Anda di halaman 1dari 20

AKUNTANSI SYARIAH

TUGAS ESSAY

Bab 7 - Akad Mudharabah


Bab 8 - Akad Musyarakah
Bab 9 - Akad Murabahah
Bab 10 - Akad Saham

Disusun oleh:
Endang Pelayasica G
(180503131)

S1 AKUNTANSI REGULER
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2019
BAB 7 - Akad Mudharabah
Pertanyaan
1. Akad Mudharabah adalah sebuah perjanjian yang ditentukan diawal antara
nasabah dan pihak pengelola (bank syariah), dimana dalam perjanjian ini menjelaskan
bahwa nasabah adalah pemilik 100% uang atau modal, sedangkan bank bertindak
sebagai pengelola uang / modal tersebut untuk jenis usaha/bisnis yang halal.

2. Dalaam mudharabah istilah profit and loss sharing tidak tepat digunakan karena
yang dibagi hanya keuntungannya saja (profit) tidak termasuk kerugiannya (loss).

3. Dalam aturannya, akad mudharabah dibagi menjadi beberapa jenis yang sudah
dijelaskan PSAK 105, dimana ketiga jenis tersebut yaitu :
1. Mudharabah Muthlaqah
Mudharabah mutlaqah merupakan bentuk kerjasama yang dibangun antara
pemilik dana dan pengelola dana tanpa adanya pembatasan oleh pemilik dana dalam hal
tempat ataupun investasi objeknya. Dalam hal ini, pemilik dana memang memberikan
kewenangan penuh atas hartanya untuk dikelola oleh pengelola dana.

2. Mudharabah Musytarakah
Mudharabah musytarakah merupakan jenis akad selanjutnya yang bisa anda
ketahui. Ketika awal kerjasama, akad yang disepakati yakni akad mudharabah dengan
modal 100% dari pemilik dana, namun ketika berjalanya usaha dan pengelola dana
tertarik menanam modal pada usaha tersebut, maka pengelola dana diperbolehkan untuk
ikut dan menyumbang modal untuk bisa mengembangkan usaha tersebut.

3. Mudharabah Muqayyadah
Mudharabah muqayyadah merupakan jenis akad dengan bentuk kerjasama
antara pemilik dana serta pengelola dana, dengan kondisi pemilik dana membatasi
pengelola dana untuk memilih tempat maupun transaksi dan juga objek
investasinya.Dalam transaksi mudharabah muqayyadah jika diibaratkan sebagai bank
syariah, maka bersifat agen yang menghubungkan antara shahibul maal serta mudharib.

4. Setiap peraturan dan sistem yang berlaku pasti menggunakan dasar untuk
memperkuat serta menjadi pedoman utamanya. Dalam akad mudharabah ada beberapa
dasar hukum yang sudah jelas diketahui oleh manusia.
1. Al Quran
“Apabila telah ditunaikan shalat maka bertebaranlah kamu dimuka bumi dan carilah
karunia Alloh SWT.” (QS 62:10)
“……. Maka, jika sebagian kamu memercayai sebagian yang lain, hendaklah yang
dipercayai itu menunaikan amanatnya dan hendaklah ia bertakwa kepada Alloh
Tuhannya ….” (QS 2:283).
2. As Sunnah
Shalih bin Suaib r.a Bahwa Rasulullah SAW bersabda, “tiga hal yang didalamnya
terdapat keberkatan yaitu jual beli secara tangguh, muqaradhah (mudharabah) dan
mencampuradukan dengan tepunguntuk keperluan rumah bukan untuk dijual.” (HR.
Ibnu Majah).
Latihan
1.
Bank PT. A
Db. Investasi Mudharabah Rp Db. Kas Rp 100.000.000
100.000.000 Kr. Dana Syirkah Temporer Rp
Kr. Kas Rp 100.000.000 100.000.000

2.
Bank Syariah Berjaya PT. A
Ketika saat penyerahan Db. Investasi Mudharabah Rp Db. Aset Non kas Rp
teradapat penurunan nilai 125.000.000 125.000.000
asset tetap Db. Akumulasi penyusutan Kr. Dana Syirkah Temporer Rp
asset Rp 50.000.000 Db. 125.000.000,-
 Harga perolehan asset Rp Kerugian Rp. 25.000.000
Kr. Aset non kas Rp
200.000.000 200.000.000
 Akumulasi penyusutan
asset Rp 50.000.000
 Harga pasar asset tetap
pada saat diserahkan Rp
125.000.000

