Anda di halaman 1dari 18

LI LBM 2

FARAH AMARA DIRGAYUSA

1. Perbedaan abses dan kista dalam radiografi ?


2. Interprestasi radiografi dengan gambar ?
3. Pengertian fluktuasi
4. Bagan pathogenesis di skenaro?
5. Perlukah anastesi pada drainase ?
6. Antiobiotik apa yang digunakan pada abses?
7. Macam2 teknin preparasi saluran akar ?
8. Bahan pengisi saluran akar ?
9. Kontraindikasi dan indikasi PSA ?

Jawab

1. Perbedaan abses dan kista dalam radiografi ?

Gambaran berupa :

a) lesi radiolusent dengan batas


tidak jelas dan tidak tegas
(berisi cairan yang tanpa
batas)

b) Membran periodontal
menghilang didaerah lesi

c) Lamina dura menghilang


didaerah lesi
Gambaran berupa :

a) Lesi radiolusent dengan batas jelas


dan tegas (beriisi cairan kista yang
dibatasi kapsul yang terbuat dari
epitel malazes yang radioopak)

b) Membran periodontal menghilang


didaerah lesi

c) Lamina dura menghilang didaerah lesi

Disebabkan infeksi pulpa lanjut

2. Interprestasi radiografi dengan gambar ?


3. Macam2 abses ?
1.1 Abses Apikalis Akut
Abses apikalis akut adalah proses inflamasi pada jaringan periapikal gigi, yang
disertai pembentukan eksudat. Abses apikalis akut disebabkan masuknya bakteri,
serta produknya dari saluran akar gigi yang terinfeksi.(ingel) Abses apikalis akut
ditandai dengan nyeri yang spontan, adanya pembentukan nanah, dan
pembengkakan. Pembengkakan biasanya terletak divestibulum bukal, lingual atau
palatal tergantung lokasi apeks gigi yang tekena. Abses apikialis akut juga
terkadang disertai dengan manifestasi sistemik seperti meningkatnya suhu tubuh,
dan malaise. Tes perkusi abses apikalis akut akan mengahasilkan respon yang
sangat sensitif, tes palpasi akan merespon sensitif. Sedangkan tes vitalitas tidak
memberikan respon.
Secara histologi abses apikalis akut menunjukkan adanya lesi destruktif dari
nekrosis yang mengandung banyak leukosit PMN yang rusak, debris, dan sel serta
eksudat purulen. Gambaran radiografis abses apikalis akut, terlihat penebalan pada
ligamen periodontal dengan lesi pada jaringan periapikal.

Gambar 2.3. Gambaran radiografi dari abses periapikal akut

Sumber : Ingle J.I. Endodontics 5th ed. 2002.p.185

1.2 Abses Apikalis Kronis


Abses apikalis kronis merupakan keadaan yang timbul akibat lesi yang
berjalan lama yang kemudian mengadakan drainase ke permukaan. Absesapikalis
kronis disebabkan oleh nekrosis pulpa yang meluas ke jaringan periapikal, dapat
juga disebabkan oleh abses akut yang sebelumnya terjadi. Abses adalah kumpulan
pus yang terbentuk dalam jaringan. Pus ini merupakan suatu kumpulan sel-sel
jaringan lokal yang mati, sel-sel darah putih, organisme penyebab infeksi atau
benda asing dan racun yang dihasilkan oleh orgnisme dan sel darah. Abses apikalis
kronis merupakan reaksi pertahanan yang bertujuan untuk mencegah infeksi
menyebar kebagian tubuh lainnya.
Abses apikalis kronis berkembang dan membesar tanpa gejala yang subjektif,
hanya dapat dideteksi dengan pemeriksaan radiografis atau dengan adanya fistula
didaerah sekitar gigi yang terkena. Fistula merupakan ciri khas dari abses apikalis
kronis. Fistula merupakan saluran abnormal yang terbentuk akibat drainasi abses.
Abses apikalis kronis pada tes palpasi dan perkusi tidak memberikan respon
non-sensitif, Sedangakn tes vitalitas tidak memberikan respon.
Gambaran radiografis abses apikalis kronis terlihat putusnya lamina dura
hingga kerusakan jaringan periradikuler dan interradikuler.

