melakukan kajian terhadap kadar testosteron yang
berkaitan dengan pengikatan hormon seks (SHBG) dengan rumus FAI-100 x total testosteron
/ SHBG. Pada perempuan kadar FAI normal jika dijumpai lebih rendah dari 7 Pemeriksaan uji
pascasanggama atau postcoital test (PCT) merupakan metode pemeriksaan yang ditujukan
untuk perbincangan antara sperma dan lendir serviks. Pemeriksaan Analisis Sperma
Pemeriksaan analisis sperma sangat penting dilakukan pada awal kunjungan pasngan masalah
masalah infertilitas, karena dari berbagai penelitian menunjukkan bahwa faktor lelaki ikut
memberikan kontribusi sebesar 40% terhadap kejadian infertilitas. Beberapa persyaratan yang
harus dipertimbangkan agar analisis hasil sperma yang baik adalah sebagai berikut. Lakukan
abstinensia (pantang sanggama) selama 2 3 hari Keluarkan sperma dengan cara masturbasi dan
hindari dengan cara sanggama terputus. Hindari penggunaan minyak pada saat masturbasi.
Hindari penggunaan kondom untuk penggunaan sperma. Gunakan tabung dengan mulut yang
lebar sebagai tempat penampungan sperma. Tabung sperma harus dilengkapi dengan nama
yang jelas, tanggal, dan waktu berkumpul sperma, metode sperma yang dilakukan (masturbasi
atau sanggama ter putus). Sampel diambil mungkin ke laboratorium sperma perlu dijelaskan
suhu yang terlampau tinggi (> 38C) atau terlalu rendah (<15 ° C) atau ditempelkannya ke
dalam kriteria tubuh yang digunakan untuk penilaian normalitas. Analisis sperma adalah
kriteria normal berdasarkan kriteria Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) (Tabel 19-2). Hasil
dari analisis sperma menggunakan terminologi khusus yang diharapkan dapat menjelaskan
kualitas sperma berdasarkan perhitungan, mortalitas dan morfologi sperma (Tabel 19-3) hingga
suai dengan suhu tubuh

Tabel 19-2. Nilai normal analisis sperma berdasarkan kriteria WHO Nilai rujukan normal
kriteria 2 ml atau lebih Volume Dalam 60 menit Waktu likuefaksi 7,2 atau lebih pH Konsentrasi
sperma 20 juta per mililiter atau lebih 40 juta per ejakulat atau lebih Jumlah sperma total lurus
cepat (gerakan yang progesif dalam 60 menit setelah ejakulasi (1) 25% atau lebih Jumlah
antara lurus lebih cepat (2) dan lurus cepat (1) 50% atau lebih 30% atau lebih Morfologi normal
75% atau lebih yang hidup Vitalitas Kurang dari 1 juta per mililiter Lekosit Keterangan
Definisi 1: Pergerakan sperma dengan arah yang lurus Derajat 2: Pergerakan sperma dengan
gerak atau perputaran Tabel 19-3 Terminologi dan Definisi Analisis Sperma Berdasarkan
Kualitas Sperma Definisi Terminologi Normozoospermia Ejakulasi normal sesuai dengan nilai
rujukan WHO Oligozoospermia Konsentrasi sperma lebih redah untuk nilai rujukan WHO
Konsentrasi sel sperma dengan motilitas lebih rendah dari nilai rujukan WHO Astenospermia
Konsentrasi sel sperma den gan morfologi lebih rendah dari nilai rujukan WHO
Teratozospermia Azospermia Aspermia Kristospermia Tidak dapat menemukan sel sperma di
dalam ejakulat Tidak ditemukan dalam jumlah sperma banyak yang dijumpai oleh sentrifugasi
Dua atau tiga pilihan solusi analisis sperma untuk digunakan diagnosis diagnosis sperma yang
abnormal. Namun, cukup banyak melakukan analisis sperma tung gal jika pada pemeriksaan
telah dijumpai hasil analisis sperma normal, karena pemeriksaan analisis sperma yang ada
merupakan metode pemeriksaan yang sangat sensitif untuk menghitung nilai positif, maka
analisis sperma yang dilakukan hanya dapat dilakukan pemeriksaan analisis Sperma yang
pertama menunjukkan hasil yang abnormal. Pemeriksaan analisis sperma kedua dilakukan
dalam kurun waktu 2 4 minggu

Terkait dengan pelayanan kesehatan primer seperti puskesmas atau klinik dokter swasta, maka
pemeriksaan infertilitas dasar yang dapat dilakukan pada pusat pelayanan kesehatan primer
dapat dilihat pada Tabel 19-4 Tabel 19-4. Pemeriksaan Infertilitas Dasar di Pusat Pelayanan
Kesehatan Primer Waktu pemeriksaan Jenis kelamin Jenis pemeriksaan LH Fase folikularis
awal (H3-4) FSH TSH Prolaktin Pagi hari sebelum pukul 9 Perempuan Testosteron Kecurigaan
hiperandrogenisme SHBG hari Pemeriksaan pelengkap yang dapat dilakukan pada pusat
layanan kesehatan primer dengan menggunakan fasilitas kesehatan sekunder atau tersier adalah
pemeriksaan pe- lengkap untuk menilai potensi kedua tuba Fallopii yang dikenal sebagai histe
rosalpingografi (HSG). Pemeriksaan HSG merupakan pemeriksaan radiologis dengan
menggunakan sinar-X dan zat kontras yang pada umumnya dilakukan oleh dokter spesialis
radiologi SISTEM RUJUKAN Dalam melakukan tata laksana terhadap pasutri dengan masalah
infertilitas, diperlukan sistem rujukan yang baik untuk mendukung dalam menegakkan
diagnosis atau tata laksana yang Terkait dengan keterbatasan yang seharusnya oleh pusat
layanan kesehatan primer. Tersedia indikator tertentu yang digunakan untuk membatasi jukan
dari pusat layanan kesehatan primer ke pusat pelayanan kesehatan di tingkatkan suai dengan
kemampuan yang dibutuhkan oleh masing-masing pusat layanan kesehatan. (Tabel 19-5)
Dengan memahami indikator ini, pasutri dengan kriteria tertentu akan langsung dirujuk ke
pusat layanan kesehatan yang lebih tinggi tanpa dilakukan tata laksana sebelumnya di pusat
layanan kesehatan primer

Anda mungkin juga menyukai