3.
Bank At Taufik PT. B
Apabila hasil Db. Kas 21.0000.000 Db. Beban bagi hasil 21.000.000
pengelolaan dana pada Kr. Pendapatan Bagi Hasil Kr. Kas 21.000.000
periode tertentu adalah Mudharabah 21.000.000
 Pendapatan dibukukan
Rp
70.000.000,-
 Beban yang
dihasilkan Rp
40.000.000,-
Berdasarkan bagi hasil
yang disepakati
berdasarkan pendapatan
adalah 70 % dan
30 %
Maka,
PT. B : 70 % x Rp
70.000.000 = Rp
49.000.000,-
Bank At Taufik : 30 % x
Rp 70.000.000
= Rp 21.000.000,-

Karena ada bagi hasil Db. Pendapatan yang belum


yang bagikan maka dibagikan Rp 21.000.000 Kr.
dilakukan Ayat Jurnal Beban Bagi Hasil Rp
Penutup 21.000.000
Penyajian laporan Aset : Utang :
keuangan Db. Investasi Mudharabah Rp Utang Bagi Hasil Rp xxx
xxx Kr. Penyisihan Kerugian Dana Syirkah Temporer Rp
Rp xxx xxx Penyisihan kerugian Rp
xxx
4.
Bank At Taufik PT. B
Db. Kas
Apabila hasil 9.000.000 Db. Beban Bagi Hasil Rp
pengelolaan dana pada Kr. Pendapatan 9.000.000,- Kr. Kas Rp
periode tertentu adalah Bagi hasil 9.000.000,-
9.000.000
 Pendapatan dibukukan
Rp 70.000.000,-
 Beban yang dihasilkan
Rp 40.000.000,-
 Laba bersih (pendapatan
dikurangi beban) sebesar
Rp 30.000.000,-
Berdasarkan bagi hasil
yang disepakati adalah 70
% dan 30 %
Maka,
PT. B : 70 % x Rp
30.000.000 = Rp
21.000.000,-
Bank At Taufik : 30 % x
Rp 30.000.000 = Rp
9.000.000,-
Karena ada bagi hasil Db. Pendapatan yang belum
yang bagikan maka dibagikan Rp 9.000.000
dilakukan Ayat Jurnal Kr. Beban Bagi Hasil Rp
Penutup 9.000.000
Aset :
Db. Investasi Utang :
Utang Bagi Hasil Rp xxx
Penyajian laporan Mudharabah Rp Dana Syirkah Temporer Rp xxx
keuangan xxx Kr. (pada) Penyisihan Kerugian Rp
Penyisihan xxx
Kerugian Rp xxx
5.
Bank Al Imamah Pt.C
Pembiayaan yang diberikan
Rp
150.000.000,-
Bagi Hasil yang disepakati
adalah
sebesar 60 % dan 40 %
Apabila hasil pengelolaan
dana pada
periode tertentu adalah
 Pendapatan dibukukan Rp
60.000.000,-
 Beban yang dihasilkan Rp
40.000.000,-
 Laba bersih (pendapatan
dikurangi
beban) sebesar Rp
20.000.000,-
Berdasarkan bagi hasil yang
disepakati
adalah 60 % dan 40%
Maka,
Db. Beban Bagi Hasil Rp
PT. B : 60 % x Rp Db. Kas Rp 8.000.000 8.000.000 Kr. Kas Rp
20.000.000 = Rp Kr. Pendapatan Bagi Hasil 8.000.000
12.000.000,- Mudharabah Rp 8.000.000
Bank At Taufik : 40 % x Rp
20.000.000 = Rp
8.000.000,- Db. Piutang bagi hasil Rp Db. Beban bagi hasil Rp
8.000.000 Kr. Pendapatan 8.000.000 Kr. Utang bagi
Apabila tidak langsung bagi hasil Rp 8.000.000 hasil mudharabah Rp
dibagi atas nisbah bagi 8.000.000
hasil yang telah disepakati
Ketika penerimaan bagi hasil Ketika melakukan setoran atas
Db. Kas Rp. 8.000.000 bagi hasil yang diterima oleh
Kr. Piutang Bagi Hasil Rp bank
8.000.000 Db. Utang bagi hasil mudharabah
Rp 8.000.000
Kr. Kas Rp 8.000.000
Karena ada bagi hasil Db. Pendapatan belum
yang bagikan maka dibagikan Rp 8.000.000
Kr. Beban bagi hasil Rp 8.000.000
dilakukan Ayat Jurnal
Penutup
BAB 8 - Akad Musyarakah
Pertanyaan
1. Musyarakah adalah akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk
suatuusaha tertentu, dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi
modaldengan ketentuan bahwa keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan
sedangkankerugian berdasarkan kontribusi modal. (hal. 169)
2. Ya, apabila usaha tersebut untung maka keuntungan dibagikan kepada para
mitrasesuai dengan nisbah yang telah disepakati (baik presentase maupun
periodenyahaarus secara tegas dan jelas ditentukan dalam perjanjian), sedangkan bila
rugiakan didistribusikan pada para mitra sesuai dengan prosi modal dari setiap
mitra.(hal. 150)
3. Jenis akad musyarakah berdasarkan Ulama Fikih:
a.Syirkah Al-Milk akad musyarakah dimana kepemilikan bersama (co-
ownership) dan keberadaannya muncul apabila dua orang atau lebihmemperoleh
kepemilikan bersama (joint ownership) suatu kekayaan (asset)tanpa telah membuat
perjanjian kemitraan yang resmi.Dalam pembagian hasil para mitra harus berbagi atas
harta kekayaan besertapendapatan yang dapat dihaslkannya sesuai dengan porsi
masing-masing.
b.Syirkah Al-Uqud (kontrak) akad musyarakah dimana kemitraan yang
terciptadengan kesepakatan dua orang atau lebih untuk bekerja sama dalam
mencapaitujuan tertentu. Setiap mitra dapat berkontribusi dengan modal/dana dn
ataudengan bekerja, serta berbagi hasil keuntungan dan kerugian.
Syirkah Al-Uqud dibagi menjadi:
-Syirkah Abdan
-Syirkah Wujuh
-Syirkah ‘Inan
-Syirkah Mufawwadhah
Berdasarkan PSAK:
a. Musyarakah Permanen adalah musyarakah dengan ketentuan bagian
danasetiap mitra ditentukan saat akad dan jumlahnya tetap hingga akhir masa
akad(PSAK No. 106 par. 04)
b. Musyarakah Mutanaqisah adalah musyarakah dengn ketentuan bagian
danasalah satu mitra akan dialihkan secara bertahap keada mitra lainnya sehnggabagian
dananya akan menurun dan pada akhir masa akad mitra lain terssebutakan menjadi
pemilik penuh usaha musyarakah tersebut. (hal. 151-154)