Gambar 2.5. Gambaran radiografi dari abses periapikal kronis


Sumber : Ingle J.I. Endodontics 5th ed. 2002.p.186.

4. Pengertian fluktuasi
Menurut kamus kedokteran fluktuasi berarti naik turuun.
Harty & ogston kamus kedokteran gigi
5. Bagan pathogenesis di skenaro?
Kavitas yang terbuka karena karies dapat menyebabkan masuknya bakteri kedalam pulpa
sehingga pulpa menjadi nekrosis. Bakteri yang berakumulasi didalam pulpa dapat menyebar ke
jaringan periapikal melalui foramen apikal sehingga terjadi infeksi bakteri pada jaringan
tersebut. Bakteri dapat menghasilkan toksin masiv di daerah inflamasi yang dilepaskan
keseluruh tubuh dan menimbulkan reaksi lokal terhadap infeksi. Apabila pertahanan tubuh
rendah maka virulensi bakteri dapat meningkat. Pus yang telah terbentuk apabila tidak
ditangani akan semakin meningkat dalam jaringan sehingga pus menekan jaringan sekitar
untuk mencari jalan keluar dan menembus periosteum masuk ke jaringan lunak (Hargreaves &
Stephen, 2011).

 Patogenesis terbentuknya pus


Ketika bakteri patogen berada di jaringan periapikal, neutrofil disekresikan pada jaringan
tersebut dan terjadi perlawanan. Bakteri patogen akan menghasilkan toksin masiv untuk
membunuh neutrofil. Neutrofil yang mati menghasilkan enzim lysozym & pembentukan
radikal bebas turunan oksegen (superoxide & hydrogen peroxide) sehingga trejadi destruksi
matrisk ekstraseluler konektif dan terbentuklah pus (Hargreaves & Stephen, 2011).

 Patogenesis Abses periapikal kronis

Mempunyai kesamaan patogenesis dengan abses periapikal akut. Penyakit ini juga

merupakan akibat dari nekrosis pulpa dan biasanya dihubungkan dengan periodontitis apikalis

kronis yang telah membentuk abses. Abses telah menyebar melalui tulang dan jaringan lunak

untuk membentuk stoma saluran sinus (sinus tract stoma) pada mukosa oralatau kadang-

kadang hingga ke kulit wajah. Temuan histologik pada lesi ini serupa dengan yang ditemukan

pada periodontitis apikalis kronis. Abses periapikal kronis dapat juga berdrainase melalui

periodontium ke dalam sulkus dan dapat menyerupai abses periodontium atau poket.

(Torabinejad, 1964)

6. Perlukah anastesi pada drainase ?


Tidak perlu
7. Antibiotik apa yang digunakan pada abses?
The selection of antibiotics in clinical practice is either empir-ical or based on the results of
microbial susceptibility testing. Clindamycin has strong antimicrobial activity against oral an-
aerobes (96,208,212) and has been shown to produce good clin-ical results similar to those
with penicillin for treatment of acute dental abscesses Moxifloxacin is a fluoroquinolone that
has emerged as a po-tential drug for the treatment of abscesses, given its good antibac-terial
activity against Gram-positive and Gram-negative aerobic and anaerobic bacteria isolated
from odontogenic infections. A clinical trial showed that moxifloxacin resulted in signif-
icantly better pain reduction and overall clinical response than
clindamycin for patients with dental abscesses.
Siqueira, José F Jr, and Isabela N Rôças. “Microbiology and treatment of acute apical abscesses.” Clinical
microbiology reviews vol. 26,2 (2013): 255-73. doi:10.1128/CMR.00082-12
8. Macam2 teknin preparasi saluran akar ?

TEHNIK PREPARASI SALURAN AKAR

1. Tehnik Standar (Standardized technique)


Tehnik ini tehnik sederhana dengan tetap mengacu prinsip Cleaning dan Shaping,
dengan menggunakan jarum ekstirpasi diawal, dilanjutkan dengan jarum reamer, dan
kemudian dilakukan dengan jarum file.
Inti dari tehnik ini, mengeluarkan jaringan di saluran akar, debridement, melebarkan
saluran akar, dan menghaluskan dinding, bentuk saluran yg didapat lebih membulat.
2. Tehnik Step back (Step back technique = serial technique)
Mulai di bagian apikal dengan instrumen yang halus dan bekerja dengan cara dibantu
dengan instrument semakin besar. Diperkenalkan oleh Mullaney. Dirancang untuk
menghindari penyempitan apikal dan saluran melengkung.
a. Tahap 1 . Preparasi di bagian apikal dengan jarum maksimal sampai no.25 dengan
jarum awal jarum terkecil (no.10 atau 15) dengan pengulangan sampai dirasa
halus.
b. Tahap 2. Kurangi 1mm, gunakan jarum mulai dari jarum terakhir (no.25) sampai
jarum paling besar dengan tetap mengacu ke panjang kerja. Irigasi debridement
dengan NaOCl 2,5%
c. Tahap 3. Gunakan Gates Glidden-drill untuk membentuk preparasi dinding
saluran akar dibagian tengah hingga bagian orifice. Biasanya digunakan no.2,3,4.
d. Tahap 4. Haluskan kembali saluran akar dengan jarum File no.25 sesuai panjang
kerja. Irigasi debridement dengan NaOCl 2,5%
e. Hasil akhir – preparasi yang berkesinambungan membuat bentuk saluran akar
melebar dari persimpangan cementodentinoenamel ke mahkota.

Tahap 1 Tahap 2
Tahap 3 Tahap 4 Hasil Akhir Preparasi

3. Tehnik Step down (Step down technique = crown down)


Diperkenalkan oleh Marshall dan Pappin, yang disebut preparasi Crown-down tanpa
tekanan. Menggunakan Glidden-Gate dan file yang lebih besar di sepertiga koronal
dari saluran akar (dari orifice) dan file semakin kecil yang digunakan dari 'mahkota-
kebawah' sampai panjang yang diinginkan tercapai.
Tujuan utama: untuk meminimalkan atau menghilangkan sejumlah jaringan nekrotik
yang terekstrusi ke arah foramen apikal selama instrumentasi.
Akan mencegah ketidaknyamanan karena kurang bersihnya saat instrumentasi dan
debridement karena adanya debris di arah foramen apikal dan menyebabkan
penyempitan secara biokompatibel.
Keuntungan: bebasnya dari kendala atau masalah dari melebarnya apikal karena
instrumentasi.

PERBEDAAN METODE STEP-BACK DENGAN CROWN DOWN


STEP-BACK CROWN DOWN
a. Sudah lama digunakan Popularitas sedang menanjak
b. Banyak diajarkan di Kedokteran gigi Banyak diajarkan di Kedokteran gigi
Asia Amerika
c. Diawali dengan instrument terkecil Diawali dengan instrument terbesar
d. Preparasi dimulai pada 1/3 apikal Pada 1/3 koronal
e. Menggunakan hand instrument Menggunakan rotary instrument

KEKURANGAN TEKNIK STEP BACK


 Pada akar yang sempit, instrument tersendat dan mudah patah
 Kebersihan daerah apical dengan irigasi sulit dicapai
 Resiko terdorongnya debris kea rah periapikal
 Prosedur perawatan membutuhkan waktu lama
 Membutuhkan banyak peralatan
KEUNTUNGAN TEKNIK CROWN-DOWN

 Membuang penyempitan servikal


 Akses ke apikal lurus
 Instrumentasi apikal efisien
 Irigasi mudah
 Pengeluaran debris mudah
 Mencegah debris terdorong kearah apeks
 Instrumentasi yang digunakan lebih sedikit
 Waktu lebih cepat
 Preparasi menghasilkan taper lebih besar

KEUNTUNGAN TEKNIK CROWN-DOWN DENGAN ALAT PUTAR


(ROTARY INSTRUMENTS)

1. Rotary Instrument
- Menggunakan sedikit peralatan/instrument
- Waktu perawatan lebih cepat
- Tidak menggunakan jari sehingga kelelahan berkurang
- Reparasi bentuk taper lebih lebar sehingga : bentuk saluran lebih baik, obturasi
lebih mudah, keberhasilan perawatan lebih mudah dicapai.
2. ProTaper File For Hand Use

4. Kombinasi (Combination or hybrid technique = step down–step back technique,


modified double-flared technique)
Tehnik ini sebenarnya menggunakan tehnik dasar step down-step back, dengan
dimodifikasi menggunakan beberapa tambahan instrumentasi antara lain; Ruddle
technique, profile GT taper technique, Quantec instrument technique.
Dengan banyaknya instrumentasi yang digunakan, maka setiap hasil bentuk shaping
saluran akar akan berbeda. Pembuangan dentin yang didapat juga sama dengan
prinsip pada penggunaan Gliden-Gates Drill.