4.
1. Al-Qur’an
“ ....maka mereka berserikat pada sepertiga.....”(an-Nisa:12)
“Dan Sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebagian
mereka berbuat zalim kepada sebagian yang lain, kecuali orang-orang yang beriman
dan mengerjakan amal yang saleh.”(Shaad:24)
2. Al-Hadits
‫ث ثَا آَنا َ يَقو ُل للاَ اِن َل قَا َرفَ َعهُ ة َ ه َُري َر آبي َعن‬
ُ ‫صا َ ِحبَهُ هُما َ آ َ َحدُ يَ ُخن لَم ما َ الش ِريكَي ِن ِل‬
Dari Abu Hurairah, Rasulullah saw. Bersabda, “ sesungguhnya Allah Azza wa
Jalla berfirman, Aku pihak dari ketiga dari dua orang yang berserikat selama salah
satunya tidak mengkhianati lainnya.” ( HR Abu Dawud No.2936, dalam kitab al-Buyu,
dan Hakim)
3. Ijma’
Ibnu Qudamah dalam kitabnya, al-Mughni, telah berkata,” kaum muslimin telah
berkonsensus terhadap legitimasi musyarakah secara global walaupun terdapat
perbedaan pendapat dari beberapa elemen darinya.

5.
a. Rukun-rukun al-Musyarakah:
1) Pelaku akad, yaitu para mitra usaha
2) Objek akad , yaitu modal (mal), kerja (dharabah), dan keuntungan (ribh),
3) Shighah, yaitu Ijab dan Qabul
b. Syarat al-Musyarakah:
1) Syarat akad
2) Pembagian proporsi keuntungan
3) Penentuan proporsi keuntungan
4) Pembagian kerugian
5) Sifat modal
6) Manajemen musyarakah
7) Penghentian musyarakah
8) Penghentian musyarakah tanpa usaha

6. Penghentian musyarakah
1) Setiap mitra memiliki hak untuk mengakhiri musyarakah kapan saja setelah
menyampaikan pemberitahuan kepada mitra lain mengenai hal ini.
2) Jika salah seorang mitra meninggal pada saat musyarakah masih berjalan, kontrak
dengan almarhum tetap berakhir/dihentikan.
3) Jika salah seorang mitra menjadi hilang ingatan atau menjadi tidak mampu
melakukan transaksi komersial, maka kontrak musyarakah berhasil.
h. Penghentian musyarakah tanpa menutup usaha. Jika salah seorang mitra ingin
mengakhiri musyarakah sedangkan mitra lain ingin tetap meneruskan usaha, maka hal
ini dapat dilakukan dengan kesepakatan bersama