9. Bahan pengisi saluran akar ?

Pengisian saluran akar standar merupakan suatu kombinasi dari semen sealer dengan
bahan central core. mmm Sealer sangat vital dalam fungsi pengisian saluran akar, yaitu untuk
penutupan akhir sistem saluran akar, penguburan sisa bakteri, dan pengisi ketidakteraturan
bentuk akar yang telah dipreparasi.2 Sealer digunakan diantara permukaan dentin dan bahan
inti untuk mengisi ruang yang tercipta karena ketidakmampuan fisik bahan inti untuk mengisi
seluruh area saluran akar. Karakteristik utama yang paling diharapkan dari sealer adalah
menempel pada dentin dan bahan inti bersamaan dengan adanya ikatan kohesi yang kuat.3
Jenis-jenis sealer yang dikenal hingga sekarang adalah

1. Sealer berbahan dasar pelarut

Rosin-chloroform, dan chloropercha, yang merupakan campuran dari gutta-percha


giling atau larut dengan chloroform telah menciptakan permukaan antarmuka dentin-
guttapercha. Zinc oxide dapat ditambahan dalam campuran ini agar lebih keras dan
mengurangi penyusutan. Kebocoran karena penyusutan sering menjadi masalah utama
pada metode ini, karenanya bahan ini tidak banyak digunakan lagi pada jaman
sekarang.1

2. Sealer berbahan dasar ZnOE

Keuntungan utama dari bahan ini adalah riwayat keberhasilannya dalam penggunaan
sejak lama. Kualitas positif dari bahan ini menutup aspek negatifnya (staining, setting
time yang lama, non-adhesif, dan kelarutan). Contoh dari bahan ini adalah formulasi
Grossman yang merupakan standar perbandingan bahan sealer lain. Formulasi
Grossman ini terdiri dari powder dan liquid. Powder dari formulasi Grossman terdiri
dari 42% Zinc Oxide (utama), 27% stabellite resin (setting time dan konsistensi), 15%
Bismuth subcarbonate, 15% Barium sulfat, dan 1% Natrium borat. Liquid nya
merupakan eugenol. Kebanyakan sealer ZnOE yang digunakan sekarang ini merupakan
variasi dari formulasi asli ini.15 Di daerah Eropa, paraformaldehyde ditambahkan untuk
aktivitas antibakteri, seperti pada pasta N2 yang kontroversial dan pada
Endomethasone. Sealer berbahan dasar ZnOE mempunyai aktivitas antibakteri, tetapi
juga dapat mengeluarkan racun saat ditempatkan secara langsung di dalam jaringan
vital1 dan juga setting time yang sangat lama, yang menurut penelitian dapat mencapai 2
bulan.15

3. Sealer dengan bahan dasar ionomer kaca

Sudah tidak beredar di pasaran, karena adanya proses penguraian dan kebocoran pada
penelitian laboratoris. Sealer ini dulu banyak digunakan karena menyediakan apical dan
coronal seal yang adekuat15, adanya sifat biokompatibel dan melekat pada dentin, dua
sifat terakhir ini merupakan sifat yang diharapkan ada pada pengisian akar.1 Kekakuan
dan ketidaklarutan bahan ini membuat retreatment dan preparasi untuk penempatan
pasak menjadi sulit.15 Contoh produk dari sealer ini adalah GC Fuji TRIAGE, Ketac-
Endo, dll.

4. Sealer berbahan dasar resin

Prototipnya dikembangkan oleh Andre Schroeder di Swiss sejak lebih dari 50 tahun
yang lalu, yang merupakan resin bis-fenol dengan polimerisasi menggunakan
methenamine. Karena methenamine mengeluarkan sedikit formaldehid saat reaksi
setting, penggantinya dicari dan ditemukan melalui campuran dari amine yang dapat
mempengaruhi polimerisasi tanpa adanya pengeluaran formaldehid. Pengembangan
produk ini adalah AH Plus.1 AH Plus merupakan pengembangan dari Epoxy yang
tersedia dalam merk AH26, sifat-sifatnya yang menguntungkan adalah antimikroba,
adhesi, waktu kerja yang lama, mixing yang mudah, dan kemampuan seal yang baik.
Keburukan bahan ini adalah staining, ketidaklarutan relatif pada pelarut, sedikit toksik
saat belum mengeras, dan sedikit kelarutan pada cairan mulut. AH Plus mempunyai
sifat fisik yang mirip dengan AH26 tetapi memiliki biokompatibilitas yang lebih baik
karena melepaskan formaldehid lebih sedikit, dan hanya sedikit menyebabkan staining
pada dentin dengan dihilangkannya perak dari formula.15

Sealer resin yang lain adalah tipe resorcin-formaldehid. Varian dari phenol-formaldehid
atau resin Bakelit. Sealer tipe ini merupakan antibakterial yang sangat kuat, tetapi dapat
menyusut dan meninggalkan corak kemerahan pada struktur gigi sekitar (disebut
“Russian Red”). Dimaksudkan untuk digunakan tanpa menggunakan cone gutta percha
inti, dan menjadi sangat keras dan tidak dapat larut, retreatment dari saluran akar yang
telah diisi dengan bahan ini dapat menjadi mimpi buruk. Contoh produknya adalah
Forfenan dan Traitement SPAD dari Eropa Barat.1

Methyl-metakrilat sederhana juga dilaporkan sebagai campuran fiksatif pulpa dan


pengisi saluran akar, dibuat untuk molar permanen muda dengan karies pulpa tanpa
adanya nekrosis total dan infeksi. Kelemahan dari produk ini adalah shrinkage,
biokompatibilitas buruk saat setting, dan tidak larut dalam air.

EndoREZ™ berbahan dasar urethane dimethacrylate (UDMA). Mempunyai sifat


hidrofilik yang dipercaya meningkatkan kemampuan walaupun dalam keadaan lembab.
EndoRez dipasarkan sepaket dengan gutta percha poin lapis resin, yang oleh bonding ke
sealer akan memberikan perlekatan dan seal yang lebih baik pada pengisian. Konsep ini
dikembangkan hingga maksimal pada Epiphany/Resilon atau RealSeal (Kerr). Primer
diaplikasikan pada permukaan dentin setelah larutan kelasi bekerja untuk
membersihkan smear layer. Lalu dual-curing sealer yang berdasar BisGMA, UDMA,
dan methacrylate hidrofilik dengan filler radiopak melapisi dinding dentin yang telah
diberi primer. Penyelesaian pengisian adalah dengan insersi cone atau Resilon core
yang telah di plastisisasi secara termal. Sealer dapat melekat secara efektif ke dentin
melalui primer, dan dengan integrasi kemis antara sealer dan core, akan menghasilkan
konsep pengisian saluran akar yang homogen, monoblock dengan sedikit atau tanpa
bagian kosong. Tes bahan ini secara in vitro dan in vivo menunjukkan hasil yang
mengagumkan.1

5. Kalsium Hidroksida

Contoh bahannya adalah Sealapex dan Apexit. Reaksi settingnya rumit dan cukup tidak
homogen; yaitu melalui kontak dengan kelembaban, menghasilkan permukaan keras,
tetapi bagian dalam dari campuran akan tetap mempunyai konsistensi seperti adonan.
Kelemahan bahan ini adalah kurang kokoh secara fisik. Kalsium hidroksida juga
ditambahkan ke semen dengan komposisi lain, seperti resin dan sealer berbahan dasar
zinc oxide eugenol, tetapi hanya ada sedikit bukti untuk kelebihan kalsium hidroksida
dalam campuran tersebut.1