7. Nisbah dapat ditentukan melalui dua cara, yaitu sebagai berikut:


1. Pembagian keuntungan prorporsional sesuai modal
Dengan cara ini, keuntungan harus dibagi di antara mitra secara proporsional
sesuaimodal yang disetorkan, tanpa memandang apakah jumlah pekerjaan yang
dilaksanakanoleh para mitra sama atau pun tidak sama. Apabila salah satu pihak
menyetorkan modallebih besar, maka pihak tersebut akan mendapatkan proporsi laba
yang lebih besar.Jika para mitra mengatakan “keuntungan akan dibagi di antara kita”,
berarti keuntunganakan dialokasikan menurut porsi modal masing-masing mitra.
2. Pembagian keuntungan tidak proporsional dengan modal
Dengan cara ini, dalam penentuan nisbah yang dipertimbangkan bukan hanya
modalyang disetorkan, tapi juga tanggung jawab, pengalaman, kompetensi atau waktu
kerjayang lebih panjang. Ibnu Qudamah mengatakan :
“Pilihan dalam keuntungan dibolehkan dengan adanyakerja , karena seorang dari
mereka mungkin lebih ahli dalam bisnis dari yang laindan ia mungkin lebih kuat
ketimbang yang lainnya dalam melaksanakan pekerjaan.Karenanya ia diizikan
untuk menuntut lebih bagian keuntungannya.
Maxhab Hanafi dan Hambali berargumentasi bahwa keuntungan adalah bukan
hanyahasil modal, melaikan hasil interaksi antara modal dan kerja. Bila salah satu mitra
lebihberpengalaman , ahli, dan teliti dari lainnya, dibolehkan baginya untuk
mensyaratkanbagi dirinya sendiri suatu bagian tambahan dari keuntungan sebagian
ganti darisumbangan kerja yang lebih banyak. Mereka merujuk pada perkataan Ali-bin
Abi Thalibr.a : “keuntungan harus sesuai dengan yang harus mereka tentukan,
sedangkankerugian harus proporsional dengan modal mereka.”
Nisbah bias ditentukan sama untuk setiap mitra 50:50 atau berbeda 70:30
(misalnya)atau proporsional dengan modal masing-masing mitra. Begitu para mitra
sepakat atasnisbah tertentu berate dasar inilah yang digunakan untuk pembagian
keuntungan.

8. Perlakuan Akuntansi untuk transaksi musyarakah akan dilihat dari dua sisi pelaku
yaitu Mitra Aktif dan Mitra Pasif. Dimana mitra aktif adalah pihak yang mengelola
usaha musyaraklah baik mengelola sendiri ataupun merujuk pihak lain untuk mengelola
atas namanya, mitra aktif juga bertanggung jawab untuk melakukan pengelolaan
sehingga mitra aktif yang akan melakukan pencatatan akuntansi, atau jika dia
menunjuk pihak lain untuk ikut mengelola usaha maka pihak tersebut yang akan
melakukan pencatatan akuntansi; sedangkan mitra pasif adalah pihak yang tidak ikut
mengelola usaha biasanya adalah lembaga keuangan.
LATIHAN
1. Diketahui :
Perusahaan A menyetorkan aset berupa mesin, harga perolehan Rp. 100.000.000
dan akumulasi penyusutan Rp. 30.000.000, harga pasar saat penyerahan Rp.
75.000.000, sedangkan Bank Syariah menyerahkan dana sebesar Rp.75.000.000.Akad
yang digunakan musyarakah permanan, dimana perusahaan A sebagai pengelola dan
penagggung jawab pengelolaan dana. berlangsung 3 tahun :
 Tahun 1 :Rp. 40.000.000 dan Rp. 20.000.000
 Tahun 2 :Rp. 50.000.000 dan Rp. 27.500.000
 Tahun 3 :Rp. 60.000.000 dan Rp. 35.000.000
 Pembagian bagi hasil adalah 70:30
Jawab :
Penyerahan Kas/aset non kas sebagai modal untuk investasi musyarakah tanggal 10
Agustus 2015 :
• Investasi dalam bentuk kas akan dinilai sebesar jumlah yang diserahkan,
maka jurnalnya :

Bank Syariah

Investasi Musyarakah – Kas Rp 75.000.000


Kas Rp 75.000.000

• Investasi dalam bentuk aset non kas :

PT A

Investasi Musyarakah – Aset Non Kas Rp 75.000.000


Akumulasi Penyusutan Rp 30.000.000
Selisih Penilaian Aset -Musyarakah Rp 5.000.000
Aset Non Kas Rp 100.000.000

• Pembagian hasil dari tahun 1-3 sebagai berikut:

Tahun 1 :
Rp 40.000.000 – Rp 20.000.000 = Rp 20.000.000
Kas/Piutang Rp 20.000.000
Pendapatan Bagi Hasil Rp 20.000.000

Tahun 2 :
Rp 50.00.000 – Rp 27.500.000 = Rp 22.500.000
Kas/Piutang Rp 22.500.000
Pendapatan Bagi Hasil Rp 22.500.000
Tahun 3 :
Rp 60.000.000 – Rp 35.000.000 = Rp 25.000.000
Kas/Piutang Rp 25.000.000
Pendapatan Bagi Hasil Rp 25.000.000