6. Sealer berbahan dasar silikon

Lee Endo-Fill merupakan bahan silikon pertama pada endodontik yang mempunyai
sifat penolak air, stabilitas kimiawi, dan adhesif. Bahan yang baru-baru ini
dikembangkan (RoekoSeal) berpolimerisasi tanpa adanya penyusutan, dengan platinum
sebagai agen katalis. Bahan ini menunjukkan kemampuan biologis yang memukau, dan
didokumentasikan oleh uji berdasar standar internasional, termasuk penelitian pada
follow-up secara klinis. Dengan Gutta-Flow, kualitas filling pada gutta-percha dan
sealer digabungkan; gutta-percha yang telah digiling hingga menjadi butiran
dicampurkan dengan komponen sealer silikon. Lalu gutta-percha yang telah menjadi
satu dengan sealer dimasukkan ke dalam saluran akar. Cone gutta-percha tambahan
dimasukkan secara langsung.1

7. Mineral Trioxide-Aggregate
Merupakan campuran dari semen Portland halus dan bismut oksida, dan dilaporkan
mengandung sedikit SiO2, CaO, MgO, K2SO4, Na2SO4. Komponen utamanya, semen
portland, merupakan campuran dari dikalsium silikat, trikalsium silikat, trikalsium
aluminat, gypsum, dan tetrakalsium aluminoferit. Gypsum merupakan determinan yang
penting dalam menentukan lamanya waktu setting, sama seperti tetrakalsium
aluminoferit, walaupun pada tingkat yang lebih rendah. Kandungan gypsum dalam
MTA sekitar setengah dari gypsum pada semen portland, sama halnya dengan
aluminium, yang menyediakan waktu kerja lebih panjang daripada semen portland.
Hingga tahun 2002, hanya satu varian MTA yang tersedia, yaitu bubuk abu-abu, pada
tahun ini pula, MTA putih (WMTA) diperkenalkan sebagai ProRoot MTA (Dentsply)
yang menargetkan estetik. Penelitian dilakukan melalui SEM (Scanning Electron
Microscopy) dan mikroanalisis elektron probe untuk meneliti perbedaan GMTA dan
WMTA. Perbedaan utamanya adalah konsentrasi Al2O3, MgO, dan FeO (Tabel 1).2

Tabel 1: Perbedaan komposisi kimia GMTA dan WMTA2

Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa kandungan Al2O3, MgO, dan FeO, yang
merupakan penyebab perubahan warna, pada WMTA lebih sedikit daripada GMTA.
WMTA juga memiliki ukuran partikel lebih kecil daripada GMTA. MTA juga
menghasilkan pH yang tinggi yang dipercaya karena adanya aktivitas biologis karena
adanya pembentukan Ca2. Baik GMTA maupun WMTA mempunyai reaksi setting
hidrasi yang akan terinisiasi dalam waktu 3-4 jam tetapi maturasi dan kemampuan
resistensi meningkat seiring waktu. WMTA dan ZnOE sama-sama mempunyai sifat
antibakteri terhadap S. aureus, E. faecalis, P. aeruginosa pada uji kontak langsung.
Sedangkan CHX 0,12% mempunyai aktivitas antibakteri yang lebih kuat terhadap A.
odontolyticus, F. nucleatum, S. sanguis, E. faecalis, E. coli, S. aureus, P. aeruginosa,
dan C. albicans dibandingkan dengan WMTA yang dipreparasi dengan air steril saja.
Tetapi harus diperhatikan bahwa MTA tidak akan setting apabila dicampur dengan
CHX. MTA tidak hanya mempunyai sifat biokompatibilitas yang baik, tetapi juga
menunjukkan performa biologis yang cukup baik pada penelitian in vivo saat digunakan
untuk pengisi saluran akar, perbaikan perforasi, pulp-capping dan pulpotomi, dan
perawatan apeksifikasi. Beberapa menegaskan bahwa GMTA dapat mengeluarkan sifat
biologis lebih baik daripada WMTA yang lebih estetik, tetapi hal ini masih
membutuhkan penelitian lebih lanjut.2 MTA tidak bereaksi dengan bahan restorasi
lainnya. Tes genetoksik menunjukkan pada MTA tidak ada bersifat merusak DNA.
MTA juga dapat bersifat aktivasi sementoblas dan produksi sementum. Pada beberapa
kasus, MTA juga bersifat bone healing. MTA memproduksi lebih banyak dentinal
bridge lebih signifikan dibandingkan Ca(OH)2 dalam waktu yang lebih cepat serta
memiliki sedikit inflamasi dan mengurangi resiko nekrosis pulpa. MTA juga dilaporkan
mempunyai ukuran partikel yang kecil, toksik yang sedikit, dan working time yang
lama. 1. Bahan padat

Bahan padat mempunyai lebih banyak keuntungan dibandingkan bahan semisolid. Walaupun
banyak bahan telah dicoba, satu-satunya bahan pengisi yang sampai sekarang masih diterima
secara universal adalah gutta-percha sebagai material primer. Keuntungan utama penggunaan
bahan inti solid atau padat ini adalah kemampuan untuk mengontrol panjang pengisian,
kemampuan yang cukup dalam beradaptasi terhadap iregularitas dan menciptakan seal
adekuat.15

a) Gutta-Percha (Bahan padat)

Bahan ini digunakan pertama kali pada akhir 1800-an sebagai bahan restorasi sementara
baru kemudian digunakan untuk obturasi saluran akar. Gutta-percha tidak menyediakan
penutupan yang rapat apabila digunakan tanpa adanya sealer.3

Gutta-percha merupakan derivat getah kering dari familia Sapotaceae. Dalam bentuk
akhir, gutta-percha point terdiri dari 20% gutta-percha dan 80% Zinc Oxide. Pewarna
dan garam metal ditambahkan untuk warna dan kontras radiografis. Beberapa pabrik
menambahkan bahan anti-mikroba seperti kalsium hidroksida, klorheksidin, atau
iodoform untuk menambahkan efek desinfektan.2
Gutta-percha mencair dalam chloroform, eucalyptol, halothane, dan turpentine. Sifat ini
memungkinkan gutta-percha untuk dibuang pasca-preparasi dan pada perawatan ulang
pada kasus yang tidak membaik. Beberapa metode manipulasi gutta-percha
menggunakan panas atau pelarut akan menghasilkan sedikit shrinkage (1-2%). Sifat
shrinkage ini tidak diharapkan ada saat pengisian saluran akar. Kompaksi menggunakan
spreader merupakan usaha untuk mengkompensasi shrinkage ini. Karakteristik gutta-
percha yang harus diperhatikan adalah apabila terlalu lama terekspos udara dan cahaya
dalam waktu yang lama, gutta-percha akan menjadi lebih rapuh. Penyimpanan gutta-
percha di dalam lemari es dapat memperpanjang ketahanan bahan.3

b) Silver Points (Bahan padat)

Insersi gutta-percha point yang kecil dan runcing di dalam saluran akar yang sempit dan
bengkok biasanya akan menghasilkan gutta percha yang bengkok dan melengkung.
Silver point, fleksibel tetapi cukup kaku, mempunyai kelebihan yaitu tidak mudah
melengkung dan lebih mudah dimasukkan pada kasus seperti di atas. Silver point
disementasi dengan menggunakan sealer, dan di kondensasi lateral dengan gutta-percha
aksesoris. Beberapa laporan kasus dan pengalaman klinis menyebutkan adanya
periodontitis apikalis yang dikaitkan dengan silver point, yang menjadikan silver point
tidak dipercaya lagi. Korosi dari point diikuti dengan pelepasan produk toksik dipercaya
memulai atau mendukung reaksi inflamasi. Banyak klinisi meragukan kemampuan
penutup-rapatan dari silver point.2

c) Resilon (Bahan padat)

Resilon merupakan bahan pengganti gutta-percha yang berbahan dasar resin polimer
polikaprolakton yang digunakan bersamaan dengan Epiphany, sealer resin untuk
membentuk ikatan adhesi pada permukaan bahan inti resin, dinding saluran akar, dan
sealer.3 Komposisi Resilon adalah bahan inti poliester, kaca bioaktif, dan filler radiopak
(bismuth oxychloride dan barium sulfate) dengan komposisi filler sekitar 65%.2, 3
Disajikan dalam bentuk cone untuk master poin dan pengganti poin aksesoris dengan
teknik kondensasi lateral, dan pellets yang didesain untuk pengisian thermoplastik,
teknik kondensasi vertikal.2 Pabrik manufaktur menyatakan sifat dari Resilon ini mirip
dengan gutta-percha sehingga dapat digunakan pada teknik obturasi apapun. Resilon
dapat dihaluskan dengan panas atau dilarutkan dengan pelarut seperti kloroform. Sistem
resin-based seperti ini cocok dengan teknik restorasi jaman sekarang dengan inti dan
pasak digantikan dengan agen resin-bonding.3

d) Coated cone (Bahan padat)