2. Diketahui :
Akad yang dilakukan adalah akad musyrakah menurun
di mana setiap tahun Perusahaan A membayar Rp 25.000.000 kepada Bank
Syariah Jabar Maju
Jawab :
Tahun 1 20 Desember 2013 :
Investasi Musyarakah – Kas Rp 25.000.000
Kas Rp 25.000.000
Pembayaran Bagi Hasil
Kas Rp 16.000.000
Pendapatan Bagi Hasil Rp 16.000.00 (80/100 x Rp
20.000.000)
Tahun II 20 Desember 2014 :
Investasi Musyarakah – Kas Rp 25.000.000
Kas Rp 25.000.000
Pembayaran Bagi Hasil
Kas Rp 20.250.000
Pendapatan Bagi Hasil Rp 20.250.000 (90/100
x Rp 22.250.000)
Tahun III 20 Desember 2015 :
Investasi Musyarakah – Kas Rp 25.000.000
Kas Rp 25.000.000
Pembayaran Bagi Hasil
Kas Rp 25.000.000
Pendapatan Bagi Hasil Rp 25.000.000 (100/100
x Rp 25.000.000)

3. Diketahui :
Perusahaan A menyetor dana Rp 75,000,000 dan bank syariah menyerahkan
mesin baru dgn harga perolehan Rp 75,000,000 dan dikembalikan pd akhir akad.
Jawab:
Kas Rp 75.000.000
Akumulasi Depresiasi Rp 30.000.000
Aset Non Kas Rp 5.000.000
Keuntungan Rp 100.000.000

Keuntungan Ditutup Ke Dana Syirkah Temporer, Jurnalnya


Keuntungan Rp 5.000.000
Dana Syirkah Temporer Rp 5.000.000
BAB 9 - Akad Murabahah
Pertanyaan:
1. Murabahah adalah transaksi penjualan barang dengan menyatakan harga
perolehan dan keuntungan (margin) yang disepajati oleh penjual dan pembeli. Hal yang
membedakan dengan penjualan biasa kita kenal adalah penjual secara jelas
memberitahu kepada pembeli berapa harga pokok harga tersebut dan berapa besar
keuntungan yang diinginkannya. Pembeli dan penjual dapat melakukan tawar-menawar
atas besaran margin keuntungan sehingga akhirnya diperoleh kesepakatan.

2. Dalam murabahah tidak berlaku prinsip profit and loss sharing, karena termasuk
dalam certainty contract yaitu suatu jenis kontrak transaksi dalam bisnis yang memiliki
kepastian keuntungan dan pendapatannya, baik dari segi jumlah dan waktu
penyerahannya. Masing-masing pihak yang terlibat dalam kontrak dapat melakukan
prediksi terhadap jumlah maupun waktu pembayaran.

3. Keuntungan yang diinginkan bisa dinyatakan dalam jumlah tertentu (lump sum)
atau berdasarkan presentase tertentu, misalnya 20% atau 30% dari harga pokok dan
pembeli harus tahu margin keuntungan yang diambil penjual. (hal

4. Ada 2 jenis akad murabahah, yaitu :


1) Murabahah dengan pesanan (murabahah to the purchase order)
Dalam murabahah jenis ini, penjual melakukan pembelian barang setelah ada
pemesanan dari pembeli. Murabahah dengan pesanan dapat bersifat mengikat atau tidak
mengikat pembeli untuk membeli barang yang di pesannya. Kalau bersifat mengikat,
berarti pembeli harus membeli barang yang dipesannya dan tidak dapat membatalkan
pesanannya. Jika aset murabahah yang telah dibeli oleh penjual, dalam murabahah
pesanan mengikat, mengalami penurunan nilai sebelum diserahkan kepada pembeli
maka penurunan nilai tersebut menjadi beban penjual dan akan mengurangi nilai akad.
Berikut ini adalah prosedurnya :

Keterangan :
1. Nasabah bernegosiasi kepada
bank untuk melakukan pembiayaan
murabahah.
2. Karena bank tidak memliki
stok barang yang dibutuhkan
nasabah, maka bank selanjutnya
melakukan pembelian barang kepada
supplier/ pemasok.
3. a. Nasabah dan bank
melakukan akad murabahah.
b. Bank melaksanakan serah terima barang.
c. Barang yang diinginkan pembeli (nasabah) selanjutnya diantar oleh pemasok
(supplier) kepada nasabah.
4. Setelah menerima barang, nasabah selanjutnya membayar kepada bank.
Pembayaran kepada bank biasanya dilakukan dengan cara mencicil sejumlah uang
tertentu selama jangka waktu yang disepakati.