Proses ini dikembangkan untuk menghasilkan kemiripan sifat dengan resilon, yaitu
kerekatan terhadap dinding saluran, inti, dan sealer. Ada dua varian gutta-percha yang
dilapisi. Yang pertama adalah pelapisan menggunakan resin dari Ultradent. Ikatan
dihasilkan saat sealer resin berkontak dengan gutta-percha yang telah dilapisi resin.
Teknik ini mengharuskan praktisi untuk menggunakan sealer EndoRez. Yang kedua
adalah pelapisan menggunakan GIC dari Brasseler USA, dan dirancang untuk digunakan
dengan sealer ionomer kaca. Sistem ini dinamakan Activ GP Plus.3

10. Kontraindikasi dan indikasi PSA ?


Indikasi :
a. email yang tidak di dukung oleh dentin
b. gigi sulung dengan infeksi yang melewati kamar pulpa, baik pada gigi vital, nekrosis
sebagian maupun gigi sudah nonvital.
c. kelainan jaringan periapeks pada gambaran radiografi kurang dari sepertiga apeks
d. mahkota gigi masih bisa direstorasi dan berguna untuk keperluan prostetik (untuk
pilarrestorasi jembatan).
e. gigi tidak goyang dan periodonsium normal
f. foto ronsen menunjukan resorpsi akar tidak lebih dari sepertiga apikal, tidak ada
granuloma
g. kondisi pasien baik
h. pasien ingin giginya dipertahankan dan bersedia untuk memelihara kesehatan gigi dan
mulutnya
i. keadaan ekonomi pasien memungkinkan
kontraindikasi :
a. fraktur akar gigi yang vertical
b. tidak dapat lagi dilakukan restorasi
c. kerusakan jaringan periapikal melibatkan lebih dari sepertiga panjang akar gigi
d. resorbsi tulang alveolar melibatkan setengah dari permukaan akar gigi
e. kondisi sistemik pasien, seperti diabetes melitus yang tidak terkontrol.

sumber : Perawatan saluran akar pada gigi permanen anak dengan bahan gutta percha,
Zulfi Amalia Bachtiar, Departemen Ilmu Kesehatan Gigi Anak Fakultas Kedokteran
Gigi Universitas Sumatera Utara Medan – Indonesia, Jurnal PDGI 65 (2) Hal. 60-67 ,
2016.

DAFTAR PUSTAKA

Aditia, N.N. 2003. Perawatan Pulpa Gigi Sulung disertai Abses Dentoalveolar. FGK USU : Medan,
Indonesia.
Grossman LI, Oliet S, Rio CED. 1995. Ilmu Endodontik Dalam Praktek. Jakarta : EGC.
Hargreaves, K.M and Stephen, C. 2011. Cohen’s pathways of the pulp. 10ed. Mosby Elsevier, China.
P : 37, 540, 564 & 576.
Louis, L. G. Ilmu Endodontik Dalam Praktik. Ed. 11 Jakarta: EGC.1995.
Matthews,D.C.Sutherland,S,Basrani,13.2003. Emergency Managament of Acute Apical Abcesses in
the Permanent Dentition:A Systematic Review of the Literature. J Can Dental
Assicitation;69(10):660
Torabinejad M, Walton RE. Penyakit Jaringan Pulpa dan Jaringan Sekitar Akar di dalam

Walton RE, Torabinejad M. Prinsip dan Praktik Ilmu Endodonsi. Ed. 2. Alih Bahasa : Sumawinata

N, Shidarta W, Nursasongko B. Jakarta : EGC, 1964: 60 – 2.


Nasution, NA. 2003. Perawatan Pulpa Gigi Sulung Disertai Abses Dento Alveolar. Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara, Meda, p.1-40
Rahmadhan AG. 2010. Serba – Serbi Kesehatan Gigi & Mulut. Jakarta : Bukune.
Regezi JA, Scuiba J. 2003. Oral Pathology. 2nd ed. Philadelphia : WB. Saunders

Anda mungkin juga menyukai