2) Murabahah tanpa pesanan ; murabahah jenis ini bersifat tidak mengikat

Keterangan :
1. Kedua belah pihak melakukan
akad yaitu pihak penjual (ba’i) dan
pembeli (musytari) melaksanakan
akada murabahah.
2. a. Bank (penjual) menerhakan
barang kepada pembeli (musytari)
karena telah
memilikinya terlebih dahulu.
b. Membayar atas barang.

5.
1) Al-Qur’an
ِ ‫ارة ت َ ُكونَ أَن ِإلَ ِبال َب‬
‫اط ِل َبينَ ُكم اَم َوالَ ُكم ُكلُوا ت َأ لَ َءا َمنُوا الذِينَ اَيُ َها َيا‬ َ ‫ ِمن ُكم ت ََراض َعن ِت َج‬.....(‫النساء‬/٤:٢٩
"Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu makan harta sesamamu dengan jalan
yang bathil, kecuali dengna jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka
diantara kamu..." (An-Nisa/4: 29)

...‫الربا َ َو َح َر َم ال َبي َعُ للا َوا َ َح َل‬...


ِ (‫البقرة‬/٢:٢٧٥)
“...Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba...” (Al Baqarah/2:
275)

2) Al-Hadits
‫س َهيب َعن‬ ُ ‫ي‬َ ‫ض‬ ِ ‫صلى النب ِِي أَن َعنهُ للاُ َر‬ َ ُ‫سلَِ َم َعلَي ِه للا‬ َ َ‫ البَر َكةُ ِفي ِهن ثَال‬: ‫ضةُ أ َ َجل إِلَى اَل َبي ُع‬
َ ‫ قَا َل َو‬: ‫ث‬ َ َ‫َوال ُمق‬
َ ‫ار‬
ُ‫ت بِالش ِعي ِر الب ُِر َوخَلط‬ َ
ِ ‫)جه ما ابن رواه( ِلل َبيعِ ل ِللبَي‬

Dari Suhaib ar-Rumi r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Tiga hal yang di dalamnya
terdapat keberkahan: jual beli secara tangguh, muqaradhah (mudharabah), dan
mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah bukan untuk dijual.” (HR
Ibnu Majah dengan sanad dhaif)

6. Penjual (kreditur) dapat memberikan keringanan kepada pembeli (debitur) yang


mengalami kesulitan keuangan untuk membayar murabahah tangguh. Keringanan dapat
berupa menghapus sisa tagihan, membantu menjualkan obyek murabhah pada pihak
lain dan melakukan restrukurisasi piutang. Restrukturisasi piutang dilakukan dalam
bentuk:
a. Memberi potongan sisa tagihan, sehingga jumlah angsuran menjadi lebih kecil
b. Melakukan penjadwalan ulang (rescheduling), dengan dilakukannya
rescheduling, jumlah tagihan yang terisa tetap (tidak boleh ditambah) dan perpanjangan
masa pembayaran disesuakan dengan kesepakatan kedua pihak sehingga besarnya
angsuran menjadi lebih kecil
c. Mengkonversi akad murabahah, dengan cara obyek murabahah dijual pada
kreditur sesuai dengan nilai pasar, kemudian dai uang yang ada digunakan untuk
melunasi sisa tagihan. Apabila ada kelebihan, kelebihan ini digunakan sebagai uang
meka akad ijarah atau sebagai bagian modal dari akad mudharabah, musytarakah atau
musyarakah. Apabila kurang, kekuranganyya tetap menjadi utang debitur dan cara
pembayarannya disepakati bersama.

7.
1) Pelaku
Pelaku cakap hukum dan baligh (berakal dan dapat membedakan), sehingga jual beli
dengan orang gila menjadi tidak sah sedangkan jual beli dengan anak kecil dianggap
sah, apabila seizin walinya.
2) Objek Jual Beli, harus memenuhi :
a. Barang yang diperjualbelikan adalah barang halal
Maka semua barang yang diharamkan oleh Allah, tidak dapat di jadikan sebagai objek
jual beli, kareana barang tersebut dapat menyebabkan manusia bermaksiat/melanggar
larangan Allah. Hal ini sesuai dengan hadis berikut:
“Sesungguhnya Allah apabila mengharamkan sesuatu juga mengharamkan harganya.”
(HR. Bukhari Muslim)
b. Barang yang diperjualbelikan harus dapat diambil manfaatnya atau memiliki
nilai, dan bukan merupakan barang-barang yabg dilarang di perjualbelikan, misalnya:
jual beli barang yang kadaluwarsa.
c. Barang tersebut dimiliki oleh penjual
Jual beli atas barang yang tidak di mkiliki oleh penjual adalah tidak sah karena
bagaimana mungkin ia dapat menyerahkan kepemilikan barang kepada orang lain atas
barang yang bukan miliknya. Jual beli oleh bukan pemilik barang seperti ini, baru akan
sah apabila mendapat izin dari pemilik barang.
Misalnya : seorang suami menjual harta milik istrinya, sepanjang si istri mengizinkan
maka sah akadnya. Contoh lain, jual beli barang curian adalah tidak sah karena status
kepemilikan barang tersebut tetap pada si pemilik harta.
d. Barang tersebut hanya di serahkan tanpa tergantung dengan kejadian tertentu di
masa depan. Bartang yang tidak jelas waktu penyerahannya adalah tidak sah, karena
dapat menimbulkan ketidakpastian (gharar), yang pada gilirannya dapat merugikan
salah satu pihak yang bertransaksi dan dapat menimbulkan pearsengketaan. Misalnya:
saya jual mobil avanzaku yang hilang dengan harga Rp. 40.000.000 si pembeli berharap
mobil itu akan ditemukan. Demikian juga jual beli atas barang yang sedang di gadaikan
atau telah diwakafkan.\
e. Barang tersebut harus diketahui secara spesifik dan dapat diidentifikasikan oleh
pembeli sehingga tidak ada gharar (ketidak pastian).
f. Barang tersebut dapat diketahui kuantitas dan kualitasnsysa dengan jelas,
sehingga tidak ada gharar.
g. Harga barang tersebut jelas.
Harga atas barang yang diperjualbelikan diketahui oleh pembeli dan penjual berikut
cara pembayarannya tunai atau tangguh(tidak tunai) sehingga jelas.
h. Barang yang diakadkan ada di tangan penjual.

3) Ijab kabul
Pernyataan dan ekspresi saling rida/rela di antara pihak-pihak pelaku akad yang
dilakukan secara verbal, tertulis, atau menggunakan cara-cara komunikasi modern.
Apabila jual beli telah dilakukan sesuai dengan ketentuan syariah maka
kepemilikannya, pembayarannya dan pemanfaatan atas barang yang diperjualbelikan
menjadi halal. Para ulama fiqh sepakat menyatakan bahwa unsur utama dari jual beli
kerelaan kedua belah pihak. Kerelaan kedua belah pihak dapat dilihat dari ijab dan qabul
yang dilangsungkan. Untuk itu, para ulama fiqh mengemukakan bahwa syarat ijab dan
qabul itu adalah sebagai berikut:
a. Qabul sesuai dengan ijab. Misalnya, penjual mengatakan: "Saya jual buku ini
seharga Rp. 15.000,-".
b. Ijab dan qabul itu dilakukan dalam satu majelis. Artinya kedua belah pihak yang
melakukan jual beli hadir dan membicarakan topik yang sama. (halaman 179-181)

8. Apabila pembeli tidak membayar karena lalai maka pengenaan denda


diperbolehkan. Namaun, denda ini tidak boleh diakui sebagai pendapatan penjual tapi
harus digunakan untuk dana kabjikan atau sosial (dana qard) yang akan disalurkan
kepada orang yang membutuhkan.

9. Penjual dapat meminta uang muka pembelian kepada pembeli sebagai bukti
keseriusan ingin membeli barang tersebut, uang muka menjadi bagian pelunasan jika
piutang murabahah disepakati. Apabila penjual telah membeli dan pembeli
membatalkannya, uang muka dapat digunakan untuk menutup kerugian si penjual
dengan dibatalkannya pesanan tersebut. Bila jumlahnya lebih keciil dibandingkan
jumlah kerugin yang harus ditanggung oleh penjual, penjual dapat meminta
kekurangannya, apabila berlebih pembeli berhak untuk mengambil sebagian uang
mukannya kembali.
LATIHAN
1. Pencatatan oleh penjual :

Kas 100.000
Utang lain – uang muka 100.000

Aset Murabahah 300.000


Kas 300.000

Kas 300.000
Utang lain – uang muka 100.000
Aset Murabahah 300.000
Pendapatan margin murabahah 100.000

Pencatatan oleh pembeli:


Uang muka 100.000
Kas 100.000

Aset 400.000
Kas 300.000
Uang muka 100.000

2. Pencatatan oleh penjual :


Kas 100.000
Utang lain – uang muka 100.000

Aset Murabahah 300.000


Kas 300.000

Piutang murabahah 300.000


Utang lain – uang muka 100.000
Aset Murabahah 300.000
Pendapatan margin murabahah 100.000

Kas 300.000
Piutang murabahah 300.000

Pencatatan oleh pembeli :


Uang muka 100.000
Kas 100.000

Aset 400.000
Utang murabahah 300.000
Uang muka 100.000

Utang murabahah 300.000


Kas 300.000

3. Pencatatan oleh penjual :


Kas 50.000.000
Utang lain – uang muka 50.000.000

Aset Muurabahah 150.000.000


Kas 150.000.000

Piutang murabahah 125.000.000


Utang lain – uang muka 50.000.000
Aset Murabahah 150.000.000
Margin Murabahah Tangguhan 25.000.000

Kas 25.000.000
Piutang murabahah 25.000.000

Margin murabahah tangguhan 5.000.000


Pendapatan margin murabahah 5.000.000

Pencatatan oleh pembeli :


Uang muka 50.000.000
Kas 50.000.000

Asset 150.000.000
Beban murabahah tangguhan 25.000.000
Utang murabahah 125.000.000
Uang muka 50.000.000

Utang murabahah 25.000.000


Kas 25.000.000
Beban 5.000.000
Beban murabahah tangguhan 5.000.000
BAB 10 - Akad Salam
Pertanyaan:
1. Salam dapat didefinisikan sebagai transaksi atau akad jual beli dimana barang
yang diperjualbelikan belum ada ketika transaksi dilakukan dan pembeli melkukan
pembayaran dimuka, sedangkan penyerahan barang baru dilakukan dikemudian hari.
PS AKA – 103 Mendifinisakn salam sebagai akad jual beli barang pesanan (Musiam
Fiih) dengan pengiriman dikemudian hari oleh penjual (Muslam Ilaihi) dan
pelunasannya dilakukan oleh pembeli (Al Muslam) Pada saat akad disepakati sesuai
dengan syarat-syarat tertentu.

2. Akad Salam merupakan akad jual beli dengan uang muka, dan pengiriman
dibelakang, walaupun barang baru diserahkan dikemudian hari namun harga,
spesifikasi, karakteristik, kualitas, kuantitas, dan waktu penyerahannya sudah
ditentukan ketika akad terjadi, sehingga tidak ada Gharar. Hal inilah yang membedakan
salam dengan transaksi Ijon.

3. Karena Ijon merupakan akad jual beli dengan uang muka dan pengiriman
dibelakang, walaupun barang diserahkan dikemudian hari, tetapi kualitas, kuantitas
spesifikasi barang belum bisa dipastikan sehingga bisa menimbulkan Gharar, kerugian
bagi penjual atau pembeli.

4. Salam paralel merupakan akad salam dimana barang tidak dimiliki oleh penjual
dan penjual memesannya kepada pemasok lainnya. Akad ini juga diizinkan syariah
asalkan kedua akad tidak saling tergantung atau menjadi syarat, selain itu kad antara
penjual dan pemasok terpisah dari akad antara pembeli dan penjual.

5. Rukun salam ada tiga, yaitu:


1. Pelaku, terdiri penjual (muslam alaih) dan pembeli (muslam)
2. Objek akad berupa barang yang akan diserahkan (muslam alaih)dan modal
salam (ra’sumaalis salam)
3. Ijab kabul/serah terima.
1. Ketentuan syariah terdiri dari:
1. ketentuan syariah yang terkait dengan modal salam yaitu:
a. Modal salam harus diketahui jenis dan jumlahnya
b. Modal salam berbentuk uang tunai. Para ulama berbeda pendapat masalah
bolehnya. pembayaran dalam bentuk aset perdagangan. Beberapa ulama
mnganggapnya boleh.
c. Modal salam diserahkan ketika akd berlangsunng,tidak boleh utang atau
merupakan pelunasan piutang.Hal ini adalah untuk menceah praktik iba melalui
mekanisme salam.
2. Ketentuan syariah barang salam, yaitu:
a.Barang tersebut harus dapat dibedakan/didefenisikan mempunyai spesifikasi
dan kharakteristik yang jelas kualitas,jenis,ukuran dan lain sebagainya sehingga
tidak ada gharar.
b.Barang tersebut harus dapat dikuantifikasi/ditakar/ditimbang.
c.Waktu penyerahan barang harus jelas,tidak harus tanggal tertentu boleh juga
dalam kurun waktu tertentu,misalnya dalam waktu 6 bulan atau musim panen
disesuaikan dengan kemungkinan yang tersedianya barang yang dipesan. Hal
tersebut diperlukan untuk mencegah gharar atau ketidakpastian, harus ada pada
waktu yang ditentukan.

6. (ilustrasi tidak terlampir)

7. Manfaat transaksi salam bagi pembeli adalah adanya jaminan memperoleh


barang dalam jumlah dan kualitas tertentu pada saat ia membutuhkan dengan harga
yang disepakatinya di awal. Sementara manfaat bagi penjual adalah diperolehnya dana
untuk melakukan aktivitas produksi dan memenuhi sebagian kebutuhan hidupnya.
Latihan:

Anda mungkin juga menyukai